Desentralisasi Fiskal
Oleh
464871
MAGISTER AKUNTANSI
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi saya sehingga dapat
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. DR., Abdulhalim
MBA., Ak., CA. selaku dosen mata kuliah Organisasi Lingkungan, atas ilmu dan wawasannya
yang telah diberikan sehingga dapat menjadi literasi dalam menyelesaikan paper ini.
Judul paper ini adalah “Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Pemerintahan Daerah Dalam
Pemanfaatan Kebijakan Desentralisasi Fiskal”. Penulis menyadari bahwa paper ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis dengan senang hati jika ada yang memberikan kritikan atau
masukan yang membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi paper
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..……………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………..8
B. Rumusan Masalah……………………………...………………………10
C. Tujuan Pembahasan…………...……………………………………….10
BAB II PEMBAHASAN
1. Korupsi dan Pemerintahan Desa……………………………………….11
2. Upaya Pencegahan Korupsi dalam Pengelolaan Dana Desa…………..13
DAFTAR PUSTAKA
3
PENDAHULUAN
agar dapat lebih baik dari sebelumnya, perbaikan-perbaikan disegala sektor selalu diupayakan
menjadi lebih baik lagi, salah satunya adalah pembangunan daerah dan memaksimalkan sumber
daya yang ada agar dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar. Pemerintah Indonesia melalui
ini juga diharapkan berdampak positif bagi perekonomian negara, salah satu pembangunan yang
digencarkan adalah pembangunan daerah atau desa. Melalui kebijakan Desentralisasi yang
sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing, sehingga kebijakan yang dibuat oleh
pemimpin daerah mengenai daerah yang dipimpinnya lebih tepat sasaran. Desentralisasi itu
sendiri menurut Henry Maddick (1963) adalah penyerahan kekuasaan atau wewenang dari pusat
ke daerah secara hukum untuk menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu. Sementara
keputusan, kewenangan administratif dari pusat ke suatu organisasi wilayah, organisasi semi-
Masyarakat.
sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsinya agar efektif. Secara kesatuan dapat
4
dikatakan sebagai Desentralisasi Fiskal yang berarti pelimpahan kewenangan atau penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah atau desa untuk membuat kebijakan
dengan dukungan anggaran dari pusat. Menurut Saragih (2003:83) Desentralisasi Fiskal adalah
suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahanan yang lebih tinggi kepada
pemerintahanan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah yang sesuai
dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Pada setiap kebijakan
yang dibuat pastilah memiliki tujuan dan sasaran yang akan dicapai dengan kebijakan tersebut,
keuangan daerah.
Pada dasarnya setiap kebijakan yang dibuat oleh pelayan publik atau pemerintah pastilah dibuat
dengan tujuan baik dan tentunya dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat mensejahterakan
masyarakat dan meningkatkan perekonomian masyarakat maupun ekonomi negara. Namun, pada
penerapannya setiap kebijakan yang dibuat pastilah mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam
penerapannya, kekurangan inilah yang dapat menjadi celah untuk dimanfaatkan oleh oknum-
oknum yang serakah dan tidak bertanggungjawab. Kebijakan Desentralisasi Fiskal yang
mempunyai banyak manfaat tetaplah mempunyai kelemahan dalam penerapannya, menurut Bahl
5
• Lemahnya kontrol pemerintah terhadap ekonomi makro.
didapat.
• Instabilitas Nasional
Beberapa kekurangan-kekurangan diataslah yang dapat saja dimanfaatkan oleh kepala daerah
atau kepala desa yang serakah dan tidak memikirkan kepentingan masyarakatnya. Peluang-
peluang ini yang dapat menimbulkan adanya indikasi korupsi anggaran desa di daerah otonom.
