OLEH :
INDRASARI WIDYASTUTI
201510461011049
NIM : 201510461011049
Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners.
(Indrasari Widyastuti)
Mengetahui,
( ) ( )
A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
(Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi
melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru
–paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih
lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh
pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu.
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks /
pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang
timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding
dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
E. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang
sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung
90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-
paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1. Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan ).
H. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi
subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau
dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan
pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa
tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding
dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH
>7,45) pada tahap dini.
c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari (IWL).
5) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
DAFTAR PUSTAKA
Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning,Second
Edition, Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994
Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC