Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)”


DI RUANG EDELWEIS
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
KABUPATEN BLITAR

OLEH :

INDRASARI WIDYASTUTI

201510461011049

PROGRAM PENDIDIDKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan di ruang EDELWEISS Rumah Sakit Ngadi Waluyo
Wlingi Blitar yang disusun oleh :

Nama : Indrasari Widyastuti

NIM : 201510461011049

Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners.

Wlingi, April 2016

Mahasiswa (Ners Muda)

(Indrasari Widyastuti)

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
(Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai.

B. Anatomi Fisiologi Paru


Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa
sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-
masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar
serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk
konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga
pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk
ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat
hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf
ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar
dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3
lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh
fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan
kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini
terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai
jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga.
Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru
lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah ke
paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan
meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini
mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan
kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas.
Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan
glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya
sudah terganggu.

Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi
melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru
–paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih
lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh
pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu.

C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks /
pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.

D. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang
timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding
dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:


a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat

E. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang
sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung
90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-
paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).

F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1. Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan ).

H. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi
subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau
dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan
pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:

a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa
tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding
dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH
>7,45) pada tahap dini.
c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari (IWL).
5) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
DAFTAR PUSTAKA

Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning,Second
Edition, Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC

Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC

Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.FKUI : Jakarta.


c. Intervensi Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Gangguan pertukaran gas NOC : Airway Management
Definisi : Kelebihan atau
 Respiratory Status : Gas exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
kekurangan dalam oksigenasi  Respiratory Status : ventilation
jaw thrust bila perlu
 Vital Sign Status
dan atau pengeluaran 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Kriteria Hasil :
karbondioksida di dalam ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
membran kapiler alveoli 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
Batasan karakteristik : jalan nafas buatan
 pH darah arteri abnormal dan oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
 pH arteri abnormal 1 2 3 4 (5) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 pernafasan abnormal (mis: 2. Memelihara kebersihan paru paru 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1 2 3 4 (5) 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
kecepatan, irama, 3. Bebas dari tanda tanda distress pernafasan
1 2 3 4 (5) tambahan
kedalaman)
4. Mendemonstrasikan batuk efektif 8. Lakukan suction pada mayo
 warna kulit abnormal
1 2 3 4 (5) 9. Berikan bronkodilator bial perlu
(pucat, kehitaman) 5. Suara nafas bersih 10. Berikan pelembab udara
 konfusi 1 2 3 4 (5) 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Sianosis 6. Tidak ada sianosis keseimbangan.
 Penurunan CO2 1 2 3 4 (5) 12. Monitor respirasi dan status O2
 Diaphoresis 7. Tidak ada dyspneu
 Dispnea 1 2 3 4 (5) Respiratory Monitoring
 Sakit kepala saat bangun 8. Mampu mengeluarkan sputum 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
 Hiperkapnea 1 2 3 4 (5)
 Hipoksemia 9. Mampu bernafas dengan mudah respirasi
 Hipoksia 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Iritabilitas 1 2 3 4 (5) penggunaan otot tambahan, retraksi otot
 Napas cuping hidung 10. Tidak ada pursed lips
supraclavicular dan intercostal
 Gelisah 1 2 3 4 (5)
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Samnolen 11. Tanda tanda vital dalam rentang normal
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 Takikardi 1 2 3 4 (5)
 Gangguan pengelihatan kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Faktor faktor yang 5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
berhubungan :
 ketidakseimbangan perfusi paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
ventilasi
 perubahan membran tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
kapiler-alveolar
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC Airway suction


