Analisis Morfologi (: Analisis Morfologi Bentuk Pasif Bahasa Jawa Banyumas, Siti Maryam 2016)
Analisis Morfologi (: Analisis Morfologi Bentuk Pasif Bahasa Jawa Banyumas, Siti Maryam 2016)
REVIEW
MK : MORFOLOGI
BAHASA INDOESIA
PRODI S1 PBSI-FBS
Skor Nilai:
ANALISIS MORFOLOGI
(Analisis Morfologi Bentuk Pasif Bahasa Jawa Banyumas, Siti Maryam 2016 )
Setelah membaca dan memahami kedua jurnal ini saya menjadi mengetahui
bahwa morfologi sangatlah penting bagi kehidupan kita dimana dengan proses
morfologi kita banyak terbantu khususnya dalam pemakaian kata. Berdasarkan uraian di
atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari perspektif morfologi derivasi dan
infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik verba dasar maupun verba
turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan seperti perjalanan,
perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan, permintaan,
percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina instrumen
perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti perguruan,
pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan, perpecahan,
pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan, perkebunan,
perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan, persoalan,
percontohan, perekonomian.
Bahasa di seluruh dunia berbedabeda maksud dan penggunaannya. Sehubungan dengan
hal ini, bahasa digunakan baik untuk menyampaikan maksud, keinginan, maupun perasaannya.
Pada zaman dahulu, bahasa hanya merupakan bagian dari ilmu budaya dan kajian filsafat.
Tetapi, pada awal abad ke-20, kajian bahasa atau yang sekarang kita kenal dengan kajian
linguistik mulai populer dipelajari oleh beberapa generasi muda dan ahli. Dalam ilmu kajian
linguistik, terdapat beberapa macam bidang kajian bentuk seperti fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
Morfologi menjadi cakupan kajian yang cukup menarik dalam linguistik, karena
morfologi merupakan tingkat lanjutan dari sintaksis itu sendiri. Sebelum merucut ke dalam
wilayah bahasa kajian, alangkah baiknya mengetahui dahulu pengertian dari morfologi itu
sendiri.
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya kepada setiap manusia. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical
Journal Review (CJR) dengan Jurnal utama berjudul “Analisis Morfologi Bentuk Pasif
Bahasa Jawa Banyumas” karya Siti Maryam dan jurnal pembanding yaitu “Afiks
Derivasi Per-/-An dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Morfologi Derivasi
CJR ini saya kerjakan demi memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah
Dalam penulisan CJR ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
untuk penulisan CJR ini saya mengucapkan terima kasih kepada: kedua orang tua saya
dan dosen pengampu mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia yaitu bapak Drs.
Basyaruddin, M.Pd
Saya mengharap kritik dan saran untuk membantu memperbaiki tugas CJR saya
agar lebih baik lagi. Akhir kata saya mengucapkan selamat membaca dan semoga
Penyusun
Daftar Isi:
A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Rekomendasi ...............................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
C. Manfaat CJR
Menambah wawasan tentang disiplin ilmu.
Mengetahui tujuan morfologi.
Mengetahui konsep dan penerapan morfologi.
D. Identitas jurnal
Jurnal 1
Banyumas
7. ISSN : 2502-5864 73
Jurnal 2
Infleksi
A. Pendahuluan
B. Deskripsi Isi
Pada jurnal yang utama yang di review membahas tentang bagaimana morfologi
bahasa Jawa Banyumas umumnya memiliki kemiripan dengan Jawa Sentral. Persebaran wilayah
bahasa Banyumas itu sendiri di daerah barat berbatasan dengan Tasikmalaya (bahasa Sunda) dan
Yogyakarta di daerah timur. Bahasa Banyumas, di satu sisi menyerap unsur bahasa Jawa standar
dan di sisi lain tetap memiliki ciri khas bahasa Sunda. Dengan kata lain, bahasa Jawa Banyumas
mengalami perbedaan dengan Bahasa Jawa standar dikarenakan adanya pengaruh dari bahasa
sunda ke dalam bahasa Jawa standar. Perbedaan ini sebenarnya mengacu dalam beberapa aspek
linguistik yaitu fonologis, sintaksis, morfologis, dan semantik. Akan tetapi, perubahan yang
cukup terlihat terdapat pada proses morfologis, seperti dalam proses afiksasi pada prefiks
penanda pasif. Berikut penjelasan mengenai proses morfologis afiksasi bahasa Jawa Banyumas
tersebut.
