com
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip good
governance pada pemerintahan desa di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Di
Indonesia, desa merupakan tingkatan pemerintahan yang paling rendah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dengan
data seluruh desa di Kabupaten Bantul. Kajian ini menyimpulkan bahwa
pelaksanaan good governance di desa-desa di Bantul secara umum sudah
baik. Indikator tata kelola yang baik telah dilaksanakan oleh lebih dari 50% dari
seluruh desa meskipun beberapa indikator masih perlu ditingkatkan. Desa
telah menerapkan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan rumusan
internasional yaitu efisiensi dan efektifitas, keterbukaan dan transparansi,
inovasi, orientasi jangka panjang, pengelolaan keuangan yang handal dan
akuntabel.
PERKENALAN
Tata kelola mencakup tiga pemangku kepentingan, yaitu: negara, masyarakat sipil, dan
pasar. Krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 yang berdampak besar pada segala
aspek menunjukkan bahwa negara, masyarakat sipil, dan pasar belum berperan positif dalam
mewujudkan good governance. Krisis memaksa Indonesia untuk mulai menerapkan sistem
pemerintahan modern sehingga dapat segera bangkit dari krisis dan mengejar ketinggalan.
Berdasarkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP) (1997), prinsip-
prinsip tata pemerintahan meliputi Partisipasi, Penegakan Hukum, Transparansi, Responsif,
Orientasi Konsensus, Keadilan (Equity), Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency),
Akuntabilitas (Accountability) , dan Visi Strategis (Strategic Vision). Semua prinsip tersebut
saling menguatkan dan tidak dapat berdiri sendiri.
Akuntansi sektor publik memiliki peran besar dalam penyusunan laporan keuangan
sebagai bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan laporan keuangan adalah
suatu proses pengumpulan, pemrosesan, dan pengkomunikasian informasi yang berguna
untuk pengambilan keputusan dan untuk menilai kinerja organisasi (Santoso dan Pambelum,
2008). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 secara implisit mengatur
penerapan akuntansi di desa yang meliputi penatausahaan keuangan desa,
503
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
pelaporan, dan akuntabilitas. Sinason (2000) berpendapat bahwa tingkat pendanaan yang
lebih tinggi telah meningkatkan konsekuensi dari kesalahan pengelolaan keuangan dan
penerapan akuntansi desa bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan untuk menghindari kesalahan tersebut. Namun, hasil kajian
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan laporan pertanggungjawaban desa
belum mengikuti standar yang berlaku dan rawan manipulasi (KPK, 2015).
504
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
505
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
Badan Usaha (BUM Desa), badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh
desa melalui penyertaan secara langsung dari kekayaan desa yang dipisahkan untuk mengelola
aset, jasa, dan usaha lainnya.
Penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan, legal, efektif dan efisien, serta berkeadilan
yang berwawasan strategis merupakan keharusan untuk mewujudkan good governance. Untuk dapat
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, semua lembaga dari tingkat pusat sampai tingkat desa dengan
berbagai keterbatasan yang ada perlu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dengan alokasi
dana desa, pemerintah desa menjadi sorotan yang mendorong mereka untuk menerapkan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik sebagai pelayan masyarakat.
Kaufman dan Metsruzzi (2005) menyatakan bahwa penerapan good governance yang buruk dapat
mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian mereka di
negara-negara Afrika dengan data selama 8 tahun dengan menggunakan indikator good governance yang
disetujui oleh UNDP (1997). Indikator diamati pada masyarakat di pemerintahan dengan sampel besar.
506
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
METODE
Penelitian ini menggunakan indikator yang sama dengan yang digunakan oleh Saparniene dan Valukonyte (2012) yaitu, (1) efisiensi dan efektivitas, (2)
keterbukaan dan transparansi, (3) inovasi dan kesiapan untuk berubah, (4) keberlanjutan dan orientasi jangka panjang, (5) pengelolaan keuangan yang handal, dan
(6) akuntabilitas. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung dan pengisian kuesioner
oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan terkait dengan indikator keterbukaan dan transparansi serta akuntabilitas. Data yang dikumpulkan
adalah frekuensi laporan pertanggungjawaban desa, publikasi laporan desa, dan keterlibatan masyarakat dalam penetapan program desa dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Sementara itu, data sekunder berupa laporan pertanggungjawaban desa dan APBDes yang digunakan untuk mengukur
efisiensi dan efektivitas serta keandalan pengelolaan keuangan. Efektivitas dan efisiensi diukur dengan menggunakan rasio yang ditentukan oleh Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sedangkan kehandalan pengelolaan keuangan diukur dengan cara desa
mendanai kegiatan operasionalnya dan kemampuan desa dalam menghasilkan pendapatan. Indikator lainnya (inovasi dan kesiapan perubahan serta keberlanjutan
dan orientasi jangka panjang) diukur dengan tersedianya visi, misi, tujuan dan program desa. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dan 2017 di 75 desa di
Kabupaten Bantul Yogyakarta. Efektivitas dan efisiensi diukur dengan menggunakan rasio yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sedangkan kehandalan pengelolaan keuangan diukur dengan cara desa mendanai kegiatan operasionalnya
dan kemampuan desa dalam menghasilkan pendapatan. Indikator lainnya (inovasi dan kesiapan perubahan serta keberlanjutan dan orientasi jangka panjang)
diukur dengan tersedianya visi, misi, tujuan dan program desa. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dan 2017 di 75 desa di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Efektivitas dan efisiensi diukur dengan menggunakan rasio yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sedangkan kehandalan pengelolaan keuangan diukur dengan cara desa mendanai kegiatan operasionalnya dan kemampuan desa
dalam menghasilkan pendapatan. Indikator lainnya (inovasi dan kesiapan perubahan serta keberlanjutan dan orientasi jangka panjang) diukur dengan tersedianya
visi, misi, tujuan dan program desa. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dan 2017 di 75 desa di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono
(2008), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel bebas, baik
satu variabel atau lebih, tanpa membandingkan atau menghubungkannya dengan variabel lain. Variabel
yang digunakan adalah indikator good governance yang digunakan dalam penelitian.
Data tersebut kemudian diolah menggunakan statistik deskriptif untuk mencari nilai rata-rata
implementasi, indikator mana yang banyak diterapkan, dan bagaimana indikator yang belum
diterapkan dapat dikembangkan.
507
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
dan efisiensi dalam mengelola keuangan. Efektivitas dapat diukur dengan membandingkan realisasi
pendapatan desa dengan target pendapatan yang telah ditetapkan, meskipun pendapatan hanya
dihasilkan dari dana desa. Sedangkan tingkat efisiensi dapat diukur dengan membandingkan biaya yang
dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Dalam mengelola keuangan, langkah ini menjadi prioritas
untuk dilaksanakan seperti terlihat pada grafik di bawah ini
90,0%
80,0%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0%
20,0%
10,0%
0,0%
2016 2017
n EeFFadalahfiyaituciNent
eeFFefekCtiTFivDeA& ffAickyaitueNfiTsien
TSAYASayaNDeAFkfeeCFTeivketifsebuahDDsebuahdi dalamTepengenal
Tingkat penerapan indikator efektivitas dan efisiensi tahun 2016 dan 2017 masing-masing
sebesar 76% dan 85,3% yang menunjukkan peningkatan sebesar 9,3% baik dari sisi pengeluaran
maupun pendapatan. Mengelola biaya merupakan indikator efektivitas dan efisiensi.
Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa 65,3% dari seluruh desa memiliki visi strategis,
sedangkan sisanya 34,7% memiliki visi namun belum strategis. Indikator ini tidak mengalami
perubahan selama tahun 2016 dan 2017. Visi strategis diukur dengan mengidentifikasi apakah visi
tersebut bersifat umum, dapat diwujudkan dalam jangka pendek, dan bersifat sementara. Bagi
perangkat desa yang belum memiliki kompetensi yang memadai dalam menentukan visi strategis,
diharapkan setelah mengalokasikan dana desa dapat memberikan kompetensi khusus dalam
pembangunan desa berorientasi jangka panjang. Berdasarkan observasi yang dilakukan, mereka
membutuhkan workshop untuk mendukung keberlanjutan desa mandiri.