Korupsi merupakan tindak pidana penyelewengan yang biasanya berhubungan dengan anggaran
atau dana, sementara korupsi sendiri menurut Klitgaard (2001) adalah sebuah tingkah laku yang
menyimpang dari tugas resmi sebuah jabatan karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi. Jika dilihat dari konteks prilakunya, korupsi merupakan prilaku
menyimpang penjabat publik dari norma-norma yang ada di masyarakat dengan maksut untuk
kepoentingan pribadinya atau demi keuntungan pribadi (Chaeruddin & Fadillah, 20019).
Kemudian pada tahun 2015-2017 ICW melakukan pemantauan mengenai korupsi yang terjadi di
desa, pemantauan tersebut menghasilkan kasus tindak pidana korupsi meningkat di setiap
tahunnya, dimana di tahun 2015 terdapat 17 kasus korupsi, hal ini meningkat di tahun 2016
sebesar 41 kasus dan terjadi lonjakan dua kali lipat di tahun 2017 sebesar 96 kasus, total kasus
dalam kurun waktu 3 tahun tersebut adalah 154 kasus, dimana kasus korupsi anggaran desa
mencapai 127 kasus, sementara lainnya merupakan kasus korupsi non-anggaran desa. Kasus
korupsi tersebut didominasi oleh kepala desa, dimana kepala desa yang terjerat sebanyak 112
6
orang dan meningkat di setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa kebijakan desentralisasi
fiskal yang memiliki tujuan baik masih saja memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat
Pemerintah pusat selaku pengawas terkait kebijakan desentralisasi fiskal selalu berupaya
menanggulangi kasus tindak pidana korupsi, KPK sebagai Lembaga indenpenden juga selalu
daerah yang terkena OTT oleh KPK terkait dana desa. Sebagai masyarakat kuta perlu membantu
pemerintah dalam mengawasi dana desa yang diberikan oleh pusat ke daerah, pemerintah pusat
juga pasti kualahan untuk mengawasi dana-dana tersebut karena banyaknya daerah-daerah
otonom yang diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan sendiri sesuai dengan
karakteristik daerahnya. Sebagai masyarakat yang akan menikmati dana desa tersebut haruslah
bijak dan kritis dalam mengawasi dana desa tersebut, karena dana desa tersebut nantinya juga
akan memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat melalui pembangunan-pembangunan yang
secara merata dan disesuaikan dengan daerahnya, komitmen ini diwujudkan dengan adanya
kepada desa, hal ini sering disebut dengan Desentralisasi Fiskal, dimana Pemerintah desa
Pusat sebagai pemegang kendali Pemerintah daerah maupun Pemerintah desa memberikan
keleluasaan yang dimana diharapkan dengan adanya keleluasaan Pemerintah daerah maupun
Pemerintah desa dalam mengatur daerahnya sendiri dapat menjadi daerah maju dan tentunya
7
A. Latar Belakang
dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan fiskal ke Pemerintah desa, hal ini untuk
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintah daerah, hal ini diatur
dalam Undang-Undang Desa Nomer 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan ruang yang
seluas-luasnya kepada pemerintah desa untuk mengatur dan mengelola desanya dalam rangka
meningkatkan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Desa harus bangkit
dan tumbuh dalam dinamika kehidupan global yang semakin besar tantangannya .
Kebijakan desentralisasi fiscal yang dibuat oleh Pemerintah pusat untuk Pemerintah
Daerah maupun Desa mempunyai sisi positif dan negative, dimana terdapat kelebihan pada
sistem ini adalah sebagian besar kebijakan dan keputusan yang berada didaerah dapat
diputuskan secara langsung tanpa ikut campur tangan dari pemerintah pusat, dimana
pemerintah daerah atau pemerintah desa diberikan keleluasaan untuk mengatur daerah nya
sendiri sesuai kebutuhan daerah atau desa tersebut, akan tetapi pada sistem ini terdapat
kekurangan juga, dimana ada peluang atau celah untuk dimanfaatkan dalam artian ketika
pemerintah daerah atau pemerintah desa memiliki kontrol penuh terhadap daerah
mementingan kelompok tertentu dan digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
oknum.