Bahasa Jawa Banyumas prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Namun demikian, fokus
pembahasan hanya akan tertuju pada prefiks penanda pasif. Dalam bahasa Jawa Banyumas
terdapat tiga penanda pasif yaitu /tek-/, /kok-/, dan /di-/. Penanda pasif ini seringnya dalam tata
bahasa Jawa dikenal dengan nama tripurusa. Kalimat pasif penanda persona pertama ditandai
oleh prefiks /tek-/. Kemudian, kalimat pasif penanda persona kedua ditandai dengan prefiks
/kok-/, sedangkan prefiks /di-/ sebagai penanda pasif persona ketiga. Ketiga penanda pasif ini
memiliki kadar kepasifan yang tinggi.
a. Prefiks /tek-/ 1) Bukune wis tekwaca mau mbengi. (pasif) “bukunya sudah saya baca
semalam” Penanda prefiks pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang
menunjukan penanda persona pertama (saya).
2) Duite Kardi wis tekcolong. (pasif) “uangnya Kardi sudah saya curi”. Penanda prefiks pada
contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama (saya).
3) Wit gedhange wis tektegor. (pasif) “pohon pisangnya sudah saya tebang” Penanda prefiks
pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama
(saya).
Berdasarkan Kategori Kata pada Bentuk Dasarnya Dalam bahasa Jawa Banyumas prefiks
/tek-/, /kok-/ dan /di-/ dapat bergabung dengan konstituen pusat berkategori verba, nomina,
adjektiva, dan numeralia. a. Bentuk Dasar Konstituen Pusat berkategori Verba Semua bentuk
dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/. Selebihnya, untuk
memahami pernyataan tersebut, berikut contoh dan penjelasannya.
Lawange arep tekbukak “pintunya akan saya buka” Lawange arep kokbukak? “pintunya akan
kamu buka?” Lawange arep dibukak “pintunya akan dibuka”
Contoh di atas membuktikan bahwa bentuk dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan
prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.
SIMPULAN
Pada pembahasan afiksasi dalam bahasa Jawa Banyumas memang tidak ada habisnya dan
sangat menarik. Banyak sekali bentuk afiksasi dan salah satu contoh bentuknya adalah prefiks
penanda pasif. Prefiks dalam bahasa ini ada tiga yaitu /tek/, /kok-/, dan /di-/. Ketiga prefiks ini
seringkali dipergunakan dalam percakapan sehari-hari dalam tataran Jawa Banyumas. Jika
ditelaah dari kadar kepasifannya dapat dilakukan dengan melakukan perimbangan dalam kalimat
aktifnya. Pengadaran tersebut berupa perimbangan dengan kalimat aktif bentuk nasal /N/ dan
imperatif /-en/. Dalam bahasa Jawa Banyumas, ketika pada suatu kata terdapat prefiks /tek-/ pasti
dapat diganti atau diberi prefiks /kok-/ dan /di-/, sedangkan jika tidak bisa menggunakan prefiks
/tek-/ maka kata tersebut tidak akan bisa menggunakan kedua prefiks pasif lainnya. Selain itu,
jika dilihat dari kategori konstituen pusat bentuk dasarnya, bahasa Jawa Banyumas dibagi
menjadi empat konstituen pusat bentuk dasar yaitu verba, nomina, ajektiva, dan numeralia.
Jurnal 2
PENDAHULUAN
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Alwi, et al. (1998:128) menyatakan
bahwa afiks per-/-an umumnya diturunkan dari verba taktransitif (verba perbuatan) yang
berawalan ber- seperti perjanjian <-- berjanji, pergerakan <-- bergerak, perjalanan <-- berjalan,
pertemuan <-- bertemu, perpindahan <-- berpindah. Namun kenyataan, afiks per-/-an ini juga
diturunkan dari verba transitif (verba tindakan) seperti pada verba percobaan <-- mencoba bukan
dari *bercoba dalam kalimat Amerika Serikat setuju untuk menghentikan percobaan senjata
nuklir.
