Anda di halaman 1dari 18

PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Kelas/Kelompok : B/2
Nama Anggota:

Ratriana Nur R. (1810102054) Mutiara Solechah (1810102060)


Rabiatunnisa (1810102055) Rini Sartika (1810102061)
Herliyani Dwi S. (1810102056) Atik Mahmudah A.P (1810102062)
Claudia Banowati S. (1810102057) Fatimatasari (1810102063)
Linda Yulyani (1810102058) Nita Ike Dwi K. (1810102064)
Indah Wijayanti (1810102059)

Dosen Pembimbing : Andari Wuri Astuti, MPH. PhD

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah
Pemberdayaan dalam Praktik Kebidanan yang berjudul “Peran Bidan dalam
Pengambilan Keputusan”, yang diampu oleh ibu Andari Wuri Astuti, MPH. PhD.
Secara umum makalah ini berisikan peran tenaga kesehatan dalam melakukan
pemberdayaan pada perempuan dalam pengambilan keputusan. Makalah ini juga
dilengkapi dengan suatu program yang kami rekomendasikan untuk Pemerintah
agar peran perempuan dalam pengambilan keputusan lebih meningkat
Kami menyadari bahwa segala sesuatu tentu ada sisi ketidaksempurnaan
maka besar harapan penulis akan kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini kedepannya. Semoga banyak manfaat yang dapat
diperoleh melalui makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak atas partisipasinya dalam membantu proses penyusunan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Yogyakarta, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................1
B. TUJUAN..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
BAB III REKOMENDASI PROGRAM...................................................... 11
A. Nama Program.................................................................................11
B. Tujuan..............................................................................................11
C. Persiapan.........................................................................................11
D. Pelaksanaan.....................................................................................12
E. Monitoring.......................................................................................12
F. Evaluasi...........................................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................13
B. Saran................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengambilan keputusan merupakan bagian dari hidup manusia
dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan berbagai
kebutuhan hidupnya, sehingga setiap individu membutuhkan pengambilan
keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan bukanlah hal yang mudah
yang disebabkan banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semakin
banyak faktor-faktor yang mendukung pengambilan keputusan maka
semakin cepat dan tepat pengambilan keputusan keluarga dan tenaga
kesehatan dalam merujuk. Pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku dari dua atau lebih alternatif (Teori George R. Terry
dalam Astuti, 2016).
Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah
kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan
kebidanan. Tidak hanya berpengaruh proses pengelolaan asuhan
kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan
perubahan. Bidan pada semua posisi klinis harus mempunyai kemampuan
dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif,
baik sebagai pelaksanaan staf maupun sebagai pemimpin (Teori George R.
Terry dalam Astuti, 2016).
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang dalam suatu sistem. Bidan memiliki peran sebagai
pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti, sedangkan fungsi merupakan
pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan perananya. Dalam
menjalankan tugasnya bidan mempunyai fungsi sebagai pelaksana,
pengelola, pendidik dan peneliti (Purwoastuti, 2014)
Bidan harus memberikan informed choice kepada ibu dan
meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung
jawabnya terhadap hasil dari pilihannya. Pilihan atau choice penting dari
sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang
memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan

1
menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “pilihannya” sendiri.
Dengan memberikan informed choice tujuannya untuk mendorong
perempuan memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan
dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak
wanita dalam memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan
dengan kode etik Internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993,
bahwa bidan harus menghormati hak perempuan setelah mendapatkan
penjelasan dan mendorong perempuan untuk menerima tanggung jawab
untuk hasil dari pilihannya (Karlina,2015)
Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat
diperlukan bagi tenaga kesehatan untuk dapat menyelamatkan pasien yang
dihadapi. Pola – pola perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan ini melibatkan aspek fisik dan psikis yang sangat besar
dan mengandung resiko yang cukup tinggi antara keselamatan dan
kematian dari pasien yang sedang dihadapi. Kualitas pelayanan kehamilan
dan persalinan pada ibu yang masih rendah terutama dalam hal
keterlambatan tindakan dalam proses pelayanan, seperti terlambat
memberikan rujukan, terlambat dalam proses aternal, serta terlambat
dalam proses memberikan keputusan tidak lepas dari kualitas sumber daya
manusia tenaga medis pelayanan kesehatan (Purwanto, 2005).
Shared decision making/pengambilan keputusan secara bersama
adalah sebuah metode dimana tenaga kesehatan (dokter atau bidan) dan
pasien membuat keputusan bersama dengan evidence based yang tersedia.
Pasien didorong untuk mempertimbangkan pilihan skrining, pengobatan,
atau manajemen yang tersedia, dimana pasien memungkinkan
mendapatkan manfaat ataudampak masing-masing intervensi yang
didapatkan. Dalam pendekatan ini, peran tenaga kesehatan adalah untuk
membantu pasien mendapatkan informasi lengkap, membantu mereka
mengembangkan konsep diri mereka dengan pilihan yang tersedia, dan
memberikan bimbingan secara aternalism jika diperlukan (Elwyn et al.,
2014).

