Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JOURNAL

REVIEW
MK : MORFOLOGI
BAHASA INDOESIA
PRODI S1 PBSI-FBS

Skor Nilai:

ANALISIS MORFOLOGI
(Analisis Morfologi Bentuk Pasif Bahasa Jawa Banyumas, Siti Maryam 2016 )

NAMA MAHASISWA : Shalman Al Farisy Lubis


NIM : 2173111039
DOSEN PENGAMPU : Drs. Basyaruddin, M.Pd
MATA KULIAH : Morfologi

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
November 2018
Excecutive Summary

Setelah membaca dan memahami kedua jurnal ini saya menjadi mengetahui
bahwa morfologi sangatlah penting bagi kehidupan kita dimana dengan proses
morfologi kita banyak terbantu khususnya dalam pemakaian kata. Berdasarkan uraian di
atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari perspektif morfologi derivasi dan
infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik verba dasar maupun verba
turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan seperti perjalanan,
perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan, permintaan,
percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina instrumen
perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti perguruan,
pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan, perpecahan,
pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan, perkebunan,
perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan, persoalan,
percontohan, perekonomian.
Bahasa di seluruh dunia berbedabeda maksud dan penggunaannya. Sehubungan dengan
hal ini, bahasa digunakan baik untuk menyampaikan maksud, keinginan, maupun perasaannya.
Pada zaman dahulu, bahasa hanya merupakan bagian dari ilmu budaya dan kajian filsafat.
Tetapi, pada awal abad ke-20, kajian bahasa atau yang sekarang kita kenal dengan kajian
linguistik mulai populer dipelajari oleh beberapa generasi muda dan ahli. Dalam ilmu kajian
linguistik, terdapat beberapa macam bidang kajian bentuk seperti fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
Morfologi menjadi cakupan kajian yang cukup menarik dalam linguistik, karena
morfologi merupakan tingkat lanjutan dari sintaksis itu sendiri. Sebelum merucut ke dalam
wilayah bahasa kajian, alangkah baiknya mengetahui dahulu pengertian dari morfologi itu
sendiri.
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya kepada setiap manusia. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical

Journal Review (CJR) dengan Jurnal utama berjudul “Analisis Morfologi Bentuk Pasif

Bahasa Jawa Banyumas” karya Siti Maryam dan jurnal pembanding yaitu “Afiks

Derivasi Per-/-An dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Morfologi Derivasi

dan Infleksi karya Ermanto dan Emidar

CJR ini saya kerjakan demi memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah

Morfologi Bahasa Indonesia dengan tujuan menambah wawasan dan memperdalam

ilmu tentang Morfologi Bahasa Indonesia.

Dalam penulisan CJR ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan

untuk penulisan CJR ini saya mengucapkan terima kasih kepada: kedua orang tua saya

dan dosen pengampu mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia yaitu bapak Drs.

Basyaruddin, M.Pd

Saya mengharap kritik dan saran untuk membantu memperbaiki tugas CJR saya

agar lebih baik lagi. Akhir kata saya mengucapkan selamat membaca dan semoga

mendapatkan wawasan tambahan dengan membaca Critical Journal Review saya.

Medan, November 2018

Penyusun
Daftar Isi:

Bab I. Pendahuluan .................................................................................................

A. Resionalisasi pentingnya, CJR...................................................................


B. Tujuan Penulisan CJR .................................................................................
C. Manfaat CJR .................................................................................................
D. Identitas Journal ..........................................................................................

Bab II. Ringkasan Isi Journal .................................................................................

Bab III. Pembahasan ..............................................................................................

A. Pembahasan isi jurnal .................................................................................


B. Kelebihan dan kekuranga jurnal ........................................................... ..

Bab IV. Penutup ......................................................................................................

A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Rekomendasi ...............................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Menurut paham saya, Critical Journal Review sangat penting menunjang


keaktifan mahasiswa dalam menjalankan perkuliahan, kebanyakan mahasiswa sangat
bingung dan mengeluh untuk pemilihan journal referensi. Serta kesulitan dalam
mengerjakannya karena kurang memahami metode penyelesaiannya.