Afiks per-/-an pada verba percobaan diturunkan dari verba tindakan mencoba.
Sebagaimana lazimnya, verba tindakan umumnya menurunkan N menggunakan afiks peN-/-an
seperti mencari, memungut, memukul, mengambil, menarik yang menurunkan N pencarian,
pemungutan, pemukulan, pengambilan, penarikan. Berdasarkan contoh ini, seharusnya verba
tindakan mencoba menurunkan N pencobaan dengan afiks peN-/-an, tetapi kenyataanya
menurunkan N percobaan dengan afiks per-/-an.
Permasalahan afiks per-/-an seperti dijelaskan di atas perlu dikaji dari perspektif
morfologi derivasi dan infleksi. Permasalahan morfologis yang pada umumnya dapat diamati
dalam penurunan kata adalah selalu terdapat penurunan kata yang mengubah identitas leksikal
(proses derivasi) dan penurunan kata yang tidak mengubah identitas leksikal (proses infleksi).
Morfologi derivasi adalah proses pengubahan bentuk kata yang juga mengubah identitas,
sedangkan morfologi infleksi adalah proses pengubahan bentuk kata yang tidak mengubah
identitas.
Untuk memahami proses derivasi dan infleksi tersebut, nomina turunan dioposisikan
dengan D atau base. Dasar (D) adalah unit lingual yang diimbuhi oleh afiks derivasi dan atau
afiks infleksi dalam konteks morfologi derivasi dan infleksi (Katamba, 1993:45), dan sama
dengan istilah ‘bentuk dasar’ yang digunakan Ramlan (1987:49) yakni satuan lingual, baik
tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (bentuk
turunan) seperti pakaian diturunkan dari (bentuk) D pakai, dan berpakaian diturunkan dari
(bentuk) D pakaian.
Selain itu, dalam bahasa tertentu terdapat pula kategori infleksi dari segi ragam bahasa.
Kategori infleksi ini dilihat berdasarkan pragmatik (kontekstual). Kiefer (2001:274)
mengemukakan dalam bahasa Hungaria, pemilihan sufiks infleksi mempunyai konsekuensi
stilistik. Makna stilistik sufiks berada dalam rentangan ragam tidak formal ke ragam formal.
Selain itu, Boiij (2005:109) juga mengemukakan dalam bahasa Jerman, adjektiva atributif
mempunyai dua pola infleksi kontekstual yang secara tradisional disebut: (1) infleksi lemah
(weak inflection) yakni telah memiliki “definite article’ dan infleksi kuat (strong inflection)
yakni yang simpel/sederhana. Infleksi lemah adalah bentuk yang kurang formal (tidak formal),
sedangkan infleksi kuat adalah bentuk yang formal secara kontekstual.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa masalah afiks derivasi per-/-an pada nomina
turunan BI perlu dikaji. Pada artikel ini, teori morfologi derivasi dan infleksi digunakan untuk
menjelaskan afiks derivasi per-/-an pada nomina turunan BI. Artikel ini bertujuan untuk
mengungkapkan proses afiksasi menggunakan afiks derivasi per-/-an pada nomina turunan BI
berdasarkan teori morfologi derivasi dan infleksi.
PEMBAHASAN
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V (baik verba
dasar maupun verba turunan) dan N dapat menurunkan (1) N perbuatan, (2) N tindakan, (3) N
instrumen tindakan, (4) N instrumen perbuatan, (5) N lokatif perbuatan, (6) N proses, (7) N
kolektif, (8) N abstrak. Penjelasan proses derivasi tersebut dijelaskan berikut ini. Proses
Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Perbuatan Proses derivasi yang berupa
pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan ternyata menurunkan N perbuatan. Proses
derivasi ini merupakan nominalisasi perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut
ini. per-/-an + V perbuatan --> N perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini
disebut dengan proses derivasi transposisional. Afiks derivasi per-/-an yang menurunkan N
perbuatan dari V perbuatan (baik V dasar maupun V turunan) adalah seperti berikut.