2
Pengambilan keputusan bersama dalam lingkup kebidanan sangat
erat kaitannya dengan pemberdayaan pada perempuan. Pemberdayaan
menjadi keunggulan dalam perawatan kesehatan dan sebagai bagian dari
perpindahan dari aternalism menuju model pemberian layanan kesehatan
yang lebih adil dan kolaboratif. Potensi dari pemberdayaan bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas biaya perawatan, terutama untuk orang-
orang yang terkena dampak kondisi jangka panjang (Bravo et al., 2015).
Beberapa studi tentang otonomi pengambilan keputusan perempuan
menunjukkan adanya kaitan erat dengan karakteristik sosial-demografis
perempuan dan lingkungan sosial tempat mereka tinggal. Wanita
berpendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan lebih tentang
kesehatan, lebih percaya diri dan lebih asertif daripada mereka yang
berpendidikan rendah atau tidak sama sekali. Demikian pula, pada
perempuan yang bekerja cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan
daripada perempuan yang menganggur. Wanita yang dapat menjalankan
otonominya dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan dan
mempertahankan kesehatannya serta dapat mencari sumber daya terkait
kesehatan yang diperlukan (OSAMOR & GRADY, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana peran tenaga kesehatan dalam
pengambilan keputusan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengkaji dan menganalisa aternalis yang berkaitan
dengan peran tenaga kesehatan khususnya bidan dalam membantu
pengambilan keputusan dengan prinsip pemberdayaan perempuan
b. Untuk mengajukan program yang dapat diaplikasikan di indonesia
dengan tujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan
dalam pengambilan keputusan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

Pada bab ini kami me-review beberapa literature terkait dengan peran
tenaga kesehatan dalam pengambilan keputusan. Berikut ini adalah hasil dari
artikel yang telah kami review :

A. Jurnal “Woman-centred care during pregnancy and birth in Ireland:


thematic analysis of women’s and clinicians’ experiences” (Hunter et al.,
2017)
1. Melindungi normalitas
Penghromatan pada wanita dan filosofi asuhan yang berpusat pada
wanita (women centered care) membantu bidan untuk mempertahankan
konsep normalitas dalam kehamilan. Strategi yang dilakukan ialah
menghormati keinginan wanita, mengikuti rencana kelahiran yang sudah
disepakati bersama, memberi perempuan pilihan dan menghindari
intervensi jika memungkinkan. Penghormatan pada wanita diwujudkan
dalam bentuk pengakuan bahwa wanita adalah individu yang memiliki
pengalaman masa lalu, preferensi dan potensi ketakutan tentang
persalinan, sehingga sangat penting bagi bidan untuk membuat wanita
merasa didengarkan.
2. Pendidikan dan pengambilan keputusan
Wanita sepakat bahwa penting bagi bidan untuk meningkatkan
Pendidikan kepada wanita tentang pilihan perawatan mereka. Bidan juga
menyatakan bahwa menyediakan pendidikan yang berkualitas kepada
wanita dapat meningkatkan kualitas asuhan secara keseluruhan.
3. Kontinuitas
Kontinuitas asuhan dianggap identic dengan perawatan yang berkualitas
baik. Salah satu dokter kandungan yang diwawancarai mencatat bahwa

4
wanita menyatakan ketidakpuasan terhadap layanan rumah sakit dimana
wanita cenderung menemui dokter yang berbeda, dan tidak memandang
diri mereka sebagai orang yang ditawari perawatan oleh tim yang
konsisten.
4. Pemberdayaan untuk asuhan yang berpusat pada perempuan (women
centered care)
Pemberdayaan dianggap sebagai prekusor asuhan yang berpusat pada
perempuan (women centered care) sehingga dihargai tinggi dan dianggap
penting bagi wanita sepanjang perjalanan kehamilan. Menyediakan
pilihan bagi wanita dipandang sebagai prinsip utama perawatan ibu,
sedangkan pemberdayaan yang kurang akan mengurangi keberpihakan
asuhan terhadap perempuan.

