PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia telah termasuk dalam negara dengan berpendapatan menengah dengan
pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen dan 6,4 persen tahun 2010 dan 2011. Dalam kondisi
krisis ekonomi dunia, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi tinggi diantara
negara G-20 bersama-sama Tiongkok dan India.
Sementara itu penurunan penurunan prevalensi kurang gizi diperkirakan akan mencapai
sasaran MDG tahun 2015. Prevalensi anak kurus (―underweight‖) selama kurun waktu 1989 -
2007 telah berkurang 50 persen dari 31 persen menjadi 18,4 persen mendekati sasaran MDGs
15,5 persen. Namun demikian secara keseluruhan RISKESDAS 2011 masih mencatat beberapa
masalah gizi yang memerlukan perhatian penanggulangannya dengan kerja keras. Angka BBLR
masih 11,5 persen, kurus (underweight) 17,9 persen, kurus-pendek (―wasted‖) 13,6 persen,
pendek (―stunted‖) 35,6 persen, dan anak gemuk (―overweight‖) 12,2 persen. Dengan catatan
bahwa angka-angka tersebut adalah angka rata-rata nasional dengan disparitas yang lebar antar
daerah yang menunjukkan adanya kesenjangan sosial dan ekonomi. Misalnya untuk BBLR
terendah (5,8%) di Bali, tertinggi (27%) di Papua.
Prevalensi anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3 persen dan 14,0
persen balita, sedang dewasa gemuk sudah mencapai 21,7 persen. Dengan angka-angka itu,
Indonesia sudah memasuki era beban ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus dan pendek
karena kurang gizi, di pihak lain banyak anak gemuk. Pola penyakit juga mulai bergeser dari
penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM).
Para pakar telah mengkaji mendalam selama 1—2 dekade terahir bagaimana mekanisme
terjadinya hubungan tersebut. Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, gemuk, PTM
bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun. Apabila
prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang normal sampai dewasa
sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram dalam sel. Sebaliknya apabila
prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan diantaranya karena kekurangan gizi, maka
proses tumbuh kembang terganggu. Akibatnya terjadi ketidak normalan, dalam bentuk tubuh
pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal.(Barker,
2007). Di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang lainnya, gangguan proses tumbuh
kembang selain kekurangan gizi juga banyak faktor lingkungan lainnya seperti telah dijelaskan
dimuka.
Penelitian juga menunjukkan bahwa proses tumbuh kembang janin dipengaruhi oleh
kondisi fisik dan kesehatan ibu waktu remaja dan akan menjadi ibu. Dengan demikian upaya
untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang janin sampai menjadi kanak-kanak usia 2
tahun difokuskan pada ibu hamil, anak 0—23 bulan dan remaja perempuan pranikah yang dalam
dokumen ini dibahas sebagai kelompok 1000 HPK
Pada bab berikut ini diuraikan upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan
baik langsung (spesifik) maupun tidak langsung (sensitif) pada kelompok 1000 HPK.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi masalah gizi ?
1.2.2. Apa saja masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia ?
1.2.3. Apa saja masalah-masalah gizi yang ada di Sumatra Barat?
1.2.4. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia ?
1.2.5. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Sumatra barat?
1.2.6. Bagaimana Perbandingan hasil RISKESDAS 2007, 2010, dan 2013?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui definisi masalah gizi
1.3.2. Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia
1.3.3. Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di Sumatera Barat
1.3.4. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia
1.3.5. Untuk mengetahui Perbandingan hasil RISKESDAS 2007, 2010, dan 2013
BAB II
PEMBAHASAN
b. Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering
timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Penyakit ini
disebabkan oleh kekurangan protein dalam makanan, gangguan penyerapan protein,
kehilangan protein secara tidak normal, infeksi kronis ataupun karena pendarahan. Berikut
adalah gejala kwarshorkor :
Wajah seperti bulan” moon face “ , sinar mata sayu ; pertumbuhan terganggu; berat dan
tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat badan normal; perubahan mental
(sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis ); rambut merah, jarang, mudah
dicabut; jaringan lemak masih ada; perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian
menghitam, kulit tidak keriput); terkadang terjadi pembengkakan tubuh (oedema) sehingga
menyamarkan penurunan berat badan; jaringan otot mengecil
c. Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein
tubuh terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional. Sering terjadi pada bayi yang
tidak cukup mendapatkan asi serta tidak dibri makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi
yang sering diare.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori di dalam
makanan, kebiasaan makanan yang tidak layak dan penyakit-penyakit infeksi saluran-
saluran pencernaan. Berikut adalah gejala penderita marasmus :
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus; mata besar dan dalam, sinar mata sayu;
mental cengeng; feses lunak atau diare; rambut hitam, tidak mudah dicabut; jaringan lemak
sedikit atau bahkan tidak ada, lemak sub kutan menghilang hingga turgor kulit menghilang.
Kulit keriput, dingin, kering, dan mengendur; perut buncit.
d. Kwashiorkor-marasmus
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwarshiorkor.Program pemerintah untuk menanggulangi KEP diprioritaskan pada daerah-
daerah miskin dengan sasaran utama ibu hamil, bayi, balita dan anak sekolah dasar.Program
tersebut mencakup berbagai kegiatan seperti penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan
keluarga, penigkatan pelayanan kesehatan, KB- keluarag Berencana.Adapaun pemantauan
tumbbuh kembang anak diupayakan melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.