Anda di halaman 1dari 55

USULAN PENELITIAN

PERAN MAINTENANCE DALAM MEMODERASI


PENGARUH SCHEDULING TERHADAP KINERJA
MASKAPAI PENERBANGAN

Usulan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun
Skripsi S1 Program Studi Manajemen

Diajukan oleh:

TRI SATYA PRADNYANDARI

1506205068

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sektor jasa (service sector) merupakan segmen dari ekonomi termasuk

perdagangan, keuangan, perumahan, pendidikan, hukum, kesehatan, dan

pekerjaan profesional lainnya (Heizer dan Render, 2015). Sektor ini mendasari

sektor ekonomi terbesar dalam masyarakat pascaindustri karena berhasil

berkontribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan yang dominan pada tahun

1920-an. Beranjak dari bagaimana kontribusi sektor jasa terhadap penyediaan

lapangan pekerjaan, kontribusi lainnya adalah dalam hal pemenuhan kebutuhan

masyarakat yang tidak hanya secara ekonomis namun juga secara sosial

khususnya dalam peningkatan mobilitas masyarakat dalam pengembangan

keberlanjutan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup dari komunitas yang

dilayani (Sutandi, 2015:22). Salah satu sektor jasa yang memberikan pelayanan

jasa berupa mobilitas kepada masyarakat adalah jasa transportasi.

Jasa transportasi di Indonesia diharapkan dapat mendorong perkonomian

nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan

bangsa, serta menjunjung martabat bangsa (UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 3 (a)).

Melihat harapan tersebut, pertumbuhan sektor jasa transportasi hendaknya

mengalami pertumbuhan ke arah yang positif. Salah satu transportasi yang

mengalami pertumbuhan ke arah positif adalah transportasi udara atau jasa

penerbangan. Transportasi udara dianggap mampu mendukung pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan wawasan nusantara melalui mobilitas yang dapat

1
melewati batas-batas wilayah dengan cepat dan memanfaatkan teknologi yang

canggih.

Peningkatan pemanfaatan transportasi udara oleh masyarakat Indonesia

dapat dilihat dari kenaikan jumlah penumpang pada transportasi ini khususnya

untuk pemanfaatan dalam wilayah Indonesia. Maka dari itu, pemanfaatan tersebut

dapat ditunjukkan dengan adanya kenaikan jumlah penumpang pada transportasi

udara untuk penerbangan domestik pada tahun 2013 hingga tahun 2018 seperti

yang tersedia dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1
Jumlah Penumpang yang Berangkat pada Penerbangan Domestik di Bandar
Utama Indonesia Periode 2013-2018
Bandar 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Udara TW 1 s/d 4 TW 1 s/d 4 TW 1 s/d 4 TW 1 s/d 4 TW 1 s/d 4 TW 1
Polonia 264.519 261.178 268.891 304.021 306.477 325.444
Soekarno
1.721.609 1.688.808 1.594.283 1.714.665 1.827.607 1.793.551
Hatta
Juanda 605.366 582.308 571.475 668.303 660.366 649.251
I Gst Ngurah
353.693 376.347 343.515 410.466 427.391 426.021
Rai
Hasanudin 289.206 262.298 275.529 327.096 343.170 341.222
Sumber: bps.go.id, 2018 (data diolah)

Data tersebut mengindikasikan kecenderungan peningkatan masyarakat

dalam memanfaatkan industri jasa penerbangan dimana diharapkan arah dari

peningkatan ini dapat meningkatkan kontribusi dengan tujuan menunjang,

menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional (UU

No. 9 Tahun 2009 Pasal 3 (f)). Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka

pemerintah memastikan adanya perlindungan dan pengawasan baik kepada

maskapai dan khususnya kepada penumpang yang merupakan konsumen atau

pengguna jasa ini.

2
Perlindungan dilakukan melalui regulasi yang dikeluarkan oleh

Kementrian Perhubungan Republik Indonesia yaitu Peraturan Menteri

Perhubungan PM 77 Tahun 2011 yang membahas mengenai Tanggung Jawab

Pengangkut Angkutan Udara. Peraturan-peraturan ini diatur oleh karena adanya

sejumlah isu dan kasus terkait kerugian yang dihadapi konsumen seperti jadwal

keberangkatan yang mengalami delay atau bahkan cancel akibat faktor eksternal

ataupun internal perusahaan, barang bawaan yang hilang dalam bagasi,

kecelakaan pesawat akibat kelalaian pilot, ataupun kasus-kasus lainnya yang

tercatat maupun tak tercatat di pengadilan (Laoli, 2014). Selain alasan tersebut,

bisnis ini juga dominan diklasifikasikan sebagai public services, sehingga

intervensi pemerintah di dalamnya adalah demi melindungi masyarakat umum

dari berbagai kemungkinan buruk penyalahgunaan jual beli jasa (Hodgkinson et

al., 2017). Dalam melindungi konsumen dari segala bentuk kasus yang mungkin

merugikan mereka, maka tidak hanya pemerintah, perusahaan juga berupaya

untuk meningkatkan kinerja pelayanannya guna mempertahankan citra baik serta

memperluas pasar sesuai segmentasi dan targetnya. Upaya ini sering disebut

dengan istilah strategi bisnis dengan menciptakan keunggulan kompetitif yang

berkelanjutan guna memenangkan pasar yang dinamis secara strategis (Aaker,

2013:3).

Memenangkan pasar secara strategis berarti perusahaan harus memiliki

keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaing, serta berupaya untuk

menciptakan penilaian kinerja yang positif di hadapan konsumen. Penilaian

kinerja ini dapat didasarkan atas tiga penilaian yaitu: (1) kualitas, merupakan

3
pengukuran kualitas untuk mengetahui sejauh mana karyawan dapat

melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya, (2)

kuantitas, merupakan pengukuran jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan

kemampuan karyawan, (3) ketepatan waktu, merupakan pengukuran dengan

menggunakan waktu terhadap penyelesaian suatu aktivitas (Dharma, 2003 dalam

jurnal Firmanzah dkk, 2017). Penilaian kinerja yang efektif dalam jasa

penerbangan dilakukan dengan menjadikan kepuasan penumpang/konsumen

sebagai fokus penilaiannya (Olanda, 2014:43). Maka dari itu, maskapai

hendaknya menepati perjanjian yang telah ia tawarkan kepada konsumen dengan

memberikan pelayanan secara tepat yaitu melalui waktu keberangkatan yang tepat

waktu sesuai dengan jadwal, ketanggapan dan ketepatan dalam pemberian

pelayanan, serta tanggung jawab atas pemberian jasa tersebut apabila perusahaan

tidak mampu menepati janji yang diberikan kepada konsumen. Dalam menepati

janji, maskapai tentunya sebisa mungkin memberikan penawaran yang bisa ia

penuhi yaitu dengan cara menawarkan jadwal yang telah dikelola dan

dipertimbangkan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas maskapai dalam

menjangkau wilayah atau daerah tujuan serta ketersediaan crew dan pesawat

untuk menjangkau daerah tersebut. Selanjutnya seluruh kesatuan aktivitas ini

disebut dengan aktivitas penjadwalan.

Penjadwalan atau scheduling, mengacu pada penetapan jadwal secara

agregat. Dalam hal ini, scheduling lebih difokuskan pada penentuan waktu-waktu

atau jadwal maskapai penerbangan dalam menyediakan pelayan keberangkatan

kepada penumpang. Disamping itu, keputusan penjadwalan untuk jasa

4
penerbangan dapat dikategorikan dalam tiga jenis keputusan, yaitu (1)

pemeliharaan pesawat, (2) daftar jam keberangkatan, dan (3) awak pesawat,

personel penyedia makanan, pintu gerbang, dan bagian tiket (Heizer dan Render,

2011). Hal ini berarti, penjadwalan akan lebih efektif ketika pemeliharaan

pesawat, daftar jam keberangkatan, serta awak pesawat dapat dikelola dengan

baik.

Pemeliharaan pesawat atau maintenance mencakup semua aktivitas yang

berkaitan dengan menjaga semua peralatan sistem agar dapat bekerja. Taktik

dalam pemeliharaan atau maintenance seperti menerapkan atau meningkatkan

pemeliharaan preventif dan meningkatkan kemampuan atau kecepatan perbaikan

(Daulay et al., 2013). Pemeliharaan preventif mencakup pemeriksaan dan

pemeliharaan rutin serta menjaga fasilitas tetap dalam kondisi baik. Hal ini

dilakukan untuk menemukan kegagalan potensial dan mencegah terjadinya

kegagalan.

Riset secara akademis menemukan sebuah kesimpulan bahwa fasilitas

bandar udara memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja ketepatan

waktu jadwal penerbangan (Zulaichah, 2014). Agar fasilitas bandar udara tersebut

dapat memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan,

penyelenggara bandar udara wajib melakukan pemeliharaan dalam jangka waktu

tertentu dengan cara pengecekan, tes, verifikasi, dan/atau kalibrasi (Lukiana,

2015:82). Dengan demikian, kinerja optimal maskapai penerbangan dipengaruhi

oleh adanya fasilitas bandar udara yang memadai, dan untuk menjaga efektifitas

dari fasilitas tersebut maka dibutuhkan adanya kegiatan pemeliharaan. Namun

5
penelitian lain menghasilkan sebuah penemuan bahwa faktor keterlambatan

terbesar dalam jasa penerbangan disebabkan oleh penanganan flight operation

(Gifari, 2017). Penanganan secara teknis meliputi maintenance ataupun perawatan

terhadap fasilitas pendukung untuk menghindari aircraft trouble, dianggap tidak

menimbulkan penurunan kinerja ketepatan waktu maskapai secara signifikan.

Atau dengan kata lain, penurunan kinerja terjadi ketika adanya kesalahan dalam

penentuan flight operation. Melihat perbedaan hasil penelitian tersebut,

diperlukan penelitian lebih lanjut yang mampu menjelaskan pengaruh dan

hubungan antara ketiga variabel tersebut, yaitu penjadwalan/scheduling,

pemeliharaan/maintenance, dan kinerja maskapai penerbangan. Oleh karena

penelitian dilakukan terhadap variabel kinerja sebuah perusahaan, maka pemilihan

obyek penelitian hendaknya dilakukan tidak hanya untuk kepentingan akademis

melainkan juga dapat membantu mengatasi kinerja maskapai yang masih belum

optimal. Sehingga obyek dalam penelitian merupakan kinerja maskapai yang

perlu ditingkatkan kinerjanya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi fokus

penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana pengaruh proses scheduling terhadap kinerja maskapai

penerbangan?