B. Jurnal “The Decision-Making Behavior Of Nurses And Paramedics In


Emergency Situation”
Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat
diperlukan bagi tenaga aternali untuk dapat menyelamatkan pasien yang
dihadapi. Pola-pola perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
tenaga aternali ini melibatkan aspek-aspek fisik maupun psikis yang sangat
besar, mengandung resiko yang cukup tinggi antara keselamatan dan
kematian dari pasien yang sedang dihadapi. Kualitas pelayanan kehamilan
dan persalinan ibu hamil yang masih rendah terutama dalam hal
keterlambatan tindakan selama proses pelayanan, seperti terlambat memberi
rujukan, terlambat dalam membuat aternal serta terlambat dalam mengambil
keputusan tidak lepas dari kualitas sumber daya manusia tenaga medis
pelayanan kesehatan.
1. Pengenalan Masalah Pekerjaan dan Pengambilan Keputusan
Dari hasil interview tersebut, tampak bahwa baik tenaga aternali-bidan
di bangsal persalinan maupun perawat yang berada di UGD sering
melakukan pengambilan keputusan sendiri apabila berhadapan dengan
kasus-kasus darurat atau emergency. Pengambilan keputusan sendiri juga
dilakukan bila dokter yang berwenang sedang tidak ada di tempat atau

5
sulit dihubungi. Masalah atau kasus yang dihadapi untuk mengambil
keputusan sendiri misalnya, pasien dalam kondisi kritis atau semakin
memburuk kondisinya, perdarahan hebat, kejang-kejang ataupun
mengalami kecelakaan lalu lintas.
2. Metode dalam Mengambil Keputusan
Metode atau cara-cara yang dilakukan bidan maupun perawat di saat
gawat darurat untuk mengambil keputusan terungkap dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
a. Berdasarkan pengalaman terdahulu.
Mengambil keputusan berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam
menangani pasien. Sesuatu kasus yang rutin dan telah biasa dihadapi,
membuat para perawat dan tenaga para medis ini mengingat-ingat
pengalaman yang pernah dijalani untuk melakukan penanganan pada
kasus-kasus yang mirip atau serupa dengan kasus sebelumnya.
b. Berdasarkan standar atau prosedur tetap yang sudah ada.
Proses mengambil keputusan melakukan tindakan kepada pasien
didasarkan pada PROTAP (prosedur tetap) yang sudah tersedia di
rumah sakit. Perawat maupun bidan mengingat-ingat langkah-langkah
penanganan pasien sesuai bagan alur atau standar dari rumah sakit.
c. Berdasarkan pendidikan/teori yang dimiliki.
Mengambil keputusan dilakukan dengan mengingat-ingat teori yang
pernah diperoleh selama mengenyam pendidikan kemudian
dicocokkan dengan kasus yang ditangani, seperti teori-teori asuhan
keperawatan.
d. Berdasarkan pertimbangan dokter (orang yang lebih ahli).
Untuk kasuskasus yang luar biasa, bukan masalah-masalah yang rutin
dan biasa dihadapi perawat dan tenaga aternali meminta
pertimbangan ahli dalam hal ini dokter di rumah sakit, rneminta
pertimbangan juga dilakukan kepada rekan kerja yang lebih tahu dan
berpengalaman.
3. Proses Kognitif saat Mengambil Keputusan

6
Saat mengambil keputusan tentu saja melibatkan aspek kognitif (pikiran)
dalam menghadapi pasien. Berdasarkan wawancara kepada para perawat
dan tenaga aternali tersebut dapat diungkap bahwa proses kognitif yang
dipikirkan saat mengambil keputusan adalah sebagai berikut:

a. Memusatkan pikiran dan perhatian agar pasien bisa tertolong


dan selamat.
Subjek penelitian pikirannya terkonsentrasi penuh pada
permasalahan kasus yang dihadapi bersama pasien.
b. Berpikir tentang cara-cara menolong pasien untuk melakukan
tindakan.
Subjek kemudian memikirkan langkah-langkah untuk mengatasi
kondisi gawat darurat, memperbaiki kondisi umum pasien. Subjek
memikirkan prioritas tindakan yang harus dikerjakan berdasarkan
ingatan atau informasi yang dimiliki baik dari pengalaman,
pendidikan, informasi tertulis maupun saran dari dokter maupun
rekan kerja yang lain.
c. Memikirkan resiko tindakan yang dilakukan setelah mengambil
keputusan.
Sebagian subjek penelitian yang menghadapi masalah juga
memikirkan resiko atau konsekuensi tindakan yang dilakukan.
Misalnya ada ketakutan dari perawat, salah dalam memberikan jenis
injeksi kepada pasien, yang mungkin berbeda dengan dokter. Namun
ada pula yang bertindak tidak memikirkan resikonya, namun setelah
tindakan itu selesai dilakukan baru memikirkan resikonya.
d. Berpikir menghubungi orang lain (dokter) untuk meminta
bantuan.
Terdapat seorang tenaga paramadis yang berpikir untuk segera
mencari bantuan kepada orang lain. Dalam hal ini dokter untuk
membantu menghadapi kasus pasien.
e. Tidak memikirkan sesuatu, karena sudah menjadi rutinitas.

7
Tindakan terhadap pasien gawat darurat berdasar pengenalan
masalah sudah berlangsung spontan, sudah menjadi rutinitas,
sehingga subjek penelitian tidak perlu memikirkan lagi. Tidak perlu
memikirkan sesuatu juga terjadi pada subjek yang melakukan
tindakan kepada pasien karena pernah mengamati dokter melakukan
tindakan yang serupa, cenderung meniru apa yang pernah dilakukan
oleh dokter
4. Kondisi Afektif ketika Mengambil Keputusan
Selain proses kognitif yang terjadi, pengambilan keputusan ternyata juga
melibatkan ranah afektif (perasaan) yang ada pada diri subjek penelitian.
Aspek afektif yang dapat diungkap adalah sebagai berikut:
a. perasaan bingung dan ragu-ragu .
Di awal bertugas di rumah sakit terkadang. Mengalami kebingungan,
blocking (tidak tahu apa yang harus dilakukan) dan ragu-ragu dalam
berbuat, menetapkan tindakan yang paling tepat bagi pasien sesuai
dengan pendidikan yang pernah diperoleh dengan kasus di rumah
sakit.
b. perasaan takut.
Perasaan takut terhadap konsekuensi yang ditimbulkan dari tindakan
atau keputusan yang diambil. Takut terhadap dokter apabila salah
dalam melakukan tindakan dan takut menghadapi kondisi pasien yang
semakin memburuk
c. perasaan tegang.
Perasaan saat pengambilan keputusan tegang, karena sudah
melakukan tindakan pada pasien tapi keadaan tidak membaik.
d. perasaan mantap dan tenang.
Perasaan tenang dan dapat mengambil keputusan tepat, bila sudah
sesuai pengalaman, pengetahuan, pendidikan dan prosedur yang ada.
Perasaan ini timbul bila perawat dan tenaga aternali sudah terbiasa
atau berpengalaman dalam menangani pasien.
e. perasaan kecewa, marah dan kasihan.

8
Perasaan yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan tenaga
aternali dengan keluarga pasien. Kecewa, ketika pasien tidak mau
mengikuti saran yang dianjurkan. Perasaan marah timbul karena fihak
keluarga terkadang lambat dalam memberikan keputusan persetujuan
untuk segera ditangani dan perasaan kasihan juga timbul melihat
kondisi pasien yang lemah.
f. perasaan menerima.
Perasaan menerima terhadap konsekuensi akibat tindakan atau
keputusan yang diambil dan menyerahkan segala sesuatunya kepada
Tuhan Sang Pencipta, misalnya perawat dan tenaga aternali sudah
berusaha menolong, namun kemudian pasien akhimya meninggal
dunia.
5. Kepribadian dan Pengambilan Keputusan
Beberapa aspek kepribadian yang terungkap dalam hasil
wawancara dan catatan observasi selama wawancara yang berkaitan
dengan gaya pengambilan keputusan dihasilkan Dari kesepuluh subjek
penelitian tersebut 3 orang mengambil keputusan berdasarkan
pengalaman dan hati nurani, 2 orang cenderung mengambil keputusan
berdasar standar/pendidikan yang dimiliki dan 5 orang cenderung
menggunakan pertimbangan ahli (dokter/teman yang lebih menguasai
masalah). Temuan ini dapat memberi gambaran bahwa dalam bidang
pelayanan jasa kesehatan, proses pengambilan keputusan cenderung
dilakukan melalui prosedur pengambilan keputusan kelompok bersama
dengan rekan kerja. Hal ini semakin diperkuat dahwa tenaga aternali
maupun perawat memiliki kewenangan yang terbatas, tindakan ater
kepada pasien adalah sepenuhnya wewenang dokter. Dalam proses
pengambilan keputusan para perawat dan tenaga aternali ini banyak
meminta pertimbangan dari orang ahli.