B. Tujuan Penulisan CJR

Melakukan pemahaman terhadap materi yang disajikan oleh jurnal. Mengkritisi


dan membandingkan satu materi dengan materi yang sama tetapi dari sumber yang
berbeda.

C. Manfaat CJR
 Menambah wawasan tentang disiplin ilmu.
 Mengetahui tujuan morfologi.
 Mengetahui konsep dan penerapan morfologi.

D. Identitas jurnal
Jurnal 1

1. Judul Artikel : Analisis Morfologi Bentuk Pasif Bahasa Jawa

Banyumas

2. Edisi terbit : Volume 1, No. 1, Februari 2016

3. Pengarang : Siti Maryam

4. Penerbit : Universitas Muhammadiyah Jember

5. Tahun Terbit : 2016

6. Kota Terbit : Jember

7. ISSN : 2502-5864 73
Jurnal 2

1. Judul Artikel : Afiks Derivasi Per-/-An dalam Bahasa Indonesia:

Tinjauan dari Perspektif Morfologi Derivasi dan

Infleksi

2. Nama journal : JURNAL BAHASA DAN SENI

3. Edisi terbit : Vol 12 No. 1 Tahun 2011 ( 23 - 34 )

4. Pengarang : Ermanto dan Emidar

5. Penerbit : Fakultas Bahasa dan Seni UNP

6. Tahun Terbit : 2011

7. Kota Terbit : Padang


BAB II. Ringkasan Isi Journal
Jurnal 1

A. Pendahuluan

Bahasa di seluruh dunia berbedabeda maksud dan penggunaannya. Sehubungan dengan


hal ini, bahasa digunakan baik untuk menyampaikan maksud, keinginan, maupun perasaannya.
Pada zaman dahulu, bahasa hanya merupakan bagian dari ilmu budaya dan kajian filsafat.
Tetapi, pada awal abad ke-20, kajian bahasa atau yang sekarang kita kenal dengan kajian
linguistik mulai populer dipelajari oleh beberapa generasi muda dan ahli. Dalam ilmu kajian
linguistik, terdapat beberapa macam bidang kajian bentuk seperti fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
Morfologi menjadi cakupan kajian yang cukup menarik dalam linguistik, karena
morfologi merupakan tingkat lanjutan dari sintaksis itu sendiri. Sebelum merucut ke dalam
wilayah bahasa kajian, alangkah baiknya mengetahui dahulu pengertian dari morfologi itu
sendiri. Morfologi oleh Ramlan (2009: 23) diartikan sebagai seluk beluk pembentukan kata
dimana satuan morfem diselidiki oleh morfologi dan tingkatan yang paling tinggi berupa kata.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Kridalaksana (2009: 9), menyatakan bahwa morfologi
merupakan proses pengolahan leksem menjadi sebuah kata. Dengan kata lain, leksem menjadi
satuan leksikal dan kata menjadi satuan gramatikal. Dalam hal ini, leksim tidak hanya berubah
bentuk tetapi juga memiliki makna baru yang disebut dengan makna gramatikal. Setara dengan
kedua teori tersebut diatas, Verhaar (1984: 52) menyatakan bahwa morfologi merupakan suatu
bidang linguistik yang mempelajari tentang susunan bagian kata secara gramatikal. Dari ketiga
pengertian morfologi diatas, dapat disimpulkan bahwa morfologi itu sendiri merupakan suatu
proses pembentukan kata dari leksem dimana leksem merupakan satuan leksikal dan kata
merupakan satuan gramatikal.
Bahasan kalimat penanda pasif ini hanya akan terfokus pada bahasa Jawa Banyumas
karena penggunaannya yang hampir sama dengan Jawa Solo/Yogya, hanya terdapat sedikit
perbedaan mengenai bunyi vokal dan konsonannya. Prefiks penanda pasif bahasa Jawa ini
sebenarnya sudah pernah diteliti oleh Arifin (1999) yang menghasilkan sebuah buku berjudul
“Kalimat Pasif dalam Bahasa Jawa”. Arifin menyatakan bahwa ada 3 penanda pasif dalam
bahasa jawa yaitu /tek-/, /kok-/, dan /di-/. Semua penanda itu memiliki fungsi, peran dan tujuan
penggunaanya masingmasing. Selain itu, Sudaryanto (1991) dalam bukunya yang berjudul “Tata
Bahasa Baku Bahasa Jawa” juga menyatakan hal yang serupa mengenai prefiks penanda pasif
tersebut.