Kebijakan jika diartikan dan dilaksanakan sesuai dengan aturan maka kebijakan ini
tentu sangat berpihak kepada rakyat, dimana rakyat diberikan bantuan atau disediakan
8
anggaran untuk pembangunan di wilayahnya, dalam artian kebijakan ini dibuat untuk
memajukan ekonomi dan pembangunan yang ada di desa-desa, Namun dalam prakteknya
masih saja terdapat oknum yang memanfaatkan kebijakan tersebut, dimana banyak terjadi
kasus Pemerintah desa menyunat atau memotong anggaran yang diberikan Pemerintah Pusat
untuk masing-masing desa, sehingga anggaran tersebut sudah tidak utuh lagi ketika
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun desanya. Kasus-kasus semacam itu banyak
tersebar di media sosial dan berita-berita televisi tanah air, dimana dana desa dikurangi dari
jumlah total untuk kepentingan pribadi tanpa adanya rasa malu oleh perangkat-perangkat
Kasus-kasus praktik korupsi yang sudah terjadi seperti contoh saja kasus korupsi yang
dilakukan oleh Syafini Syamsudin sebagai kepala desa Sungai Bemban kabupaten Pontianak
yang dapat dikatagorikan memalsukan laporan pertanggungjawaban Dana Desa agar dapat
mencairkan sebesar 60% dari total keseluruhan anggaran yang telah disiapkan, dimana dana
yang didapat 60% tersebut sebesar Rp. 136.798.003,- dari dana tersebut yang direalisasikan
hanya sebesarb Rp. 45.114.051,- dan yang tidak direalisasikan atau disunat sebesar Rp.
91.683.952,- Syafini Syamsudin terbukti bersalah atas tindakan korupsi yang dilakukannya.
Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus korupsi lainnya yang memanfaatkan
penyunatan Dana Desa yang dilakukan oleh perangkat desa atau Pemerintahan Desa dalam
skala kecil sehingga tidak terlalu mencolok dan akhirnya dibiarkan begitu saja tanpa adanya
tindakan hukum dari apparat hukum maupun Pemerintah Pusat. Celah atau peluang ini akan
selalu ada yang memanfaatkan jika terus dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengawasan
9
lebih dan pencegahan sejak dini yang dilakukan oleh Pemerintah Pusast maupun Pemerintah
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab maraknya tindak pidana korupsi pada kebijakan Desentralisasi Fiskal?
C. Tujuan Pembahasan
Pembahasan kali ini memiliki tujuan untuk memberikan atau memperjelas bahwa
kebijakan Desentralisasi Fiskal masih memiliki kelemahan yang dapat dikatagorikan fatal
atau sangat perlu dibenahi lebih lanjut. Pembahasan ini juga memberikan masukan-masukan
dari penulis untuk pemerintah agar semakin lebih ketat lagi dalam menangani kelemahan-
yang diberikan oleh penulis juga mengadopsi dari jurnal-jurnal yang membahas tindak
pidana korupsi pada dana desa dalam beberapa tahun belakangan, dalam hal ini penulis
menggabungkan pemikiran dan literasi dari jurnal yang ada. Penulis juga berharap
pembahasan kali ini dapat memberikan edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya
pengawasan yang perlu dilakukan oleh masyarakat desa itu sendiri atas dana desa yang telah
diberikan oleh pemerintah pusat. Pembahasan kali ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi Pemerintah Pusat maupun masyarakat desa terutama yang
terdampak secara langsung akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum di
pemerintahan.
