Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENTINGNYA PEMERIKSAAN IVA TEST


UNTUK MENDETEKSI DINI KANKER SERVIKS

Bidang Studi : Kesehatan Reproduksi


Topik : Penyuluhan Pada Pasangan Usia Subur
Sub Pokok Bahasan : Pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker serviks
Sasaran : Pasangan Usia Subur
Tempat : Rumah Sanggar RT 08, Ngowotan, Janten, Ngestiharjo
Hari/Tanggal :
Waktu :

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan pasangan usia subur kampung KB Janten
dapat memahami tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks salah satunya dengan
cara IVA tes

B. Tujuan Instruksioanl Khusus (TIK)


1. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang pengertian
kanker serviks.
2. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan factor risiko terjadinya
kanker serviks.
3. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan gejala kanker serviks.
4. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan proses terjadinya
kanker serviks.
5. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang deteksi dini
kanker serviks.
6. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang cara
pencegahan kanker serviks.
7. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang pemeriksaan
IVA.
8. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang cara
pemeriksaan IVA.
9. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan hasil pemeriksaan
IVA.
10. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tentang keunggulan
tes IVA.
11. Pasangan Usia Subur kampung KB Janten dapat menjelaskan tempat dimana saja
dapat dilakukan pemeriksaan IVA.
C. Materi Pembelajaran
1. Penjelasan tentang pengertian kanker serviks
2. Penjelasan tentang factor risiko terjadinya kanker serviks
3. Penjelasan tentang gejala kanker serviks
4. Penjelasan tentang proses terjadinya kanker serviks
5. Penjelasan tentang deteksi dini kanker serviks
6. Penjelasan tentang cara pencegahan kanker serviks
7. Penjelasan tentang pemeriksaan IVA
8. Penjelasan tentang cara pemeriksaan IVA
9. Penjelasan tentang hasil pemeriksaan IVA
10. Penjelasan tentang keunggulan tes IVA
11. Penjelasan tentang tempat dimana saja dilakukan pemeriksaan IVA
D. Metode Pembelajaran
1. Cermah dan Demonstrasi
Metode ini digunakan sebagai pengantar untuk memberikan penekanan pengertian
serta pelaksanaan penyuluhan tentang tes IVA sebagai deteksi dini kanker serviks
pada Pasangan Usia Subur.
2. Diskusi/Tanya Jawab
Metode ini digunakan baik pada saat dilangsungkannya penyuluhan atau pada saat
diakhiri penyuluhan yang memungkinkan Pasangan Usia Subur Kampung KB
Janten mengemukakan hal-hal yang belum dimengerti.
E. Media
1. Media : LCD dan Laptop
2. Alat Bantu : Booklet/leaflet/flipchart
F. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
Pendahuluan (10 Menit) Pembukaan acara oleh moderator Mendengarkan pembukaan
1. Salam pembuka yang disampaikan oleh
2. Memperkenalkan diri moderator.
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan mekanisme
kegiatan
Pelaksanaan (400 Menyampaikan materi oleh Mendengarkan dan
Menit) pemateri : memberikan umpan balik
1. Menggali pengetahuan dan terhadap materi yang
pengalaman peserta penyuluhan disampaikan
2. Pemberian materi tentang
pengertian kanker serviks.
3. Pemberian materi tentang
factor risiko terjadinya kanker
serviks.
4. Pemberian materi tentang gejala
kanker serviks.
5. Pemberian materi tentang
proses terjadinya kanker
serviks.
6. Pemberian materi tentang
deteksi dini kanker serviks.
7. Pemberian materi tentang cara
pencegahan kanker serviks
8. Pemberian materi tentang
pemeriksaan IVA.
9. Pemberian materi tentang cara
pemeriksaan IVA.
10. Pemberian materi tentang hasil
pemeriksaan IVA
11. Pemberian materi tentang
keunggulan tes IVA.
12. Pemberian materi tentang
tempat dimana saja dilakukan
pemeriksaan IVA
1. Sesi Tanya jawab 1. Mengajukan pertanyaan
2. Evaluasi hasil yang dipandu mengenai materi yang
oleh moderator kurang paham
2. Menjawab pertanyaan yang
diajukan
Penutup Moderator : Mendengarkan dengan
(10 Menit) 1. Mempersilahkan fasilitator dari seksama
pembimbing lapangan untuk
menambahkan ataupun
menjelaskan kembali jawaban
pertanyaan peserta yang belum
terjawab.
2. Menjelaskan kesimpulan dari
materi penyuluhan
3. Pembagian leaflet
4. Ucapan terima kasih
5. Salam penutup
G. Pengorganisasian
1. Moderator : Linda Yulyani
2. Penyaji : Deny Eka Widyastuti
3. Fasilitator : Mutiara Solechah, Wijayanti, Ratriana Nur Rahmawati, Rabiatunnisa,
Herliyani Dwi Saputri, Indah Wijayanti dan Claudia Banowati Subarto
4. Notulen : Rabiatunnisa

