Anda di halaman 1dari 33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PENGARUH WAKTU SINTERING TERHADAP


KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE – SAMPAH
ORGANIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

Oleh :

AGUNG IBNUWIBOWO
I 1406016

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGARUH WAKTU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK


MEKANIK KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK

Agung Ibnuwibowo
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
agunk_ibnu@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mekanik komposit


HDPE-sampah organik meliputi kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan
geser tekan dengan adanya variasi waktu sintering.

Komposit terbuat dari bahan High Density Polyethylene (HDPE) daur


ulang dan sampah organik. Pembuatan komposit menggunakan metode pressured
sintering. Variasi waktu sintering yang digunakan adalah 5 menit, 10 menit, 15
menit dan 20 menit. Proses pressured sintering dilakukan pada suhu 120oC
dengan tekanan 8,7 kPa dan fraksi volum HDPE 0,3. Kekuatan bending dan
kekuatan geser tekan mengacu pada ASTM D1037. Pengujian impak mengacu
pada ASTM D5941. Pengamatan patah bending komposit dilakukan dengan SEM
(scanning electron micrograph).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan waktu sintering dari 5


menit sampai dengan 20 menit akan meningkatkan ikatan antar partikel serbuk.
Semakin meningkatnya ikatan antar partikel serbuk maka akan meningkatkan
kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan berturut-turut
sebesar 61,50%; 109,43% dan 80,84%.

Kata kunci : Komposit, HDPE, sampah organik, sintering.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

THE EFFECT OF SINTERING TIME ON THE MECHANICAL


CHARACTERISTICS OF HDPE-ORGANIC WASTE COMPOSITE

Agung Ibnuwibowo
Mechanical Engineering
Sebelas Maret University, Surakarta
agunk_ibnu@yahoo.co.id
Abstract

The objective of this research is to investigate the effect of sintering time


on mechanical characteristic HDPE – organic waste composite which include
bending strength, impact strength and compression shear strength.

The composite was made from recycled HDPE (High Density


Polyethylene) and organic waste. The composite was made by using the pressured
sintering method with 5 minutes, 10 minutes, 15 minutes and 20 minutes variance
of sintering time. The pressured sintering process was conducted at the
temperature of 1200C with the pressure of 8.7 kPa and the volume fraction of
HDPE of 0.3. The bending strength and the compression shear strenght refers to
ASTM D 1037 whereas the testing of the impact stenght refers to ASTM D 5941.
The observation on the bending fracture of the composite was conducted by using
SEM (Scanning Electron Micrograph).

The results of this research are as follows: (1) the increasing in sintering
time from 5 up to 20 minutes will raise bonds between powder particles. The
increasing the bonds between powder particles will increase the mechanical
strength of the composite; (2) the bending strength rises by 61.50%; (3) the impact
strength rises by 109.43% and (4) the compression shear strength increases by
80.84%.

Keywords : Composite, HDPE, organic waste, sintering.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposit telah banyak digunakan secara luas dalam dunia industri,
misalnya dalam bidang konstruksi, manufaktur dan bahkan dibidang penerbangan.
Pada tahun 2015 diproyeksikan produksi global material komposit akan mencapai
10,3 MT, yang sebanding dengan volume sebesar 60.000.000 m3. Penggunaaan
komposit serat gelas-thermoset mencapai 90% dari semua produk komposit,
dimana produk komposit ini sangat mahal dan sulit didaur ulang (Feih, dkk,
2010). Pemikiran untuk membuat produk komposit yang murah menjadi sangat
penting dilakukan. Salah satunya komposit dari bahan daur ulang sampah.
Sampah organik sebagai pengisi (filler) mulai banyak digunakan dalam
pembuatan komposit. Kelebihan sampah organik sebagai filler adalah ringan,
mudah didaur ulang, mudah dibentuk, tahan korosi dan harga murah. Sementara
untuk sampah anorganik di lingkungan sekitar tidak dapat terurai oleh mikro
organisme, untuk itu perlu didaur ulang (recycle) agar tidak mencemari
lingkungan. Potensi sampah kota di Indonesia pada tahun 2000 adalah 100.000
ton per hari. Kota Surakarta memproduksi sampah sebesar 267 ton per hari dan
2% diantaranya berupa sampah plastik (Sudrajat, 2004). The Public Bottle
Institute (2005) mengemukakan bahwa plastik yang paling banyak dipakai adalah
HDPE (High density polyethylene) yaitu 62%, kemudian disusul dengan PET
(Polyethylene terephthalate) 23%, PVC (Polyvinvlchloride) 6%, LDPE (Low
dendity polyethylene) 4%, PP (Polypropylene) 4%, PS (Polystyrene) 1%. Data
BPS (2006) menunjukkan bahwa nilai impor plastik bulan Juni naik 4,3 juta dolar
atau naik 3,02% dibanding bulan Mei.
Pembuatan produk komposit berbahan dasar daur ulang sampah
merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi volume sampah kota. Komposit
berbahan dasar penyusun berupa sampah anorganik (HDPE) dan sampah organik
(daun dan ranting) diharapkan mampu memberikan solusi tentang penanganan
sampah di Indonesia. Sampah organik (daun dan ranting) berfungsi sebagai filler
dan sampah anorganik (plastik HDPE) berfungsi sebagai pengikat. Pembuatan
commit beberapa
material komposit dapat menggunakan to user metode, salah satunya adalah

