Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunianNya kepada kita khususnya bagi kami sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah “ ANAMNESA SISTEM MUSKULOSKELETAL,INDERA dan
PERSYARAFAN” ini tepat waktu.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masa depan.

MASOHI, 7 Februari 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN
1.1 PENGKAJIAN UMUM SISTEM MUSKULUSKELETAL
1.2 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM MUSKULUSKELETAL
1.3 RIWAYAT KESEHATAN
1.4 PENGKAJIAN UMUM SISTEM SYARAF
1.5 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM SYARAF
1.6 RIWAYAT KESEHATAN
1.7 PENGKAJIAN UMUM SISTEM INDERA
1.8 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM INDERA
1.9 RIWAYAT KESEHATAN
BAB III PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
1.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengkajian sistem muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang,


persendian, dan otot-otot. Pengkajian pada system ini rumit, karena :
1. Bagian-bagian ini bertanggungjawab untuk pergerakan penunjang dan sistem
stabilitas tubuh.
2. Fungsinya sangat terintegrasi dengan sistem intergumen dan neurologi.
Oleh karenanya sebelum melakukan pemeriksaan fisik seorang perawat terlebih dahulu
harus mengetahui tentang anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal dan integrasinya
dengan sistem neurologi dan integument.
System saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun system koordinasi
yang bertugas menerima rangsangan,menghantarkan rangsangan keseluruh bagian
tubuh,serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut.
Sistem indera merupakan organ yang berfungsi untuk menerima jenis
rangsangan tertentu.selain itu dikenal pula beberapa reseptor yang berfungsi mengenali
perubahan lingkungan luar yang dikelompokan sebagai eksoreseptor.

1.2 Tujuan
1. Untuk memperoleh data dasar tentang otot,tulang dan persendian.
2. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf
3. Mengetahui cara kerja dari kelima alat indera tersebut

1.3 Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan pengetahuan
mengenai pengkajian system musculoskeletal,syaraf,indera Secara praktis makalah
ini berguna bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan di bidang
keperawatan khususnya tentang pengkajian system musculoskeletal,syaraf dan
indera beserta dengan procedural pengengkajiannya.
2. Pembaca / dosen, sebagai media informasi dalam pembuatan makalah.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 PENGKAJIAN UMUM SISTEM MUSKULUSKELETAL


Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seorang. Data
tersebut dikoordinasikan dengan riwayat perkembangan dan informasi tentang latar
belakang sosial dan psikososial pasien.Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang
aktivitas hidup sehari-hari, pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misal; kursi
roda, tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi, lama, dan faktor
pencetus) kram atau kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti,dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.

1.2 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM MUSKULUSKELETAL


Keluhan Utama (PQRST)
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang tersering ditemukan pada masalah sistem
muskuloskeletal yang perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat nyeri.
Kebanyakan klien dengan penyakit atau kondisi traumatik, baik yang terjadi pada
otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri. Nyeri tajam juga di timbulkan
oleh infeksi nyeri tulang akibat spasme otot atau penekanan pada syaraf sensoris.
Kebanyakan nyeri muskuloskeletal dapat dikurangi dengan istirahat.
Memar sendi atau otot menimbulkan nyeri akan bertambah karena aktivitas.
Rasa nyeri berbeda antara satu individu dengan individu yang lain berdasarkan
ambang nyeri dan toleransi nyeri masing-masing klien sifat-sifat nyeri perlu
diketahui dapat dikaji menggunakan PQRST.
P : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri
berkurang apabila beristirahat,/ bertambah berat bila beraktifitas (aggravation)
,pada aktivitas mana nyeri bertambah (apakah pada saat batuk, bersin, berdiri,
dan berjalan
Q : seperti apa rasa nyeri dirasakan. Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam, /
menusuk
R : daerah lokas nyeri, apakah rasa sakit menjalar / menyebar.
S : seberapa hebat rasa nyeri yang dirasakan.
: 0 = tidak nyeri
: 1 = nyeri ringan
: 2 = nyeri sedang
: 3 = nyeri berat
: 4 = nyeri berat sekali
T : beberapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari / siang hari.

2. Deformitas
Deformitas atau kelainan bentuk menimbulkan suatu keluhan yang
menyebabkan klien meminta pertolongan layanan kesehatan. Perawat perlu
menanyakan berapa lama keluhan di rasakan kemana klien pernah meminta
pertolongan sebelum ke rumah sakit. apakah tidak ada tindakan setelah
mengalami trauma, pengkajian juga untuk mengetahui apakah keadaan atau
masalah kelainan bentuk pada dirinya menyebabkan perubahan citra diri klien.