H. Job Description
1. Moderator : Mengarahkan jalannya acara
2. Penyaji : Menyampaikan materi penyuluhan dan menjawab pertanyaan
3. Fasilitator : Membantu mengarahkan peserta untuk bergerak secara aktif dalam
diskusi
4. Notulen : Mengamati dan mencatat proses jalannya penyuluhan,
mengevaluasi jalannya penyuluhan.

I. Setting

Penyaji Layar

Notulen Moderator

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Fasilitator Fasilitator

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan panitia
b. Kesiapan media dan tempat
c. Peserta minimal 75% dari jumlah undangan
d. Pengorganisasian dilakukan 1 hari sebelumnya
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waktunya
b. Peserta antusias terhadap penjelasan
c. Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai
d. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan diskusi
3. Evaluasi Hasil
Undangan mampu mengerti dan memahami :
a. Memahami maksud dan tujuan kegiatan
b. Mengetahui pokok masalah yang telah didiskusikan
MATERI
PENTINGNYA PEMERIKSAAN IVA TEST
UNTUK MENDETEKSI DINI KANKER SERVIKS

A. Pengertian Kanker Serviks


Kanker leher rahim atau kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks,
yaitu area leher rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker leher Rahim
terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali.
kanker serviks dimulai pada sel-sel yang melapisi serviks. Sebagian kanker serviks
dimulai pada zona tranformasi yaitu tempat bertemunya sel squamosa dan sel glandular.
Sel-sel ini tidak langsung berubah menjadi kanker. Sebaliknya, sel-sel serviks yang
normal secara bertahap berkembang menjadi pra-kanker dan selanjutnya berubah menjadi
kanker. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel squamosa yang melapisi
serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal
yang menuju ke rahim. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun (Emilia, 2010).

