Anda di halaman 1dari 32

INDUKSI PERSALINAN

Kelompok : 2
Kelas :B

Nama Anggota :

Ratriana Nur R. (1810102054) Mutiara Solechah (1810102060)


Rabiatunnisa (1810102055) Rini Sartika (1810102061)
Herliyani Dwi S. (1810102056) Atik Mahmudah A.P (1810102062)
Claudia Banowati S. (1810102057) Fatimatasari (1810102063)
Linda Yulyani (1810102058) Nita Ike Dwi K. (1810102064)
Indah Wijayanti (1810102059)

Dosen Pembimbing : Andari Wuri Astuti, MPH. PhD

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Induksi Persalinan....................................................................4
B. Cara Induksi...............................................................................................5
C. Indikasi Induksi Persalinan........................................................................5
D. Kontraindikasi Induksi Persalinan.............................................................6
E. Bahaya Induksi Pesalinan..........................................................................7
F. Faktor Yang Behubungan Dengan Induksi Persalinan..............................8
G. Rekomendasi Praktek Klinis Untuk Induksi Persalinan............................8
BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Pemberdayaan perempuan pada kasus Induksi Persalinna.......................12
B. Analisis Kondisi di Indonesia dan Rekomendasi......................................18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...............................................................................................26
B. Saran.........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan
masalah serius bagi dunia. Terbukti dengan diadakannya konfrensi-konfrensi
Internasional seperti pada tanggal 24 Mei 2013 diadakan pertemuan World
Health Assembly (WHA) ke 66 di Jenewa Swiss yang membahas salah
satunya menggenai program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Konfrensi tersebut merupakan
tindak lanjut dari Millenium Development Goals (MDGs) tujuan ke- 5 yaitu
Meningkatkan Kesehatan Ibu. (Jumlah, Kala, & Antara, 2014)
Association of Women’s Health, Obstetric and Neonatal Nurses
(AWHONN) menyatakan bahwa persalinan merupakan peristiwa fisiologis
yang kompleks yang melibatkan interaksi rumit dari berbagai hormon yang
tidak boleh dimulai atau diubah tanpa indikasi medis. Pemakaian induksi dan
penambahan tenaga kerja untuk wanita hamil dengan indikasi medis
mempromosikan hasil kesehatan terbaik untuk wanita dan bayi merupakan
penggunaan terbaik sumber daya perawatan kesehatan. Wanita dapat membuat
keputusan sepenuhnya diinformasikan tentang induksi dan augmentasi dari
tindakan medis hanya ketika mereka memahami indikasi medis untuk induksi
atau augmentasi. Potensi bahaya atau manfaat yang terkait dengan metode
farmakologi dan mekanik yang digunakan untuk menginduksi atau
mempercepat persalinan, alternatif untuk induksi atau augmentasi dan manfaat
dari menunggu dan memungkinkan persalinan untuk berkembang secara
spontan. Mengatasi hormon eksogen dan melakukan intervensi mekanis untuk
populasi yang rentan (wanita hamil dan janin mereka) tidak disarankan kecuali
manfaat intervensi ini telah terbukti melebihi risiko (Induction, 2014)
Menurut Alarm Internasional upaya induksi persalinan adalah prosedur
umum yang digunakan pada praktik kebidanan secara luas di seluruh dunia.
Semua kehamilan akan menuju pada suatu keadaan aterm dan proses
persalinan akan berlangsung secara spontan. Kenyataannya ada beberapa

1
keadaan yang mengharuskan untuk mempercepat proses persalinan dengan
mempertimbangkan keadaan ibu dan janin. (Alarm International, 2003)
Induksi persalinan adalah penggunaan metode farmakologis atau
mekanik untuk memulai interaksi uterus sebelum persalinan spontan terjadi
untuk mempengaruhi kelahiran vagina (American College of Obstricians and
Gynecologists [ACOG], 2009). Metode umum dalam menginduksi persalinan
adalah kerusakan selaput buatan, pemberian oksitosin (obat siaga tinggi), dan
penggunaan agen pematangan serviks. Augmentasi persalinan adalah stimulasi
kontraksi uterus menggunakan metode farmakologis atau ketuban pecah
buatan untuk meningkatkan kekuatan kontraksi atau frekuensi mengikuti
timbulnya persalinan spontan (Induction, 2014)
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai metode, indikasi,
kontra indikasi dan persayaratan tertentu. Indikasi, kontra indikasi,
persyaratan serta metode induksi ditetapkan dalam standar operasional
prosedur untuk mencegah resiko yang mungkin akan terjadi dan berakibat
fatal ada janin maupun ibu. Walupun tindakan induksi persalinan bertujuan
agar persalinan berlangsung normal, namun tindakan induksi persalinan dapat
menimbulkan resiko baik ada ibu maupun pada janin. Pengelollaan induksi
persalinan yang tidak tepat dapat mengakibatkan beberarpa kegawatan baik
pada ibu maupun janin, seperti rupture uterus, perdarahan, asfiksia intra
uterine dan infesksi 9Varney, 2004).
Induksi persalinan biasa terjadi di negara maju. Di Amerika Serikat,
induksi persalinan dilakukan pada 23% kelahiran. Di Uni Eropa, tingkat
induksi tenaga kerja sangat bervariasi mulai dari 6,8% di Lithuania hingga
33% di Wallonia, Belgia. Sementara tingkat induksi sedikit menurun di
Amerika Serikat baru-baru ini, di Austria, ada peningkatan yang konstan
dalam induksi tingkat tenaga kerja dari 17,1% kelahiran hidup (tidak termasuk
sesar primer) pada 2008 hingga 21,6% pada 2014 (Zenzmaier, Leitner,
Brezinka, Oberaigner, & König, 2017)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nerlaela, Emi (2008)
menyatakan bahwa pasien persalinan dengan induksi persalinan didominasi
perasaan pasrah, bingung, panik, dan tegang serta pasien mersakan kepuasan

2
terhadap dukungan perawatan yang dilakukan petugas kesehatan. Namun
beberapa pasien lainnya kurang merasa puas pada dukungan yang diberikan
petugas. Kebuutuhan spiritual didapat dari suami atau keluarga. Tenaga
kesehatan perlu memenuhi kebutuhan spiritual klien, penjelasan yang lengkap
tentang induksi persalinan harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan
pasien dan keluarga (Nurlaela, 2008).
Induksi persalinan juga biasa atas keinginan pasien itu sendiri yang
memang sudah direncanakan oleh pasien, hal ini disebabkan oleh faktor
persepsi yang kurang tentang induksi persalinan mulai dari resiko,
persetujuan/pengambilan keputusan dan kurangnya persiapan psikobehavior.
Selain dari keinginan sendiri ada juga pengaruh dari intervensi yang dilakukan
oleh petugas kesehatan, baik dari sisi kondisi pasien maupun dengan alasan
dari penilaian bahwa induksi lebih efektif ketika staff di RS kurang, termasuk
keinginan rumah sakit untuk mempertahankan tingkat kepuasan pasien dan
penyedia layanan yang tinggi (Moore, Jennifer; Kane Low, 2012)
Induksi persalinnan bukanlah tindakan tanpa resiko baik bagi ibu
maupun janin, untuk itu sebagai petugas kesehatan harus mempersiapkan
strategi untuk pemberdayaan pada perempuan/pasien dalam setiap proses
persalinan.