10
PEMBAHASAN
Maraknya kasus korupsi di Indonesia sudah menjamur di setiap lini atau di setiap
bagian yang ada di pemerintahan, apalagi mengenai dana desa yang nilainya anggarannya
cukup besar dan cukup lemah dalam pengawasannya, maka dari itu dibutuhkan adanya
penguatan dalam pengawasan dan transparansi mengenai penggunaan dana desa yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maupun ke desa-desa. Disamping
itu masyarakat juga harus diberikan edukasi dan pemahaman menegenai dana desa yang di
gelontorkan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan desa. Masyarakat harus kritis
terhadap kepala desa yang menerima dana desa tersebut sebelum disalurkan untuk
dipergunakan semestinya, karena jika dilihat dari sebelum-sebelumya kebanyakan dana desa
disunat atau dikorupsi oleh kepala desa untuk kepentingan pribadinya, longgarnya
pengawasan membuat kepala desa mempunyai peluang untuk melakukan tindakan korupsi
dilaksanakan menjadi tersendat dan berhenti ditengah jalan karena dana yang diperlukan
telah habis diambil oleh oknum tersebut. Masyarakat yang seharusnya dapat menikmati
pembangunan yang ada menjadi tidak terpenuhi, desa-desa akan tetap tertinggal dalam hal
pembangunan jika dana desa tidak disalurkan atau dipergunakan dengan baik, anggaran-
anggaran yang telah diberikan oleh pusat akan sia-sia karena tidak dipergunakan semestinya.
Tindakan korupsi yang terjadi sebenarnya bisa dicegah dan bisa berkaca pada kasus-
kasus yang sudah terjadi sebelumnya, kasus-kasus korupsi yang sudah terjadi bisa dijadikan
bahan evaluasi pemerintah pusat untuk kedepannya, apa asaja yang perlu dilakukan dan
11
dicegah agar korupsi-korupsi selanjutnya tidak terjadi, minimal kasus korupsi yang terjadi
dapat dikurangi dan lebih dipersempit peluang yang ada. Ada beberapa aspek yang
Prilakun koruptif yang dilakukan oleh kepala desa tidak jauh dari
pengeluaran yang terjadi atau belum, jika pendapatan yang diterima tidak
mencukupi kebutuhan hidupnya maka kepala desa akan mencari pendapatan dari
membuat kepala desa melakukan tindakan korupsi ada juga karena memiliki sifat
memperkaya diri, rendahnya integritas dan moralitas yang dimiliki kepala desa
B. Lingkungan
yang ada di desa dikarenakan factor lingkungan yang sejalan dengan situasi dan
kondisi yang ada di desa. Faktor lingkungan yang ada terutama keluarga sangat
berpengaruh pada tindakan korupsi, setidaknya ada sekitar 97,27% kasus korupsi
yang terjadi di kepala desa dan itu melibatkan istri (Istimora, 2018), sehingga
12
yang bersangkutan menyetui salah satu anggota keluarganya melakukan tindakan
korupsi yang sebenarnya itu merupakan tindakan yang tidak terpuji dan
memalukan.
tindakan korupsi di tingkat kepala desa. Kurangnya komitmen dan integritas menjadi pemicu
kepala desa melakukan tindakan korupsi, padahal kepala desa diharapkan menjadi
perwakilan desa yang dapat memajukan desa agar lebih sejahtera dan makmur. Para kepala
desa yang melakukan tidakan korupsi sebenarnya tidak tahan melihat anggaran yang begitu
besar yang di gelontorkan oleh pemerintah pusat, sehingga prilaku koruptif muncul tanpa
memikirkan bahwa dana tersebut bukanlah hak pribadinya melaikan hal masyarakat nya yang
dipergunakan untuk pembangunan di desa nya. Prilaku-prilaku koruptif ini sebenarnya dapat
Pada ahkir tahun 2019 sudah ada sekita 900 kepala desa bermasalah dengan
hukum diakrenakan terkait dengan dana desa. Sebagai diantaranya terpaksa menghadapi
juruji besi akibat dari penyalah gunaan dana desa. Dari data di atas dapat dikatakan
bahwa penayalahgunaan dana desa akibat korupsi adalah hal yang paling banyak terjadi.
Modus korupsi ini sebenarnya memiliki pola yang sama seperti pengadaan barang dan
jasa yang tidak sesuai alias fiktif, markup angaran, tidak melibatkan masayarakt dalam
musyawrah desa dan penyelewangan dana desa untuk kepentingan yang pribadi adalah
beberapa pola yang banyak dilakukan. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh
13
pemerintah pusat adalah salah satu dari peyebabnya penyelewangan banyak terjadi di
dana desa.
mengenai modus korupsi dana desa. Peneliti ICW Egi Primayoga memaparkan hasil
penelitiannya, ada 12 modus korupsi dana desa yang disimpukan ICW berdasar
1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika
padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat
dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi
4. Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau
kabupaten. Ini juga banyak terjadi dengan beragam alasan. Perangkat desa tak
boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini karena desa-lah yang paling
dirugikan.
5. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Banyak kasus
pelesiran saja.
ini lolos maka para perangkat desa yang honornya digelembungkan seharusnya
14
melaporkan kasus seperti ini. Soalnya jika tidak, itu sama saja mereka dianggap
7. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bia dilihat secara
fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.
8. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas
desa atau kantor pajak. Pengawas harus memahami alur dana menyangkut
9. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi.
Lagi-lagi ewuh pakewuh menjadi salah satu penghambat kasus seperti ini
perangkat desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan dana desa agar kasus ini
11. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa.
12. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.
Berbagai modus korupsi dana desa ini sesungguhnya bisa diantisipasi jika warga
aktif monitor setiap langkah yang dilakukan dengan pembelanjaan dana desa.
15
b. Peningkatan Capacity Bulding ( Perangkat Desa)
1. Strata Pendidikan
Dalam hal strata pendidikan sudah bisa dilihat perbedaan yang cukup
signifikan yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
persyaratan untuk menjadi kepala desa dan perangkat desa. Untuk menjadi kepala
desa hanya cukup dengan berijazah SMP dan untuk menjadi perangkat desa harus
berijazah SMA. Hal ini tentunya sudah berbanding terbalik karena di mana yang
akan bisa dipungkiri para perangkat desa yang mempunyai strata pendidikan di atas
akan mempunyai sikap pandang enteng kepada kepala desa karena pendidikan yang
di bawah. Pada saat ini kepala desa tidak hanya bermodalkan dari seorang tokoh desa
desa.
2. Diklat
roda pemerintahan di tingkat desa. Saat ini desa-desa dituntut mampu mengelola
anggaran pemerintah yang nilainya cukup besar mencapai Rp 1 milyar lebih setiap
kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan berbagai kegiatan pelatihan ataupun
bimbingan teknis (Bimtek), Termasuk kegiatan peningkatan SDM aparatur desa yang
16
diselenggarakan bagi perangkat desa belum lama ini dinilai sangat membantu dalam
masyarakat Desa;
Desa;
dan
17
d. Mengurangi Campur Tangan Dari Pemerintah Daerah.
Kepala desa selaku penanggung jawab yang ada di desa mengemban tugas yang
cukup berat dalam hal untuk mensejahterakan masyarakat desanya, ini tentunya tidak
lepas dari peran pemerintah daerah. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah
ketika pemerintah daerah dalam hal ini bupati pada saat mengadakan kunjungan kerja ke
desa yang demi kepentingan politiknya tidak jarang menyuruh kepala desa untuk
membuat berbagai macam kegiatan yang tidak sesuai dengan program dari desanya.
