SEPSIS NEONATORUM
Pembimbing:
dr. Daniel Effendi, Sp.A
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “SEPSIS
NEONATORUM” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan di RSUD Budhi Asih
Jakarta dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak.
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan pembimbing dr. Daniel Effendi, Sp.A dan
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian, saya telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya saya dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..3
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………………………….4
BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………………………………….5
Definisi…………………………………………………………………………………….5
Patofisiologi dan Patogenesis……………………………………………………………..5
Algoritme Transmisi Bakteri Materno-Fetal…………………………………………….10
Algoritme Pendekatan Infeksi Bakteri pada Neonatus…………………………………..11
Algoritme Tata Laksana Infeksi Bakteri pada Neonatus………………………………...12
Mikroorganisme Penyebab Sepsis……………………………………………………….13
Daya Pertahanan Tubuh………………………………………………………………….14
Manifestasi Klinis………………………………………………………………………..15
Pemeriksaan Laboratorium………………………………………………………………16
Pemeriksaan Radiologi…………………………………………………………………..17
Pemeriksaan Penunjang Lain…………………………………………………………….17
Prokalsitonin Sebagai Marker Sepsis…………………………………………………….17
Tata Laksana……………………………………………………………………………..20
BAB III Kesimpulan……………………………………………………………………………..22
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
3
Sepsis pada bayi baru lahir masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di Negara berkembang, hamper sebagian besar bayi
baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Dalam laporan WHO yang
dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal
mortality (2009) dikemukakan bahwa 42% kematian bayi baru lahir terjadi karena berbagai
bentuk infeksi saluran pernafasan, tetanus neonaatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal.(2)
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per
1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatal dapat terjadi secara dini, yaitu pada 5-7 hari pertama
dengan organisme penyebab didapat dari intrapartum atau melalui saluran genital ibu. Sepsis
neonatal dapat terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih yang disebut sepsis lambat, yang
mudah menjadi berat dan sering menjadi meningitis.(1) Sepsis nosokomial terutama terjadi pada
bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang bulan dengan angka kematian yang sangat tinggi.
Karena masih tingginya angka kematian sepsis neonatal, tatalaksana yang utama adalah upaya
pencegahan dengan pemakaian proteksi di setiap tindakan terhadap neonatus, termasuk
pemakaian sarung tangan, masker, baju dan kacamata debu serta mencuci segera tangan dan kulit
yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya.(3)
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per
1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat
<1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada
neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini. Infeksi nosokomial pada bayi
berat lahir sangat rendah, merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5
hari kehidupan.(7)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
DEFINISI
Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya mikroorganisme dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air
kemih.(2)
Keadaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada Bayi Kurang Bulan (BKB),
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), bayi dengan Sindrom Gangguan Napas atau bayi yang lahir
dari ibu beresiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini
dan sepsis awitan lambat. (8)
Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan dalam:
Selama dalam kandungan janin relative aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan beberapa
factor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman
dapat timbul melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran
darrah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada
infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria, dll.
2. Prosedur obstetric yang kurang memperhatikan factor aseptic/antiseptic misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosintesis. Paparan kuman
pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amniosentesis dan pada
akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk kedalam rongga uterus dan
bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran nafas ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah
pecah lebih dari 18-24 jam. (4,5,6)
6
Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya sepsis tidak
banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya
7
respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi koagulopati. Gangguan fibrinolisis
yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan
fungsi organ.(8)
Informasi dalam pathogenesis dan penyakit penderita sepsis ini merupakan konsep
pathogenesis infeksi yang banyak dibahas akhir-akhir ini dan dikenal dengan konsep “Systemic
inflammatory response syndrome” (SIRS). Dalam konsep ini diajukan adanya gambaran klinik
infeksi dengan respon sistemik yang pada stadium lanjut menimbulkan perubahan fungsi
berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS).(8)
Berbagai variabbel inflamasi tersebut diatas merupakan respons sistemik yang
ditimbulkan pada keadaan SIRS yyang antara lain terlihat adanya perubahan system hematologi,
system imun dan lain-lain. Dalam system imun, salah satu respons sistemik yang penting pada
pasien SIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi
sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Sebagian sitokin (Pro
inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-a) dapat memperburuk keadaan penyakittetapi
sebagian lainnya (anti inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam infeksi
dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Selain berperan dalam regulasi proses
inflamasi,pembentukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang diagnostic sepsis
neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien
sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis muncul.