B. TUJUAN
Untuk mengetahui upaya pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan
pada kasus induksi persalinan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Induksi Persalinan


Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his (Sinclair, 2010). Induksi persalinan adalah proses perangsangan
kontraksi rahim untuk memulai terjadinya persalinan sehingga tercapai kontraksi
sebenarnya (His) 2 kali dalam 10 menit yang lamanya ≥ 40 detik (Rasjidi, 2014).
Induksi persalinan (labor of induction) ialah suatu tindakan/langkah yang
dilakukan untuk memulai suatu persalinan, bisa secara mekanik ataupun secara
kimiawi (farmakologi) (Achadiat, 2004).
Menurut Hamilton Tindakan induksi persalinan secara keseluruhan tidak
bebas dari risiko, jika terjadi rangsangan yang berlebihan pada uterus dapat
mengganggu janin karena penurunan perfusi plasenta dapat menyebabkan asfiksia
bayi baru lahir (Safaah, 2007). Induksi persalinan adalah suatu tindakan pada ibu
hamil dengan cara pemberian uterotonika untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahim agar terjadi persalinan. Hal tersebut merupakan penyebab bayi lahir dengan
asfiksia neonatorum akibat dari janin tidak mendapatkan oksigen yang cukup
didalam rahim (Dhea, 2018).
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan (Reni, 2017). Induksi persalinan
berbeda dengan akselerasi, dimana pada akselerasi persalinan tindakan - tindakan
tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. Induksi persalinan
adalah upaya untuk melahirkan pervaginam dengan merangsang timbulnya His
bagi ibu hamil yang belum inpartu sehingga terjadi persalinan (Taufan, 2012)
Persalinan dengan induksi paling banyak ditemui dilapangan karena
bertujuan untuk membantu merangsang proses kontraksi rahim. Akan tetapi
prosedur induksi tidak dapat dilakukan sembarangan karena mengandung lebih
banyak resiko dibandingkan persalinan normal.ibu hamil akan mengalami
kontraksi secara spontan, namun jika kontraksi tidak juga timbul, maka akan

4
dilakukan induksi. Induksi persalinan bertujuan agar persalinan berlangsung
normal, namun tindakan ini dapat menimbulkan resiko baik pada ibu maupun
pada janinnya (Cunningham, 2013. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan
berbagai macam metode, dengan atau tanpa indikasi, kontraindiksi dan
persyaratan tertentu yang kesemuanya ditetapkan dalam standar operasional
prosedur untuk mencegah resiko yang mungkin akan terjadi dan berakibat fatal
pada janin maupun ibu (Ikra, 2018)

B. Cara Induksi
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
operatif/tindakan maupun dengan menggunakan obat – obatan/medicinal. Untuk
menentukan cara induksi persalinan yang dipilih, beberapa faktor yang
mempengaruhi perlu dipertimbangkan yaitu paritas, kondisi serviks, keadaan kulit
ketuban dan adanya parut uterus.
1) Induksi persalinan secara operatif / tindakan
a. Melepas kulit ketuban dari bagian baah rahim
b. Amniotomi (pemecahan kulit ketuban)
c. Rangsangan pada puting susu
d. Stimulasi listrik
e. Hubungan seksual
2) Induksi persalinan secara medicinal
a. Tetes oksitosin
b. Pemakaian prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterine/ extra- amniotic normal saline

C. Indikasi Induksi Persalinan


Indikasi induksi persalinan yaitu
1. Hasil tes janin tidak normal,
2. Diabetes,
3. Pertumbuhan janin terhambat (pjt),
4. Kehamilan lewat waktu,
5. Ketuban pecah dini (kpd),

5
6. Korioamnionitis,
7. Abnormalitas janin,
8. Penyakit jantung pada ibu,
9. Preeklamsia dan
10. Inkompatibilitas rh (sinclair, 2010)
Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam – macam
indikasi, dapat karena indikasi dari ibu maupun janin. Indikasi dari ibu
diantaranya ibu dengan Preeklamsia Berat. Indikasi dari janin diantaranya :
kehamilan lewat bulan, ketuban pecah dini, kematian janin dalam rahim,
pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital mayor, inkompatibilitas-
rhesus (Mansjoer, 2007)

D. Kontraindikasi Induksi Persalinan


1. Kontraindikasi induksi persalinan diantaranya yaitu:
a. Cephalo-Pelvic Dysproportion(CPD), malpresentasi janin atau kelainan
letak, gemeli, serviks posterior yang kaku atau tertutup atau tidak
menipis, riwayat operasi uterus atau servikal (seperti seksio sesarea atau
miomektomi), penyakit jantung, plasenta previa, grande multipara
dangawat janin (Benson, 2009).
b. Menurut Kriebs (2010), kontraindikasi induksi persalinan diantaranya
yaitu kurang bulan (<37 minggu, kecuali ada indikasi medis), plasenta
previa, letak lintang atau presentase bokong selain presentase bokong
sempurna, dugaan solusio plasenta dan riwayat seksio sesarea klasik atau
miomektomi hingga ke kavum uteri.
2. Kontraindikasi lain seperti:
a. Placenta atau vasa previa
b. Presentasi tali pusat
c. Posisi melintang atau sungsang
d. Sayatan uterus klasik
e. Pembedahan uterus yang signifikan sebelumnya (contoh: ketebalan
penuh Miomektomi, operasi rahim transfundal)
f. Herpes genital aktif

6
g. Kelainan struktural panggul yang terkait dengan cephalopelvic
h. Disproporsi
i. Karsinoma serviks invasife
j. Ruptur uterus sebelumnya
k. Operasi panggul sebelumnya seperti vesicovaginal
l. Perbaikan fistula / fistula rektovaginal / lantai panggul (ketiga atau
keempat
m. Derajat perbaikan air mata perineum), trachelorrhaphy

E. Bahaya Induksi Persalinan Bahaya induksi menurut Benson (2009), antara


lain sebagai berikut:
1. Bagi Ibu
a. Krisis emosi (ketakutan dan kecemasan)
b. Kegagalan induksi dan usaha-usaha berikutnya untuk memulai
persalinan atau melahirkan janin.
c. Inersia uteri dan persalinan lama
Persalinan sulit dan kontraksi uterus tetanik dengan kemungkinan ruptur
uteri atau laserasi servikse
d. Komplikasi perdarahan, termasuk solusio plasenta dan perdarahan
pascapartum akibat atoni uteri.
e. Infeksi intra uteri akibat pemeriksaan, pecah selaput ketuban atau
manipulasi.
f. Hipofibrinogenemia atau kelainan pembekuan darah lainnya.
g. Emboli cairan amnion.
2. Bagi Janin
a. Induksi pelahiran pada waktu yang kurangtepat membawa bayi pada
resiko prematuritas.
b. Prolaps tali pusat merupakan komplikasi dini dan infeksi merupakan
komplikasi lanjut amniotomi.
c. Persalinan yang kasar dapat menyebabkan asfiksia dengan kerusakan
lebih lanjut.