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

dengan metode pressured sintering. Pressured sintering adalah suatu metode yang
mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering.
Material yang dihasilkan dengan menggunakan metode pressured
sintering diharapkan mempunyai sifat fisik dan mekanik yang lebih baik. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kekuatan komposit antara lain adalah : ukuran partikel
serbuk, besarnya tekanan, temperatur sintering, volume zat pengikat dan lamanya
waktu penahanan sintering. Tutuko (2007), mengatakan bahwa peningkatan
waktu sintering akan meningkatkan sifat fisik dan mekanik komposit HDPE-
karet ban bekas. Riyanto (2011), mengatakan bahwa peningkatan suhu sintering
akan meningkatkan karakteristik komposit HDPE-sampah organik dengan nilai
tertinggi pada temperatur 127oC. Assidiqi (2011), mengatakan bahwa penelitian
tentang komposit HDPE dan sampah organik dengan variasi fraksi volume HDPE
dapat meningkatkan kekuatan bending, densitas, serta kekuatan impaknya.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimana pengaruh variasi waktu sintering terhadap karakteristik
mekanik komposit berbahan dasar HDPE – sampah organik.

1.3 Batasan Masalah


Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Selama proses pencampuran distribusi serbuk HDPE, cacahan ranting pohon
dan cacahan daun yang digunakan dalam pembuatan komposit ini dianggap
merata.
2. Selama proses sintering distribusi panas diasumsikan merata.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mekanik komposit
HDPE- sampah organik dengan adanya pengaruh variasi waktu sintering.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, serta sistematika penulisan tugas
akhir.
2. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat
penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
3. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat
dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.
4. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data
hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.
5. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat
pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta
merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran
hipotesis. Saran memuat pengalaman dan pertimbangan penulis yang
ditunjukkan kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau
mengembangkan penelitian yang sejenis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Pemanfaatan bahan dari polimer di Indonesia maupun di dunia
berkembang sangat pesat. Semua ini dikarenakan sifat polimer yang memiliki
banyak keunggulan dibandingkan bahan lainnya. Polimer bersifat mudah
dibentuk, ringan, murah, dan dapat dirubah atau ditingkatkan sifat-sifat
khususnya bila ditambahkan bahan-bahan tertentu.
Komposit HDPE-sampah organik terbuat dari HDPE daur ulang dan
sampah organik (daun dan ranting). Sampah organik berfungsi sebagai filler dan
sampah anorganik (HDPE) berfungsi sebagai pengikat. Bahan thermoplastic
akan mengalami pelunakan atau pelelehan jika diberi penambahan suhu,
sehingga pemanfaatan limbah polimer HDPE menambahkan filler (material
pengisi) dari bahan-bahan lain akan menghasilkan material akhir dengan sifat-
sifat yang diinginkan. Bahan pengisi yang paling sering diaplikasikan pada
polimer adalah serbuk kayu. Material hasil campuran serbuk kayu dengan
pengikat polimer biasa disebut WPC (Wood Plastic Composite). Proses
pembuatan komposit dapat menggunakan beberapa metode, salah satunya dengan
pressured sintering. Metode ini mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering.
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik komposit dengan proses
sintering adalah ukuran partikel serbuk, besarnya tekanan, temperatur sintering,
volume pengikat, dan lamanya waktu penahanan sintering. Suhu pada saat proses
sintering sangat berpengaruh terhadap kekuatan fisik dan mekanik komposit.
Riyanto (2011), mengatakan bahwa peningkatan suhu sintering dari 105oC sampai
127oC akan meningkatkan densitas, water absorption, dan kekuatan bending
komposit HDPE-sampah organik. Menurut Jati (2008), peningkatan suhu
sintering dari 110°C sampai 140°C akan meningkatkan densitas, kekuatan impak
dan kekuatan bending secara berturut-turut yaitu 10.18%, 71.52%, 12.28%.
Waktu sintering akan berpengaruh terhadap karakteristik komposit.
Menurut Tutuko (2007), penelitian tentang komposit HDPE-ban bekas dengan
variasi waktu sintering 10, 15, 20commit
dan 25 to userakan meningkatkan kekuatan fisik
menit

4
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

dan mekanik komposit. Penelitian dengan variasi waktu sintering juga dilakukan
oleh Andi (2007), yaitu mengatakan bahwa penambahan waktu sintering pada
komposit polimer (HDPE, PET)-karet ban bekas dari 5 hingga 10 menit akan
meningkatkan kekuatan fisik dan mekanik komposit.
Matrik (pengikat) juga berpengaruh terhadap kekuatan komposit.
Penelitian tentang komposit LDPE-PEG-selulosa kenaf dengan penambahan
matrik selulosa 0-50% akan meningkatkan ketahanan termal komposit (Tajeddin,
2009). Penambahan fraksi berat pada nano karbon pada pembuatan komposit nano
karbon (MWCNT) dan HDPE dengan fraksi berat 0, 0.5, 1, 2, dan 4% akan
meningkatkan kekerasan komposit (Wang, 2009). Prasetyawan (2009), melakukan
penelitian tentang komposit serabut kelapa (cocopeat)-serbuk polimer
(polyethylene) dengan perbandingan 30:70, 40:60 dan 50:50. Hasilnya komposit
dengan perbandingan 30:70 memiliki nilai daya serap air yang rendah dan nilai
kekuatan bending paling tinggi. Assidiqi (2011), melakukan penelitian tentang
komposit HDPE-sampah organik dengan variasi fraksi volume HDPE 20, 30, 40,
dan 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan fraksi volume HDPE
20% sampai dengan 50% meningkatkan sifat fisik dan mekanik komposit.