Kepala desa selaku bawahan tidak mampu menolak perintah dari pemerintah daerah,
yang harusnya dilakukan oleh kepala desa itu sendiri adalah dengan menolak karena
bernuansa politik dan menguntungkan pribadi dari kepala daerah itu sendiri yang
18
PENUTUP
A. Simpulan
Potensi korupsi dalam pengelolaan dana desa akan sangat berdampak kepada
pemerintahan desa itu sendiri dalam hal pembuatan RAB yang tidak sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat. Kepala desa selaku penanggung jawab atas pembiayaan
pembangunan dana desa yang sesungguhnya berasal dari dana lain atau dana fiktif,
meminjam sementara dana desa untuk keperluan pribadi yang berujung tidak
dikembalikannya dana desa tersebut. Pemotongan dana desa oleh oknum tertentu, membuat
pengularan dana fiktif , markup pembayaran gaji perangkat desa, pembayaran alat ATK yang
tidak sesuai dengan harga sesungguhnya, memungut dana pajak desa yang tidak dimasukan
kedalam pembukan desa. Mengingat banyaknya potensi desa yang belum di optimalkan
secara baik, maka melalui undang- undang desa sebesar 1 milyar - 1,5 miliyar, pemerintah
desa dan masyarakat desa mempunyai peluang dalam mengelola sumber daya alam dan
sumber daya manusia masyrakat desa. Pengelolaan secara transparan, akuntabel, dan
partisipatif adalah bagian dari upaya penecagahan korupsi. Terdapat beberapa upaya- upaya
yang dilakukan bisa mencegah korupsi di desa dengan menggunakan mengenali modus
19
B. Saran
Bagi penulis selanjutnya, secara garis besar paper diatas dalam pembuatannya
membahas secara berimbang, dalam artian tidak terlalu luas juga tidak terlalu spesifik,
diharapkan kepada penulis selanjutnya, jika ingin melanjutkan pembahasan ini agar lebih
spesifik dan mendetail lebih dalam, sehingga pembahasan selanjutnya mengenai Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi pada Dana Desa terkait Kebijakan Desentralisasi Fiskal dapat lebih
mendalam, literasi yang menjadi acuan dapat lebih diperbanyak lagi dan tentunya literasi
yang terupdate, kemudian dalam penulisan harap lebih diperhatikan tata bahasa nya sehingga
Bagi pembaca diharapkan pada saat membaca pembahasan pada paper ini
menyandingkan berita-berita terupdate, sehingga informasi yang sampai akan semakin jelas,
dikarenakan pada pembahasan kali ini menggunakan data atau literasi beberapa tahun
kebelakang yang tentunya pada saat itu hingga setidaknya sampai pada saat paper ini dibuat
kebijakan desentralisasi fiskal masih memiliki beberapa kelemahan yang sudah dibahas.
Pembaca diharapkan update berita terbaru mengenai penanganan tindak pidana korupsi pada
dana desa yang ada di kebijakan desentralisasi fiskal, karena bisa saja pencegahan-
pencegahan yang ditunjukan oleh penulis pada saat ini sudah direalisasikan atau sudah
diwujudkan.
Paper ini sendiri masih belum sempurna dalam penulisannya, sehingga harap jadi
maklum jika ada salah kata atau typo yang terkadang lepas dari pengamatan penulis. Mohon
maaf jika pembahasan kali ini ada yang tidak sesuai dengan yang diharapka pembaca, jika
ada kritikan dan masukan dengan senang hati penulis akan menerima untuk dipertimbangkan,
20
DAFTAR PUSTAKA
Aryadji. Ini Dia 12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICW. http://www.berdesa.com/12-
Setyawati, S., Suparmini., & Dyah Respati Suryo, S. (2013). Pelestarian Lingkungan
Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 18, No. 1.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-
Riza M. Irfansyah. Tingkatkan Kapasitas Perangkat Desa Lewat Pelatihan Dan Bimtek.
http://fokus-jabar.com/2016/06/16/tingkatkan-kapasitas-perangkat-desa-lewat-pelatihan-dan-
Istimora, D. (2018). 97,27 Persen Korupsi Dana Desa Oleh Kades dan Istri. Retrieved from
http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/337543/97,27_persen_korupsi_dana_desa_oleh_k
Kristendo Sumolang, Tanggung Jawab Kepala Desa Terhadap Keuangan Desa Ditinjau
Dari Undang Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa Yang Berimplikasi Tindak Pidana
Nurdjana, I. (2010). Sistem Hukum Pidana dan Budaya Laten Korupsi: “Perspektif