7
d. Trauma akibat persalinan atau pelahiran atau keduanya. Menurut
Hamilton, tindakan induksi persalinan secara keseluruhan tidak bebas
dari risiko, jika terjadi rangsangan yang berlebihan pada uterus dapat
mengganggu janin karena penurunan perfusi plasenta dapat
menyebabkan asfiksia bayi barulahir (Safaah, 2007).

Kejadian asfiksia bayi baru lahir dipengaruhi induksi persalinan,


akan tetapi jika dilakukan pemantauan yang adekuat terhadap keadaan
janin selama proses induksi persalinan dapat mencegah terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir (Safaah, 2007).

F. Faktor – faktor yang berhubungan Dengan Induksi Persalinan


Berdasarkan penelitian menurut Ikra tahun 2017 ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan induksi pada ibu bersalin, diantaranya :
1. Faktor Usia Ibu
Wanita yang berusia <20 tahun atau >35 tahun, mempunyai resiko tinggi
untuk melahirkan. Karena sangat membahayakan kesehatan dan
keselamatan ibu maupun janinnya. Diantaranya ibu beresiko mengalami
induksi dan komplikasi lainnya pada persalinan. Atau meskipun ibu dengan
usia resiko rendah (pada usia 20-35 tahun) tetapi tidak mengetahui tanda
dan bahaya selama kehamilannya, maka kemungkinan dapat menimbulkan
terjadinya resiko induksi pada persalinannya.
2. Faktor Usia Kehamilan
Ibu bersalin yang mengalami induksi dengan usia kehamilan resiko tinggi
(<37 minggu dan >42 minggu) atau usia kehamilan yang terlalu tua/lewat
bulan dapat menyebabkan terjadinya induksi persalinan, karena dapat
berpengaruh buruk terhadap janin dikarenakan fungsi plasenta akan mulai
menurun pada usia kehamilan lebih dari 42 minggu dan dapat
menyebabkan komplikasi dan peningkatan risiko pada ibu serta janinnya.

8
G. Rekomendasi Praktek Klinis yang Baik untuk Induksi persalinan menurut
GCPR (2018) :
1. Pertimbangan Umum
a. Induksi persalinan harus dilakukan hanya untuk medis tertentu dan / atau
indikasi kebidanan.
b. Manfaat yang diharapkan dari memperpendek durasi kehamilan harus
dipertimbangkan bahwa manfaat harus lebih besar daripada bahaya
potensial dari kelanjutan kehamilan tanpa kontraindikasi untuk
persalinan pervaginam.
c. Indikasi dan proses induksi persalinan harus didiskusikan dengan pasien.
d. Keadaan pasien, kondisi medis atau bedah, bekas luka di rahim, status
serviks, metode spesifik induksi persalinan dan sumber daya lokal terkait
dalam hal kesehatan personel, obat-obatan, dan peralatan harus
dipertimbangkan dalam induksi persalinan.
2. Persiapan Induksi persalinan
a. Induksi persalinan dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas
pelayanan SC
b. Induksi persalinan dilakukan dibawah pengawasan yang ketat
c. Monitoring ibu dan janin harus termonitor dengan baik
3. Assasment pre induksi persalinan
a. Informed consent
b. Melihat kembali riwayat kesehatan ibu yang akan dilakukan induksi
c. Evaluasi kembali indikasi dan kontraindikasi persyaratan induksi
persalinan seperti perkiraan umur kehamilan, letak janin, perkiraan berat
badan janin, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, pernafasan, palpasi perut,
monitoring DJJ, kondisi servik ibu menggunakan skor Bishop untuk
menentukan keputusan dilakukannya induksi, sbb :

9
Servik Score Bishop Score
0 1 2 3
Dilatasi 0 1-2 3-4 5+ Tambahkan
servik 1 point untuk
Cervical >4 2-4 1-2 <1 Preeclampsia,
length riwayat
Ukuran <-3 -2 -1 +1,+2 pernah
tulang ichia bersalin
Konsistensi Tebal sedang lunak normal
posisi posterior midposition Anterior sebelumnya

kurangi
1 point untuk
Kehamilan
postdate,
Nullipara

4. Pertimbangan dilakukannya Induksi persalinan


a. Induksi persalinan pada kehamilan yang resiko rendah dianjurkan
setelah umur kehamilan 39 minggu.
b. Induksi persalinan dianjurkan dilakukan jika terdapat PROM (Premature
Rupture Of Membrane) dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu
namun harus dipertimbangkan pula diagnosis, presentasi janin, kondisi
janin.
c. Ibu yang memiliki preeklamsi
1) untuk ibu preeklamsi induksi harus direncanakan pada awal umur
kehamilan 37 minggu jika terindikasi fetal compromise.
2) Ibu yang memiliki hipertensi gestasional dengan resiko rendah bisa
dipertimbangkan dilakukan induksi saat umur kehamilan lebih dari
37 minggu.
3) Namun apabila ibu mengalami gestasional hipertensi dan preeklamsi
namun usia kehamilannya masih 34 minggu maka SC lebih baik
dilakukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan
janin.

10
d. Ibu dengan diabetes gestasional
1) Induksi persalinan tidak dianjurkan dilakukan sebelum usia
kehamilan 39 minggu pada ibu dengan diabetes gestasional dengan
diet terkontrol.
2) Pada ibu hamil dengan diabetes dengan pengobatan terkontrol
insulin/ obat oral hypoglycemic maka induksi persalinan dianjurkan
pada usia kehamilan 38 minggu.
3) Manajemen induksi persalinan pada ibu diabetes yang tidak
terkontrol tergantung dari kondisi masing masing ibu.
e. Bayi dengan Growth Restriction
Induksi persalinan disarankan untuk dilakukan pada bayi yang
mengalami gangguan pertumbuhan namun hal ini tergantung dari tingkat
keparahan dari tidak berkembangnya janin
f. Twin Pregnancy
1) Pada kehamilan kembar tanpa komplikasi, di mana tidak ada
kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, induksi persalinan pada
umur kehamilan 37 minggu disarankan untuk dilakukan.
2) Kontraindikasi induksi persalinan pada kehamilan kembar adalah
monoamniotic dan non cephalic.
g. IUFD
1) Wanita dan pasangannya harus didukung dan diajak berkonsultasi
untuk mengatasi situasi ini.
2) Wanita harus ditawari pilihan induksi persalinan segera atau
manajemen hamil. Namun dengan adanya kondisi seperti sepsis,
preeklampsia atau solusio, pelahiran segera harus segera dilakukan
direncanakan.
3) Jika induksi tidak berhasil selama lebih dari 48 jam, seharusnya
wanita melakukannya.
4) pengujian untuk kegagalan koagulasi yang disebarluaskan dua kali
seminggu.
5) Untuk induksi persalinan, PGE2 dan oksitosin dapat digunakan.