Perubahan system imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada system
koagulasi. Pada system koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factori (TF)
yang bersama dengan factor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua factor
tersebut menimbulkan aktivasi factor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang
menyebabkan pembentukan thrombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi
fibrin dari fibrinogen. Padda pasien sepsis, respons fibrinolisis yang biasanya terlihat pada bayi
normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan
plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-a).
demikian pula pembentukan ttrombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-
activatable fibrinolysis (TAFI) yaitu factor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua factor
yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan
mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan
8
tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai
organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-
gejala sindroma distress pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri
dengan kematian.(9)
9
10
11
Mikroorganisme Penyebab Sepsis
12
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial. Sepsis primer biasanya
disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli,
Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman
anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah
Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas,
Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur. (8)
• Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur,
dan lemahnya sistem imun,
• Ketuban pecah dini (>18 jam),
• Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis, infeksi
saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli,
• Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
• Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
• Kehamilan kembar,
• Prosedur invasif,
• Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
• Bayi dengan galaktosemi,
13
• Terapi zat besi,
• Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
• Pemberian nutrisi parenteral,
• Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
• Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan.(2,4,5)
Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan risiko tinggi
disebabkan oleh:
• Semua komponen komplemen kurang, terutama pada bayi kurang bulan juga, disertai
kurangnya produksi zat kemotaktik opsonin.
• Sel limfosit T yang berfungsi dalam imunitas seluler telah normal pada gestasi muda, tetapi
belum dapat memberikan respons terhadap antigen asing yang spesifik, hal ini menyebabkan
bayi rentan terhadap infeksi jamur dan virus, meningkatnya jumlah sel T supresor, dapat
mengurangi produksi antibodi sewaktu antenatal.
• Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi.(9)
DIAGNOSIS
Manifestasi klinik
Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada
anak jarang ditemukan pada neonates, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat
berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan
karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Berdasarkan
penelitian, hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri atau mikroorganisme
lain akan mengalami demam, lebih banyak suhu tubuhnya normal atau malah rendah.(7)
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan
memerlukan resusitasi karrena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan
gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi oran tubuh. Selain itu, terdapat
kelainan susunan saraf pusat (letargi, reflex hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang
terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular
(hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan
hematologic, gastrointestinal ataupun ggangguan respirasi (perdarahan, ikhterus, muntah, diare,
disttensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,
apnena, merintih dan retraksi).(6,7)
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis
banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit hematologik,
penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya
infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes).(6)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung jenis, trombosit.
Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/l, trombositopeni <150.000/l (spesifisitas
tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil muda meningkat >1500/l, rasio neutrofil imatur : total
>0,2. Adanya reaktan fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte
colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).
• Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji resistensi, pelaksanaan
pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan pada bayi yang menderita kejang,
kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
• Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
• Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.
• Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).(4)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan ginjal.
Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi.
16
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis, yang
merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.(5)
17
Pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus septicemia, meningitis,
pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitive sebagai penanda infeksi bakteri.
Pelepasan prokalsitonin kedalam sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan
penyakit tidak disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna.
Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi
lainnya, seperti Tumor nekrosis factor a, interleukin 6, interleukin 1 dan CRP dalam hal
memprediksi prognosis pada pasien penyakit kritis. Pengukuran prokalsitonin secara berkala
dapat digunakan untuk memonittor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring)
dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai prokalsitonin atau
nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan
nilai prokalsitonin menunjukan menurunnya reaksi inflamasi ddan terjadi penyembuhan infeksi.
Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak dijumpai tetapi akan
meningkat bila terjadi bakteriemia dan fungimia yang timbul sesuai dengan beratnya infeksi.
Tetapi pada temuan beberapa peneliti penningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan
bukan infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih sensitive
dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju endap darah, perhitungan
leukosit dan C reaktif protein sebagai sarana bantu diagnosis sepsis bakteri pada anak. (2,3,4,5)
18
Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi
yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non-
bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin. Kadar prokalsitonin
muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sammpai 48 jam dan secara
perlahan menurun dalam 48 jam sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam.(3)
19
Tatalaksana
1. Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat tajam lainnya sekali
pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan, termasuk sarung tangan, masker, baju, kacamata
debu. Tangan dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.
2. Pengobatan
Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam intravena tiap 12 jam, apabila terjadi
meningitis untuk umur 0-7 hari 100-200mg/kg/ 24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur
>7 hari 200-300mg/kg/24jam intravena/ intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum 400mg/
kg/24jam. Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis sama dengan ampisilin ditambah
aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena diberikan tiap 12 jam.(8)
Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan vankomisin dengan dosis tergantung umur dan
berat badan:
• <1,2kg umur 0-4 minggu: 15mg/kg/kali tiap 24jam. 1,2-2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap
12-18jam
• 1,2-2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8-12jam
• >2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
20
• >2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8jam ditambah aminoglikosid atau sefalosporin generasi
ketiga
3. Terapi lanjutan disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi.
4. Pengobatan komplikasi
- Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan pemberian oksigen,
VTP atau kemudian dengan ventilator.
- Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah syok dengan
pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan darah). Catat pemasukan
cairan dan pengeluaran urin. Kadang diperlukan pemakaian dopamin atau dobutamin.
- Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time memanjang, tromboplastin time
meningkat), sebaiknya diberikan FFP10ml/kg, vit K, suspensi trombosit, dan kemungkinan
transfusi tukar. Apabila terjadi neutropeni, diberikan transfusi neutrofil
- Susunan syaraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg loading dose) dan monitor
timbulnya sindrom inappropriate antidiuretic hormon atau SIADH, ditandai dengan ekskresi
urin turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.
- Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi asidosis metabolik
dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah berkembang sangat pesat dengan
diketemukannya berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi monoklonal untuk pathogen spesifik
penyebab sepsis neonatal.(7,8)
BAB III
KESIMPULAN
21
Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya mikroorganisme dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang
atau air kemih.
Keadaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada Bayi Kurang Bulan (BKB),
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), bayi dengan Sindrom Gangguan Napas atau bayi yang lahir
dari ibu beresiko.
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi
prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat
dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah, merupakan penyebab utama
tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan.(2,3,7)
DAFTAR PUSTAKA
1. Gomella TL. Neonatology. Penyunting 4th ed. Connecticut: Appleton & Lange
2009:h.408-14.
22
2. Isaacs D, Moxom ER. Neonatal infection. Penyunting Oxford: Butterworth Heinemann
2001:h.25-39.
3. Korones SB, Bada-Ellzey HS. Neonatal decision making. Penyunting 2nd ed. Missouri:
Mosby Year Book 2003:h.104-11.
4. Neonatal sepsis and IVIG. http://www.ucs.mun.ca/ ~skhoury/ivig.html.
5. Polin RA, Yoder MC, Burg FD. Practical neonatology. Penyunting, 2nd ed. Philadelphia:
WB Saunders Company 2003:h.227-49.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fak. Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak jilid 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2005:h.1123-31
7. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, dkk. Buku Ajar Neonatologi. 1st Ed. Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2008: h. 170-187
8. Pusponegoro TS, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 96 -102
9. Arvin BK, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 2, 15th Ed. ECG. 2000: h.868-872
23