508
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
34,7%
VISayaSSSAYAioBNELadalahASNMotSSTTRraATTmisalnyaeSayaGCADALAH
34,7%
65,3%
Visi haVSADALAHBSAYAeSeTNRSAtrTAeTG
misalnyaADALAHic
65,3%
2017 2016
80,0%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0%
20,0%
10,0%
0,0%
THaiePReBNkamuAkNADDTARN
sebuahTSRPAANRSePNATberlari nAPkATRReANNTsparan
TNpengenalHaiATkHaiTPehNBAkamuNkDANDHaiATNtrTApengenal
terkait erat dengan indikator visi strategis karena harus juga mengandung inovasi dan
orientasi jangka panjang. Gambar 4 menunjukkan tingkat inovasi dan orientasi jangka
panjang pemerintah desa di Kabupaten Bantul.
2017
2016
TNpengenalHaiATkdi dalamInovaAStiSayaayDeAANNTDpengenalNAHaikTB
loeNRGHai-RTSayaeeRNMtaHaiyariJeANNTGekDsebuah Panjang trieloNNtaGS-SayateJarm
SAYASayaTIDAKNayHaiAaySASayatiDayAeNAHAI ngHaikRAyaituPNATNedjang
Pada tahun 2016 dan 2017, hanya 32% desa yang memiliki inovasi dan
orientasi jangka panjang. Kedua indikator tersebut dapat dilihat dari keunikan dan
dampak positif program dan tujuan desa dalam pembangunan desa dan tidak sekedar
meniru program yang sama dari desa lain. Desa dengan tujuan jangka pendek yang
belum menghasilkan output yang dapat digunakan dalam waktu yang lama
menunjukkan bahwa desa tersebut belum melaksanakan kedua indikator tersebut
sehingga penggunaan dana desa masih bersifat sementara dan cenderung berubah
meskipun permasalahan yang dihadapi masih bersifat sementara. relatif sama.
Inovasi dan orientasi jangka panjang dipengaruhi oleh kreativitas positif. Kebiasaan
dalam lingkungan kritis akan membentuk sumber daya yang mampu berinovasi dan
berorientasi jangka panjang.
Analisis pengelolaan keuangan yang handal
Keandalan pengelolaan keuangan pemerintah desa diukur dari bagaimana desa
dapat menghasilkan pendapatan yang tidak bersumber dari dana desa atau alokasi dana
dari kabupaten atau provinsi. Pemerintah desa melakukan berbagai program kreatif untuk
mendatangkan pendapatan yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. BUMDesa
merupakan salah satu bentuk legalitas agar desa dapat menghasilkan pendapatan yang
besar. Studi ini menemukan bahwa sebagian besar desa di Kabupaten Bantul belum
melakukan pengelolaan keuangan. Desa cenderung menunggu pendapatan dari berbagai
alokasi dana dari pemerintah di tingkat yang lebih tinggi sehingga kemandirian ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai. Rendahnya kesejahteraan
masyarakat desa akan mendorong terjadinya urbanisasi yang akan memperlebar
kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan Gambar 5 di atas terlihat bahwa dari 75 desa, hanya 4 desa (4%) yang menunjukkan
kehandalan pengelolaan keuangan. Sebagian besar desa di Kabupaten Bantul (96%) hanya mengandalkan
pendapatan dari dana desa dan tidak mampu menghasilkan pendapatan dari sumber lain, padahal saat ini
desa dituntut untuk memiliki unit usaha produktif yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan indikator ini adalah dengan
memberikan pendampingan kepada perangkat desa dan
510
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
lembaga desa lainnya agar mampu membentuk unit usaha penghasil pendapatan.
Kepemilikan unit usaha akan meningkatkan kemandirian desa secara ekonomi
yang diharapkan berdampak pada masyarakat.
KReeHliAANBDleAlFASayaNAM emNeANgeKM
ncASayaNAAlJbu eueANNTgan AlAM geeSayaKNeTuangan
NAANakuAM
KkamueNTRSayaeDlAiakBHlAeNFDdi dalamAAlaNNciM N
Gambar 5.Indikator pengelolaan keuangan yang andal (Tahun 2016 dan 2017)
Analisis akuntabilitas
Dari 75 desa, 81,3% telah menerapkan indikator akuntabilitas. Menurut
Mahmudi (2007), akuntabilitas dapat dilihat dari berbagai perspektif. Penelitian ini
menggunakan dua jenis akuntabilitas: kebijakan dan akuntabilitas keuangan.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas
berbagai macam kebijakan dan keputusan yang telah dilaksanakan atau diambil.