2) Bagaimana peran maintenance dalam memoderasi pengaruh proses

scheduling terhadap kinerja maskapai penerbangan?

6
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang diusung

adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh proses scheduling terhadap

kinerja maskapai penerbangan.

2) Untuk menjelaskan peran maintenance dalam memoderasi pengaruh

proses scheduling terhadap kinerja maskapai penerbangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya diharapkan tidak hanya memberikan manfaat secara

konseptual melainkan memberikan manfaat yang aplikatif terhadap seluruh pihak

yang terkait baik secara langsung, maupun tidak langsung. Maka, penelitian ini

diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dan

memperkaya ilmu pengetahuan serta dapat menjadi dokumen akademik

yang berguna sebagai referensi bagi civitas akademika yang akan

melakukan penelitian sejenis.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi sebagai bahan

pertimbangan pengambilan keputusan maskapai penerbangan dalam

peningkatan kinerja sekaligus memberikan solusi guna memecahkan

masalah khususnya dalam proses scheduling dan maintenance yang

dihadapi oleh perusahaan.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Jasa

Menurut Schroeder (2008:77) kinerja jasa sebagian besar menekankan

ketidakmampuan jasa untuk diraba (intangibility) dari suatu barang. Namun,

definisi lain yang dapat lebih menggambarkan definisi jasa adalah bahwa jasa

merupakan sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Jadi, jasa

tidak pernah ada hanya hasilnya dapat dilihat setelah terjadi pemberian jasa

tersebut (Schroeder, 2008:77). Dari sudut pandang operasi, keserentakan produksi

dan konsumsi merupakan perbedaan yang sangat penting dimana hal ini

menyoroti kenyataan bahwa pelanggan dibawa ke dalam kontak langsung dengan

operasi.

Kontak langsung tersebut memberikan tuntutan pada perusahaan untuk

mencipatakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan atau mampu melayani

keinginan pelanggan. Setelah pelanggan mendapatkan pengalaman menggunakan

jasa yang ditawarkan perusahaan, maka selanjutnya pelanggan akan memberikan

penilaian atas kinerja perusahaan tersebut dalam penyediaan jasa. Nilai bagi

pelanggan merupakan nilai yang dipersepsikan pelanggan didasarkan pada selisih

antara apa yang didapatkannya dan apa yang ia berikan untuk kemungkinan yang

berbeda (Kotler dan Keller, 2009:136). Penilaian yang dilakukan oleh pelanggan

merefleksikan persepsi kepuasan atau customer satisfaction yang berupa perasaan

8
senang yang timbul karena telah membandingkan kinerja yang dipersepsikan

dengan ekspektasi yang mereka pikirkan sebelumnya (Kotler dan Keller,

2009:139). Baik buruknya penilaian pelanggan terhadap kinerja jasa ini juga tidak

hanya disebabkan dari perasaan puas setelah merasakan jasa tersebut secara

langsung, namun juga dapat timbul dari hasil perbandingan penilaian dengan

penyedia jasa lainnya, ada atau tidaknya ketersediaan penyedia jasa lainnya, atau

dapat pula dipengaruhi dari penilaian pelanggan lainnya (Field et al., 2018:57).

Sebelum perusahaan mampu mentransmisikan jasa tersebut kepada

pelanggan, perusahaan harus memahami pentingnya elemen yang membentuk jasa

tersebut, yaitu antara lain (Schroeder ,2008:78):

1) Tangible Service, yaitu bentuk layanan jasa berupa layanan yang eksplisit

atau suatu pelayanan yang memiliki bentuk fisik dan dapat dinilai secara

visual oleh pelanggan.

2) Psychological Benefits of the Service, yaitu bentuk pemberian jasa

implisit yang dapat menyebabkan pelanggan merasakan keuntung secara

psikologis dari penerimaan jasa tersebut. Dalam hal ini, karyawan

berperan penting dalam memberikan pengalaman yang positif bagi

pelanggan oleh karena bantuan dan empati dari karyawan dapat

meningkatkan perasaan puas bagi pelanggan sehingga mampu

meningkatkan nilai dari jasa itu sendiri (Kim and Youjae, 2017:801).

3) Physical Goods, yaitu meliputi fasilitas pendukung dalam pemberian

jasa kepada pelanggan.

2.1.2 Jasa Transportasi Udara (Penerbangan)

9
Menurut UU No. 9 Tahun 2009 Pasal 1 (1), penerbangan diartikan sebagai

suatu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,

bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan,

lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Pada

keadaan teknologi tertentu, desain pesawat sipil dimulai dengan spesifikasi (1)

muatan penumpang, (2) kisaran pada muatan spesifik, (3) karakteristik mesin dan

jumlah mesin, serta (4) panjang landasan (Agarwal and Zheming, 2014:147).

Perusahaan penyedia jasa angkutan udara dapat digolongkan sebagai perusahaan

angkutan udara niaga dan bukan niaga. Untuk angkutan udara niaga dikategorikan

menjadi angkutan udara niaga berjadwal dan tidak berjadwal. Berikut ini

penjelasan kegiatan dari masing-masing jenis perusahaan penyedia jasa angkutan

udara (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995).

1) Angkutan Udara Niaga Berjadwal

Penyedia jasa angkutan udara niaga berjadual dalam menyelenggarakan

kegiatannya secara komersial terbuka untuk umum didasarkan pada

jadwal waktu keberangkatan dan kedatangan secara tetap dan teratur.

2) Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal

Perusahaan angkutan udara tidak berjadwal hanya diperbolehkan

mengangkat penumpang yang merupakan rombongan tertentu dan bukan

penumpang umum yang dikumpulkan oleh perusahaan angkutan udara

borongan atau biro perjalanan muatan (penumpang maupun barang)

hanya untuk satu tempat tujuan dan tidak dibenarkan untuk menaikkan

10
maupun menurunkannya di sepanjang rute penerbangan kecuali dengan

ijin khusus Direktorat Jendral.

3) Angkutan Udara Bukan Niaga

Penyediaan jasa angkutan udara bukan niaga adalah badan hukum

Indonesia atau perorangan yang kegiatan usaha pokoknya bukan

angkutan udara, melainkan hanya untuk mendukung kegiatan pokok

usahanya seperti angkutan udara dengan tujuan kegiatan keudaraan (arial

work) seperti penyemprotan, survei, penyerbukan, pemotretan, olahraga

keudaraan, atau dengan guna pendidikan awak kokpit pesawat udara.

2.1.3 Fasilitas Transportasi Udara dan Bandar Udara

Bandar udara adalah lapangan terbang yang digunakan untuk mendarat dan

lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang dan atau bongkar pasang muat

kargo dan atu pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan

penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Dalam hal

fasilitas dan fungsi bandar udara, sistem di bandar udara dapat dikelompokkan

berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut (diperoleh dari Cetak Biru

Transportasi Udara 2005-2024):

1) Sisi Udara, yaitu fasilitas sisi udara baik konfigurasi maupun dimensinya

yang direncanakan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan pesawat udara

terbesar yang dilayani dan volume lalu lintas pergerakan pesawat udara

dari waktu ke waktu. Kegiatan pada sisi ini melibatkan pemeliharaan,

pengembangan, dan pembangunan pada runaway, runaway strip,

runaway and safety area, stopway, clearway, taxiway, apron, dan

11
obstacle clearance-transational surface antara lain runaway dengan

apron dan gedung gedung terminal. Beberapa fasilitas yang dapat

membantu keberlangsungan wilayah ini antara lain alat bantu visual

untuk navigasi udara (meliputi manajemen lalu lintas udara yaitu Upper

Flight Information Region, Flight Information Region, Flight

Information Sector, Upper Control Area/Control Area, Terminal Control

Area, Control Zone, Aerodrome Traffic Zone; optimasi rute jalur

penerbangan; air traffic service; dan implementasi air traffic flow

management), PKP-PK (rescue facility), hanggar pesawat terbang, serta

fasilitas pada ground handling.

2) Sisi Darat, yaitu fasilitas sisi darat yang meliputi gedung terminal

penumpang (tempat peralihan dari moda satu ke moda lainnya dengan

fasilitas check in dan boarding untuk penumpang), terminal barang/kargo

(yaitu fasilitas pergudangan yang digunakan sebagai transshipment

facilities maupun bounded area), curb side (batas interaksi moda darat

dengan terminal), dan akses bandara (meliputi jalan raya yang membantu

akses moda pribadi yang utama).

3) Peralatan Penunjang Bandara, yaitu meliputi peralatan penunjang

pelayanan operasional (meliputi check in system, flight information

display system (FIDS), centralized information system (CIS), serta sistem

komunikasi antar pengelola/petugas dengan pemakai jasa bandara),

pelayanan keamanan (meliputi X-Rays, walkthrough, metal detector,

explosive detector, (hendhled) metal detector, dan alat pengamanan

12
lainnya), serta catu daya listrik dan mekanikal (meliputi pusat daya listrik

serta pendingin peralatan).

2.1.4 Kinerja Perusahaan Penyedia Jasa Penerbangan

Kinerja sebuah perusahaan jasa penerbangan sangat berkaitan erat dengan

kemampuan perusahaan/maskapai untuk merealisasikan janji-janji yang telah

diberikan kepada konsumen pada saat penawaran jasa. Janji tersebut meliputi

ketepatan dan kesesuaian waktu, tujuan, dan pelayanan dari petugas/staff/crew

seperti pada lima dimensi jasa. Dalam hal ini, karyawan menjadi faktor penting

dalam penilaian kinerja perusahaan oleh karena dalam beberapa penelitian

khususnya ditemukan pada penelitian Taaffe et al (2014:132), pekerja merupakan

akar penyebab dari kualitas kinerja pada sebuah departemen jasa penerbangan.

Kinerja ketepatan waktu atau on time performance adalah catatan dari

kinerja ketepatan waktu perusahaan penerbangan pada keberangkatan dan

kedatangan penerbangan. Suatu maskapai penerbangan dapat dikatakan baik

kinerjanya apabila OTP selalu dapat dicapai untuk pemenuhan jadwal

penerbangannya atau dengan kata lain, keberangkatan pesawat berlangsung tepat

waktu sesuai dengan waktu yang tertera pada tiket/bukti penawaran jasa yang

diperoleh oleh konsumen. Tolok ukur kinerja ketepatan waktu berupa persentase

ketepatan waktu keberangkatan pesawat udara dari total jumlah jadwal

penerbangan yang dimiliki oleh masing-masing maskapai penerbangan. Nilai OTP

yang tinggi akan menunjukkan kinerja maskapai yang baik, sedangkan OTP yang

rendah mengindikasikan maskapai penerbangan sering mengalami keterlambatan

jadwal penerbangan (Zulaichah, 2014).