2.2 Klasifikasi Material dan Pembentuk Komposit


Schwartz (1984) mendefinisikan komposit sebagai sistem material yang
terdiri dari gabungan dua atau lebih unsur pokok makro yang berbeda bentuk atau
komposisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Berdasarkan bentuk
material pembentuknya, Schwartz (1984) mengklasifikasikan komposit menjadi
lima kelas, yaitu:
· Komposit serat (fiber composite)
· Komposit serpihan (flake composite)
· Komposit butir (particulate composite)
· Komposit isian (filled composite)
· Komposit lapisan (laminar composite)
Komposit isian (filler composite) adalah jenis komposit dimana pada
proses pembuatan ditambahkan material pengisi berupa serbuk/butir dengan
commitFiller
struktur tiga dimensi (Schwartz, 1984). to user
saat ini berkembang ke arah alami
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

karena renewable dan dapat terdegradasi di alam (biodegradable). Berbagai


macam serat yang dapat digunakan untuk filler komposit seperti : serat kenaf,
serabut kelapa, serbuk gergaji dan sampah organik.
Secara umum komposit isian tersusun dari dua material utama yaitu matrik
dan filler. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi reaksi kimia dan tidak
larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan antar muka diantara keduanya. Filler
berfungsi sebagai pengisi, sedangkan matrik sebagai pengikat.

2.2.1 Filler
Filler (pengisi) adalah bahan yang digunakan untuk ditambahkan
pada bahan polimer saat pembuatan komposit. Filler digunakan untuk
mengurangi berat, mengurangi biaya produksi, serta untuk menambah fleksibilitas
desain komposit. Pada umumya pengisi memiliki ukuran yang kecil dan bentuk
yang tidak seragam. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan lebih baik
dibandingkan dengan ukuran pengisi yang lebih besar. Ukuran partikel yang kecil
akan memperluas permukaan interaksi antara polimer matrik. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan filler akan menentukan sifat komposit secara
signifikan. Filler dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu filler organik dan
anorganik. Contoh filler dari bahan anorganik adalah serat kaca, serat kevlar,
silica, kalsium, mika, dll. Pengisi dari bahan organik antara lain sekam padi, sagu,
daun, ranting, dll. Penelitian tentang pengaruh filler (baik fraksi volume maupun
ukuran partikel) masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Filler saat ini
berkembang ke arah alami karena renewable dan dapat terdegradasi di alam
(biodegradable) (Gibson, 1994).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa filler dapat memperbaiki sifat
mekanik komposit. Bonilla (2001), mengatakan bahwa bentuk dan penyebaran
filler fiber dapat mempengaruhi fracture toughness (keuletan) komposit resin. Xu
(2004), mengatakan bahwa pencampuran filler whisker dan partikel silika dapat
meningkatkan keuletan komposit resin.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2.2.2 Matrik
Matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam,
maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi
satu struktur komposit (Gibson R.F, 1994). Matrik dari bahan termopolimer
memiliki keuntungan dapat melunak berulang kali (recycle) jika diberi panas dan
akan menjadi keras pada saat didinginkan. Termopolimer yang sering digunakan
sebagai matrik adalah polyethylene. Matrik memiliki fungsi :
· Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur
· Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan
· Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat
· Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan
tahanan listrik.

2.2.3 HDPE
Polimer adalah zat organik yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang
pada umumnya terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan
nitrogen (N). Zat organik dapat dibuat sintetis dari bahan mentah minyak bumi,
karena minyak bumi mengandung lebih dari 1000 macam senyawa hidrokarbon.
Karena polimer, salah satunya adalah HDPE (High Density Polyethylene),
terbentuk dari gabungan dari banyak molekul-molekul kecil/monomer yang akan
membentuk makro molekul, maka disebut juga polymer. Polymer terbentuk dari
gabungan banyak molekul yang sama atau mirip jenisnya. Proses pembuatan
polymer ini disebut polimerisasi, yang melibatkan energi panas dan katalisator
untuk memisahkan ikatan dalam suatu molekul agar dapat terjadi ikatan dengan
molekul-molekul lain yang sejenis (Billmeyer, 1994).
Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene, HDPE) adalah
polietilena termopolimer yang terbuat dari minyak bumi. Membutuhkan 1,75 kg
minyak bumi (sebagai energi dan bahan baku) untuk membuat 1 kg HDPE. HDPE
dapat didaur ulang, dan memiliki nomor 2 pada simbol daur ulang. Di tahun 2007,
volume produksi HDPE mencapai 30 ton. HDPE memiliki percabangan yang
sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemilihan jenis katalis dalam produksinya
commit
(katalis Ziegler-Natta) dan kondisi to user
reaksi. Karena percabangan yang sedikit,
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