11
BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Pemberdayaan Perempuan Pada Kasus Induksi Persalinan Ditinjau dari


Beberapa Literatur
1. Keputusan, Persepsi, dan Pengalaman Wanita dalam Proses Induksi
Persalinan berdasarkan penelitian Moore dan kawan-kawan (2014)
a. Pengalaman sebelum dilakukan induksi
Responden melaporkan percakapan yang mereka lakukan dengan
tenaga kesehatan sebelum induksi dilakukan. Beberapa isu yang muncul
adalah sebagai berikut:
1) Keselamatan bayi
Dokter biasanya mengemukakan keselamatan bayi sebagai alasan
dilakukannya induksi persalinan. Ketika alasan keselamatan bayi ini
dikemukakan, responden cenderung segera menyetujui induksi dan
tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut walaupun sebelumnya
mereka tidak yakin bahwa induksi adalah keputusan yang tepat.
Setelah dilakukan pengecekan data rekam medis responden,
didapatkan bahwa hanya 1 dari 29 rekam medis responden yang
mendokumentasikan adanya potensi risiko pada bayi mereka.
2) Kepercayaan kepada dokter
Responden mempercayai sepenuhnya informasi dan alasan yang
diberikan dokter kepada mereka bahwa bayi dalam keadaan bahaya
jika induksi tidak dilakukan. Informasi dari sumber lain dianggap
sebagai pendapat nomor dua.
3) Induksi dirasa dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan atau
kecemasan
Terlepas dari rekomendasi dokter untuk melakukan induksi karena
alasan keselamatan bayi, sebagian besar responden mengakui bahwa
induksi memberikan kelegaan kepada mereka dari ketidaknyamanan
kehamilan dan/ atau kecemasan terkait dengan tidak tahu kapan atau
di mana persalinan akan dimulai.

12
4) Pengurangan risiko potensial atau actual dari induksi
Responden mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi risiko yang
berkaitan induksi. Mereka menyatakan berdiskusi dengan dokter
mengenai manfaat dari induksi, tetapi tidak mengenai risikonya.
5) Kurangnya informasi dalam pengambilan keputusan
Secara keseluruhan, sebagian besar responden tidak dapat
menggambarkan proses, obat yang digunakan, risiko, atau opsi yang
terkait dengan induksi persalinan meskipun sebenarnya mereka
memiliki keinginan untuk mendapatkan informasi tersebut. Mereka
menyatakan ingin mendapatkan informasi umum dan perincian
spesifik tentang proses, pengobatan yang digunakan, risiko dan
manfaat serta pilihan-pilihan alternative untuk tindakan induksi.
b. Pengalaman setelah dilakukan induksi
Berdasarakan wawancara terhadap responden, mengenai
pengalaman postpartum mereka setelah mengalami persalinan dengan
induksi, isu-isu yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Kurangnya informasi pengambilan keputusan
Responden merasa tidak diberi informasi yang cukup ketika induksi
akan dilakukan. Mereka merasa sangat terkejut dan emosional ketika
mengetahui adanya risiko untuk dilakukan SC setelah induksi.
Mereka merasa mengalami berbagai pengalaman buruk yang tidak
terduga sebelumnya seperti intensitas nyeri, dampak pada bayi, tidak
makan, mobilitas terbatas, dan peningkatan risiko operasi caesar,
karena tidak diberitahu sebelumnya.
2) Induksi persalinan sebagai bagian dari daftar periksa
Responden diberitahu dan direkomendasikan untuk mendapatkan
induksi persalinan tanpa diberitahu dengan jelas tentang proses,
risiko dan pilihan-plihan yang ada. Responden seakan dipastikan
untuk selalu setuju dan secara otomatis dijadwalkan untuk induksi.
Induksi diperlakukan sebagai bagian dari daftar periksa kehamilan
normal.
3) Kepercayaan terhadap dokter

13
Responden menyatakan bahwa meskipun mereka tidak memiliki
informasi yang cukup tentang induksi persalinan, mereka tidak
mencari informasi tersebut karena merasa percaya dengan dokter dan
karena kepedulian mereka terhadap keselamatan bayi. Mereka
mempertanyakan pada diri sendiri mengapa mereka tidak
menanyakan informasi tentang hal tersebut kepada dokter sebelum
dilakukan induksi.
4) Senang dengan keputusan induksi
Beberapa wanita merasa bahwa induksi adalah keputusan yang tepat.
Mereka meunjukkan kepuasan dengan manfaat yang didapatkan dari
induksi, yaitu berkurangnya kecemasan.
Beberapa wanita yang lain merefleksikan pengalaman mereka, dan
kurangnya informasi yang mereka dapatkan membuat mereka
menyimpulkan bahwa induksi yang telah dilakukan adalah keputusan
yang tidak tepat.
5) Peluan untuk meningkatkan pengalaman posiif pada proses induksi
Responden sangat merasa bahwa wanita lain yang akan dilakukan
induksi harus diberikan informasi yang jelas mengenai induksi
persalinan sebelum mengambil keputusan. Pemberian informasi
mengenai proses induksi, obat-obatan, risiko, dan pilihan-pilihan
alternative harus dijadikan sebagai bagian dari proses pengambilan
keputusan.
Untuk tindakan induksi elektif, responden menghendaki seharusnya
ada diskusi dan pembahasan yang leluasa antara wanita dan dokter
jauh-jauh hari sebelum keputusan dibuat. Responden juga
merekomendasikan bahwa informasi tentang induksi seharusnya
diberikan pada kelas persiapan melahirkan. Mereka juga
mengindikasikan bahwa semua ibu hamil seharusnya mengikuti
kelas persiapan melahirkan, dan para dokter harus mendorong wanita
untuk mengikuti kelas-kelas tersebut.

14
2. Induksi persalinan: Bagaimana perempuan mendapatkan informasi dan
membuat keputusan? Temuan penelitian kualitatif
a. Induksi persalinan adalah salah satu intervensi yang paling sering pada
kehamilan. Meskipun tidak selalu diinginkan, hal ini terkait dengan
peningkatan nyeri persalinan dan intervensi lebih lanjut. Bukti dari studi
sebelumnya menunjukkan bahwa induksi sering dimulai tanpa diskusi
lengkap dan informasi, yang mempertanyakan keabsahan persetujuan
perempuan.
b. Pedoman untuk induksi oleh National Institute for Health and Clinical
Excellence (NICE) menyatakan bahwa: 'Wanita yang mengalami atau
ditawarkan induksi persalinan harus memiliki kesempatan untuk
membuat keputusan tentang perawatan dan pengobatan mereka, dalam
kemitraan dengan professional kesehatan. Definisi lain yang ditemukan
dalam literatur tentang kesehatan umumnya konsisten dengan ini,
mengakui pentingnya profesional kesehatan yang mendukung dalam
mempromosikan pengambilan keputusan otonom.
c. NICE pedoman dan standar kualitas menekankan perlunya penjelasan
menyeluruh alasan untuk induksi, proses, risiko relatif dan pilihan
alternative.
d. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan menerima informasi yang
sangat terbatas selama kehamilan dan waktu induksi. Hal ini
bertentangan dengan penelitian UK lain yang mengutip dokter sebagai
penyedia informasi utama. Informasi dari bidan dan kelas antenatal
sangat minim, ibu lebih banyak mendapatkan informasi tentang induksi
melalui keluarga teman dan media online seperti internet.
e. Kurangnya keterlibatan wanita dalam pengambilan keputusan mungkin
juga karena wanita merasa tidak perlu untuk bertanya lebih jauh tentang
dilakukannya induksi, karena takut memicu kecemasan dan takut
membahayakan bayi, Selain itu, menunjukkan bahwa tingkat
kepercayaan yang tinggi yang diberikan kepada dokter menyebabkan
banyak perempuan berasumsi bahwa apa pun yang ditawarkan adalah
keputusan yang terbaik untuk mereka.