13
Kinerja kesesuaian dan ketepatan lokasi diartikan sebagai hasil kerja dari

maskapai penerbangan baik dari udara, darat, dan penunjang, yang mampu

mengantarkan penumpang sesuai dengan lokasi tujuan dari penerbangan tersebut.

Ketepatan dari lokasi ini juga diartikan sebagai suatu kemampuan perusahaan

dalam menjamin keselamatan penumpang selama perjalanan udara sehingga dapat

mengantarkan pelanggan tepat di lokasi yang telah ditawarkan sebelumnya.

Sehingga perusahaan akan bertanggung jawab atas segala ketidaksesuaian yang

terjadi dimana besarnya tanggung jawab yang ditanggung perusahaan telah diatur

dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM 77 Tahun 2011 yang membahas

mengenai Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Sedangkan kinerja ketepatan dan kesesuaian pelayanan pada pelanggan

dapat dinilai dari lima dimensi kualitas jasa, yaitu(Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry (1985) dalam buku Tjiptono & Diana 2003:27):

1) Bukti fisik (tangible), dimensi ini berkaitan dengan perlengkapan,

pegawai, sarana komunikasi, dan fasilitas fisik pendukung yang dapat

meningkatkan kenyamanan dan kepuasan konsumen. Jika dihubungkan

dengan jasa penerbangan, dalam dimensi ini, bukti fisik yang dapat

dijelaskan berupa fasilitas dalam ruang tunggu setelah penumpang

melakukan check in dimana fasilitas yang dimaksud dapat berupa Air

Conditioner (AC) yang berfungsi dengan baik, televisi, Wi-Fi, tempat

duduk yang memadai (jumlahnya cukup untuk penumpang di ruang

tunggu), fasilitas kamar mandi, kerapian pramugari/pramugara atau crew,

bentuk fasilitas yang menyediakan informasi terkait jadwal penerbangan

14
dari maskapai tersebut, kenyamanan tempat duduk di pesawat, serta

kebersihan dan kerapian di dalam pesawat (Mardoko, 2015:22). Dalam

konsep elemen dari bentuk jasa, dimensi ini berkaitan dengan tangible

service dan physical goods.

2) Reliabilitas (reliability), dimensi ini berkaitan dengan ketepatan atau

kemampuan dari perusahaan dalam menyediakan jasa sesuai dengan apa

yang dijanjikan kepada konsumen. Keterkaitan dimensi ini dengan jasa

penerbangan adalah pada informasi mengenai jadwal penerbangan,

kemudahan dalam mendapatkan tiket sesuai jadwal penerbangan yang

diinformasikan, ketepatan waktu keberangkatan yang dijanjikan kepada

penumpang serta bentuk tanggung jawab maskapai ketika terjadi delay

atau cancel sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta

kecepatan dalam pengambilan bagasi (Mardoko, 2015:22). Dalam konsep

elemen dari bentuk jasa, dimensi ini berkaitan dengan psychological

benefits of the service.

3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu kemampuan perusahaan baik

melalui pegawai atau staf dalam merespon atau membantu keinginan dari

konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Daya tanggap

yang dimaksud dalam jasa penerbangan adalah meliputi kompensasi atau

tanggung jawab yang dilakukan maskapai jika terjadi delay, penundaan,

atau pembatalan penerbangan, kecepatan layanan petugas saat proses

check in, serta penanganan complain dengan cepat baik atas

permasalahan di dalam pesawat ataupun terkait dengan barang

15
bawaan/bagasi (Mardoko, 2015:22). Dalam konsep elemen dari bentuk

jasa, dimensi ini berkaitan dengan tangible service.

4) Jaminan (assurance), yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki para staf atau pegawai serta kemampuan

memberikan rasa aman kepada konsumen ketika menggunakan jasa

tersebut. Dalam jasa penerbangan, jaminan yang dimaksud yaitu

berbentuk kepastian mendapatkan tempat duduk saat peak season dan

city check in, sikap petugas dalam melayani check in, sikap

pramugari/pramugara saat berada di atas pesawar, pemberian asuransi

atau jaminan keselamatan jiwa apabila terjadi kecelakaan (bentuk

tanggung jawab yang tertuang dalam PM 77 Tahun 2011), serta bentuk

antisipasi kecelakaan dengan memberikan peraga dan penjelasan terkait

alat-alat keselamatan dan evakuasi penumpang saat berada di dalam

pesawat (Mardoko, 2015:22). Dalam konsep elemen dari bentuk jasa,

dimensi ini berkaitan dengan psychological benefits of the service.

5) Empati (empathy), yaitu kemudahan melakukan hubungan komunikasi

yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Dimensi ini juga

mengenai pelayanan kepada konsumen sehingga dapat meningkatkan

kepuasan dari konsumen tersebut. Dalam jasa penerbangan yaitu

berkaitan dengan rasa empati dari staf ataupun pegawai dalam

memberikan bantuan kepada konsumen jika membutuhkan informasi

tertentu serta kemampuan maskapai dalam mengevaluasi dan

meningkatkan pelayanan melalui pengaduan dan keluhan konsumen

16
terhadap kinerja maskapai, perhatian maskapai pada saat transit/transfer,

intruksi keselamatan dan keadaan darurat sebelum pesawat lepas landas

diinformasikan secara jelas dan dapat didengar di seluruh kabin, serta

informasi terkait keadaan cuaca, ketinggian, dan keadaan darurat selama

penerbangan (Mardoko, 2015:22). Sehingga nilai-nilai yang dapat

diperlihatkan karyawan/staff/pramugari/pramugara kepada pelanggan

melalui rasa empati, dapat meningkatkan kepuasan konsumen setelah

menerima jasa tersebut (Schepers et al., 2018:247). Dalam konsep

elemen dari bentuk jasa, dimensi ini berkaitan dengan psychological

benefits of the service.

2.1.5 Penjadwalan (Scheduling)

Keputusan dalam penjadwalan dimulai dengan perencanaan kapasitas yang

mencakup ketersediaan seluruh sumber daya fasilitas dan peralatan. Sehingga

tujuan penjadwalan adalan mengalokasikan dan memprioritaskan permintaan

(yang dihasilkan oleh perkiraan atau pesanan pelanggan) pada fasilitas yang ada.

Dua faktor yang penting dalam melakukan alokasi dan prioritas ini antara lain

(Heizer dan Render, 2011):

1) Jenis Penjadwalan (maju atau mundur)

Penjadwalan mencakup penugasan batas waktu pada pekerjaan

tertentu berasal dari berbagai aktivitas yang bisa menggunakan sumber

daya yang sama. Hal inilah yang menyebabkan perlunya memperhatikan

jenis penjadwalan untuk membantu mengatasi berbagai kesulitan dalam

menjadwalkan penggunaan sumber daya berdasarkan aktivitas atau per

17
kegiatan yang dilakukan dalam menyelesaiakan suatu pekerjaan. Jenis

penjadwalan terbagi dalam dua jenis yaitu penjadwalan maju dan

penjadwalan mundur. Penjadwalan maju (forward scheduling) merupakan

penjadwalan yang memulai jadwal setelah persyaratan suatu pekerjaan

diketahui dimana pemanfaatan jenis ini berdasarkan pada pesanan

pelanggan biasanya diminta dikirim sesegera mungkin. Penjadwalan maju

umumnya dirancang untuk menghasilkan sebuah jadwal yang dapat

dipenuhi, sekalipun hal ini berarti batas waktunya tidak dapat dipenuhi.

Sedangkan penjadwalan mundur (backward scheduling) merupakan

penjadwalan yang dimulai dari batas waktu, dan menjadwalkan operasi

yang terakhir terlebih dahulu. Kemudian urutan pekerjaan dijadwalkan

satu demi satu dalam susunan terbalik. Dengan mengurangi waktu tunggu

(lead time) untuk setiap barang, diperoleh waktu mulai.

2) Kriteria Prioritas

Teknik penjadwalan yang benar bergantung pada volume pesanan,

sifat alami operasi, dan kompleksitas pekerjaan keseluruhan, serta

kepentingan dari keempat kriteria yaitu dalam meminimalkan waktu

penyelesaian melalui evaluasi penentuan waktu penyelesaian rata-rata

untuk setiap pekerjaan, maksimalisasi utilisasi yaitu melalui perhitungan

persentase waktu suatu fasilitas yang digunakan, minimalir persediaan

barang setengah jadi melalui evaluasi penentuan jumlah pekerjaan rata-rata

dalam sistem yang dapat menurunkan persediaan, dan minimalisasi waktu

18
tunggu pelanggan melalui evaluasi penentuan jumlah keterlambatan rata-

rata.

Sistem penjadwalan berkaitan dengan pembeban kerja yaitu penugasan pada

pusat kerja atau pusat pemrosesan. Para manajer menugaskan pekerjaan pada

pusat kerja untuk memperoleh biaya, waktu luang, dan waktu penyelesaian

menjadi minimal. Dimana pembebanan akan diuji dari segi kapasitas melalui

sebuah teknik yang dikenal sebagai pengendalian input-output yang kemudian

disaikan dalam dua pendekatan yaitu diagram Gantt dan metode penugasan

pemrograman linier.

Kerumitan penjadwalan berhubungan dengan batasan dari jenis sektor jasa

yang bersangkutan. Pada maskapai penerbangan, batasan yang dihadapi dalam

penjadwalan kru terbang contohnya, antara lain:

1) Serangkaian pembatasan waktu kerja yang rumit yang ditetapkan oleh

FAA (Federal Aviation Administration).

2) Kontrak serikat pekerja yang menjamin kru dibayar untuk beberapa

jam setiap hari atau setiap perjalanan.

Penjadwalan perusahaan penerbangan harus membuat jadwal kru yang

memenuhi atau melebihi jaminan pembayaran kru. Jadwal yang biasanya dibuat

adalah dengan menggunakan model pemrograman linier. Kotak penerapan

manajemen operasi yaitu contohnya dalam menjadwalkan putar haluan pesawat

dapat membantu mengefisienkan penerbangan. Selain itu, dalam penjadwalan

maskapai penerbangan, keputusan penjadwalan biasanya berkaitan dengan

pemeliharaan pesawat, daftar jam keberangkatan, dan awak pesawat, personel

19
penyedia makanan, pintu gerbang, dan bagian tiket. Hal ini dikarenakan

penjadwalan terhadap petugas/crew/staff dapat meningkatkan produktivitas

karyawan dibandingkan jika tidak dijadwalkan (Wittmer et al., 2015:92).