B. Faktor Risiko Kanker Serviks


1. Umur
Umur merupakan faktor alamiah pencetus kanker serviks pada wanita usia
diatas 40 tahun. Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi resikonya terkena
kanker serviks (Kartikawati, 2013). Puncak perkembangan kanker serviks berada
pada usia 47 tahun. Sekitar 47% wanita dengan kanker serviks invasif berusia di
bawah 35 tahun saat terdiagnosis. Sekitar 10 %, kanker serviks terjadi pada wanita
yang lebih tua (> 65 tahun) dan cenderung meninggal karena penyakit stadium lanjut
mereka saat di diagnosis (Gattoc, et al, 2015).
2. Penggunaan Pil kontrasepsi dalam Jangka Waktu Lama
Penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama ,misalnya 5 tahun
atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker serviks bagi wanita yang terinfeksi HPV
(Aulia, 2012).
3. Usia pertamakali melakukan hubungan seksual
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita yang memulai hubungan seksual
pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks karena sel kolumnar
serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang
berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima
kali lipat (Rasjidi, 2014). Usia pertama kali melakukan hubungan seks merupakan
salah satu faktor risiko terpenting karena penelitian menunjukkan bahwa semakin
muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin besar resiko terkena kanker
serviks. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada usia kurang dari
20 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada wanita yang berhubungan
seksual pertama kali pada usia lebih dari 20 tahun. Umumnya sel-sel mukosa baru
matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas (Anolis, 2011).
4. Multipartner seks
Partner seks lebih dari 1 orang akan meningkatkan risiko 6,19 kali lebih besar
untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan wanita yang memiliki
patner seks 1 orang saja (Wahyuni dan Mulyani, 2014).
5. Riwayat HIV/AIDS
Faktor risiko lainnya penyebab kanker serviks adalah kondisi imunosupresi
atau menurunnya daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh berperan penting dalam proses
penghancuran sel-sel kanker serta menghambat pertumbuhan dan penyebarannya.
Salah satu keadaan imunosupresi bisa ditemui pada penderita AIDS. Virus HIV pada
penderita AIDS akan merusak fungsi kekebalan tubuh seseorang, sehingga wanita
yang menderita AIDS memiliki resiko tinggi terkena infeksi HPV yang berkembang
menjadi kanker serviks. Pada wanita penderita AIDS, perkembangan sel pra-kanker
menjdi kanker yang biasanya memerlukan waktu beberapa tahun, dapat terjadi lebih
cepat karena imunosupresi. Selain itu, kondisi seperti ini juga bisa ditemui pada
wanita yang mengonsumsi obat penurun daya tahan tubuh, seperti wanita penderita
penyakit autoimun (daya tahan tubuh yang menyerang organ tubuh sendiri karena
menganggap organ tersebut sebagai musuh) atau wanita yang sedang menjalani
transplantasi organ tubuh (Krisno, 2011).
6. Merokok
Tembakau yang mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap
sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus (Kartikawati, 2013).
Pada perokok aktif yaitu menkonsumsi rokok 10-15 batang perhari
menyebabkan resiko neoplasia pada serviks. Wanita yang merokok memiliki risiko 4–
13 kali lebih besar untuk mengalami ca serviks daripada wanita yang tidak merokok.
Hal ini dikarenakan nikotin dalam rokok mempermudah semua selaput lendir
termasuk sel mukosa dalam rahim untuk menjadi terangsang. Rangsangan yang
berlebihan ini akan memicu kanker. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa
jumlah nikotin yang mampu menyebabkan kanker serviks (Dianti & Isfandiari, 2016).
Merokok dan menghirup asap rokok meningkatkan risiko kanker serviks.
Diantara perempuan yang terinfeksi HPV, displsia dan kanker invasif terjadi sebesar
2-3 kali lebih sering pada perokok dan mantan perokok. Wanita yang terpapar asap
rokok menyebabkan peningkatan yang lebih kecil dalam risiko terkena kanker serviks
(National Cancer Institute, 2012).
7. Penggunaan pembersih vagina
Vagina yang sehat justru harus mengandung bakteri Lactobacillus, yang
merupakan bakteri baik untuk menjaga keasaman vagina agar kuman tak mudah
menginfeksi. Kebiasaan menggunakan cairan vagina (douching) akan memberantas
bakteri Lactobacillus tersebut, sehingga vagina lebih rentan mengalami infeksi. Salah
satunya adalah infeksi HPV, yang menyebabkan kanker serviks. Pengunaan douching
setidaknya seminggu sekali lebih berisiko empat kali lipat terkena kanker serviks
dibandingkan dengan yang tidak (Neuman, 2012). Berdasarkan pendapat pakar
kesehatan American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), kebiasaan
mencuci vagina dengan antiseptik berupa obat cuci vagina yang memiliki PH tinggi
yaitu lebih dari 3-4 dapat meningkatkan risiko kanker serviks. Hal ini dapat
mengakibatkan kulit kelamin menjadi keriput dan mematikan bakteri Bacillus
doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan PH
vagina, sehingga merangsang perubahan sel yang berakhir dengan kejadian kanker
yang mendiami vagina. Penggunaan sabun secara rutin akan mengiritasi dan
mengeringkan mukus di sekitar vulva sehingga adanya iritasi menjadi tempat tumbuh
HPV sedangkan sabun antiseptik akan membunuh semua bakteri.
8. Paritas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dkk (2013),
menyimpulkan bahwa banyaknya anak yang dilahirkan berpengaruh dalam timbulnya
penyakit kanker serviks. Paritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker
serviks dengan besar resiko 4,55 kali untuk terkena kanker serviks pada wanita
dengan paritas >3 dibandingkan wanita dengan paritas 3. Wanita yang memiliki 7
atau lebih kehamilan aterm mungkin memiliki peningkatan resiko kanker serviks
(National Cancer Institute, 2012).
9. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga seperti ibu dan saudara perempuan juga menentukan
tingginya potensi terkena kanker serviks. Setidaknya risiko meningkat dua kali lipat
di bandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga. Hal ini terjadi karena
dalam riwayat keluarga terdapat sistem imun yang sama, sel yang dibawa oleh faktor
keturunan, serta daya tahan tubuh dan faktor terinfeksi yang sama (Pusat Info Studi
Kanker, 2014).
10. Pembalut wanita
Resiko penggunaan pembalut wanita untuk penderita kanker serviks
disebabkan oleh kandungan dioxin dan serat sintetis.semua merupakan factor resiko
bagi kesehatan wanita, termasuk kanker serviks, endometriosis, infertilitas dan kanker
ovarium. Kongres Amerika H.R. 890 tahun 1999 menyatakan bahwa zat dioxin dan
serat sintesis ditemukan pada pembalut wanita dan produk sejenis yang lain beresiko
tinggi terhadap kesehatan wanita, termasuk resiko kanker serviks, endometriosis,
kanker Rahim, kanker payudara, kesuburan dan penurunan system kekebalan tubuh
(Syatriani, 2011).