15
f. Temuan dalam penelitian ini ada beberapa cara ibu mendapatkan
informasi tentang induksi persalinan dan bagaimana ibu membuat
keputusan untuk menerima tindakan induksi ataupun tidak:
a) Keluarga dan teman-teman adalah sumber informasi yang paling
umum ditemukan.
b) Kelas antenatal yang dipimpin oleh bidan yang berada dirumah sakit
setempat.
c) Adanya selebaran leaflet yang memuat informasi tentang induksi,
tetapi ada yang membacanya dan ada yang tahu jika ada leaflet tetapi
tidak membacanya.
d) Media elektronik, tetapi beberapa ibu mengalami kesulitan
menemukan situs yang kredibelitas nya terjamin. (Jay, Thomas, &
Brooks, 2018)
3. Perawatan yang berpusat pada wanita: Pengalaman dan persepsi wanita
tentang induksi persalinan untuk kehamilan pasca-term tanpa komplikasi:
Tinjauan sistematis bukti kualitatif
Ada tiga kategori yang mempengaruhi pilihan dan pengambilan
keputusan tentang induksi persalinan:
a. Pengaruh-pengaruh pada pilihan dan pengambilan keputusan tentang
induksi persalinan.
Temuan mengungkapkan bahwa sumber informasi yang diterima
perempuan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan kesiapan mereka
sebelum dan selama proses induksi serta informasi tersebut berasal dari
berbagai sumber. Ini termasuk bidan, dokter, selebaran informasi tentang
induksi persalinan, keluarga dan teman, kelas antenatal dan internet
(Gammie dan Key, 2014; Jay, 2015). Pengaruh dari tenaga medis dan
anggota keluarga serta persepsi risiko berkontribusi pada pilihan wanita
dan pengambilan keputusan tentang induksi persalinan. Studi
mengartikulasikan alasan induksi persalinan mereka hanya karena dokter
atau bidan mengatakan demikian, mereka merasa itu adalah bagian yang
tidak dapat dihindari perawatan dan pendapat dokter lebih baik daripada
mereka tidak lakukan (Westfall dan Benoit, 2004; Murtagh dan Folan,

16
2014; Jay 2015). Sementara beberapa mempercayai pendapat para
petugas kesehatan, yang lain menganggap diri mereka merasa tertekan
oleh bidan yang tidak lagi dapat mendukung pilihan mereka untuk yang
lahir normal.
b. Pemahaman tentang 'waktu habis’ dan sikap terhadap induksi persalinan.
Temuan dari kategori ini mempresentasikan pandangan wanita tentang
apa artinya waktu untuk mereka dan alasan untuk itu. Dua studi (Gatward et
al., 2010; Gammie dan Key, 2014) dari lima telah menilai fenomena ini
dan wanita memiliki pendekatan berbeda apa artinya itu. Dalam
penelitian oleh Gatward et al., (2010), semua wanita dijelaskan tentang
'waktu habis' yang didefinisikan oleh kebijakan rumah sakit, sebagai
seorang wanita yang diartikulasikan ‘Saya merasa seperti berada di
waktu orang lain’. Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gammie dan Key (2014), banyak wanita menjelaskan 'Waktu habis'
dalam hal ini tentang lelah dengan kehamilan.
Temuan lain menunjukkan bahwa perempuan juga tertantang untuk
intervensi rutin atau mengambil tindakan proaktif seperti metode
swadaya untuk menghindari induksi medis. Temuan juga menunjukkan
bahwa wanita memiliki motivasi tentang faktor untuk melawan induksi
persalinan. Ini termasuk ekspresi dari emosi yang kuat terhadap induksi
persalinan seperti ketakutan akan intervensi yang meningkat dan
ketakutan yang tidak diketahui (Gatward et al., 2010; Gammie dan Key,
2014). Faktor lainnya adalah keinginan untuk bayi yang sehat dan
tantangan atau ketidaknyamanan fisik yang parah saat hamil.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman perempuan dari induksi
persalinan.
Temuan mengungkapkan pengalaman wanita tentang induksi
persalinan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini termasuk
perawatan oleh bidan dan dokter, pasangan perasaan dan keterlibatan
selama induksi, pilihan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan
saat induksi antara lain. Faktor-faktor ini juga memberi para wanita
pandangan positif dari proses induksi persalinan atau membuat mereka

17
kecewa. Wanita yang memiliki pengalaman baik dengan profesional
kesehatannya memiliki pandangan positif terhadap pengalaman tersebut.
B. Analisa Kondisi Di Indonesia Dan Rekomendasi
1. Kurangnya informasi mengenai proses, obat-obat yang digunakan,
risiko dan pilihan-pilihan alternative dari induksi sebelum
pengambilan keputusan dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moore et al (2014)
didapatkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitiannya
merasa tidak diberi pengetahuan yang cukup mengenai induksi
sebelum tindakan dilakukan. Mereka hanya diberitahu tentang indikasi
dilakukannya induksi, yaitu untuk menolong keselamatan bayi mereka.
Informasi mengenai proses, obat-obatan, risiko dan pilihan-pilihan
alternative tidak diberitahukan oleh dokter kepada mereka. Mereka
merasa bahwa dokter tidak memberikan waktu yang cukup untuk
mendiskusikan hal-hal tersebut sebelum pengambilan keputusan
induksi dibuat. Akibatnya mereka sangat terkejut dan tidak siap ketika
menghadapi dampak-dampak yang diakibatkan dari proses induksi
seperti peningkatan intensitas nyeri, risiko terhadap bayi, pembatasan
mobilitas dan risiko SC. Dengan pengalaman yang buruk tersebut,
sabagian dari mereka menganggap bahwa keputusan induksi yang
dilakukan terhadap mereka adalah keputusan yang tidak tepat (Moore,
Low, Titler, Dalton, & Sampselle, 2014).
Temuan yang didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Moore et al (2014) diatas mengindikasikan bahwa tindakan dokter
belum sesuai dengan prinsip pemberdayaan perempuan. Hal ini
dikarenakan salah satu kriteria pemberdayaan perempuan dalam
konteks kebidanan adalah membuat wanita telibat dan mampu
membuat pilihan berdasarkan informasi (Hermansson & Mårtensson,
2011). Seharusnya dokter memberikan informasi megenai induksi
dengan sejelas mungkin sehingga wanita dapat terlibat dalam
pengambilan keputusan, dan mampu membuat keputusan yang tepat
berdasarkan informasi yang diberikan tersebut.