B. Deskripsi Isi

Pada jurnal yang utama yang di review membahas tentang bagaimana morfologi
bahasa Jawa Banyumas umumnya memiliki kemiripan dengan Jawa Sentral. Persebaran wilayah
bahasa Banyumas itu sendiri di daerah barat berbatasan dengan Tasikmalaya (bahasa Sunda) dan
Yogyakarta di daerah timur. Bahasa Banyumas, di satu sisi menyerap unsur bahasa Jawa standar
dan di sisi lain tetap memiliki ciri khas bahasa Sunda. Dengan kata lain, bahasa Jawa Banyumas
mengalami perbedaan dengan Bahasa Jawa standar dikarenakan adanya pengaruh dari bahasa
sunda ke dalam bahasa Jawa standar. Perbedaan ini sebenarnya mengacu dalam beberapa aspek
linguistik yaitu fonologis, sintaksis, morfologis, dan semantik. Akan tetapi, perubahan yang
cukup terlihat terdapat pada proses morfologis, seperti dalam proses afiksasi pada prefiks
penanda pasif. Berikut penjelasan mengenai proses morfologis afiksasi bahasa Jawa Banyumas
tersebut.

A. Kadar Afiksasi Prefiks Pasif Bahasa Jawa Banyumas

Bahasa Jawa Banyumas prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Namun demikian, fokus
pembahasan hanya akan tertuju pada prefiks penanda pasif. Dalam bahasa Jawa Banyumas
terdapat tiga penanda pasif yaitu /tek-/, /kok-/, dan /di-/. Penanda pasif ini seringnya dalam tata
bahasa Jawa dikenal dengan nama tripurusa. Kalimat pasif penanda persona pertama ditandai
oleh prefiks /tek-/. Kemudian, kalimat pasif penanda persona kedua ditandai dengan prefiks
/kok-/, sedangkan prefiks /di-/ sebagai penanda pasif persona ketiga. Ketiga penanda pasif ini
memiliki kadar kepasifan yang tinggi.

a. Prefiks /tek-/ 1) Bukune wis tekwaca mau mbengi. (pasif) “bukunya sudah saya baca
semalam” Penanda prefiks pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang
menunjukan penanda persona pertama (saya).

2) Duite Kardi wis tekcolong. (pasif) “uangnya Kardi sudah saya curi”. Penanda prefiks pada
contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama (saya).

3) Wit gedhange wis tektegor. (pasif) “pohon pisangnya sudah saya tebang” Penanda prefiks
pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama
(saya).

B. Afiksasi Prefiks Pasif

Berdasarkan Kategori Kata pada Bentuk Dasarnya Dalam bahasa Jawa Banyumas prefiks
/tek-/, /kok-/ dan /di-/ dapat bergabung dengan konstituen pusat berkategori verba, nomina,
adjektiva, dan numeralia. a. Bentuk Dasar Konstituen Pusat berkategori Verba Semua bentuk
dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/. Selebihnya, untuk
memahami pernyataan tersebut, berikut contoh dan penjelasannya.
Lawange arep tekbukak “pintunya akan saya buka” Lawange arep kokbukak? “pintunya akan
kamu buka?” Lawange arep dibukak “pintunya akan dibuka”
Contoh di atas membuktikan bahwa bentuk dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan
prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.

b. Bentuk Dasar Konstituen


Pusat berkategori Nomina Biasanya konstituen pusat yang dapat bergabung dengan ketiga
prefiks tersebut adalah berupa alat yang lazim dan sering digunakan oleh manusia. Berikut
contohnya.
1) Klambine teksabun “bajunya saya sabun” Klambine koksabun? “bajunya kamu sabun?”
Klambine disabun “bajunya disabun”
2) Umaeh tekcet “rumahnya saya cat” Umaeh kokcet? “rumahnya kamu cat?” Umaeh dicet
“rumahnya dicat”
Contoh di atas menunjukan bahwa bentuk dasar keonstituen pusat berkategori nomina dapat
bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.