Penjadwalan ini sangat berkaitan erat dengan flight operation. Flight

operation disini berarti serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan otorisasi dan

persiapan serta pelaksanaan rencana penerbangan, antara lain mencakup flight

dispatch, operation controller, dan flight following . Secara rinci berfungsi

membuat jadwal crew, tracking crew, mengatur port crew, memonitor radio

navigasi, membuat flight plan, mengisi load sheet, membaca peta meteorologi,

menghitung performance pesawat untuk menentukan batasan berat saat tinggal

landas maupun mendarat, menghitung central of gravity, dan lain sebagainya.

Delay (penundaan keberangkatan) yang diakibatkan oleh flight operation terjadi

karena rencana penerbangan yang kurang optimal, kebutuhan operasional yang

tidak terpenuhi, terlambatnya boarding atau depature crew, kekurangan crew,

adanya permintaan khusus dari crew, terlambatnya awak kabin, kekurangan awak

kabin, permintaan khusus awak kabin, dan permintaan pilot in command untuk

melakukan security check (Gifari, 2017).

2.1.6 Pemeliharaan (Maintenance)

Pemeliharaan (maintenance) mencakup semua aktivitas yang berkaitan

dengan menjaga semua peralatan sistem agar tetap dan dapat bekerja (Heizer dan

Render,2011). Aktivitas ini tidak dapat dipisahkan dari industrial jasa oleh karena

segala macam peralatan dan fasilitas membutuhkan aktivitas pemeliharaan

(Stormi et al., 2017). Tujuan dari perawatan antara lain untuk memperpanjang

20
umur pakai fasilitas produksi, menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas

yang diperlukan untuk pemakaian darurat, menjamin keselamatan operator dari

pemakai fasilitas, mendukung kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan

sesuai dengan fungsinya, mencapai tingkat biaya perawatan dengan optimal

(Prihastono dan Prakoso, 2017:19). Melihat tujuan tersebut, adapun taktik

pemeliharaan yang dibagi dalam dua jenis yaitu menerapkan atau meningkatkan

pemeliharaan preventif dan meningkatkan kemampuan atau kecepatan perbaikan.

1) Pemeliharaan preventif (preventive maintenance) mencakup pemeriksaan

dan pemeliharaan rutin serta menjaga fasilitas tetap dalam kondisi baik.

Hal ini dimaksudkan untuk membangun sebuah sistem yang akan

mencegah terjadinya kegagalan. Pemeliharaan jenis ini mencakup

perancangana sistem teknis dan sistem manusia yang akan menjaga proses

produktif tetap bekerja dalam batas toleransi dan menjadikan sistem

tersebut dapat menjalankan proses produktifnya. Pemeliharaan preventif

menekankan pada pemahaman proses dan tetap membuatnya berjalan

tanpa gangguan. Pemeliharaan jenis preventive dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis, yaitu (Anggoro, 2014:242):

a) Time-based preventive maintenance (T.B.M), yaitu pemeliharaan

untuk komponen-komponen yang tidak bisa diperbaiki.

b) Condition-based maintenance (C.B.M), yaitu pemeliharaan prediktif

yang diterapkan pada komponen-komponen dimana kegagalan

terjadi secara insidentil.

21
2) Selain preventive maintenance, adapun pemeliharaan kerusakan setelah

kerusakan itu terjadi (breakdown maintenance/corrective maintenance)

yaitu pemeliharaan yang dilakukan ketika suatu peralatan mengalami

kegagalan dan menuntut perbaikan darurat atau berdasarkan prioritas.

Agar dampak negatif maintenance menjadi minimal, semestinya setiap

aset dilakukan planned/predictive maintenance yang cukup untuk

menghindari unplanned breakdown.

Maintenance merupakan faktor krusial bagi jasa penerbangan oleh karena 30-

90% kecelakaan pada jasa penerbangan diakibatkan oleh kegagalan dalam

meminimisasi human errors pada aircraft maintenance, kesesuaian maintenance

untuk fasilitas bandar udara, manpower dan prosedur penggunaan peralatan

dengan baik dan benar (Shanmugam and Paul. 2015:478). Meningkatan

kemampuan memperbaiki, sebuah fasilitas pemeliharaan hendaknya memiliki

enam hal berikut ini, yaitu (Heizer dan Render, 2011):

1) Personel yang terlatih dengan baik.

2) Sumber daya yang memadai.

3) Kemampuan menetapkan sebuah rencana perbaikan dan prioritas.

4) Kemampuan dan otoritas untuk melakukan perencanaan bahan.

5) Kemampuan mengidentifikasi penyebab kerusakan.

6) Kemampuan merancang cara memperluas rata-rata antar kerusakan atau

MTBF (Mean Time Between Failures).

Meningkatkan pemeliharaan juga dapat dilakukan melalui teknik simulasi dan

sistem pakar. Teknis simulasi menjelaskan tentang bagaimana sebuah simulasi

22
dibutuhkan utnuk mengevaluasi berbagi dampak dari kebijakan. Sedangkan sistem

pakar menjelaskan suatu sistem yang dapat mengevaluasi kesalahan dalam

peralatan dan permesinan sehingga kemudian alat-alat tersebut dapat diisolasi dan

diperbaiki dengan memanfaatkan program komputer yang dapat menirukan logika

manusia. Disamping melalui teknik tersebut, secara umum, adapun beberapa

kegiatan pemeliharaan yang dapat dikelompokkan dalam lima tugas pokok, yaitu

(Daulay dkk, 2013):

1) Inspeksi (inspection), meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan

secara berkala terhadap peralatan-peralatan, bangunan, ataupun suatu

aset yang mungkin mengalami kerusakan. Setelah inspeksi ini

dilakukan, inspektor selanjutnya membuat laporan terkait inspeksi

tersebut untuk mencatat kerusakan yang terjadi serta memberikan

saran untuk penanganan kerusakan tersebut.

2) Kegiatan teknik (engineering), meliputi kegiatan percobaan peralatan

yang baru dibeli, pengembangan peralatan atau komponen yang perlu

diganti serta melakukan penelitian terhadap kemungkinan

pengembangan tersebut.

3) Kegiatan produksi, meliputi kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya

seperti memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan,

melaksanakan pekerjaan yang disarankan dalam inspeksi, serta

melakukan service dan pelumasan.

23
4) Kegiatan administrasi (clericalwork), meliputi kegiatan administrasi

berupa pencatatan kegiatan atau kejadian-kejadian terkait

pemeliharaan.

5) Pemeliharaan bangunan (house keeping), meliputi kegiatan dalam

menjaga bangunan agar tetap terpelihara.

Pemeliharaan juga berkaitan dengan peningkatan kinerja apabila

pemeliharaan tersebut diarahkan pada standar, tujuan, dan rencana pemeliharaan

yang tepat (Nachtmann et al., 2015:437). Pemeliharaan dalam jasa penerbangan

yaitu berkaitan dengan fasilitas untuk pemberian bahan bakar, pembersihan,

perbaikan kecil, pemeriksaan, penggantian oli, penambahan air, muat makanan,

dan parking stand area. Parking stand area penting untuk diperhatikan karena

pengelolaan yang minim terhadap kegiatan ini dapat menyebabkan keterlambatan

dari jam keberangkatan oleh karena sistem pengendali parkir stand area atau yang

disebut dengan Apron Movement Control (AMC) yang memiliki fungsi untuk

mengatur pergerakan pesawat dalam menghindari adanya tabrakan pesawat,

mengkoordinasikan pesawat yang keluar dan masuk area parking stand, dan

menjamin kecepatan dan keselamatan pengaturan dan kelancaran pergerakan

kegiatan di parking stand area (Pratama, 2015:60). Beberapa fasilitas yang

berkaitan dengan bandar udara dan keberangkatan penerbangan dapat

diklasifikasikan dalam beberapa jenis, sebagai berikut:

1) Fasilitas terkait pelayanan keberangkatan atau kedatangan pesawat.

2) Fasilitas terkait bongkar atau muat barang atau fasilitas yang terkait

dengan naik atau turun penumpang.

24
3) Fasilitas terkait tempat perpindahan (interchange) antar moda

transportasi udara dengan moda transportasi yang sama (transit) atau

dengan moda lainnya.

4) Fasilitas terkait tempat penyimpanan barang (storage) selama proses

pengurusan dokumen.

5) Fasilitas terkait pengisian bahan bakar, perawatan dan pemeriksaan

kondisi pesawat sebelum dinyatakan layak untuk terbang.

Bentuk maintenance yang dilakukan untuk penerbangan transportasi udara

baik untuk penerbangan sipil ataupun kegiatan militer antara lain yaitu (1) line

maintenance (dilaksanakan di line station atau di flight line guna melakukan

inspeksi ringan sebelum keberangkatan seperti routine task dengan low interval

yaitu servicing, cleaning, refueling serta melakukan non routine task yaitu

penggantian komponen dan engine), (2) base maintenance (dilaksanakan di

aorline’s station dan sifat pemeliharaannya adalah fixed oriented), (3) A-B-C-D

Check (A check dilakukan setiap 400-600 jam terbang atau 200-300 pergerakan

meliputi lepas landas dan mendarat, B check merupakan pemeriksaan atau

pemeliharaan yang dilakukan setiap 6-8 bulan, C check dilakukan kira-kira setiap

20-24 bulan, D check yaitu pemeriksaan atau pemeliharan setiap 6 tahun sekali).

2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, maka model

konseptual yang dapat digambarkan adalah seperti pada Gambar 2.1 berikut ini.

25
Kinerja
Scheduling Maskapai
(X) Penerbangan
(Y)

Maintenance
(Mod)

Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual


Model tersebut menjelaskan bahwa pengaruh penjadwalan terhadap kinerja

maskapai penerbangan dapat diperkuat atau diperlemah pengaruhnya oleh

variabel perawatan (maintenance).

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Scheduling Terhadap Kinerja

Penjadwalan petugas/crew/staff merupakan suatu aktivitas yang dianggap

dapat meningkatkan produktivitas karyawan (Wittmer et al., 2015:92). Ketika

produktivitas karyawan meningkat, maka produktivitas tersebut akan

berkontribusi pada kinerja organisasi (Suprihati, 2014:95). Dengan demikian,

penting untuk menjadwalkan penugasan dan aktivitas baik petugas, crew, maupun

staff.

Teori tersebut didukung dengan penelitian-penelitian secara akademis yang

mana memuat adanya pengaruh antara scheduling terhadap kinerja perusahaan.