HDPE memiliki kekuatan tensil dan gaya antar molekul yang tinggi. HDPE juga
lebih keras dan bisa bertahan pada temperatur tinggi (Tm=1300C) (Wang, 2009).
HDPE sangat tahan terhadap bahan kimia sehingga memiliki aplikasi yang luas,
diantaranya :
· Sistem perpipaan gas alam
· Pipa air
· Kemasan oli
· Kantong polimer

Gambar 2.1. Simbol recycle HDPE


(www.acor.org.au, 2003)

Sifat-sifat polimer HDPE secara umum adalah tahan terhadap zat kimia
(misalkan minyak, deterjen), ketahanan impak cukup baik, memiliki ketahanan
terhadap suhu, tidak tahan terhadap sinar matahari dan polimer HDPE stabil
terhadap oksidasi udara (Corneliusse, 2002).

2.3 Sifat Mekanis Komposit


2.3.1 Kekuatan Bending ( Flexural Strength)
Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah tegangan bending
terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi
yang besar atau kegagalan. Pada bagian atas spesimen akan mengalami tekanan,
dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik.
Material komposit kekuatan tekannya lebih tinggi terhadap tegangan
tariknya. Komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan
karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Rumus perhitungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

kekuatan bending mengacu pada ASTM D1037 dengan bentuk dan gambar
spesimen seperti pada gambar 2.2.

d
L b

Gambar 2.2. Three point bending

Pengujian ini ditentukan oleh MOR (Modulus of Rupture). Rumus untuk


menghitung MOR:
3PL
MOR = …………………………………………….. (2.1)
2bd 2
MOR = modulus of rupture ( pembebanan dari tengah), MPa
P = beban bending maksimal, N
L = panjang span, mm
b = lebar spesimen, mm
d = tebal spesimen, mm

2.3.2 Kekuatan Impak


Perhitungan kekuatan impak mengacu pada ASTM D5941. Untuk
mengetahui kekuatan impak, terlebih dahulu dihitung energi yang diserap oleh
benda (W), yaitu selisih energi potensial pendulum sebelum dan sesudah
mengenai benda.

commit2.3.
Gambar to user
Sudut impak
(modul panduan praktikum uji impak izod)
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

W =[w.R.(cosβ–cosα)] …………………………………...…… (2.2)


dimana: w = berat pendulum (N)
=m.g
R = jarak dari pusat rotasi pendulum ke pusat massa (m)
β = sudut pantul lengan ayun
α = sudut naik awal lengan ayun
Bila pada kondisi pendulum diayunkan bebas (tanpa mengenai benda uji)
sudut pantul lengan ayun lebih kecil daripada sudut naiknya berarti terdapat
gesekan, maka nilai W dikurangi dengan energi gesekan (Wgesek).
Jadi, persamaan untuk menghitung energi total yang diserap oleh benda
(W) adalah:
W = Wspesimen – Wgesek
W = w.R.(cos β – cos β’) …………………………………….. (2.3)
dimana: β’ = sudut pantul lengan ayun tanpa mengenai benda
Maka, perhitungan nilai kekuatan impak benda uji adalah sebagai berikut:

a iU =
W
´ 10 3 ( )
J
m2
.……………………………………… (2.4)
h´b
dimana: h = ketebalan benda uji (m)
b = lebar benda uji (m)

2.3.3 Kekuatan Geser Tekan


Perhitungan kekuatan geser tekan mengacu pada standar ASTM D1037.
P

commit
Gambar to user geser tekan
2.4. Pengujian
(ASTM D1037)
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Perhitungan untuk menentukan tegangan geser maksimum adalah:

τ = P ……………….……………...…………………………(2.5)
2A
Dimana:
τ = tegangan geser maksimum, psi (Pa)
P = beban maksimum, lbf (N)
A = luas penampang spesimen, in2 (mm2)

2.4 Sintering
Sintering adalah pengikatan antara partikel-partikel serbuk pada suhu
tinggi. Proses sintering dapat terjadi melalui mekanisme transport atom pada
kondisi padat, pada beberapa kasus juga melibatkan fase cair.
Proses sintering melalui pergerakan atom akan mengurangi energi
permukaan (surface energy) antar partikel. Energi permukaan per unit volume
berbanding terbalik dengan diameter partikel. Sedangkan energi permukaan
tergantung dari luas permukaan. Oleh karena itu, partikel serbuk dengan luas
permukaan spesifik yang lebih tinggi akan memiliki energi permukaan yang lebih
tinggi pula dan akan mempercepat proses sintering. Luas permukaan spesifik
adalah luas permukaan serbuk dibagi dengan massa serbuk (German, 1994).
2.4.1 Tahapan Proses Sintering
Proses sintering secara umum dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
a. Initial Stage : Pada tahap ini terjadi peningkatan area kontak antar partikel dan
berkurangnya rongga. Mekanisme aliran massa yang terjadi berupa surface
transport dan tidak berperan terhadap terjadinya penyusutan. Tahap awal ini
ditandai dengan terjadinya pertumbuhan neck yang besar kemudian dilanjutkan
dengan pembentukan batas butir.
b. Intermediate Stage: Pada tahap ini terjadi mekanisme aliran massa berupa bulk
transport yang berperan besar mempengaruhi penyusutan, selain itu surface
transport juga masih berlangsung. Pori akan bergerak menuju grain boundary
membentuk saluran pori kemudian terlokalisir pada sudut butir dan ukurannya
akan berkurang sehingga menghasilkan nilai densitas yang lebih besar.
Mekanisme tersebut disebut densifikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