SIMPULAN

Pada pembahasan afiksasi dalam bahasa Jawa Banyumas memang tidak ada habisnya dan
sangat menarik. Banyak sekali bentuk afiksasi dan salah satu contoh bentuknya adalah prefiks
penanda pasif. Prefiks dalam bahasa ini ada tiga yaitu /tek/, /kok-/, dan /di-/. Ketiga prefiks ini
seringkali dipergunakan dalam percakapan sehari-hari dalam tataran Jawa Banyumas. Jika
ditelaah dari kadar kepasifannya dapat dilakukan dengan melakukan perimbangan dalam kalimat
aktifnya. Pengadaran tersebut berupa perimbangan dengan kalimat aktif bentuk nasal /N/ dan
imperatif /-en/. Dalam bahasa Jawa Banyumas, ketika pada suatu kata terdapat prefiks /tek-/ pasti
dapat diganti atau diberi prefiks /kok-/ dan /di-/, sedangkan jika tidak bisa menggunakan prefiks
/tek-/ maka kata tersebut tidak akan bisa menggunakan kedua prefiks pasif lainnya. Selain itu,
jika dilihat dari kategori konstituen pusat bentuk dasarnya, bahasa Jawa Banyumas dibagi
menjadi empat konstituen pusat bentuk dasar yaitu verba, nomina, ajektiva, dan numeralia.

Jurnal 2

PENDAHULUAN

Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Alwi, et al. (1998:128) menyatakan
bahwa afiks per-/-an umumnya diturunkan dari verba taktransitif (verba perbuatan) yang
berawalan ber- seperti perjanjian <-- berjanji, pergerakan <-- bergerak, perjalanan <-- berjalan,
pertemuan <-- bertemu, perpindahan <-- berpindah. Namun kenyataan, afiks per-/-an ini juga
diturunkan dari verba transitif (verba tindakan) seperti pada verba percobaan <-- mencoba bukan
dari *bercoba dalam kalimat Amerika Serikat setuju untuk menghentikan percobaan senjata
nuklir.
Afiks per-/-an pada verba percobaan diturunkan dari verba tindakan mencoba.
Sebagaimana lazimnya, verba tindakan umumnya menurunkan N menggunakan afiks peN-/-an
seperti mencari, memungut, memukul, mengambil, menarik yang menurunkan N pencarian,
pemungutan, pemukulan, pengambilan, penarikan. Berdasarkan contoh ini, seharusnya verba
tindakan mencoba menurunkan N pencobaan dengan afiks peN-/-an, tetapi kenyataanya
menurunkan N percobaan dengan afiks per-/-an.
Permasalahan afiks per-/-an seperti dijelaskan di atas perlu dikaji dari perspektif
morfologi derivasi dan infleksi. Permasalahan morfologis yang pada umumnya dapat diamati
dalam penurunan kata adalah selalu terdapat penurunan kata yang mengubah identitas leksikal
(proses derivasi) dan penurunan kata yang tidak mengubah identitas leksikal (proses infleksi).
Morfologi derivasi adalah proses pengubahan bentuk kata yang juga mengubah identitas,
sedangkan morfologi infleksi adalah proses pengubahan bentuk kata yang tidak mengubah
identitas.
Untuk memahami proses derivasi dan infleksi tersebut, nomina turunan dioposisikan
dengan D atau base. Dasar (D) adalah unit lingual yang diimbuhi oleh afiks derivasi dan atau
afiks infleksi dalam konteks morfologi derivasi dan infleksi (Katamba, 1993:45), dan sama
dengan istilah ‘bentuk dasar’ yang digunakan Ramlan (1987:49) yakni satuan lingual, baik
tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (bentuk
turunan) seperti pakaian diturunkan dari (bentuk) D pakai, dan berpakaian diturunkan dari
(bentuk) D pakaian.
Selain itu, dalam bahasa tertentu terdapat pula kategori infleksi dari segi ragam bahasa.
Kategori infleksi ini dilihat berdasarkan pragmatik (kontekstual). Kiefer (2001:274)
mengemukakan dalam bahasa Hungaria, pemilihan sufiks infleksi mempunyai konsekuensi
stilistik. Makna stilistik sufiks berada dalam rentangan ragam tidak formal ke ragam formal.
Selain itu, Boiij (2005:109) juga mengemukakan dalam bahasa Jerman, adjektiva atributif
mempunyai dua pola infleksi kontekstual yang secara tradisional disebut: (1) infleksi lemah
(weak inflection) yakni telah memiliki “definite article’ dan infleksi kuat (strong inflection)
yakni yang simpel/sederhana. Infleksi lemah adalah bentuk yang kurang formal (tidak formal),
sedangkan infleksi kuat adalah bentuk yang formal secara kontekstual.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa masalah afiks derivasi per-/-an pada nomina
turunan BI perlu dikaji. Pada artikel ini, teori morfologi derivasi dan infleksi digunakan untuk
menjelaskan afiks derivasi per-/-an pada nomina turunan BI. Artikel ini bertujuan untuk
mengungkapkan proses afiksasi menggunakan afiks derivasi per-/-an pada nomina turunan BI
berdasarkan teori morfologi derivasi dan infleksi.