Pada jasa penerbangan, scheduling meliputi penetapan jadwal crew hingga flight

operation. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pentingnya penempatan dan

26
kepuasan kerja karyawan ternyata mampu memberikan hasil yang baik bagi

kinerja perusahaan. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Ardana dkk (2009) dimana

efektifitas dan kesehatan suatu organisasi dapat terwujud melalui desain pekerjaan

karena mampu meningkatkan motivasi, produktivitas, dan kepuasan kerja yang

kemudian dapat memberikan pengaruh yang positif kepada kinerja perusahaan

karena desain ini berhubungan dengan tanggung jawab, signifikansi, dan otonomi

pekerjaan. Sehingga, penelitian yang dilakukan Billing (2013:147) ternyata dapat

menjawab keterkaitan antara penjadwalan dengan kinerja dimana penjadwalan

kegiatan dapat menurunkan hal-hal negatif antara struktur tugas dan keterlibatan

pekerjaan yang mampu meningkatkan kinerja suatu perusahaan. Dengan kata lain,

penjadwalan kegiatan dapat mempengaruhi kinerja baik melalui struktur tugas

yang terdapat dalam penjadwalan tersebut hingga pada keterlibatan pekerja yang

memiliki tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan tersebut.

Faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kinerja yaitu terjadinya

keterlambatan kedatangan pesawat udara yang disebabkan oleh keterbatasan

ruang bandar udara sehingga pesawat harus melakukan holding sebelum diijinkan

melakukan kegiatan mendarat khususnya pada jam sibuk. Hal ini

mengindikasikan bahwa dalam scheduling pada jam-jam sibuk dapat berdampak

pada keterlambatan kedatangan pesawat maka dengan kata lain, kegagalan dalam

penetapan scheduling ini dapat menurunkan kinerja ketepatan waktu maskapai

penerbangan (Girasyitia dan Santosa, 2015:150), sehingga kinerja ketepatan

waktu seharusnya dapat ditingkatkan dengan salah satu cara yaitu melalui evaluasi

dan perbaikan kinerja dalam penetapan jadwal keberangkatan sehingga dengan

27
demikian akan membantu mengurangi keterlambatan penerbangan

(Zulaichah,2014:234). Penelitian lain pada maskapai Lion Air dianggap perlu

meningkatkan kinerja dalam hal pemberian rasa aman dan kepastian jadwal

penerbangan seperti yang telah dijanjikan. Dengan kata lain, penelitian ini

mendukung penelitian sejenis yang memberikan saran bagi maskapai Lion Air

dalam meningkatkan kinerja dari sisi ketepatan waktu. Maka dari itu, berbagai

faktor yang dapat meningkatkan kinerja ketepatan waktu hendaknya dilakukan

agar penilaian konsumen terhadap maskapai tidak memburuk (Tannady dkk,

2017:699).

Beberapa indikator lain yang dapat menyebabkan keterlambatan

penerbangan dapat disebabkan oleh penggunaan pesawat yang digunakan untuk

beberapa rute penerbangan paralel sehingga hal ini berkaitan langsung dengan

penjadwalan penerbangan untuk rute selanjutnya yang kurang tepat khususnya

dalam hal parking stand area (Pratama, 2015:74). Hasil lainnya menemukan

bahwa kinerja tidak hanya berhubungan dengan on time performance atau

ketepatan waktu, melainkan juga berkaitan dengan pelayanan. Kinerja pelayanan

maskapai penerbangan dapat dipengaruhi oleh fasilitas, kualitas layanan,

informasi aksesibilitas bagi penumpang angkutan udara dalam negeri di Bandar

Udara Husein Sastranegara dengan besar pengaruh sebesar 60% (Yuliana,

2017:40). Melalui penelitian terdahulu dan kajian secara teoritis, dapat ditarik

hipotesis sebagai berikut.

H1: Scheduling berpengaruh terhadap kinerja maskapai penerbangan.

28
2.3.2 Peran Maintenance dalam Memoderasi Pengaruh Scheduling Terhadap

Kinerja

Secara teoritis, maintenance khususnya dalam industri jasa penerbangan

memberikan kontribusi terhadap scheduling dimana apabila maintenance

berlangsung dengan baik, maka penjadwalan keberangkatan tidak akan terganggu

atau dengan kata lain, maintenance yang baik akan mengurangi kegagalan internal

sehingga penjadwalan keberangkatan sebelumnya akan terlaksana seperti apa

yang telah diramalkan (Heizer dan Render, 2011).

Penelitian Gifari (2017:135) menghasilkan adanya pengaruh pada

maintenance atau aircraft handling dengan kinerja ketepatan waktu penerbangan.

Namun disisi lain, dalam penelitian ini menyebutkan bahwa scheduling atau flight

operation lebih mempengaruhi kinerja maskapai penerbangan. Maka dari itu,

dengan keterkaitan antara maintenance dengan scheduling, maintenance

diaplikasikan sebagai variabel yang memoderasi scheduling. Penelitian lain yang

memperkuat argumen tersebut yaitu penelitian yang dilakukan oleh Eltoukhy

(2017), yaitu memuat tentang adanya keterkaitan antara maintenance dengan

scheduling yang dapat memperkuat ataupun memperlemah keberhasilan

scheduling. Dalam penelitian tersebut, maintenance yang dimaksudkan adalah

terkait pemeliharaan operasional atau pemeliharaan secara preventive meliputi

total akumulasi jam terbang, jumlah take off pesawat, dan kapasitas tenaga kerja

yang melakukan pemeliharaan dapat menyebabkan penundaan jam keberangkatan

penerbangan apabila tidak diperhatikan dengan baik karena faktor-faktor tersebut

dapat menyebabkan waktu pemeliharaan pesawat memerlukan waktu lebih lama

29
sebelum digunakan kembali. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh

maintenance yang dapat memoderasi pengaruh scheduling terhadap kinerja

maskapai khususnya pada kinerja ketepatan waktu. Penelitian oleh Agostini et

al., (2017:1021) pun menemukan adanya indikasi sustainable operations

practices (SOP) yang dapat memoderasi kinerja. Melalui penelitian ini, flight

operation yang dilakukan berdasarkan pelaksanaan SOP dianggap mampu

menjadi indikator dalam peningkatan kinerja maskapai penerbangan. Berdasarkan

kajian teoritis tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut.

H2: Maintenance berperan dalam memoderasi pengaruh scheduling

terhadap kinerja maskapai penerbangan.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan adalah studi kasus guna

menjawab permasalahan perusahaan mengenai kinerja maskapai penerbangan

Lion Air di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada PT. Angkasa Pura. Kinerja

maskapai ini dinilai memiliki banyak jumlah penerbangan namun on time

performance (OTP) maskapai dinilai rendah dibandingkan dengan maskapai

lainnya. Sehingga penelitian dilakukan untuk menemukan ada tidaknya

keterkaitan kemampuan maskapai dalam maintenance (pemeliharaan

peralatan/mesin yang terkait dengan aktivitas penerbangan) dengan kemampuan

dalam penetapan jadwal keberangkatan yang kemudian dapat mempengaruhi

kinerja dari maskapai ini.

3. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali

International Airport yang berlokasi di Jalan Raya Gusti Ngurah Rai, Tuban,

Kuta, Kabupaten Badung.

3. 3. Obyek Penelitian

Penelitian ini meneliti terkait maintenance dan scheduling maskapai

penerbangan yang memiliki kinerja kurang optimal. Berikut ini disediakan tabel

31
hasil evaluasi OTP maskapai pada 15 maskapai penerbangan yang berjadwal

selama 6 bulan untuk periode Juli s/d Desember 2015.

Tabel 1.2. Hasil Evaluasi OTP Maskapai Periode Juli s/d Desember 2015
No. Maskapai Jumlah Tepat Waktu Keterlambatan Pembatalan
Penerbangan (OTP) (Delay) (Canceled)
1. Batik Air 25.617 91,21% 7,30% 1,48%
2. Nam Air 9.103 90,61% 8,16% 0,54%
3. Garuda 90.831 85,82% 12,02% 2,16%
Indonesia
4. Sriwijaya Air 27.200 82,85% 16,76% 0,39%
5. Citilink 30.598 80,27% 18,66% 1,08%
6. Lion Air 86.043 70,06% 29,52% 0,42%
Total 269.392 83,47% 15,40% 1,01%
Sumber: dephub.go.id, 2016 (data diolah)

Data tersebut menunjukkan banyaknya jumlah penerbangan maskapai dan

OTP yang dapat diraih. Sehingga obyek penelitian ini mengambil satu obyek

sampel yaitu maskapai dengan jumlah penerbangan yang terbanyak dengan OTP

yang rendah yaitu Lion Air. Obyek yang diteliti antara lain scheduling

keberangkatan untuk penerbangan domestik, jenis kegiatan yang dilakukan mulai

dari persiapan pesawat hingga pada pesawat siap untuk lepas landas, crew/staff

yang bertugas untuk setiap aktivitas keberangkatan pesawat, maintenance yang

dilakukan secara preventif maupun korektif, pelayanan kepada konsumen mulai

dari pre flight hingga post flight, ketepatan waktu keberangkatan, serta kepuasan

konsumen dalam penggunaan jasa maskapai ini.

3. 4. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1) Kinerja Maskapai Penerbangan (Y)

2) Scheduling (X)

3) Maintenance (Mod/Moderasi)

32
3. 5. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, variabel yang dianalisis dapat didefinisikan sebagai

berikut.

1) Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan penerbangan merupakan penilaian kemampuan

maskapai dalam menyediakan jasa seperti yang telah dijanjikan kepada

konsumen/penumpang. Maka dari itu, dimensi yang digunakan dalam menilai

variabel kinerja perusahaan antara lain:

[1]On Time Performance (OTP), indikator pada dimensi ini antara lain:

a. ketepatan waktu keberangkatan,

b. kecepatan dan kesesuaian persiapan pre flight,

c. kemampuan penyelesaian tugas penanganan bagasi dengan

cepat dan tepat,

d. tanggung jawab kepada penumpang ketika terjadi delay atau

cancel,

e. keseluruhan aktivitas pre flight dilakukan tepat waktu oleh

crew.

[2]Pelayanan kepada konsumen, indikator dalam dimensi ini antara lain:

a. crew melayani penumpang dengan responsif,

b. penangan claim yang cepat dan tepat solusi,

c. ketersediaan fasilitas yang nyaman,

d. ketersediaan catering yang memuaskan,

33
e. pramugara dan pramugari yang ramah, tanggap, dan mampu

serta mau membantu menyelesaikan permasalahan penumpang.