Dalam hal ini lembaga publik harus dapat mempertanggungjawabkan setiap
kebijakan yang telah ditetapkan baik dari segi tujuan, alasan pengambilan
keputusan, manfaat yang dihasilkan, dan berbagai macam dampak negatif yang
mungkin ditimbulkan oleh setiap kebijakan yang akan atau telah dilakukan.
diambil. Sedangkan akuntabilitas keuangan adalah tanggung jawab lembaga
publik atas uang yang disetorkan oleh masyarakat kepada pemerintah.
AkCkamuHaiNkamuTNATBAlBeleTN pengenalHaiATkAACkHaikamukamuNNTTAABBllee
511
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
512
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
REFERENSI
Adriana. (2017). Website Analisis Transparansi Pengelolan Keuangan Daerah
Pada Pemerintah Daerah Se-Jawa.Tesis. Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Barcevičius, E. (2008), Viešasis valdymas ir informacinės technologijos. Naujo
link lembaga modelio?Politologi, 1, 85-120
Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA).(1996).Laporan Tahunan 1996.
Ottawa: CIDA.
Domarkas. V.(2005). Violoso administravimo raidos atualijos.Viesoji polotika ir
administramiva. 13, 7-14
Farrington, C. (2009). Menempatkan tata kelola yang baik dalam praktik I Ibrahim Index of
Pemerintahan Afrika.Studi Perkembangan Kemajuan,9(3), 249-55
IMF. (2005).Mereformasi IMF: Pemerintahan dan Dewan Eksekutif. Washington DC:
IMF.
Jensen, MC, & Meckling, WH (1976). Teori Perusahaan: Perilaku Manajerial,
Biaya Keagenan dan Struktur Kepemilikan.Jurnal Ekonomi Keuangan, 3(4),
305-360.
Kaufmann, D., A., Kraay, & Matsruzzi. M, (2005).Tata Kelola Penting IV: Tata Kelola
indikator untuk tahun 1996-2004. Washington DC: Bank Dunia.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2017).Buku Pintar Dana Desa. Jakarta:
Kemenkeu
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015).Laporan Hasil Kajian Pengelolaan Keuangan
Desa. Jakarta: KPK
Mahmudi. (2007).Manajemen Sektor Kinerja Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi
Negrut, Costache, Maftei, dkk. (2010). Aspek good governance dalam konteks
globalisasi.Sejarah DAAAM 2010 & Prosiding Simposium DAAAM
Internasional ke-21, 20-23 Oktober 2010, Zadar, Kroasia,
Republik Indonesia. (2014).Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Rhodes, RAW (1996). Pemerintahan Baru: Memerintah Tanpa Pemerintah.
Studi Politik, 44(4), 652–667.
Santoso, U., & Pambelum, YJ (2008). Pengaruh Penerapan Akuntansi Sektor Publik
Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam Mencegah Penipuan.
Jurnal Administrasi Bisnis,4(1), 14-33.
Saparnien, D., & Inggrida, VI (2012). Implementasi Prinsip Good Governance di
Pemerintahan Daerah Sendiri: Studi Kasus Kota Siauliai.Socialiniai tyrimai Penelitian
Sosial. 3(28), 98–112
Sinason, HD 2000. Studi Pengaruh Akuntabilitas dan Risiko Keterlibatan pada
Keputusan Materialitas Auditor Dalam Audit Sektor Publik.Jurnal Penganggaran
Publik, Akuntansi & Manajemen Keuangan,12(35), 1-21.
Stoker, G. (1998). Pemerintahan sebagai Teori: Lima Proposisi.Ilmu Sosial Internasional
Jurnal, 50(155), 17-28.
Sugiyono. (2008).Metodologi penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung:
Alfabet.
Republik Indonesia. (2004).Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
513
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 6. No.4, Januari – Februari 2019 ISSN: 2338-4603 (cetak); 2355-8520 (online)
514