PEMBAHASAN

Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V (baik verba
dasar maupun verba turunan) dan N dapat menurunkan (1) N perbuatan, (2) N tindakan, (3) N
instrumen tindakan, (4) N instrumen perbuatan, (5) N lokatif perbuatan, (6) N proses, (7) N
kolektif, (8) N abstrak. Penjelasan proses derivasi tersebut dijelaskan berikut ini. Proses
Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Perbuatan Proses derivasi yang berupa
pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan ternyata menurunkan N perbuatan. Proses
derivasi ini merupakan nominalisasi perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut
ini. per-/-an + V perbuatan --> N perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini
disebut dengan proses derivasi transposisional. Afiks derivasi per-/-an yang menurunkan N
perbuatan dari V perbuatan (baik V dasar maupun V turunan) adalah seperti berikut.
1. Rasa lelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Yogjakarta.
2. Kita harus menghindar dari perbuatan tercela.
3. Perkemahan dilaksanakan minggu depan.
4. Perlariannya terkenal sanagt cepat.
5. Perseteruan mereka telah terjadi sejak lama.
6. Perkelahian itu terjadi seminggu yang lalu.
7. Obama membantah spekulasi bahwa dia akan mengungkapkan inisiatif perdamaian baru.
8. Perkataan orang itu sangat menyinggung perasaanku.
9. Perdagangan lukisan berkibar lancar.
10. Perjuangan Kalla memperebutkan kursi RI-1 masih panjang dan berliku.
11. Tiga ribu orang berhasil keluar dari medan pertempuran.
Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N Tindakan
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan juga
menurunkan N tindakan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi tindakan. Hal ini
dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N tindakan Karena
mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N instrumen Tindakan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan
ternyata juga menurunkan N instrumen tindakan. Walaupun dengan data yang sangat terbatas,
proses derivasi ini merupakan nominalisasi instrumen tindakan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk
rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N instrumen tindakan Karena mengubah kelas
kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Instrumen Perbuatan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan
menurunkan N instrumen perbuatan. Walaupun dengan data yang juga terbatas, proses derivasi
ini merupakan nominalisasi instrumen perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan
berikut ini. per-/-an + V perbuatan --> N instrumen perbuatan Karena mengubah kelas kata,
proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Lokatif Perbuatan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan
menurunkan N lokatif perbuatan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi lokatif perbuatan.
Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V perbuatan --> N lokatif
perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi
transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Proses N Proses