1. Rasa lelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Yogjakarta.
2. Kita harus menghindar dari perbuatan tercela.
3. Perkemahan dilaksanakan minggu depan.
4. Perlariannya terkenal sanagt cepat.
5. Perseteruan mereka telah terjadi sejak lama.
6. Perkelahian itu terjadi seminggu yang lalu.
7. Obama membantah spekulasi bahwa dia akan mengungkapkan inisiatif perdamaian baru.
8. Perkataan orang itu sangat menyinggung perasaanku.
9. Perdagangan lukisan berkibar lancar.
10. Perjuangan Kalla memperebutkan kursi RI-1 masih panjang dan berliku.
11. Tiga ribu orang berhasil keluar dari medan pertempuran.
Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N Tindakan
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan juga
menurunkan N tindakan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi tindakan. Hal ini
dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N tindakan Karena
mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari
perspektif morfologi derivasi dan infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik
verba dasar maupun verba turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan
seperti perjalanan, perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan,
permintaan, percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina
instrumen perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti
perguruan, pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan,
perpecahan, pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan,
perkebunan, perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan,
persoalan, percontohan, perekonomian.
BAB III. PEMBAHASAN
A. Pembahasan Isi Jurnal
Jurnal 1
Pada jurnal yang utama yang di review membahas tentang bagaimana morfologi
bahasa Jawa Banyumas umumnya memiliki kemiripan dengan Jawa Sentral. Persebaran wilayah
bahasa Banyumas itu sendiri di daerah barat berbatasan dengan Tasikmalaya (bahasa Sunda) dan
Yogyakarta di daerah timur. Bahasa Banyumas, di satu sisi menyerap unsur bahasa Jawa standar
dan di sisi lain tetap memiliki ciri khas bahasa Sunda. Dengan kata lain, bahasa Jawa Banyumas
mengalami perbedaan dengan Bahasa Jawa standar dikarenakan adanya pengaruh dari bahasa
sunda ke dalam bahasa Jawa standar. Perbedaan ini sebenarnya mengacu dalam beberapa aspek
linguistik yaitu fonologis, sintaksis, morfologis, dan semantik. Akan tetapi, perubahan yang
cukup terlihat terdapat pada proses morfologis, seperti dalam proses afiksasi pada prefiks
penanda pasif. Berikut penjelasan mengenai proses morfologis afiksasi bahasa Jawa Banyumas
tersebut.
Bahasa Jawa Banyumas prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Namun demikian, fokus
pembahasan hanya akan tertuju pada prefiks penanda pasif. Dalam bahasa Jawa Banyumas
terdapat tiga penanda pasif yaitu /tek-/, /kok-/, dan /di-/. Penanda pasif ini seringnya dalam tata
bahasa Jawa dikenal dengan nama tripurusa. Kalimat pasif penanda persona pertama ditandai
oleh prefiks /tek-/. Kemudian, kalimat pasif penanda persona kedua ditandai dengan prefiks
/kok-/, sedangkan prefiks /di-/ sebagai penanda pasif persona ketiga. Ketiga penanda pasif ini
memiliki kadar kepasifan yang tinggi.
a. Prefiks /tek-/ 1) Bukune wis tekwaca mau mbengi. (pasif) “bukunya sudah saya baca
semalam” Penanda prefiks pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang
menunjukan penanda persona pertama (saya).
2) Duite Kardi wis tekcolong. (pasif) “uangnya Kardi sudah saya curi”. Penanda prefiks pada
contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama (saya).
3) Wit gedhange wis tektegor. (pasif) “pohon pisangnya sudah saya tebang” Penanda prefiks
pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama
(saya).
Berdasarkan Kategori Kata pada Bentuk Dasarnya Dalam bahasa Jawa Banyumas prefiks /tek-/,
/kok-/ dan /di-/ dapat bergabung dengan konstituen pusat berkategori verba, nomina, adjektiva,
dan numeralia. a. Bentuk Dasar Konstituen Pusat berkategori Verba Semua bentuk dasar
konstituen pusat dapat bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/. Selebihnya, untuk
memahami pernyataan tersebut, berikut contoh dan penjelasannya.