C. Gejala Kanker Serviks


Menurut Rasjidi (2014), gejala kanker serviks yaitu:
1. Gejala awal meliputi keputihan kadang berbau busuk, perdarahan tidak teratur pada
wanita usia reproduktif, perdarahan pasca hubungan seksual pada wanita segala usia
bahkan usia muda, perdarahan pasca menopause. Pada kasus perdarahan saat
menopause, kanker serviks harus selalu dicurigai jika perdarahan tersebut tidak
berespon terhadap pengobatan yang sesuai.
2. Gejala akhir meliputi nyeri saat berkemih, peningkatan frekuensi berkemih, nyeri
punggung, nyeri abdomen bawah.
3. Gejala paling akhir meliputi penurunan berat badan, penurunan pengeluaran urin,
kebocoran urin atau feses dari vagina, dan pembengkakan ekstremitas bawah.

D. Proses Terjadinya Kanker Serviks


Kanker serviks bisa terjadi saat sel abnormal pada serviks (leher rahim) tumbuh
tak terkendali. Perubahan abnormal pada sel leher rahim ini umumnya disebabkan oleh
infeksi human papillomavirus (HPV). HPV berperan dalam menyebabkan terjadinya
kanker serviks tetapi bukan satu- satunya penyebab terjadinya kanker serviks. HPV tipe
16 dan 18 menyebabkan 68% keganasan tipe skuamosa dan 83% tipe adeno- karsinoma.
Meskipun infeksi HPV biasanya tanpa gejala infeksi pada serviks bisa menghasilkan
perubahan secara histologi yang digolongkan dalam Cervical intra- epitelial Neoplasm
(CIN) derajat 1, 2, 3 di- dasarkan pada derajat kerusakan dari sel epitel pada serviks atau
adenokarsinomainsitu. CIN 1 biasanya sembuh spontan (60% dari seluruh kasus) dan
beberapa berkem- bang ke arah keganasan (1%). CIN 2 dan 3 memiliki persentase sedikit
untuk sembuh spontan dan memiliki persentase yang tinggi untuk berkembang ke arah
keganasan (Setiawati, 2014)
Saat seseorang perempuan tertular HPV, maka dia tak akan merasakan gejala apa-
apa. Itu dinamakan prekanker stadium nol. Namun, jika sudah menyerang dan berubah
menjadi kanker, maka selnya akan berubah, menjadi benjolan dan semakin parah hingga
menjadi kanker. Tidak semua virus HPV bisa berubah menjadi kanker, hal itu tergantung
dari daya tahan tubuh seseorang. Jika daya tahan tubuh buruk maka dapat berkembang
menjadi kanker. Rata-rata pasien kanker serviks, hanya membutuhkan waktu 2 tahun
hingga akhirnya kondisinya memburuk ke arah stadium lanjut dan meninggal dunia.
Virus HPV bisa terdeteksi jika seseorang perempuan mulai memeriksakan diri
dengan pap smear atau IVA. Jika saat dicek bersih, maka mereka harus bersiap mengikuti
vaksinasi sebagai pencegahan. (JawaPos, 2018).