C. Dalam artikel yang berjudul “Enhancing the midwife—woman


relationship through shared decision making and clinical guidelines”
(Freeman and grew, 2007).

9
Fokus utama dari tinjauan ini adalah untuk menggambarkan keterlibatan ibu
dalam pengambilan keputusan dalam praktik klinis Persalinan dan kelahiran
1. Bersama sama merencanakan dalam mengambil keputusan antara ibu dan
bidan
Bidan memberikan informasi dan penjelasan sebagai dasar ibu dalam
mengambil keputusan, ibu juga dapat menyampaikan apa yang
diinginkan oleh ibu dan bersama sama bernegosiasi untuk membuat
keputusan.

2. Kebijakan SOP
Setelah ibu dan bidan merencanakan putusan maka ditinjau kembali pada
kebijakan dan evidence base dari keputusan yang diambil, hal ini bisa
dilihat dari dasar dasar penelitian / evidence base tentang manfaat dan
kerugian dari hasil keputusan yang ibu inginkan.

Selain itu, dalam pengambilan keputusan bidan dan ibu harus


mempertimbangkan level kedaruratan pengambilan keputusan. Berdasarkan
tingkat resikonya level pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga yaitu
1. Keputusan resiko rendah
Keputusan resiko rendah ini merupakan keputusan yang tidak beresiko
dengan kesehatan ibu dan bayi, biasanya keputusan ini menyangkut
tentang kebutuhan sehari hari misalnya konsumsi nutrisi dan makanan
pada ibu hamil
2. Keputusan resiko sedang
Keputusan risiko sedang telah didefinisikan sebagai keputusan yang dapat
menghasilkan efek sampingyang bisa terjadi bagi wanita dan bayinya. Ini
bukan keputusan yang harus diambil dalam situasi darurat sehingga dapat
diambil dengan sedikit lebih santai. Contoh perencanaan water birth
dengan suhu 36-37 celsius bagi ibu yang telah mendapatkan analgesic.
3. Keputusan dengan resiko berat

10
Keputusan resiko tinggi ini adalah keputusan yang diambil saat keadaan
gawat darurat, hal ini membutuhkan pengetahuan dan pengalaman dari
bidan itu sendiri contoh terjadinya distosia bahu, persalinan lama. Hal ini
merupakan tugas bidan untuk menyelamatkan bayi

BAB III
REKOMENDASI PROGRAM

A. Nama Program
Ibu berdaya kesehatan terjaga (Budaya Kerja)
B. Tujuan
1. Membangun relasi yang kuat antara bidan dan klien.
2. Memberikan edukasi interaktif kepada ibu dan keluarga sehingga dapat
memperoleh dan mencerna informasi dengan baik.
3. Mengedukasi ibu dan keluarga terkait pilihan-pilihan yang mungkin akan
dihadapi selama proses kehamilan dan persalinan, sehingga ibu dan
keluarga dapat membuat keputusan yang baik atas dasar pengetahuan yang
benar.
C. Persiapan
1. Tenaga kesehatan:
a. Tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan yang luas, terampil dalam
berkomunikasi dan mudah bersosialisasi kepada pasien dan keluarga pasien
dalam melakukan pendekatan, mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan
penyuluhan kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan ibu.
b. Bidan menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
yang telah dikaji baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

11
c. Menyiapkan alat, bahan dan media untuk keperluan bimbingan pasien sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
2. Persiapan pasien dan keluarga pasien
a. Mampu membuka diri dan menerima informasi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.
b. Mau mengikuti saran yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
c. Memberikan dukungan kepada ibu agar ibu percaya diri mengambil keputusan
yang dipilih untuk diri ibu sendiri.
3. Tempat
a. Puskesmas: pada saat ibu melakukan kunjungan ANC
b. Kelas hamil: pada saat ibu melakukn senam hamil
c. Pada saat bidan melakukan kunjungan rumah