c. Final Stage: Pada tahap ini pori akan terisolasi dan grain boundary menyatu,
jika proses dilanjutkan akan terjadi pertumbuhan butir. Terisolasinya pori
menyebabkan densifikasi lebih lanjut tidak akan terjadi. Pada sintering tahap
akhir, bentuk pori menjadi spherical yang artinya telah terjadi densifikasi dengan
mekanisme pengurangan ukuran pori.
2.4.2 Densifikasi
Mekanisme transfer atom dengan transfer massa yang dapat terjadi selama
proses sintering adalah densifikasi. Mekanisme densifikasi yaitu terjadinya
transfer massa dari batas butir atau daerah diantara serbuk menuju neck atau pori-
pori.

Gambar 2.5. Mekanisme proses densifikasi


(German, 1994)

Pada Gambar 2.5 merupakan ilustrasi mekanisme proses densifikasi pada


dua butir serbuk. Bagian serbuk yang mengalami kontak akan terjadi transfer
massa menuju neck atau pori-pori diantaranya, sehingga menyebabkan pori
mengecil. Akibat adanya transfer massa tersebut jarak antara kedua butir serbuk
akan mengecil, maka terjadi penyusutan/shrinkage.
Dampak proses kompaksi terhadap hasil sintering adalah berkurangnya
pori-pori. Selain itu akan menambah luas area kontak antar partikel, sehingga sifat
material hasil proses sintering akan mengalami peningkatan kekuatan, densitas,
serta berkurangnya penyusutan saat proses sintering. Suhu efektif sintering adalah
sekitar 75% dari suhu titik leleh material atau bahan yang digunakan ( German,
1994).
Jika proses sintering terus berlanjut maka area kontak antara partikel
serbuk membesar karena adanya tekanan selama proses kompaksi dan partikel
serbuk mulai mengalami perubahan fase menjadi lebih lunak, dan ketika material
commit to user
sudah pada kondisi suhu ruang akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat.
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Disamping membentuk ikatan antar partikel, siklus sintering diharapkan dapat


menyeragamkan campuran serbuk dan mengurangi porositas. Proses sintering
berpengaruh besar dalam menentukan sifat produk, antara lain kekuatan produk,
kekerasan, keuletan, konduktifitas panas dan listrik.
Pada Gambar 2.6 diperlihatkan skema penyusutan pori-pori antar partikel
serbuk selama proses sintering. Pada kondisi awal adalah kondisi setelah
kompaksi, yaitu masih terdapat pori-pori antar partikel serbuk. Awal proses
sintering mulai terjadi pengikatan antar partikel serbuk sehingga pori-pori mulai
mengecil.

Gambar 2.6. Skema penyusutan pori selama proses sintering


(German, 1994).

Serbuk HDPE pada suhu 120°C sudah mulai melunak karena pada suhu
tersebut polimer sudah mendekati titik melting. Pelunakan serbuk polimer
mengakibatkan terjadinya ikatan antar serbuk polimer. Ikatan antar serbuk
polimer juga dipengaruhi oleh kompaksi yang diberikan. Kompaksi yang
diberikan bersamaan dengan proses sintering akan memperbesar ikatan antar
serbuk polimer. Bertambahnya ikatan antar partikel serbuk polimer akan
menurunkan besarnya pori (Yonanta, 2008).

2.5 Pencampuran Serbuk (mixing)


Pencampuran serbuk dilakukan untuk menghasilkan distribusi komposisi
material dan ukuran serbuk yang seragam. Proses ini juga berguna untuk
menyeragamkan distribusi ukuran serbuk sebelum kompaksi, karena pada saat
penyimpanan atau proses transportasi bisa mengalami getaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

memungkinkan terjadinya segregasi. Segregasi dapat terjadi karena perbedaan


bentuk, densitas, dan ukuran partikel serbuk.
Terdapat tiga mekanisme pencampuran serbuk yaitu difusi, konveksi, dan
geser. Mekanisme difusi yaitu pencampuran yang terjadi karena pergerakan
partikel serbuk masuk ke partikel serbuk yang lain. Mekanisme konveksi yaitu
percampuran dengan perpindahan sekumpulan serbuk ke tempat yang lain.
Sedangkan mekanisme geser yaitu pergeseran serbuk karena perputaran plat
tegak. Ketiga mekanisme tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7

Gambar 2.7. Mekanisme pencampuran serbuk


(German, 1994)