E. Cara Pencegahan Kanker Serviks


Menurut Rasjidi tahun 2010, ada beberapa cara untuk mencegah Kanker serviks :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
a) Promosi dan edukasi pola hidup sehat
b) Menunda onset aktivitas seksual
c) Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara
monogamy akan mengurangi risiko kanker servks secara signifikan.
d) Penggunaan kontrasepsi barier
e) Kontrasepsi metode barier (kondom, diafrgma dan spermatisida) berperan untuk
proteksi terhadap agen virus. Penggunaan latex lebih dianjurkan daripada
kondom yang terbuat dari kulit kambing.
f) Berperan menghentikan atau mencegah perubahan keganasan sel-sel, seperti yang
terjadi pada permukaan serviks.
g) Penggunaan vaksinasi HPV. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bsa
mengurangi infeksi Human Papiloma karena mempunyai proteksi >90 %.
2. Pencegahan sekunder
a) Pencegahan Sekunder - Pasien dengan risiko sedang
Hasil tes Pap yang negatif`sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selish waktu
antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk
pasien (atau patner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui,
dianjurkan untuk tes Pap tiap tahun.
b) Pencegahan Sekunder–Pasien dengan Risiko Tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia <20 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak patner (multpel patner) seharusnya melakukan tes Pap tiap
tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat
diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien risiko khusus, seperti mereka
yang mempunyai riwayat seksual berulang.
3. Pencegahan tersier
Meliputi pelayanan di Rumah sakit (diagnosis dan dan pengobatan) serta tindakan
paliatif untuk meningkatkan kwalitas hidup pasien.
Meskipun ganas dan dapat menyebabkan kematian, kanker serviks dapat dicegah.
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: mengontrol perilaku seksual
diri sendiri dan pasangan; memerhatikan kontrasepsi yang digunakan; tidak merokok;
serta mengkonsumsi makanan yang bergizi. Karena penyakit ini sangat dikaitkan dengan
HPV, maka infeksi virus ini dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi. Di samping itu,
upaya deteksi dini juga dapat dilakukan, yaitu dengan menjalani tes IVA (Inspeksi Visual
Dengan Aplikasi Asam Asetat) dan tes pap smear (Rio & Suci, 2017).

F. Deteksi Dini Kanker Serviks


Skrining bertujuan untuk mendeteksi perubahan prakanker, yang jika tidak
diobati, dapat menyebab- kan kanker. Wanita yang ditemukan memiliki kelainan pada
skrining perlu ditindak lanjuti, diagnosis dan pengobatan, untuk mencegah perkembangan
kanker atau untuk mengobati kanker pada tahap awal. WHO telah meninjau bukti
mengenai kemungkinan modalitas untuk skrining kanker serviks dan telah menyimpulkan
bahwa: skrining harus dilakukan setidaknya sekali untuk setiap wanita dalam kelompok
usia sasaran (30-49 tahun); test HPV, sitologi dan inspeksi visual dengan asam asetat
(IVA) adalah tes skrining yang direkomendasikan (WHO, 2018).
Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode (Kemenkes, 2016)
1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC )
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA),
3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),
4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)

G. Pemeriksaan IVA
Tes IVA adalah sebuah pemeriksaan skrinning pada kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo dan dapat dilihat dengan pengamatan
secara langsung Nugroho (2010) dalam Rahayu (2015). Berdasarkan hasil uji diagnostik,
pemeriksaan IVA memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga positif 87%, dan
nilai duga negatif 88%, sedangkan pemeriksaan pap smear memiliki sensitifitas 55%,
spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, dan nilai duga negatif 69%, sehingga dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan IVA lebih cepat memberikan hasil
sensitivitas yang tinggi (Wiyono dkk, 2008). Metode IVA ini merupakan sebuah metode
skrinning yang praktis dan murah, sehingga diharapkan temuan kanker serviks dapat
diketahui secara dini (Rasjidi, 2012).

H. Cara Pemeriksaan IVA


Prosedur pemeriksaan yaitu dengan cara memasukkan spekulum ke dalam vagina,
agar mulut rahim (serviks) dapat di periksa secara langsung. Mulut rahim kemudian di
olesi zat asam cuka (asam asetat 3-5%). Pemeriksaan leher rahim dilakukan dengan cara
melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5
%. Bila setelah pulasan asam asetat 3-5 % ada perubahan warna serta tampak bercak
putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap pre kanker leher rahim (Achmad
Nurrachman, 2010: 1).