4. Alat
a. Video edukasi seputar tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas dan bbl
b. Leaflet yang mengandung informasi seputar pengetahuan yang dibutuhkan
ibu.
D. Pelaksanaan
Dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan melibatkan suami, dan setidakya 3 kali
dengan melibatkan keluarga (orangtua dan atau mertua).
E. Kebutuhan Pendanaan
Program Budaya kerja ini tidak membutuhkan alokasi dana khusus yang
besar. Program ini dapat dimasukkan dalam kegiatan rutin yang dilakukan oleh
petugas kesehatan pada saat ibu ANC, senam hamil, dan atau pada saat bidan
melakukan kunjungan rumah. Oleh karena program ini masuk kedalam agenda rutin,
maka program ini sangat efisien dan tetunya feasible untuk diterapkan.
F. Monitoring
Mengamati perubahan Pengetahuan dan sikap pasien dan keluarga, sesudah
penyuluhan.
G. Evaluasi
Berhasil:
Jika ibu mampu memberdayakan diri dalam pengambilan keputusan, maka program
akan dilanjutkan dan akan dikembangkan agar semakin baik.
Gagal:

12
Mencari tahu factor-factor penghambat ibu dalam mengambil keputusan dan
memperbaikinya dengan cara merefisi program agar lebih tepat dan sesuai dengan
kebutuhan ibu.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengambilan keputusan bersama dalam lingkup kebidanan sangat erat
kaitannya dengan pemberdayaan pada perempuan.
2. Pemberdayaan menjadi keunggulan dalam perawatan kesehatan dan
sebagai bagian dari perpindahan dari aternalism menuju model pemberian
layanan kesehatan yang lebih adil dan kolaboratif
3. Dalam menentukan keputusan klinis, hak pasien dan keluarga harus
dihargai dengan baik.
4. Edukasi selama proses kehamilan dan persalinan merupakan hal yang
penting sebagai upaya dalam memberdayakan wanita dalam membuat
keputusan.

B. Saran
1. Bagi Bidan
Bidan dapat memberikan edukasi dengan memanfaatkan media
pembelajaran berbasis teknologi dan informasi. Dalam membuat

13
keputusan sangat penting bagi bidan untuk memperhatikan hak pasien,
terutama hak pasien untuk memilih bersadarkan pilihan-pilihan yang
diberikan melalui informed choice dan informed consent
2. Bagi Ibu dan Keluarga
Diharapkan ibu dan keluarga dapat aktif dalam mengikuti kelas KIE
selama kehamilan, sehingga ibu akan mendapatkan pengetahuan yang baik
sebagai dasar dalam mengambil keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti KHEW. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Konsep Kebidanan dan
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2016
Bravo, P., Edwards, A., Barr, P. J., Scholl, I., Elwyn, G., & McAllister, M.
(2015). Conceptualising patient empowerment: a mixed methods study.
BMC Health Services Research, 15. https://doi.org/10.1186/s12913-015-
0907-z
Elwyn, G., Dehlendorf, C., Epstein, R. M., Marrin, K., White, J., & Frosch, D. L.
(2014). Shared Decision Making and Motivational Interviewing:
Achieving Patient-Centered Care Across the Spectrum of Health Care
Problems. Annals of Family Medicine, 12(3), 270–275.
https://doi.org/10.1370/afm.1615
Freeman, Lesa and Griew , Kate . 2006. Enhancing the midwife—woman
relationship through shared decision making and clinical guidelines.
doi:10.1016/j.wombi.2006.10.003
Hunter et al.2017.Woman-centred care during pregnancy and birth in Ireland:
thematic analysis of women’s and clinicians’ experiences.Journal BMC
Pregnancy and Chilbirth, Vol. 17, https:DOI 10.1186/s12884-017-1521-3

14
Karlina, Feliza, Arifin. 2015. Etikolegal dalam praktik kebidanan. Bogor: In
Media
OSAMOR, P., & GRADY, C. (2018). FACTORS ASSOCIATED WITH
WOMEN’S HEALTH CARE DECISION-MAKING AUTONOMY:
EMPIRICAL EVIDENCE FROM NIGERIA. Journal of Biosocial
Science, 50(1), 70–85. https://doi.org/10.1017/S0021932017000037
Purwanto, 2005. Dinamika Perilaku Pengambilan Keputusan Tenaga Kesehatan
Dalam Kondisi Gawat Darurat. Vol 6 No.1 (40-58)
Purwoastuti E.Th, Walyani, ES. 2014. Konsep Kebidanan. Jogjakarta: Pustaka
Baru Press.

15

Anda mungkin juga menyukai