Menurut German, 1994, pencampuran serbuk yang optimal, yaitu serbuk


dapat tercampur dengan baik, tergantung pada jumlah serbuk di dalam tabung dan
kecepatan putar tabung. Untuk mendapatkan campuran yang optimal saat
dilakukan transportasi perbandingan yang ideal antara dua ukuran partikel adalah
7 : 1, sedangkan untuk tiga ukuran partikel yang berbeda perbandingan yang ideal
adalah 49 : 7 : 1. Volume pencampuran serbuk yang optimal adalah antara 20-
40% dari volume tabung. Sedangkan untuk kecepatan putar tabung untuk
menghasilkan campuran yang optimum dapat dihitung dari persamaan berikut:
(German, 1994)
42,3
Nc = ………………………………………...………… (2.6)
d
dimana: Nc = kecepatan putar pada kondisi kritis (RPM)
d = diameter tabung (meter)
Untuk mendapatkan kecepatan putar yang optimum adalah sekitar 75%
dari kecepatan putar kritis (Nc). Secara teoritis densitas campuran serbuk dapat
dirumuskan sebagai berikut: (German, 1994)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

rT =
WT
=
(WA + WB ) .........................................................(2.7)
VT [(WA r A ) + (WB r B )]

dimana: ρT = densitas campuran serbuk (g/cm2)


WT = massa total (g)
VT = volume total (cm2)
WA = massa serbuk A (g)
WB = massa serbuk B (g)
ρA = densitas serbuk A (g/cm2)
ρB = densitas serbuk B (g/cm2)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

3.2 Bahan Penelitian


Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:
a. HDPE
Diperoleh dari Vinila Plastik, jl. Makamhaji, Gawok, Baki, Sukoharjo.
b. Ranting pohon
Diperoleh dari sampah-sampah ranting pohon di sekitar kampus UNS.
c. Daun
Diperoleh dari sampah-sampah daun di sekitar kampus UNS.

(a) (b)

(c)
Gambar 3.1 Bahan penelitian : (a) HDPE; (b) Ranting; (c) Daun

commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

3.3 Alat Bantu Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian dan pengambilan data antara lain
adalah :
a. Satu set alat pres
b. Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa dan selanjutnya untuk
menentukan fraksi berat komposit.
c. Mesh (saringan)
Mesh digunakan untuk mendapatkan ukuran HDPE dan ranting pohon setelah
di crushing. Mesh yang digunakan adalah mesh ukuran 6, 10, 30, dan 40.
d. Moisture wood meter
Alat Moisture Wood Meter digunakan untuk mengetahui kadar air spesimen
uji.
e. Termometer digital
Termometer digital digunakan untuk mengetahui suhu pada saat dilakukan
pembuatan sesimen maupun pada saat perlakuan spesimen.
f. Crusher (Pemecah/Penggiling)
Crusher digunakan untuk menggiling HDPE, ranting dan daun sebelum
disaring menggunakan mesh.
g. Jangka sorong
Untuk mengukur dimensi spesimen.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 3.2 Alat Bantu Penelitian : (a) Alat pres; (b) Timbangan digital; (c) Mesh;
(d) Moisture Wood Meter; (e) Termometer digital; (f) Crusher
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

3.4 Alat Pengujian


a. Universal Testing Machine (UTM)
Alat ini digunakan untuk pengujian bending dan geser tekan pada
spesimen komposit.
b. Impak Izod
Alat ini digunakan untuk pengujian impak pada spesimen komposit.
c. Scanning Electron Micrograph (SEM)
Alat ini digunakan untuk mengambil gambar mikro spesimen uji bending.
Pengujian foto SEM dilakukan di Institut Teknologi Bandung (ITB),
Bandung, Jawa Barat.

(a)

(b) (c)
Gambar 3.3 Alat Pengujian (a) UTM; (b) Impak izod; (c) Scanning Electron
Micrograph.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

3.5 Parameter
Dalam penelitian ini parameter yang dibuat tetap adalah:
a. Suhu sintering 120ºC.
b. Tekanan 8,7 kPa
c. Ukuran mesh bahan adalah:
· serbuk HDPE = mesh 30-40
· Sampah organik = mesh 6-10
d. Fraksi volum HDPE 0,3%
Parameter yang divariasi yaitu waktu sintering 5 menit, 10 menit, 15 menit
dan 20 menit.

3.6 Langkah Kerja Penelitian


a. Pengumpulan HDPE dan Sampah Organik
Proses penyiapan bahan dasar adalah dengan pengumpulan plastik jenis
HDPE yang berasal dari tempat penampungan sampah plastik. Sedangkan sampah
organik yang dipakai berasal dari lingkungan sekitar kampus UNS.
b. Penjemuran Bahan
Sampah organik dan HDPE kemudian dijemur disinar matahari. sampai
kadar air +10%.
c. Proses Crushing
Proses selanjutnya adalah pembuatan serbuk HDPE dan sampah organik
dengan proses penggilingan (crushing).
d. Proses Penyaringan
Pemilihan ukuran serbuk HDPE dilakukan dengan penyaringan memakai
ukuran mesh 30 dan mesh 40, sedangkan untuk sampah organik menggunakan
mesh 6 dan mesh 10.
e. Pencampuran Serbuk
Proses pencampuran serbuk dilakukan untuk menyeragamkan komposisi,
serta mengurangi segregasi yang biasa terjadi akibat adanya pergerakan atau
getaran pada serbuk. Pencampuran serbuk dilakukan dalam keadaan kering.
Komposisi campuran HDPE dengan sampah menggunakan fraksi volume HDPE
commitpencampuran
0,3%. Penggunaan fraksi volume dalam to user kedua serbuk tersebut untuk
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