[3]Marketing performances, indikator dalam dimensi ini antara lain:

a. pencapaian target market perusahaan,

b. peningkatan jumlah penumpang,

c. pemberian informasi yang benar dan tidak ambigu kepada calon

konsumen dan atau penumpang.

2) Scheduling

Penjadwalan atau scheduling yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

terkait dengan penetapan jadwal keberangkatan yang dilakukan maskapai atau

flight operation yang ditentukan maskapai. Sehingga dimensi pada variabel ini

adalah:

[1]flight operation, indikator dalam dimensi ini antara lain:

a. penjadwalan penerbangan keberangkatan baik yaitu mampu

menjadwalkan penerbangan dengan memperhatikan keseluruhan

aktivitas baik dengan penjadwalan maju ataupun mundur,

b. telah mengikuti prosedur penjadwalan sehingga penjadwalan

tidak melanggar prosedur dan atau hukum,

c. penjadwalan penugasan crew dengan baik sehingga setiap crew

memiliki job description yang jelas,

d. adanya sinergi maskapai dengan crew khususnya terkait dengan

penyebaran informasi penugasan crew,

34
e. penjadwalan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan

kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh maskapai.

3) Maintenance

Perawatan atau maintenance yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

terkait dengan perawatan dari mesin pesawat sebelum atau sesudah digunakan,

preparation mulai dari ground/land handling hingga setelah pesawat sampai

ditujuan (pre flight, on flight, dan post flight), serta corrective maintenance

(korektif) yang dilakukan maskapai setelah terjadinya kerusakan. Sehingga

dimensi untuk variabel ini adalah:

[1]preventif, indikator dalam dimensi ini antara lain:

a. adanya kepastian pemeliharaan berkala yaitu berupa jadwal

pemeliharaan yang telah diinformasikan kepada seluruh crew

sehingga crew mengetahui keseluruhan aktivitas dalam

pemeliharaan berkala beserta dengan penjadwalan yang

tetapkan,

b. adanya pembersihan baik sebelum dan sesudah penerbangan,

c. pemeriksaan/pengecekan kesiapan mesin sebelum penerbangan,

d. pemanasan mesin sebelum penerbangan,

e. penyetelan peralatan sesuai standar dan prosedur,

f. pengisian bahan bakar sebelum penerbangan dilakukan.

[2]korektif, indikator dalam dimensi ini antara lain:

a. mampu menemukan penyebab dari permasalahan kerusakan

pada peralatan atau mesin serta mampu memperbaikinya,

35
b. melakukan overhaul (pemeriksaan secara mendetail terhadap

suatu peralatan yang bermasalah),

c. penanganan kebersihan saat terjadi complaint/claim ketika ada

masalahan kebersihan di cabin,

d. adanya penjadwalan perawatan atau perbaikan terhadap

peralatan yang tidak bekerja dengan baik (maintenance

scheduling) atau mengalami kerusakan.

3. 6. Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015:148).

Sehingga populasi dalam penelitian ini adalah karyawan/staff/crew/manajer yang

berhubungan langsung dengan aktivitas keberangkatan pesawat.

3.6.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2015:149). Kualitas data dapat sangat dipengaruhi

dari pemilihan sampel yang tepat (Benoit et al., 2017). Sampel dalam penelitian

ini anggota populasi yang dipilih sebagai sampel adalah

karyawan/staff/crew/manajer yang berhubungan langsung dengan aktivitas

keberangkatan pesawat. Pertimbangan dalam memilih sampel melalui teknik

sampel stratifikasi nonproporsional (nonproporsional stratified sampling). Sampel

stratifikasi nonproposional dilakukan dengan cara membagi populasi menjadi

36
beberapa subpopulasi atau strata dan kemudian pengambilan sampel random

sederhana dapat dilakukan di tiap-tiap strata (Rahyuda, 2016:165). Penggunaan

teknik ini dipilih oleh karena populasi telah diketahui jumlahnya melalui data

perusahaan. Pembagian strata didasarkan pada tiga tingkatan yaitu manajer

sebagai pembuat keputusan penjadwalan keberangkatan, staff sebagai pekerja

yang terlibat pada aktivitas pre flight dan post flight, serta crew sebagai pekerja

yang terlibat pada aktivitas in flight. Sampling nonproporsional dipilih karena

jumlah ketiga strata tersebut sangat heterogen dalam artian, jumlah salah satu

strata jauh lebih sedikit dibandingkan strata lainnya, maka dari itu pemilihan pada

sejumlah sampel yang dipilih akan bersifat nonproporsional.

3. 7. Jenis dan Sumber Data

3.7.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan

data kuantitatif.

1) Data kualitatif, yakni berupa gambaran perusahaan, pelayanan maskapai

kepada konsumen, Standar Operasional Perusahaan (SOP), data kegiatan

maintenance, data jadwal keberangkatan domestik, jenis keseluruhan

aktivitas sebelum pesawat take off, dan hubungan antar-kegiatan yang

menyangkut hambatan eksternal dan internal yang mempengaruhi

keberangkatan pesawat dalam suatu maskapai penerbangan. Data ini juga

terkait dengan kepuasan konsumen terhadap kinerja pelayanan jasa

maskapai.

37
2) Data kuantitatif, yakni berupa data waktu seluruh aktivitas dapat

diselesaikan sebelum pesawat take off (kebutuhan terhadap waktu/lead

time pengerjaan suatu aktivitas) dan data jumlah flight operation yang

telah dilakukan maskapai penerbangan tersebut.

3.7.2 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu:

1) Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik

melalui observasi, kuesioner, maupun melalui wawancara dengan pihak

informan dan responden. Sumber data primer berasal dari manajer, staff,

dan crew yang berhubungan langsung dengan aktivitas keberangkatan

pesawat.

2) Data sekunder, yaitu berupa dokumen-dokumen dari Badan Pusat Statistik

(BPS), jadwal keberangkatan maskapai penerbangan, SOP terkait

keseluruhan pemanfaatan waktu terhadap aktifitas-aktifitas sebelum

pesawat take off, serta penilaian konsumen terhadap kinerja maskapai.

3. 8. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut.

1) Observasi

Observasi dilakukan dengan metode non-participant observation

karena pengumpulan data hanya dengan pengamatan dan tidak terlibat

secara langsung. Peneliti melakukan pengamatan pada obyek penelitian

untuk memperoleh gambaran mengenai pekerjaan dan aktivitas-aktivitas

38
yang dilakukan sebelum pesawat take off terkait dengan keberangkatan

maskapai penerbangan.

2) Wawancara

Wawancara dilakukan pada awal observasi dengan metode semi-

structured secara formal dan informal dengan cara mengajukan tanya

jawab secara langsung kepada pihak yang bersangkutan untuk

mendapatkan informasi mengenai perusahaan, keseluruhan aktivitas yang

dilakukan crew dan staff yang bekerja langsung sebelum pesawat take off,

pelaksanaan maintenance baik secara preventif ataupun korektif,

hubungan flight operation, standar operasional, serta ketidakmampuan

perusahaan memberikan pelayanan tepat waktu olehkarena hambatan baik

secara eksternal maupun internal, serta terkait dengan pencariaan

informasi mengenai pelaksanaan Standar Operasional Perusahaan (SOP)

yang telah dan belum dilakukan oleh perusahaan.

3) Angket/Kuesioner

Penyebaran angket atau kuesioner dilakukan kepada responden dari

crew dan staff yang bertugas, manajer, serta responden sebagai sumber

data sekunder dalam penelitian. Penilaian terhadap kepuasan konsumen

akan dilakukan sebagai analisis secara kualitatif untuk menemukan

penilaian kinerja dari sudut pandang konsumen. Konsumen dipilih melalui

teknik snowball dengan kriteria konsumen ditentukan yaitu, (1) telah

menggunakan jasa penerbangan LionAir dalam kurun waktu 1 tahun

terakhir, (2) berusia 17 tahun ke atas (≥17tahun), (3) pendidikan minimal

39
SMA, serta (4) mengerti proses pemesanan tiket. Kuesioner yang di sebar

kepada responden (crew, staff, dan manajer) berupa daftar pertanyaan

untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan maintenance yang telah dilakukan

perusahaan, proses dan keputusan scheduling keberangkatan domestik, dan

kualitas pelayanan maskapai penerbangan kepada konsumen. Sedangkan

kuesioner yang disebarkan kepada konsumen berupa daftar pertanyaan

terkait dengan baik atau tidaknya pelayanan yang diberikan maskapai

kepada konsumen. Sehingga gap dari kuesioner tersebut akan

menghasilkan evaluasi kepada perusahaan untuk memperbaiki atau

mempertahankan kinerjanya.

3. 9. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh selama pengumpulan data di lapangan, dianalisis

dengan menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA), uji klasik, uji

kelayakan model, dan uji hipotesis (Uji T).

3.9.1 Uji Interaksi/ Moderated Regression Analysis (MRA)

Uji interaksi ini digunakan untuk mengukur peran variabel moderasi apakah

memperkuat atau memperlemah hubungan antara suatu variabel bebas terhadap

variabel terikat (Utama, 2016:149). Apabila dirancang ke dalam hubungan

variabel, maka variabel bebas tidak ada hubungan dengan variabel moderasi,

namun menjadi variabel independen yang ditunjukkan oleh perkalian dua atau

lebih variabel independen. Persamaam rumus MRA untuk menguji hipotesis atau

model matematis hubungan antar variabel adalah sebagai berikut (Ghozali,

2009:200).

40
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 (𝑋1 𝑋2 ) + 𝜀………………………………………(1)

Keterangan:

Y = Kinerja Maskapai Penerbangan

a = Konstanta

b1,b2,b3 = Koefisien Regresi

X1 = Scheduling

X2 = Maintenance

X1X2 = Interaksi antara scheduling dengan maintenance

𝜀 = Standar error.

Variabel perkalian antara X1 dengan X2 merupakan variabel moderating

oleh karena menggambarkan pengaruh moderasi X2 terhadap hubungan X1 dan

Y. Sedangkan variabel X1 dan X2 merupakan pengaruh langsung dari variabel X1

dan X2 terhadap Y. Dengan mempertimbangkan pengaruh langsung variabel

moderasi, berikut ini beberapa jenis moderasi yang dilihat dari interaksi antar

variabel (Utama, 2016:150).