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V proses
menurunkan N proses. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi proses. Hal ini dinyatakan
dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V proses --> N proses Karena mengubah kelas
kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + N N Kolektif


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada N menurunkan N
kolektif. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi kolektif. Hal ini dinyatakan dalam bentuk
rumusan berikut ini. per-/-an + N --> N kolektif Karena tidak mengubah kelas kata, proses
derivasi ini disebut dengan proses derivasi taktransposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + N N Abstrak


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada N menurunkan N
abstrak. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi abstrak dari suatu N. Hal ini dinyatakan
dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + N --> N abstrak Karena tidak mengubah kelas kata,
proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi taktransposisional.
SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari
perspektif morfologi derivasi dan infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik
verba dasar maupun verba turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan
seperti perjalanan, perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan,
permintaan, percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina
instrumen perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti
perguruan, pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan,
perpecahan, pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan,
perkebunan, perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan,
persoalan, percontohan, perekonomian.
BAB III. PEMBAHASAN
A. Pembahasan Isi Jurnal

Jurnal 1

Pada jurnal yang utama yang di review membahas tentang bagaimana morfologi
bahasa Jawa Banyumas umumnya memiliki kemiripan dengan Jawa Sentral. Persebaran wilayah
bahasa Banyumas itu sendiri di daerah barat berbatasan dengan Tasikmalaya (bahasa Sunda) dan
Yogyakarta di daerah timur. Bahasa Banyumas, di satu sisi menyerap unsur bahasa Jawa standar
dan di sisi lain tetap memiliki ciri khas bahasa Sunda. Dengan kata lain, bahasa Jawa Banyumas
mengalami perbedaan dengan Bahasa Jawa standar dikarenakan adanya pengaruh dari bahasa
sunda ke dalam bahasa Jawa standar. Perbedaan ini sebenarnya mengacu dalam beberapa aspek
linguistik yaitu fonologis, sintaksis, morfologis, dan semantik. Akan tetapi, perubahan yang
cukup terlihat terdapat pada proses morfologis, seperti dalam proses afiksasi pada prefiks
penanda pasif. Berikut penjelasan mengenai proses morfologis afiksasi bahasa Jawa Banyumas
tersebut.

C. Kadar Afiksasi Prefiks Pasif Bahasa Jawa Banyumas

Bahasa Jawa Banyumas prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Namun demikian, fokus
pembahasan hanya akan tertuju pada prefiks penanda pasif. Dalam bahasa Jawa Banyumas
terdapat tiga penanda pasif yaitu /tek-/, /kok-/, dan /di-/. Penanda pasif ini seringnya dalam tata
bahasa Jawa dikenal dengan nama tripurusa. Kalimat pasif penanda persona pertama ditandai
oleh prefiks /tek-/. Kemudian, kalimat pasif penanda persona kedua ditandai dengan prefiks
/kok-/, sedangkan prefiks /di-/ sebagai penanda pasif persona ketiga. Ketiga penanda pasif ini
memiliki kadar kepasifan yang tinggi.

a. Prefiks /tek-/ 1) Bukune wis tekwaca mau mbengi. (pasif) “bukunya sudah saya baca
semalam” Penanda prefiks pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang
menunjukan penanda persona pertama (saya).

2) Duite Kardi wis tekcolong. (pasif) “uangnya Kardi sudah saya curi”. Penanda prefiks pada
contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama (saya).

3) Wit gedhange wis tektegor. (pasif) “pohon pisangnya sudah saya tebang” Penanda prefiks
pada contoh di atas menggunakan prefiks /tek-/ yang menunjukan penanda persona pertama
(saya).