I. Hasil Pemeriksaan IVA


Secara umum hasil pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut :
1. IVA Negatif : Serviks normal.
2. IVA Radang : Pada pemeriksaan serviks di dapatkan adanya peradangan, atau
kelainan jinak lainnya (polip serviks)
3. IVA Positif : Dimana pada hasil pemeriksaan di dapatkan adanya kelainan yaitu
menunjukkan adanya lesi berwarna putih pada serviks dan ini merupakan kelainan
yang menunjukkan adanya lesi prekanker.
4. IVA Kanker Serviks : Dimana kelainan menunjukkan adanya kelainan sel akibat
adanya kanker serviks

J. Keunggulan tes IVA


IVA adalah dengan sumber daya sederhana dibandingkan dengan jenis penapisan lain
(Depkes, 2010) karena:
1. Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan
2. Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes yang lain yang digunakan untuk penapisan
kanker leher rahim
3. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua jenjang
sistem kesehatan
4. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan)
5. Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat dan
tersedia
6. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang tidak
bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi prakanker

K. Tempat Dilakukan Pemeriksaan IVA


IVA bisa dilakukan di temapt-tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pemeriksaan dan bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya : Dokter Obgyn, Dokter
Umum, Bidan, Perawat terlatih (Dinkes Kabupaten Buleleng, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Nurrachman Daiman. 2010. Memahami dan Mencegah Serangan Kanker Serviks

Anolis, A. (2011) 17 Penyakit Wanita yang Paling Mematikan. Yogjakarta: Buana Pustaka.

Aulia. 2012. Serangan Penyakit-Penyakit Khas Wanita Paling Sering Terjadi. Buku Biru:
Jogjakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker


Payudara dan Kanker Leher Rahim. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Dianti, N. and Isfandiari, M. 2016. Perbandingan Risiko CA Serviks Berdasarkan Personal


Hygiene Pada Wanita Usia Subur di Yayasan Kanker Wisnuwardana Surabaya

Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. 2017. Deteksi Kanker Serviks dengan IVA.
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/deteksi-kanker-servik-dengan-metode-iva-75

Emilia. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Media Pressindo. Yoyakarta.

JawaPos.com. 2018. Begini Aksi Jahat Virus HPV Kanker Serviks Bisa Renggut Nyawa.
https://www.jawapos.com/kesehatan/womens/19/01/2018/begini-aksi-jahat-virus-
hpv-kanker-serviks-bisa-renggut-nyawa/

Kartikawati Erni, 2013. Bahaya Kanker Payudara dan Kanker Serviks. Bandung : Buku Baru

Kementrian Kesehatan. 2016. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks

Krisno Agus, 2011. Kajian Mikrobiologi Kesehatan. Hubungan Kandidiasis dengan Kanker
Serviks

National Cancer Institute, 2012. SEER Stat Fact Sheets: Female Breast Cancer. Surveillance,
Epidemiology, and End Results Program. Available at:
http://seer.cancer.gov/statfacts/html/breast.html.

Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu Dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba Medika.

Rasjidi, I. 2014. Kanker Serviks Dalam Buku Epidemiologi Kanker Pada Wanita. Sagung
Seto. Jakarta. Vol. 4 | No. 3 | Desember 2017| Jurnal Kesehatan Reproduksi: 159-169

Rio, S. and Suci, E. 2017. Persepsi Tentang Kanker Serviks dan Upaya Prevensinya Pada
Perempuan yang Memiliki Keluarga dengan Riwayat Kanker.

Setiawati Dewi. 2014. Human Papiloma Virus dan Kanker Serviks, Al-Sihah : Public Health
Science Journal

Syatriani, Sri. 2011. Faktor Risiko Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan

Wahyuningsih, T. and Erry, Y.M. (2014). Faktor Risiko Terjadinya Lesi Prakanker Serviks
Melalui Deteksi Dini Dengan Metode IVA, Jurnal Forum Ilmiah. 11(2), pp. 12-13.
WHO. (2018). Cervical Cancer. http://www.who.int/ cancer/prevention/diagnosis-
screening/cervical- cancer/en//

Wiyono, Sapto; Iskandar, T. Mirza; Suprijono. 2008. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Untuk Deteksi Dini Lesi Prakanker Serviks. Media Medika Indonesiana Vol. 43 No.
3.

Anda mungkin juga menyukai