nafas
Definisi : ketidakmampuan  Respiratory status : ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi  Respiratory status : airway patency 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
Kriteria Hasil : suctioning
atau obstruksi dari saluran 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Informasikan pada klien dan keluarga tenang
pernafasan untuk suara nafas yang bersih suctioning
mempertahankan kebersihan 4. Minta klien napas dalam sebelum suction
jalan nafas. 1 2 3 4 (5) dilakukan
Batasan karakterisik : 2. Tidak ada sianosis 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Tidak ada batuk 1 2 3 4 (5) memfasilitasi suction nasotrakeal
 Suara napas tambahan 3. Tidak ada dyspneu 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
 Perubahan frekuensi napas 1 2 3 4 (5) tindakan
 Perubahan irama napas 4. Mampu mengeluarkan sputum 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
 Sianosis 1 2 3 4 (5) setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
 Kesulitan berbicara atau 5. Mampu bernapas dengan mudah 8. Monitor status oksigen pasien
mengeluarkan suara 1 2 3 4 (5) 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
 Penurunan bunyi napas 6. Tidak ada pursed lips suction
 Dispneu 1 2 3 4 (5) 10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
 Sputum dalam jumlah yang 7. Menunjukkan jalan nafas yang paten pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
berlebihan 1 2 3 4 (5) saturasi O2, dll
 Batuk yang tidak efektif 8. Klien tidak merasa tercekik
 Orthopneu 1 2 3 4 (5) Airway Management
 Gelisah 9. Irama nafas dbn 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
 Mata terbuka lebar 1 2 3 4 (5) jaw thrust bila perlu
10. Frekuensi pernapasan dbn 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Faktor-faktor yang berhubungan 1 2 3 4 (5) ventilasi
: 11. Tidak ada suara napas abnormal 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 Lingkungan : 1 2 3 4 (5) jalan nafas buatan
- perokok pasif 12. Mampu mengidentifikasikan dan 4. Pasang mayo bila perlu
- mengisap asap mecegah faktor yang dapat menghambat 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- merokok jalan napas 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Obstruksi jalan napas 1 2 3 4 (5) 7. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
- spasme jalan napas tambahan
- mokus dalam jumlah 8. Lakukan suction pada mayo
berlebihan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
- eksudat dalam jalan 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
alveoli lembab
- materi asing dalam jalan 11. Atur inake untuk cairan mengopimalkan
napas keseimbangan
- adanya jalan napas 12. Monitor respirasi dan status O2
buatan
- sekresi bertahan/sisa
sekresi
- sekresi dalam ronchi
 Fisiologis :
- Jalan napas alergik
- Asma
- Penyakit paru obstruktif
kronik
- Hiperplasi dinding
bronkial
- Infeksi
- Disfungsi
neuromuskular

Keidakefektifan pola napas

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Keidakefektifan pola napas NOC Airway Management
Definisi: inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak member  Respiratory status : ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
 Respiratory status : Airway patency
ventilasi. jaw thrust bila perlu
 Vital sign status
Batasan karakteristik: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Kriteria hasil :
 Perubahan kedalaman 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
pernapasan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 Perubahan ekskursi dada suara napas yang bersih jalan nafas buatan
 Mengambil posisi tiga titik 1 2 3 4 (5) 4. Pasang mayo bila perlu
 Bradipneu 2. Tidak ada sianosis 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Penurunan tekanan ekspirasi 1 2 3 4 (5) 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Penurunan ventilasi semenit 3. Tidak ada dispneu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Penurunan kapasitas vital 1 2 3 4 (5)
tambahan
 Dipneu 4. Mampu mengeluarkan sputum
8. Lakukan suction pada mayo
 Peningkatan diameter 1 2 3 4 (5)
9. Berikan bronkodilator bila perlu
5. Mampu bernapas dengan mudah
anterior-posterior 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
1 2 3 4 (5)
 Pernapasan cuping hidung
6. Tidak ada pursed lips lembab
 Ortopneu
1 2 3 4 (5) 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Fase ekspirasi memanjang
7. Menunjukkan jalan napas yang paten
 Pernapasan bibir keseimbangan
 Takipneu (klien tidak merasa tercekik) 12. Monitor respirasi dan status O2
 Penggunaan otot aksesorius 1 2 3 4 (5) Oksigen Therapy
8. Irama nafas normal 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
untuk bernapas
1 2 3 4 (5) 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
Faktor yang berhubungan :
9. Frekuensi pernapasan dalam rentang 3. Atur peralatan oksigenasi
 Ansietas
4. Monitor aliran oksigen
 Posisi tubuh normal
5. Pertahankan posisi pasien
 Deformitas tulang 1 2 3 4 (5)
6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
 Deformitas dinding dada 10. Tidak ada suara nafas abnormal
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Keletihan 1 2 3 4 (5)
 Hiperventilasi 11. Tanda-tanda vital dalam rentang normal oksigenasi
 Sindrom hipoventilasi 1 2 3 4 (5) Vital Sign Monitoring
 Gangguan muskuloskeletal 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Kerusakan neurologis 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Imaturitas neurologis 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
 Disfungsi neuromuskular
berdiri
 Obesitas
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
 Nyeri bandingkan
 Keletihan otot pernapasan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
cedera medula spinalis setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Anda mungkin juga menyukai