D. Afiksasi Prefiks Pasif

Berdasarkan Kategori Kata pada Bentuk Dasarnya Dalam bahasa Jawa Banyumas prefiks /tek-/,
/kok-/ dan /di-/ dapat bergabung dengan konstituen pusat berkategori verba, nomina, adjektiva,
dan numeralia. a. Bentuk Dasar Konstituen Pusat berkategori Verba Semua bentuk dasar
konstituen pusat dapat bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/. Selebihnya, untuk
memahami pernyataan tersebut, berikut contoh dan penjelasannya.
Lawange arep tekbukak “pintunya akan saya buka” Lawange arep kokbukak? “pintunya akan
kamu buka?” Lawange arep dibukak “pintunya akan dibuka”
Contoh di atas membuktikan bahwa bentuk dasar konstituen pusat dapat bergabung dengan
prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.

b. Bentuk Dasar Konstituen


Pusat berkategori Nomina Biasanya konstituen pusat yang dapat bergabung dengan ketiga
prefiks tersebut adalah berupa alat yang lazim dan sering digunakan oleh manusia. Berikut
contohnya.
1) Klambine teksabun “bajunya saya sabun” Klambine koksabun? “bajunya kamu sabun?”
Klambine disabun “bajunya disabun”
2) Umaeh tekcet “rumahnya saya cat” Umaeh kokcet? “rumahnya kamu cat?” Umaeh dicet
“rumahnya dicat”
Contoh di atas menunjukan bahwa bentuk dasar keonstituen pusat berkategori nomina dapat
bergabung dengan prefiks /tek-/, /kok-/ dan /di-/.

Jurnal 2

Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V (baik verba
dasar maupun verba turunan) dan N dapat menurunkan (1) N perbuatan, (2) N tindakan, (3) N
instrumen tindakan, (4) N instrumen perbuatan, (5) N lokatif perbuatan, (6) N proses, (7) N
kolektif, (8) N abstrak. Penjelasan proses derivasi tersebut dijelaskan berikut ini. Proses
Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Perbuatan Proses derivasi yang berupa
pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan ternyata menurunkan N perbuatan. Proses
derivasi ini merupakan nominalisasi perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut
ini. per-/-an + V perbuatan --> N perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini
disebut dengan proses derivasi transposisional. Afiks derivasi per-/-an yang menurunkan N
perbuatan dari V perbuatan (baik V dasar maupun V turunan) adalah seperti berikut.
1. Rasa lelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Yogjakarta.
2. Kita harus menghindar dari perbuatan tercela.
3. Perkemahan dilaksanakan minggu depan.
4. Perlariannya terkenal sanagt cepat.
5. Perseteruan mereka telah terjadi sejak lama.
6. Perkelahian itu terjadi seminggu yang lalu.
7. Obama membantah spekulasi bahwa dia akan mengungkapkan inisiatif perdamaian baru.
8. Perkataan orang itu sangat menyinggung perasaanku.
9. Perdagangan lukisan berkibar lancar.
10. Perjuangan Kalla memperebutkan kursi RI-1 masih panjang dan berliku.
11. Tiga ribu orang berhasil keluar dari medan pertempuran.
Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N Tindakan
Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan juga
menurunkan N tindakan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi tindakan. Hal ini
dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N tindakan Karena
mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Tindakan N instrumen Tindakan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V tindakan
ternyata juga menurunkan N instrumen tindakan. Walaupun dengan data yang sangat terbatas,
proses derivasi ini merupakan nominalisasi instrumen tindakan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk
rumusan berikut ini. per-/-an + V tindakan --> N instrumen tindakan Karena mengubah kelas
kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Instrumen Perbuatan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan
menurunkan N instrumen perbuatan. Walaupun dengan data yang juga terbatas, proses derivasi
ini merupakan nominalisasi instrumen perbuatan. Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan
berikut ini. per-/-an + V perbuatan --> N instrumen perbuatan Karena mengubah kelas kata,
proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Perbuatan N Lokatif Perbuatan


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V perbuatan
menurunkan N lokatif perbuatan. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi lokatif perbuatan.
Hal ini dinyatakan dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V perbuatan --> N lokatif
perbuatan Karena mengubah kelas kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi
transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + V Proses N Proses


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada V proses
menurunkan N proses. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi proses. Hal ini dinyatakan
dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + V proses --> N proses Karena mengubah kelas
kata, proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi transposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + N N Kolektif


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada N menurunkan N
kolektif. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi kolektif. Hal ini dinyatakan dalam bentuk
rumusan berikut ini. per-/-an + N --> N kolektif Karena tidak mengubah kelas kata, proses
derivasi ini disebut dengan proses derivasi taktransposisional.