18
Salah satu negara yang telah memperhatikan pentingnya
pemberian informasi yang jelas mengenai prosedur kebidanan adalah
negara bagian New York, Amerika Serikat. Melalui Undang-Undang
Informasi Kehamilan Negara Bagian New York (New York State’s
Maternity Information Act), Komisaris Kesehatan New York
memastikan bahwa setiap rumah sakit dan pusat kelahiran (birth
center) menyediakan pamphlet informasi untuk public (pengunjung
rumah sakit) tentang berbagai macam prosedur kebidanan serta
memberikan informasi tentang tingkat kinerja tahunan prosedur-
prosedur tersebut di rumah sakit. Informasi tersebut mencakup
presentase operasi SC, kelahiran yang ditolong bidan, persalinan
pervaginam setelah SC, episiotomy, kelahiran sungsang vagina,
induksi dan augmentasi persalinan, anestesi, pemantauan janin
elektonik, dan persalinan dengan forcep pada satu tahun terakhir.
Selain pamphlet yang disediakan oleh rumah sakit, pemerintah juga
menyediakan informasi dalam buku yang berjudul The New York
Guide to a Healthy Birth dan website Choices in Childbirth (CIC)
(McAllister, 2008). Keduanya merupakan sumber informasi tentang
prosedur-prosedur kebidanan yang disajikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh publik. Salah satu e-leafleat yang dapat
diunduh dari website CIC, memberikan informasi tentang induksi
persalinan, yaitu mengenai topik bahasan mengapa induksi yang tidak
diperlukan harus dihindari, kondisi yang memerlukan induksi, alasan
umum dilakukannya induksi, dan alasan untuk tidak melakukan
induksi (Mayri & Leslie, 2009). Sementara itu, dalam buku National
Guide to a Healthy Birth yang merupakan pengembangan dari buku
yang disebutkan sebelumnya, memuat salah satu topik yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan yaitu tentang shared decision-making
process yang merupakan salah satu komponen dari pemberdayaan
perempuan (Clary & Paul, 2013).
Masalah kurangnya pemberian informasi sebelum dilakukan
tindakan medis juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang

19
dilakukan oleh Satiti dkk (2016), didapatkan bahwa penyampaian
informasi tindakan medis oleh tenaga kesehatan dalam hal ini perawat
masih sangat rendah di suatu rumah sakit. Hanya 30% responden yang
memberikan informasi mengenai perkiraan biaya tindakan, 20%
responden yang memberikan informasi mengenai tujuan tindakan, dan
tidak satupun responden yang memberikan informasi tentang
diagnosis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi tindakan medis
kepada pasien. Dari hasil brainstorming responden pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa faktor yang menyebabkan kurangnya
pemberian informasi adalah karena pemahaman cara menjelaskan
informasi medis rendah, belum ada SK pendelegasian pada perawat
untuk menyampaikan informasi medis, sistem pengawasan belum
berjalan, SOP kurang jelas atau kurang spesifik, belum ada alat bantu
untuk menjelaskan dan perawat tidak tahu cara komunikasi atau
penyampaian yang benar (Rose Satiti, Susilo, & Dewanto, 2016).
Berdasarkan hal diatas, maka rekomendasi yang kami usulkan
untuk meningkatkan implementasi pemberdayaan perempuan pada
kasus induksi persalinan ialah:
a. Menjelaskan macam-macam metode persalinan termasuk induksi
sejak masa kehamilan, baik melalui KIE pada saat kunjungan ANC
maupun saat kelas ibu hamil.
b. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bidan agar mampu
memberikan informasi yang jelas mengenai induksi persalinan
secara spesifik mengenai manfa’at/ indikasi, proses, risiko, dan
alternatif cara/metode yang digunakan dalam induksi.
c. Menyediakan buku panduan/ leaflet mengenai induksi persalinan
dengan tampilan yang menarik dan bahasa yang informatif dan
mudah dipahami.
d. Membuat aturan tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk
menyediakan informasi yang rinci dan jelas bagi pasien pada proses
pengambilan keputusan sebelum melakukan tindakan kebidanan,
khususnya tindakan induksi persalinan.

20
2. Cara ibu untuk mendapatkan informasi tentang induksi persalinan dan
bagaimana ibu membuat keputusan untuk menerima tindakan induksi
ataupun tidak, diantaranya :
a. Keluarga dan teman- teman sebagai sumber informasi :
Secara keseluruhan, wanita tampaknya telah belajar lebih
banyak tentang induksi dari keluarga dan teman-teman dari pada
dari sumber resmi. Perempuan tampaknya menemukan
pengetahuan lebih berkesan dari keluarga atau teman teman yang
sebelumnya telah mengalami terlebih dahulu. Ini bertolak belakang
dengan penelitian UK baru-baru ini di mana wanita mengetahui
informasi dari dokter sebagai penyedia utama informasi (Gammie
& Key, 2014; Shetty et al., 2005). Kesan yang didapat dari induksi
bervariasi dan kadang-kadang bertentangan. Peningkatan rasa
sakit paling sering dikatakan, tetapi ada sedikit pendapat tentang
aspek-aspek lain; misalnya, empat wanita telah mendengar bahwa
awal persalinan akan lebih cepat dari pada persalinan alami tanpa
induksi, sementara lima wanita percaya itu akan memakan waktu
lebih lama. Dua wanita berpikir bahwa keduanya bisa menjadi
masalahnya. Kemungkinan intervensi medis lebih lanjut jarang
disebutkan.
b. Kelas antenatal yang dipimpin oleh bidan yang berada dirumah
sakit setempat:
Semua wanita dalam penelitian ini telah menghadiri
beberapa bentuk kelas antenatal, karena ada bukti yang
menunjukkan bahwa ibu dengan status sosial ekonomi yang lebih
tinggi adalah di antara mereka yang paling mungkin terlibat dalam
pendidikan antenatal (Gagnon & Sandall , 2009; Lu et al., 2003).
Karena lokasi geografis mereka, sangat tidak mungkin ada peserta
yang menghadiri kelas yang sama. Mayoritas menghadiri kelas
yang dikelola oleh bidan komunitas NHS setempat. Seorang wanita
(Clare) menghadiri kelas privat yang dijalankan oleh tim obstetri
yang dia pesan sebagai pasien pribadi. Enam wanita menghadiri

21
kelas-kelas NCT saja dan hanya satu (Laura) menghadiri kelas pra-
induksi karena dia telah pindah ke daerah tersebut di akhir
kehamilan dan tidak ada kelas lain yang tersedia. Hanya dua wanita
lain yang mengikuti kelas pra-induksi satu telah melupakannya
dan yang lain memilih untuk tidak hadir karena dia sudah merasa
cukup informasi. Rincian tentang kelas pra-induksi dimasukkan ke
dalam catatan bersalin perempuan di awal kehamilan dalam bentuk
stiker kecil di halaman bagian dalam.
c. Adanya selebaran leaflet yang memuat informasi tentang induksi,
tetapi ada yang membacanya dan ada yang tahu jika ada leaflet
tetapi tidak membacanya:
Unit bersalin menghasilkan selebaran informasi untuk
wanita yang menghadapi induksi. Sebelas wanita melaporkan
membaca salinan dan lima wanita melengkapi ini dengan informasi
tertulis lainnya . Dua wanita (Isobel dan Fay) melaporkan
menerima selebaran tetapi tidak membacanya. Seorang wanita
menerimanya sesuai dengan catatan kehamilannya, tetapi tidak
menyebutkannya saat wawancara. Clare, yang dirawat secara
pribadi, telah diberi selebaran MIDIRS Informed Choice (MIDIRS,
2015) dan telah membaca ini, ditambah sumber informasi lainnya.
Dalam kasus enam perempuan yang tersisa, tidak diketahui apakah
mereka telah menerima selebaran atau merujuk pada bahan cetak
apa pun untuk mendapatkan informasi.
d. Media elektronik, tetapi beberapa ibu mengalami kesulitan
menemukan situs yang kredibelitas nya terjamin:
Berlawanan dengan harapan, media elektronik disebutkan
hanya tujuh wanita. Dua wanita (Beth dan Sarah) menggunakan
‘Aplikasi’ dan merasa terbantu, sedangkan mereka yang mencari
situs web pada umumnya menemukan manfaat yang terbatas,
sebagian karena kesulitan dalam menemukan situs web yang
kredibel, tetapi juga karena kesulitan menghubungkan informasi
dengan situasi mereka sendiri. Hanya Clare yang tampaknya telah