Tabel 3.1
Jenis Peran Moderasi
No. Hasil Uji Jenis Moderasi
b2 non significant
1. Moderasi murni (pure moderator)
b3 significant
Moderasi semu (quasi moderator) yaitu
merupakan variabel yang memoderasi
b2 significant
2. hubungan antara variabel independen dengan
b3 significant
variabel dependen yang sekaligus menjadi
variabel independen.
Predikator moderasi (predicator moderation
variable), yaitu variabel moderasi hanya
b2 significant
3. berperan sebagai predikator (independen), dan
b3 non significant
bukan memoderasi dalam model hubungan
yang dibentuk.
4. b2 non significant Moderasi potensial (homologiser moderator),

41
b3 non significant yaitu variabel tersebut potensial menjadi
variabel moderasi.
Sumber: Suyana Utama, 2016

Jika b3 signifikan, berarti variabel M merupakan variabel moderasi dan

sebaliknya jika b3 tidak signifikan, maka variabel tersebut bukan variabel

moderasi. Berikut ini adalah penjelasan dari hasil yang diperoleh dengan melihat

koefisien b3 (Utama, 2016:150).

a) Jika b1 positif, signifikan atau tidak, dan b3 positif signifikan, maka M

sebagai variabel moderasi yang memperkuat variabel X terhadap Y.

b) Jika b1 negatif, signifikan atau tidak, dan b3 negatif signifikan, maka M

sebagai variabel moderasi yang memperkuat pengaruh X terhadap Y.

c) Jika b1 positif, signifikan atau tidak, dan b3 negatif signifikan, maka M

sebagai variabel moderasi yang memperlemah pengaruh X terhadap Y.

d) Jika b1 negatif, signifikan atau tidak, dan b3 positif signifikan, maka M

sebagai variabel moderasi yang memperlemah pengaruh X terhadap Y.

3.9.2 Koefisien Regresi Berganda/Determinasi (R2)

Koefisien determinasi berganda merupakan ukuran kesesuaian dari

persamaan regresi, yaitu variasi dari variabel terikat yang mampu dijelaskan oleh

variabel bebas (Utama, 2016:78). Analisis determinasi dalam regresi linier

digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel

independen secara serentak terhadap variabel dependen. Koefisien ini mengukur

seberapa besar persentase variabel independen mampu menjelaskan variabel

dependen yang digunakan. Jika R2 = 0 maka tidak ada sedikitpun persentase

sumbangan yang berpengaruh terhadap variabel dependen dari variabel

42
independen. Tetapi jika R2 = 1 maka persentase sumbangan pengaruh dari

variabel independen terhadap dependen sempurna. Namun, jika nilai R2 berada

diantara 0-1 berarti terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh diluar dari model

yang digunakan.

3.9.3 Uji Kelayakan Model (Uji F)

Uji kelayakan model dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji ini

dilakukan bertujuan untuk mengetahui kelayakan model regresi sebagai alat

analisis yang menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji F dapat dilihat dari nilai signifikansinya pada tabel anova dengan bantuan

program SPSS. Bila nilai signifikansi anova atau P value <  = 0,05 maka

variabel independen yaitu scheduling mampu mempengaruhi terjadinya kinerja

serta model regresi yang digunakan dianggap layak uji. Apabila nilai P value > 

= 0,05 maka variabel bebas tidak mampu menjelaskan variabel tersebut.

3.9.4 Uji Hipotesis (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Untuk menguji H0 diterima atau

ditolak digunakan langkah-langkah sebagai berikut.

[1] Apabila perumusan hipotesis statistik H0:β1 = 0, maka tidak ada pengaruh

antar variabel terikat secara parsial terhadap variabel bebas.

[2] Jika H1:β1≠ 0, maka ada pengaruh antar variabel terikat secara parsial

terhadap variabel bebas.

[3] Taraf nyata yang digunakan adalah  = 5% atau 0,05.

43
Alternatif lain untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel

bebas dengan variabel terikat yaitu dengan melihat hasil regresi melalui bantuan

program SPSS. Bila nilai signifikansi t ≤  = 0,05 maka H0 ditolak dan H1

diterima, sedangkan jika nilai signifikansi t >  = 0,05 maka H0 diterima dan H1

ditolak.

44
DAFTAR RUJUKAN

Aaker, David A. 2013. Manajemen Pemasaran Strategis Edisi 8. Jakarta: Salemba


Empat.

Agarwal, Ramesh and Zheming Zhang. 2014. Assesment and Optimization of an


Airplane. Aircraft Engineering and Aerospace Technology: an International
Journal 86/2 Emerlad Group Publishing Limited 1748-8842 pp. 147-154.

Agostini, Marina D, Vilmar Antonio Gonçalves Tondolo, Maria Emília Camargo,


Angela Isabel dos Santos Dullius, Rosana da Rosa Portella Tondolo, and
Suzana Leitão Russo. 2017. Relationship Between Sustainable Operations
Practices and Performance: a Meta-Analysis. International Journal of
Productivity and Performance Management Vol. 66 No. 8 pp. 1028-1042.

Anggoro, Susetyo. 2014. Pengembangan Sistem Manajemen Perawatan Forklift


dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) Berbasis
Oracle Alert System (Studi pada PT Gajah Tunggal Tbk Tanggerang).
Jurnal OE Vol. VI No.2 238-252.

Ardana, Komang, Ni Wayan Mujiati, dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2009.
Perilaku Keorganisasian Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik yang dilansir dari halaman website www.bps.go.id (diakses
pada Kamis, 10 Mei 2018).

Benoit, Sabine and Katrin Scherschel, Zelal Ates, Linda Nasr, and Jay
Kandampully. 2017. Showcasing the Diversity of Service Research. Journal
of Service Management Emerald Publishing Limited 1757-5818.

Billing, Tejinder K., Rabi S. Bhagat, and Emin Babakus. 2013. Task Structure and
Work Outcomes (Exploring the Moderating Role of Emphasis on
Scheduling). Management Research Review Vol. 36 No. 2 (Emerald Group
Publishing Limited 2040-8269) pp. 136-152.

Cetak Biru Transportasi Udara 2005-2024 (Konsep Akhir) Direktorat Jendral


Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Maret 2005.

Daulay, Iwan Nauli., Sri Sitiani Nurutami, dan Dian Denisha Daniel. 2013.
Analisis Maintenance Reliability terhadap Mean Time Between Failures
(MTBF) Facilities pada Industri Pulp & Paper. Jurnal Ekonomi Vol. 21 No.
4 Desember (2013) 1-18.

Eltoukhy, Abdelrahman E.E., Felix T.S. Chan, S.H. Chung. 2017. Airline
Schedule Planning: a Review and Future Directions. Industrial Management

45
& Data Systems Vol. 117 Issues 6 (Emerald Group Publishing Limited
IMDS-09-2016-0358).

Field, Joy M., Liana Victorino, Ryan W. Buell, Michael J. Dixon, Susan Meyer
Goldstein, Larry J. Menor, Madeleine E. Pullman, Aleda V. Roth, Enrico
Secchi, Jie J. Zhang. 2018. Service Operation: What’s Next? Journal of
Service Management Vol. 29 No. 1 Emerald Publishing Limited 1757-5818
pp. 55-97.

Firmanzah, Afrizal, Djamhur Hamid, dan Mochamad Djudi. 2017. Pengaruh


Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 42 No. 2 Januari 2017 hal. 1-9.

Gifari, Mahardhito. 2017. Hubungan Delay Karena Penanganan Flight Operation


dan Teknik dengan On Time Performance pada Maskapai Penerbangan
NAM Air di Bandar Soekarno-Hatta. Skripsi.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS


Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Girasyitia, Ganayu dan Wimpy Santosa. 2015. Evaluasi On Time Performance


Pesawat Udara di Bandar Udara Husein Sastranegara Menggunakan
Aplikasi Flightradar24. Jurnal Transportasi Vol. 15 No.2 143-150.

Hasil Evaluasi OTP Maskapai Periode Juli s/d Desember 2015 (2016) (diakses
melalui situs dephub.go.id/post/read/on-time-performance-15-maskapai-
berjadwal-periode-juli-desember-2015-sebesar-77,16 pada 9 Mei 2018)

Hassanain, Mohammad A., Sadi Assaf, Abdul-Mohsen Al-Hammad dan Ahmed


Al-Nehmi. 2014. A Multi-Criteria Decision Making Model for Outsourcing
Maintenance Service. Facilities Vol. 33 No. 3/4 pp. 229-244.

Heizer, Jay dan Barry Render. 2011. Manajemen Operasi Buku 2 Edisi 9. Jakarta:
Salemba Empat.

_____, Jay dan Barry Render. 2015. Manajemen Operasi: Manajemen


Keberlangsungan dan Rantai Pasokan, Edisi Kesebelas. Jakarta: Salemba
Empat.

Hodgkinson, Ian R., Claire Hannibal, Byron W. Keating, Rosamund Chester


Buxton and Nicola Bateman. 2017. Toward a Public Service Management:
Past, Present, and Future Directions. Journal of Service Management
Emerald Publishing Limited 1757-5818.

Kementerian Perhubungan RI Direktorat Jendral Perhubungan Udara yang


dilansir melalui halaman website www.hubud.dephub.go.id .

46
Kim, Seo Young and Youjae Yi. 2017. Embarrassed Customers: The Dark Side of
Receiving Help From Others. Journal of Service Management Vol. 28 No. 4
Emerald Publising Limited 1757-5818 pp. 788-806.

Laoli, Noverius. 2014. Gugat Lion Air, Penumpang Menang di Pengadilan.


(Kompas Berita Online yang dilansir pada 6 Februari 2014 melalui halaman
website www.ekonomi.kompas.com).

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller (Penerjemah: Penerbit Erlangga). 2009.
Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller (Penerjemah: Penerbit Erlangga). 2009.
Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Lukiana. 2015. Pemeliharaan Kendaraan PKP-PK di Bandar Udara Hang Nadim-


Batam. Warta Ardhia Vol.41 No.2 Juni 2015 hal. 81-96.

Mardoko, Arman. 2015. Tingkat Kepuasan Penumpang terhadap Layanan


Maskapai Penerbangan PT. Lion Air Rute Mamuju-Jakarta. Wartha Ardhia
Vol. 41 No. 1 Maret (2015) 19-28.

Nachtmann, Heather, Terry Collins, Justin R. Chimka, and Jingjing Tong. 2015.
Development of a Balanced Scorecard for Flight Line Maintenance
Activities. Journal of Quality in Maintenance Engineering Vol. 21 No. 4
pp.436-455.

Olanda, Oce. 2014. Pengaruh Fasilitas Pelayanan Penerbangan terhadap Kepuasan


Penumpang Pembawa Infant pada Maskapai Garuda Indonesia Rute Jakarta-
Singapura. Jurnal Ground Handling Dirgantara Vol. 1 No. 2, Desember
2014 hal 42-57.