memudahkan dalam memperkirakan banyaknya masing-masing bahan dalam


campuran. Pencampuran dilakukan dalam tabung silinder yang diputar dengan
kecepatan tertentu. Perhitungan untuk mengetahui kecepatan putar pencampuran
serbuk yang optimum dapat dilihat pada persamaan (2.6). Dengan volume total
serbuk di dalam tabung adalah 40% dari volume tabung.
f. Pembuatan Spesimen
Pembuatan komposit menggunakan metode pressured sintering. Variasi
waktu sintering yang digunakan adalah 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit.
Proses pressured sintering dilakukan pada suhu 120oC dengan tekanan 8,7 kPa
dan fraksi volum HDPE 0,3.
g. Tahap pengujian
Pengujian spesimen yang dilakukan adalah:
a. Pengujian kekuatan bending
Pengujian ini mengacu pada ASTM D1037.

242 8 76

Satuan : mm
Gambar 3.4. Dimensi spesimen bending

b. Pengujian kekuatan impak


Pengujian ini mengacu pada ASTM D5941.
10

80 4

Satuan : mm

Gambar 3.5.commit
Dimensi
to spesimen
user impak
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

c. Pengujian geser tekan


Pengujian ini mengacu pada ASTM D1037.

50.8
50.8 7

Satuan : mm

Gambar 3.6 Dimensi spesimen geser tekan

h. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya dapat dianalisa menggunakan
perhitungan besarnya kekuatan bending, kekuatan impak dan geser tekan dari
komposit HDPE – sampak organik. Data hasil pengujian selanjutnya dapat
disusun grafik hubungan antara variasi waktu sintering terhadap kekuatan
bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

i. Diagram Alir

Mulai

Sampah Organik HDPE

Penjemuran Sampah Organik Pencucian dan Penjemuran HDPE


(kadar Air +10%) (kadar Air +10%)

Proses crushing sampah Proses crushing HDPE

Penyaringan sampah Penyaringan HDPE


dengan mesh 6-10 dengan mesh 30-40

Mixing sampah dan HDPE pada N=


75rpm, fraksi volum HDPE= 0.3

Pembuatan Spesimen
Metode Pressured Sintering dengan P= 8,7 kPa, T= 120ºC,
variasi waktu sintering 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit

Pengujian
Bending (ASTM D1037), Impak (ASTM D5941),
Geser Tekan (ASTM D1037)

Pengolahan Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.7. Bagan tata cara penelitian

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL DAN ANALISA

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui


karakteristik komposit HDPE-sampah organik. Pengujian yang dilakukan antara
lain uji densitas, uji bending, uji impak, uji geser tekan dan pengamatan struktur
spesimen dengan foto SEM.

4.1 Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Densitas


Hasil pengujian densitas komposit HDPE-sampah oganik dengan variasi
waktu sintering 5, 10, 15 dan 20 menit dapat dilihat pada Gambar 4.1.
475

470
Densitas (kg/m3)

465

460

455

450
0 5 10 15 20 25

waktu sintering (menit)

Gambar 4.1 Pengaruh variasi waktu sintering terhadap densitas

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa densitas mengalami kenaikan seiring


dengan peningkatan waktu sintering. Nilai densitas komposit dari waktu sintering
5 menit sampai 20 menit meningkat sebesar 1,09%. Semakin meningkatnya waktu
sintering maka pergerakan partikel serbuk HDPE akan bergerak membentuk
ikatan pada batas partikel. Pori akan terisolasi dan batas partikel menyatu. Akibat
adanaya energi termal pada saat proses sintering mengakibatkan ikatan antara
serbuk HDPE akan semakin banyak. Banyaknya ikatan yang terjadi akan
menyebabkan volume pori pada komposit akan berkurang. Berkurangnya pori
akan menyebabkan nilai densitas yang lebih besar.
commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

4.2 Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Kekuatan Bending


Kekuatan bending komposit diuji dengan menggunakan metode three points
bending. Kekuatan ini mengindikasikan ketahanan material terhadap beban lentur.
Kekuatan bending suatu komposit sangat dipengaruhi oleh ikatan antar
partikelnya.
Pengaruh waktu sintering terhadap kekuatan lentur komposit HDPE-sampah
organik ditunjukkan pada gambar 4.2.

5
Kekuatan Bending (MPa)

0
0 5 10 15 20 25
Waktu Sintering (menit)

Gambar 4.2 Pengaruh variasi waktu sintering terhadap kekuatan bending

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kekuatan bending komposit HDPE-sampah


organik meningkat seiring dengan bertambahnya waktu sintering. Besarnya
kenaikan kekuatan bending komposit dari waktu 5 menit ke 20 menit adalah
61.50%. Penambahan waktu sintering menyebabkan transfer massa dari batas
butir atau daerah diantara serbuk menuju neck atau pori-pori meninggkat. Akibat
adanya transfer massa tersebut, jarak antara kedua butir serbuk akan mengecil
sehingga terjadi ikatan antar partikel. Semakin kuat ikatan antar partikel serbuk
akan meningkatkan besarnya ketahanan terhadap kekuatan bending.
Nilai kekuatan bending komposit juga dipegaruhi oleh ukuran pori-pori yang
terdapat pada komposit karena pori-pori merupakan tempat awal terjadinya
retakan (initial crack). Semakin meningkatnya waktu sintering maka area kontak
yang terjadi antara partikel serbuk akan semakin banyak. Serbuk HDPE akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

bergerak membentuk ikatan antar partikel sehingga ikatan antar partikel juga
semakin banyak. Semakin banyak ikatan yang terjadi maka nilai kekuatan bending
akan semakin meningkat.
Jika dikenai pembebanan, maka daerah ikatan antara partikel HDPE akan
mampu menahan beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan ranting dan daun.
Denagan adanya variasi waktu sintering, akan mempengaruhi ikatan yang terjadi
antara partikel HDPE. Pada variasi waktu 5 menit jumlah ikatan antar partikel
yang terbentuk lebih sedikit jika dibanding dengan waktu 20 menit. Sehingga
kemampuan untuk menahan beban bending lebih besar untuk variasi waktu 20
menit. Fakta ini terlihat pada pengamatan gambar 4.3 dan gambar 4.4 dimana
pada penampang patah bending spesimen terlihat patah pada ikatan yang terjadi
antar partikel.
Ikatan yang
terbentuk

Patah pada
batang

Patah pada
ikatan HDPE

Gambar 4.3 Pengamatan dengan menggunakan foto SEM pada komposit


HDPE-sampah organik variasi waktu sintering 5 menit

Ikatan yang
terbentuk

Patah pada
ikatan HDPE

Ikatan yang
terbentuk
Patah pada
batang

Gambar 4.4 Pengamatan dengan menggunakan


commit to user foto SEM pada komposit
HDPE-sampah organik variasi waktu sintering 20 menit.
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

4.3 Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Kekuatan Impak

10000
9000
8000
7000
6000
Impak (J/m2)

5000
4000
3000
2000
1000
0
0 5 10 15 20 25
Waktu Sintering (menit)

Gambar 4.5 Pengaruh variasi waktu sintering terhadap kekuatan impak

Pengaruh variasi waktu sintering terhadap kekuatan impak komposit HDPE-


sampah organik ditunjukkan pada gambar 4.5. Penambahan waktu sintering akan
menyebabkan serbuk HDPE bergerak untuk membentuk ikatan antar partikel.
Sifat HDPE yang mengalami pelunakan atau pelelehan jika diberi penambahan
suhu, sehingga serbuk HDPE a k a n m e n g i k a t s a m p a h m e m b e n t u k
i k a t a n a n t a r p a r t i k e l . S e m a k i n m e n i n g k a t n ya w a k t u s i n t e r i n g ,
m a k a i k a t a n ya n g t e r j a d i j u g a a k a n s e m a k i n b a n ya k . Semakin
banyak ikatan yang terbentuk maka kekuatan impak akan semakin besar. Pada
variasi waktu sintering 5 menit nilai kekuatan impaknya 3489,19 J/m2, dan terus
naik sampai waktu sintering 20 menit dengan nilai kekuatan impak 7307,47 J/m2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

4.4 Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Kekuatan Geser Tekan

1
0.9
0.8
0.7
Kekuatan Geser (Pa)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25
Waktu Sintering (menit)

Gambar 4.6 Pengaruh variasi waktu sintering terhadap kekuatan geser tekan

Gambar 4.6 dapat dilihat kekuatan geser tekan semakin meningkat dengan
penambahan waktu sintering. Semakin meningkatnya waktu sintering, maka
luasan ikatan area batas butir HDPE dan sampah organik yang terjadi juga
semakin besar. Semakin besar luasan ikatan HDPE dan sampah organik maka
volume pori-pori pada komposit akan semakin mengecil, sehingga kekuatan
spesimen untuk menahan gaya akan samakin meningkat.
Peningkatan kekuatan geser tekan pada variasi waktu 5 hingga 10 menit
sebesar 25,14%. Peningkatan kekuatan geser tekan pada variasi waktu 10 hingga
15 menit sebesar 28,77%. Sedangkan peningkatan kekuatan geser tekan pada
variasi waktu 15 hingga 20 menit sebesar 12,22%.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa data, maka dapat
disimpulkan bahwa peningkatan waktu sintering dari 5 menit sampai dengan 20
menit akan meningkatkan ikatan antar partikel serbuk. Energi termal yang timbul
pada proses sintering akan menyebabkan serbuk HDPE akan bergerak. Serbuk
HDPE akan bergerak membentuk ikatan antara serbuk HDPE yang lain. Sampah
organik yang berfungsi sebagai filler terjebak diantara ikatan antar partikel HDPE.
Semakin meningkatnya ikatan antar partikel serbuk maka akan meningkatkan
kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan berturut-turut
sebesar 61,50%; 109,43% dan 80,84%.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai variasi waktu
terhadap karakteristik komposit HDPE-Sampah organik dengan metode
sintering, penulis menyarankan :
a. Pengamatan pada patah bending menggunakan TEM untuk lebih jelas
melihat struktur, bahan dan ikatan yang terjadi pada komposit.
b. Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh ukuran serbuk terhadap kekuatan
fisik dan mekanik komposit HDPE-Sampah organik.

commit to user

29

Anda mungkin juga menyukai