22
melakukan pencarian di internet secara terperinci dan ekstensif,
mencari informasi obyektif untuk mempersiapkan diri menghadapi
proses persalinan. 21 peserta memiliki ponsel, i-pad atau laptop
oleh karena itu ibu lebih banyak menggunakan sumber media,
karena bukti lain menunjukkan bahwa internet semakin banyak
digunakan untuk menambah informasi tentang melahirkan anak
(Lagan, Sinclair, & Kernohan, 2011). Namun, perempuan
tampaknya memiliki waktu yang hanya singkat antara menerima
untuk induksi dan masuk ke rumah sakit yang mungkin membatasi
kesempatan untuk melakukan pencarian menyeluruh.
Berdasarkan hal diatas, maka rekomendasi yang kami
usulkan untuk meningkatkan implementasi pemberdayaan
perempuan pada kasus induksi persalinan ialah :
1) Petugas kesehatan harus mampu memberikan informasi tentang
induksi terutama risiko dan manfaat dari induksi dengan
mempertimbangkan kebutuhan individu perempuan, Ibu harus
diberikan informasi individual dengan mempertimbangkan
status klinis mereka, latar belakang social budaya dan
keinginan mereka untuk mengambil keputusan setelah
diberikan informasi. Petugas kesehatan harus
mempertimbangkan cara-cara yang lebih fleksibel dalam
pemberian informasi tentang induksi persalinan sehingga ibu
mampu berperan dalam pengambilan keputusan yang terbaik.
3. Pentingnya akses informasi tentang induksi persalinan serta
keterlibatan suami dan keluarga tentang pengambilan keputusan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Akumoah-Boateng &
Spencer (2018) emaparkan bahwa wanita telah melaporkan kurangnya
informasi yang memadai tentang proses induksi persalinan yang
dilakukan oleh Hodnett et al. (2007); Moore et al. (2014) Schwarz et
al. (2016). Beberapa yang memiliki informasi selebaran merasa itu
bukan sumber yang memadai informasi karena informasi yang kurang
lengkap. Dengan demikian temuan yang didapat dalam penelitian

23
Akumoah-Boateng & Spencer (2018) mengindikasikan bahwa
informasi dipandang sebagai hal yang sangat penting bagi kemampuan
perempuan untuk membuat pilihan dan keputusan yang tepat untuk
perawatan mereka. Kuantitas, kualitas, dan waktu informasi yang tepat
juga sangat penting (Tsouroufli, 2011).
Pengaruh dari tenaga kesehatan profesional dan anggota
keluarga yang berkontribusi masalah persepsi resiko dan proses
pengambilan keputusan menjadikan sebuah tekanan tersendiri bagi
wanita. Beberapa wanita percaya tenaga kesehatan, tetapi beberapa
wanita yang menganggap diri mereka bisa melahirkan normal
mengatakan sering tertekan oleh bidan yang notabene mereka tidak
lagi mampu mendukung pilihan untuk melahirkan normal tanpa
komplikasi. Selain tekanan dari tenaga kesehatan, beberapa wanita
merasakan tekanan untuk menginduksi dari anggota keluarga terutama
suami yang memegang peranan penting dalam proses pengambilan
keputusan. Padahal perasaan pasangan dan keterlibatan suami selama
induksi menjadi faktor utama bagi wanita agar selalu dapat berpikiran
positif, tidak menyesal melakukan induksi (karena adanya pergeseran
harapan/rencana awal untuk melahirkan normal secara alami), tidak
memiliki pengalaman induksi yang mengecewakan karena adanya
support dan motivasi dari suaminya sendiri. Jadi penting bagi suami
untuk terlibat selama pengambilan keputusan untuk induksi bagi
wanita.
Berdasarkan hal diatas, maka rekomendasi yang kami usulkan
untuk meningkatkan implementasi pemberdayaan perempuan pada
kasus induksi persalinan:
a. Tenaga kesehatan professional terutama bidan dapat memberikan
motivasi dan arahan yang positif bagi ibu untuk mengambil
keputusan terbaik bagi wanita yang akan melahirkan dengan
induksi persalinan.
b. Tenaga kaesehatan professional terutama bidan dapat memberikan
informasi tentang induksi persalinan yang disampaikan secara lisan

24
mengunakan pendekatan yang berpusat pada wanita dan
disesuaikan dengan kebutuhan individu perempuan.
c. Memberikan saran kepada pihak anggota keluarga dan suami untuk
memberikan dukungan yang positif, motivasi, serta terus
mendampingi ibu selama proses pengambilam keputusan hingga
jalannya induksi persalinan.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Induksi persalinan adalah proses perangsangan kontraksi rahim
untuk memulai terjadinya persalinan sehingga tercapai kontraksi sebenarnya
(His). Menurut Hamilton Tindakan induksi persalinan secara keseluruhan tidak
bebas dari risiko, jika terjadi rangsangan yang berlebihan pada uterus dapat
mengganggu janin karena penurunan perfusi plasenta dapat menyebabkan
asfiksia bayi baru lahir. Prosedur induksi tidak dapat dilakukan sembarangan
karena mengandung lebih banyak resiko dibandingkan persalinan normal. Oleh
karena itu penggunaan intervensi ini harus dilakukan dengan indikasi yang
tepat, baik itu karena indikasi dari ibu maupun janin. Pemeriksaan yang
komprehensif sangat diperlukan sebelum memutuskan adanya indikasi untuk
melakukan induksi persalinan.
Dalam upaya pemberdayaan wanita, selama proses persalinan wanita
berhak mengetahui informasi tentang proses persalinannya termasuk jika akan
dilakukan induksi. Keputusan dilakukannya induksi persalinan atau tidak ada di
tangan ibu, sehingga ibu perlu mengetahui berbagai informasi tentang induksi
persalinan, alasan atau indikasinya, prosesnya seperti apa, kemungkinan dampak
dari proses induksi itu juga harus disampaikan. Sehingga ibu bisa memutuskan
dengan baik jika akan dilakukan induksi persalinan.
B. Saran
1. Bagi Ibu Hamil dan Bersalin
Diharapkan ibu hamil dapat berperan aktif dalam kelas-kelas antenatal
sehingga dapat memperoleh berbagai informasi seputar kehamilan
persalinan dan nifas, termasuk tanda-tanda bahaya selama kehamilan,
tindakan-tindakan medis seperti induksi persalinan yang mungkin saja