Proses Derivasi: Afiks der per-/-an + N N Abstrak


Proses derivasi yang berupa pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada N menurunkan N
abstrak. Proses derivasi ini merupakan nominalisasi abstrak dari suatu N. Hal ini dinyatakan
dalam bentuk rumusan berikut ini. per-/-an + N --> N abstrak Karena tidak mengubah kelas kata,
proses derivasi ini disebut dengan proses derivasi taktransposisional.
B. Kelebihan jurnal

1. Menurut paham saya tentang penampilan jurnal utama yang di review memiliki
kelebihan yaitu aspek ruang lingkup pembahasan yang sangat padat jelas dan
terperinci sebab menjelaskan bagian bagian terpenting morfologi dimana
kajiannya merangkap kepada bahasa daerah.
2. Menurut paham saya pada jurnal pembanding memiliki ruang lingkup
penjelasan yang jelas namun tidak begitu sejelas dengan jurnal utama yang
direview, penjelasan pada pada jurnal pembanding pertama karena tidak
langsung mengarah kepada bahasa daerah.
3. Menurut paham saya pada jurnal pembanding kedua mamiliki ruang lingkup
penjelasan dalam kajian morfologi.

Kekurangan Jurnal

1. Pada jurnal pertama kekurangan jurnal hanya pada penggunaan kata yang
tidak tepat atau pemilihan kata yang tidak sesuai sehingga dengan membaca
cepat tidak dapat langsung menemukan isi dan maksudnya.
2. Pada jurnal pembanding pertama kekurangan pada penulisan dan penggunaan
tanda baca yang kurang diperhatikan sehingga tidak efektif untuk penggunaan
kata pada jurnal sudah bagus namun lebih pada penulisan.
3. Pada jurnal pembanding kedua kekurangn pada penggunaan tanda baca yang
harusnya titik menjadi koma. Dan pada ruang lingkup pembahasannya yang
kurang pada pada materi
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Morfologi sangatlah penting bagi kehidupan kita dimana dengan proses
morfologi kita banyak terbantu khususnya dalam pemakaian kata. Berdasarkan uraian di
atas, dapat dikemukakan simpulan berikut ini. Ditinjau dari perspektif morfologi derivasi dan
infleksi, pengimbuhan afiks derivasi per-/-an pada verba (baik verba dasar maupun verba
turunan) dan pada nomina dapat menurunkan (1) nomina perbuatan seperti perjalanan,
perbuatan, perkemahan, perlarian, (2) nomina tindakan seperti perlawanan, permintaan,
percobaan, perkiraan, (3) nomina instrumen tindakan seperti peraturan, (4) nomina instrumen
perbuatan seperti perhiasan, perusahaan, (5) nomina lokatif perbuatan seperti perguruan,
pemandian, pelabuhan, (6) nomina proses seperti perkembangan, pertumbuhan, perpecahan,
pertambahan, perubahan, (7) nomina kolektif seperti pegunungan, pepohonan, perkebunan,
perbatasan, perkampungan, (8) nomina abstrak seperti perbankan, perorangan, persoalan,
percontohan, perekonomian.

B. Rekomendasi
Dalam melakukan Critical Journal Review penulis seharus berkonsentrasi dalam
membuat jurnal yang akan ditulis. Dalam Critical Journal Review penulis harus
mempunyai keahlian dalam, menyimak, membaca, berbicara dan menulis, sehingga
tidak menimbulkan salah paham dan mengandung pengertian yang salah.

Anda mungkin juga menyukai