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011 (diakses melalui


www.hubud.dephub.go.id/files/km/2011/PM%2077 pada 9 Mei 2018).

Pratama, Yunanda Adrika. 2015. Pengaruh Jumlah Keterbatasan Parking Stand


Area Terhadap Keterlambatan Kedatangan Pesawat Komersial di Bandar
Udara Husein Sastranegara Bandung. Jurnal Ground Handling Dirgantara
Vol. 2 No. 2 57-75.

Prihastono, Endro dan Brian Prakoso. 2017. Perawatan Preventif untuk


Mempertahankan Utilitas Performance pada Mesin Cooling Tower di CV.
Arhu Tapselindo Bandung. Dinamika Teknik Vol. X No. 2 hal. 17-27.

Rahyuda, Ketut. 2016. Metode Penelitian Bisnis Edisi Revisi 2017. Denpasar:
Udayana University Press.

47
Schepers, Jeroen and Edwin J. Nijssen. 2018. Brand Advocacy in The Frontline:
How Does it Affect Customer Satisfaction? Journal of Service Management
Vol. 29 No. 2 Emerald Publishing Limited 1757-5818 pp.230-252.

Schroeder, Roger G. 2008. Operation Management Contemporary Concenpts and


Cases Fourth Edition. Boston: Mc Graw Hill.

Shanmugam, A. and T. Paul Robert. 2015. Human Factors Engineering in Aircraft


Maintenance: a Review. Journal of Quality in Maintenance Engineering
Vol. 21 No.4 Emerald Group Publishing Limited 1355-2511 pp. 478-505.

Stormi, Kati, Teemu Laine, and Petri Suomala. 2017. Forecasting Sales in
Industrial Services-Modeling Business Potential with Installed Base
Information. Journal of Service Management Emerald Publishing Group
1757-5818.

Sugiyono, Prof. Dr. 2015. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.

Suprihati. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan


Perusahaan Sari Jati di Sragen. Jurnal Paradigma Vol. 12 No. 01 hal. 93-
112.

Sutandi, A. Caroline. 2015. Pentingnya Transportasi Umum untuk Kepentingan


Publik. Jurnal Administrasi Publik Vol. 12 No. 1 (April 2015) 19-34.

Taaffe, Kevin M. and Robert William Allen. 2014. Performance Metrics Analysis
for Aircraft Maintenance Process Control. Journal of Quality in
Maintenance Engineering Vol. 20 No. 2 pp. 122-134.

Tannady, Hendy., Billy Andrea, Filscha Nurprihatin, dan Mirna Lusiana. 2017.
Analisis Kualitas Jasa pada Maskapai Penerbangan Rute Domestik Tarif
Menengah Ke Bawah dengan Menggunakan Metode Servqual dan Metode
Importance dan Performance Analysis. Prosidang SNATIF Ke-4 Tahun
2017 693-699.

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management (TQM)
Edisi Revisi. Yogyakarta: ANDI.

Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Utama, Made Suyana. 2016. Buku Ajar Aplikasi Analisis Kuantitatif untuk
Ekonomi dan Bisnis. Denpasar: CV. Sastra Utama.

48
Wittmer, Jenell L.S., Agnieszka K. Shepard, and James E. Martin. 2015. Schedule
Preferences, Congruence, and Employee Outcomes in Unionized Shift
Workers. American Journal of Business Vol.30 No. 1 pp.92-110.

Yuliana, Dina. 2017. Pengaruh Fasilitas, Layanan dan Informasi Aksesibilitas


terhadap Tingkat Kepuasan Penumpang di Bandara Husein Sastranegara
Bandung. Jurnal Warta Ardhia Vol. 43 No. 1 Juni 2017 hal 27-42.

Zulaichah. 2014. Pengaruh Fasilitas Bandar Udara Terhadap Kinerja Ketepatan


Waktu Maskapai Penerbangan. Jurnal Warta Ardhia Vol. 40 No. 4
Desember 2014 hal.223-234.

49
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN
PERAN MAINTENANCE DALAM MEMODERASI PENGARUH
SCHEDULING TERHADAP KINERJA MASKAPAI PENERBANGAN
Yang Terhormat,
Bapak/Ibu Manajer dan Crew Maskapai Lion Air
Di Tempat

Dengan hormat,
Berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada maskapai penerbangan
Lion Air, saya:
Nama : Tri Satya Pradnyandari
NIM : 1506205068
Program Studi : Manajemen
Judul Penelitian : Peran Maintenance dalam Memoderasi Pengaruh
Scheduling terhadap Kinerja Maskapai
Penerbangan
akan melakukan beberapa kegiatan pengumpulan data dan informasi. Sehubungan
dengan hal tersebut, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam memberikan
informasi yang saya perlukan untuk kepentingan penelitian. Data yang diperoleh
hanya akan digunakan untuk kepentingan ilmiah. Partisipasi Bapak/Ibu akan
sangat kami hargai karena berkontribusi baik bagi kepentingan pengetahuan
maupun kepentingan pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan proses
produksi.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Denpasar, 6 Juli 2018


Peneliti,

(Tri Satya Pradnyandari)

50
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK MANAJER DAN CREW

A. PENDAHULUAN
Dalam rangka mengevaluasi kinerja maskapai penerbangan Lion Air serta
untuk kepentingan penelitian, mahasiswa jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana membuat form kuisioner untuk mengetahui
tanggapan dari para manajer, karyawan, staff dan crew yang menangani dan atau
terlibat dalam aktivitas preflight, in flight, dan post flight. Tujuan dari kuisioner
ini semata-mata hanya untuk mengevaluasi sebagai bahan penelitian dan bukan
untuk tujuan komersil. Terimakasih atas kesukarelaannya untuk berpartisipasi
dalam mengisi kuisioner ini.

B. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. Jabatan :
5. Pendidikan :

C. PENILAIAN RESPONDEN
Mohon menjawab dengan memberi tanda “centang” (√) pada kolom
jawaban yang tersedia.
Keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju

51
Dimensi Skor
Indikator Pertanyaan
Variabel 1 2 3 4 5
1. KINERJA MASKAPAI PENERBANGAN
On Time Maskapai kami mampu melakukan
Performance penerbangan yang tepat waktu sesuai
(OTP) dengan yang dijanjikan kepada konsumen
melalui cetak bukti penjualan tiket.
Maskapai kami mampu melakukan
persiapan pre flight dengan cepat dan
sesuai dengan prosedur.
Maskapai kami mampu menyelesaikan
tugas penanganan bagasi sebelum
keberangkatan dengan cepat dan tanpa
merusak bagasi penumpang.
Maskapai kami mampu bertanggung
jawab apabila maskapai kami tidak
melaksanakan penerbangan sesuai
dengan yang dijadwalkan.
Seluruh aktivitas pre flight telah
dilakukan dengan tepat waktu oleh crew.
Pelayanan Maskapai kami mau dan mampu
kepada memberikan pelayanan yang responsif
Konsumen ketika penumpang membutuhkan
bantuan.
Maskapai kami memberikan ruang
seluas-luasnya kepada konsumen untuk
melakukan claim jika terjadi hal yang
kurang sesuai dengan keinginan
konsumen atau jika terjadi masalah yang
melibatkan maskapai kami.
Maskapai kami mampu menangani claim
penumpang dengan cepat dan
memberikan output atau solusi yang tepat
kepada konsumen.
Maskapai kami menyediakan fasilitas
yang nyaman untuk digunakan oleh
penumpang.
Maskapai kami menyuguhkan catering
yang memuaskan bagi konsumen pada
saat penerbangan berlangsung.
Maskapai kami memiliki pramugara dan
pramugari yang ramah, tanggap, dan

52
mampu membantu permasalahan
penumpang pada saat penerbangan
berlangsung.
Marketing Maskapai kami memiliki target market
Performances yang luas.
Maskapai kami mampu mencapai target
market yang ditentukan perusahaan.
Maskapai kami mengalami peningkatan
penumpang setiap tahunnya.
Maskapai kami memberikan informasi
yang benar dan tidak ambigu kepada
calon konsumen dan/ penumpang.
2. SCHEDULING (PENJADWALAN)
Flight Maskapai kami mampu menjadwalkan
Operation penerbangan keberangkatan dengan baik.
Maskapai kami mampu mengikuti
prosedur penjadwalan yang telah diatur
dalam Standar Operasional Perusahaan.
Maskapai kami mampu menjadwalkan
penugasan crew dengan baik.
Maskapai kami telah menginformasikan
jadwal penugasan kepada crew yang
bertugas dengan baik.
Maskapai kami mampu menjadwalkan
aktivitas penerbangan dengan melihat
kemampuan dan kapasitas sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan.
3. MAINTENANCE (PEMELIHARAAN)
Preventive Maskapai kami memiliki jadwal
Maintenance pemeliharaan berkala.
(Pemeliharaan
Berkala) Maskapai kami menginformasikan
jadwal pemeliharaan berkala tersebut
kepada seluruh crew.
Maskapai kami melakukan pembersihan
pesawat baik di bagian luar maupun
bagian dalam pesawat baik sebelum
maupun setelah penerbangan
berlangsung.

53
Maskapai kami selalu melakukan
pengecekan kesiapan mesin baik sebelum
maupun sesudah penerbangan
berlangsung.
Maskapai kami selalu melakukan
pemanasan mesin sebelum penerbangan
berlangsung.
Maskapai kami selalu menyetel peralatan
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Maskapai kami selalu menggunakan
peralatan dan mesin-mesin sesuai dengan
standar dan prosedur yang berlaku.
Maskapai kami menggunakan peralatan
dan mesin-mesin yang telah di
standarisasi.
Maskapai kami selalu memastikan bahan
bakar telah terisi sesuai dengan standar
sebelum penerbangan dilakukan.
Corrective Maskapai kami mampu menemukan
Maintenance penyebab dari permasalahan kerusakan
(Korektif) pada peralatan atau mesin.
Maskapai kami mampu mengatasi
kerusakan pada peralatan atau mesin.
Maskapai kami akan melakukan
overhaul (pemeriksaan yang mendetail)
ketika menemukan kerusakan serius pada
peralatan atau mesin.
Maskapai kami bertanggung jawab
apabila terjadi claim terhadap kebersihan
dari cabin pesawat.
Maskapai kami memiliki jadwal
perbaikan khusus untuk peralatan atau
mesin yang mengalami kerusakan.

54

Anda mungkin juga menyukai