26
dilakukan jika ada masalah selama proses kehamilan dan persalinan. Serta
berbagai informasi lainnya yang akan meningkatkan pengetahuan ibu,
sehingga ibu akan berdaya atas kehamilan nya dan dapat membuat
keputusan yang baik. Selain itu, ibu diharapkan dapat secara aktif bertanya
kepada petugas kesehatan jika merasa kurang mendapatkan informasi
sebelum membuat keputusan.
2. Bagi Pemerintah
Dapat menambahkan informasi seputar pilihan persalinan seperti
persalinan pervaginam, persalinan SC, persalinan dengan induksi dll, berikut
dengan alasan, keuntungan dan kelemahan metode-metode tersebut di dalam
Buku KIA. Sehingga ibu hamil mengetahui prosedur kebidanan dalam
mempersiapkan persalinan yang aman dan nyaman.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang induksi persalinan,
agar mampu mengambil keputusan yang tepat jika menjumpai kasus
yang membutuhkan intervensi berupa induksi persalinan.
b. Dapat melakukan pendekatan atau pemberdayaan kepada ibu selama
hamil agar mau dan mampu melakukan persalinan normal, namun dalam
hal ini bidan tetap memperhatikan kondisi pasien. Bidan memahami
tugas dan tanggung jawabnya, serta mengetahui batasan wewenangnya
dalam kasus induksi persalinan.
c. Diharapakan dapat memberdayakan ibu dan keluarga dengan
memberikan informasi yang spesifik dan komprehensif kepada ibu dan
keluarga dalam kasus induksi persalinan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Chrisdiono M. (2004). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:


EGC.Badan
Akuamoah-Boateng, J., & Spencer, R. (2018). Woman-centered care: Women’s
experiences and perceptions of induction of labor for uncomplicated post-
term pregnancy: A systematic review of qualitative evidence. Midwifery,
67(August), 46–56. https://doi.org/10.1016/j.midw.2018.08.018
Alarm International. 2003. A Program to Reduce Maternal Mortality and
Morbidity, 2nd edition. Canada.
American College of Obstetricians and Gynecologists. (2009). ACOG practice
bulletin no. 107. Induction of labor. Ob- stetrics & Gynecology, 114(2 Pt 1),
386–397. doi:10.1097/ AOG.0b013e3181b48ef5
Benso, P., dan Pemol. (2009). Buku Saku Obstetry Gynecology William. Jakarta:
EGC
Cunningham, 2013. Obstretic Williams, EGC : Jakarta
Clary, M. T., & Paul, S. (2013). National Guide to a Healthy Birth.
Dhea Devitasari, Nunung Mulyani, Sariestya R, 2018. Pengaruh Lamanya Induksi
Persalinan Oksitosin Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum. Vol 2
(2018) No.9
Gammie, N., Key, S., 2014. Time’s up! Women’s experience of induction of
labour. Pract. Midw. 17 (4), 15–18. Hermansson, E., & Mårtensson, L.
(2011). Empowerment in the midwifery context-a concept analysis.
Midwifery, 27(6), 811–816. https://doi.org/10.1016/j.midw.2010.08.005
Gatward, H., Simpson, M., Woodhart, L., Stainton, M.C., 2010. Women’s
experiences of being induced for post-date preg
GCPR Development Group On Induction Of Labor.2018.Induction Of
Labor:Good Clinical Practice Recommendations. Indian College of
Obstetricians & Gynecologists The Federation of Obstetric & Gynecological
Societies of India.
Hodnett, E., Gates, S., Hofmeyr, G., Sakala, C., 2007. Continuous support for
women during childbirth (Review). The Cochrane database of systematic
reviews 3.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD003766.pub2
Ikra Ayu Wulandari, 2017. Faktor – faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Induksi Persalinan Pada Ibu Bersalin. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia.
Vol.1 No 2
Induction, N. I. (2014). JOGNN Non-Medically Indicated Induction, 678–681.
Jay, A., Thomas, H., & Brooks, F. (2018). Induction of labour: How do women
get information and make decisions? Findings of a qualitative study. British
Journal of Midwifery, 26(1), 22–29.
https://doi.org/10.12968/bjom.2018.26.1.22
Jumlah, P., Kala, P., & Antara, I. I. I. (2014). No Title, 5(November), 38–
48.Kriebs, Jan M,. & Carolyn L. (2010). Buku Saku Asuhan Kebidanan

28
Varney Edisi 2. Jakarta: ECG
Mansjour, Arif (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Media
Aesculapius : Jakarta

Mayri, B., & Leslie, S. (2009). Thoughts on Induction : The Benefits of Letting
Your Baby Choose Their Own Birthday Thoughts on Induction : The
Benefits of Letting Your Baby Choose Their Own Birthday ( Page 2 of 3 ).
McAllister, E. (2008). Transparency in Maternity Care: Empowering Women to
Make Educated Choices. Journal of Perinatal Education, 17(4), 8–11.
https://doi.org/10.1624/105812408x364062
McAra-Couper, J., Jones, M., Smythe, L., 2012. Caesarean-section, my body, my
choice: The construction of ‘informed choice’in relation to intervention in
childbirth. Femin. Psychol. 22 (1), 81–97. doi:10.1177/0959353511424369.
Moore, J. E., Low, L. K., Titler, M. G., Dalton, V. K., & Sampselle, C. M. (2014).
Moving toward patient-centered care: Women’s decisions, perceptions, and
experiences of the induction of labor process. Birth, 41(2), 138–146.
https://doi.org/10.1111/birt.12080
Moore, Jennifer; Kane Low, L. (2012). Factors That Influence the Practice of
Elective Induction of Labor: What Does the Evidence Tell Us?, 26(3), 242–
250. https://doi.org/10.1097/JPN.0b013e31826288a9.Factors
Rasjidi, H. Imam. (2014). Panduan Kehamilan Muslimah. Jakarta: Mizan Publika.
Rose Satiti, Y., Susilo, H., & Dewanto, A. (2016). Penyampaian Informasi oleh
Perawat dalam Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit: Permasalahan
dan Solusi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 169–173.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2015.028.02.10
Schwarz, C., Gross, M.M., Heusser, P., Berger, B., 2016. Women‫ ׳‬s perceptions
of induction of labour outcomes: results of an online-survey in Germany.
Midwifery 35, 3–10
Tsouroufli, M., 2011. Routinisation and constraints on informed choice in a one-
stop clinic offering first trimester chromosomal antenatal screening for
Down’s syndrome. Midwifery 27 (4), 431–436.
doi:10.1016/j.midw.2010.02.011.
Nurlaela, E. (2008). INDUKSI DI RUMAH SAKIT ISLAM PEKAJANGAN-
PEKALONGAN JAWA TENGAH.
Varney, H., Kriebs, J.M. & Gegor, C.L.(2004). Midwefery. (Mahmudah, L &
Trisetyadi, G.,Penterjemah). (4thed).EGC
Westfall, R.E., Benoit, C., 2004. The rhetoric of “natural” in natural childbirth:
childbearing women’s perspectives on prolonged pregnancy and induction
of labour. Soc. Sci. Med. 59 (7), 1397–1408.
doi:10.1016/j.socscimed.2004.01.017
Zenzmaier, C., Leitner, H., Brezinka, C., Oberaigner, W., & König, M. (2017).
Maternal and neonatal outcomes after induction of labor : a population-
based study. Archives of Gynecology and Obstetrics, 0(0), 0.
https://doi.org/10.1007/s00404-017-4354-4

29
30

Anda mungkin juga menyukai