Lawange arep tekbukak “pintunya akan saya buka” Lawange arep kokbukak? “pintunya akan
kamu buka?” Lawange arep dibukak “pintunya akan dibuka”
Contoh di atas membuktikan bahwa bentuk dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan
prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.
Jurnal 2
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V (baik verba
dasar maupun verba turunan) dan N dapat menurunkan (1) N perbuatan, (2) N tindakan, (3) N
instrumen tindakan, (4) N instrumen perbuatan, (5) N lokatif perbuatan, (6) N proses, (7) N
kolektif, (8) N abstrak. Penjelasan proses derivasi tersebut dijelaskan berikut ini. Proses
Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Perbuatan Proses derivasi yang berupa
pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan ternyata menurunkan N perbuatan. Proses
derivasi ini merupakan nominalisasi perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut
ini. per-/-an + V perbuatan --> N perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini
disebut dengan proses derivasi transposisional. Afiks derivasi per-/-an yang menurunkan N
perbuatan dari V perbuatan (baik V dasar maupun V turunan) adalah seperti berikut.
1. Rasa lelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Yogjakarta.
2. Kita harus menghindar dari perbuatan tercela.
3. Perkemahan dilaksanakan minggu depan.
4. Perlariannya terkenal sanagt cepat.
5. Perseteruan mereka telah terjadi sejak lama.
6. Perkelahian itu terjadi seminggu yang lalu.
7. Obama membantah spekulasi bahwa dia akan mengungkapkan inisiatif perdamaian baru.
8. Perkataan orang itu sangat menyinggung perasaanku.
9. Perdagangan lukisan berkibar lancar.
10. Perjuangan Kalla memperebutkan kursi RI-1 masih panjang dan berliku.
11. Tiga ribu orang berhasil keluar dari medan pertempuran.
Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N Tindakan
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan juga
menurunkan N tindakan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi tindakan. Hal ini
dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N tindakan Karena
mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.
1. Menurut paham saya tentang penampilan jurnal utama yang di review memiliki
kelebihan yaitu aspek ruang lingkup pembahasan yang sangat padat jelas dan
terperinci sebab menjelaskan bagian bagian terpenting morfologi dimana
kajiannya merangkap kepada bahasa daerah.
2. Menurut paham saya pada jurnal pembanding memiliki ruang lingkup
penjelasan yang jelas namun tidak begitu sejelas dengan jurnal utama yang
direview, penjelasan pada pada jurnal pembanding pertama karena tidak
langsung mengarah kepada bahasa daerah.
3. Menurut paham saya pada jurnal pembanding kedua mamiliki ruang lingkup
penjelasan dalam kajian morfologi.
Kekurangan Jurnal
1. Pada jurnal pertama kekurangan jurnal hanya pada penggunaan kata yang
tidak tepat atau pemilihan kata yang tidak sesuai sehingga dengan membaca
cepat tidak dapat langsung menemukan isi dan maksudnya.
2. Pada jurnal pembanding pertama kekurangan pada penulisan dan penggunaan
tanda baca yang kurang diperhatikan sehingga tidak efektif untuk penggunaan
kata pada jurnal sudah bagus namun lebih pada penulisan.
3. Pada jurnal pembanding kedua kekurangn pada penggunaan tanda baca yang
harusnya titik menjadi koma. Dan pada ruang lingkup pembahasannya yang
kurang pada pada materi
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Morfologi sangatlah penting bagi kehidupan kita dimana dengan proses
morfologi kita banyak terbantu khususnya dalam pemakaian kata. Berdasarkan uraian di
atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari perspektif morfologi derivasi dan
infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik verba dasar maupun verba
turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan seperti perjalanan,
perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan, permintaan,
percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina instrumen
perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti perguruan,
pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan, perpecahan,
pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan, perkebunan,
perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan, persoalan,
percontohan, perekonomian.
B. Rekomendasi
Dalam melakukan Critical Journal Review penulis seharus berkonsentrasi dalam
membuat jurnal yang akan ditulis. Dalam Critical Journal Review penulis harus
mempunyai keahlian dalam, menyimak, membaca, berbicara dan menulis, sehingga
tidak menimbulkan salah paham dan mengandung pengertian yang salah.