3. Kekakuan/ ketidakstabilan sendi

Kekakuan atau ketidakstabilan sendi adalah suatu keluhan yang dirasakan


klien menggunakan aktivitasnya sehari-hari. Perawat perlu menanyakan berapa
lama keluhan dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada
aktivitas klien.

4. Pembekakaan atau benjolan

Keluhan adanya pembengkakaan ekstrmitas merupakan suatu tanda


adanya bekas trauma yang terjadi pada klien. Pembekaan dapat terjadi pada
jaringan lunak sendi atau tulang hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik
pembekaan sudah berapa lama proses terjadinya trauma, dan apakah terjadi
secara perlahan misalnya pada hematoma progresif pembekakaan juga dapat
disebabkan oleh infeksi tumor jinak atau ganas.
5. Kelemahan otot

Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum (misalnya


pada peyakit distrofi muskular) atau bersifat lokal karena gangguan neurologis
gangguan otot (misalnya pada morbushansen, peroneaparalisis, atau pada
penyakit poliomielitis).

6. Gangguan sensibilitas

Keluhan adanya gangguan sensibilitas muncul apabila terjadi kerusakan


saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat total maupun menyeluruh.
Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada
syaraf. Gangguan sensorik sering berhubungan dengan masalah
muskuluskeletal. Status neurofaskular di daerah muskuluskeletal yang terkena
harus dikaji guna memperoleh informasi untuk perencanaan intervensi. Hal ini
yang perlu ditanyakan adalah apakah klien mengalami perasaan yang tidak
normal atau kebas, apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin
berkurang dari permulaan keluhan muncul sampai pada saat wawancara,apakah
keluhan lain yang dirasakan seperti nyeri atau edema; apakah ada perubahan
warna kulit bagian distal dari daerah yang terkena seperti pucat atau sianotik.

7. Gangguan atau kehilangan fungsi

Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi organ muskulskeletal


merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama. Gangguan atau hilangnya
fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak mungkin disebabkan oleh nyeri,
kekakuan sendi, atau kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan perawat untuk
menggali keluhan utama klien adalah berapa lama keluhan muncul, lokasi atau
organ yang mengalami gangguan atau kehilangan fungsi, dan apakah ada keluhan
lain yang menyertai.

1.3 RIWAYAT KESEHATAN


Pengkajian selanjutnya adalah mengenai riwayat kesehatan klien. Dalam
wawancara awal, perawat berusaha memperoleh gambaran umum status kesehatan
klien. Perawat memperoleh data subjektif dari klien mengenai awitan masalahnya
dan ada penanganan yang sudah dilakukan.
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia (pengkajian usia klien) gangguan muskulusekeletal
penting karena berhubungan dengan status anastesi dan pemeriksaan
diagnostik tambahan, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan , asuransi
kesehatan, agama,bahasa yang dipakai, status perkawinan,suku bangsa,tanggal
dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register,diagnosis medis, dan
golongan darah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang mencakup masalah klien mulai awitan
keluhan utama sampai pengkajian. Keluhan utama nyeri dapat dikaji dengan
menggunakan metode PQRST. Pada klien yang dirawat di rumah sakit, penting
untuk ditanyakan apakah keluhan utama masih sama seperti pada saat masuk
rumah sakit, kemudian tindakan yang sudah dilakukan terhadapnya. Perawat
mengetahui apakah klien pernah mengalami trauma yang menimbulkan
gangguan muskuluskeletal, baik berupa kelainan maupun komplikasi yang
dialami saat ini. Pengkajian lainnya yang juga penting adalah pengkajian status
kesehatan secara umum saat ini.
3. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan penyakit yang dialami sebelumnya kemungkinan
mempunyai hubungan dengan masalah klien sekarang, seperti apakah klien
pernah mengalami fraktur atau trauma, apakah klien pernah mengalami
peningkatan kadar gula darah,apakah klien pernah mempunyai tekanan darah
tinggi.
Hal yang lain perlu ditanyakan adalah pengunaan obat-obatan sebelumnya oleh
klien karena dalam menimbulkan komplikasi, misalnya pemakaian kortisem dapat
menimbulkan negrosis avaskular pada panggul. Selain itu ditanyakan pula pada
klien tentang adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.

4. Riwayat penyakit keluarga


Penulusuran riwayat keluarga sangat penting karena beberapa penyakit
muskuluskeletal berkaitan dengan kelainan genetik dan dapat diturunkan Perlu
ditanyakan apakah pada generasi terdahulu ada yang mengalami keluhan sama
dengan keluhan klien saat ini.
5. Pengkajian psikosial spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat melakukan pemeriksaan klien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya
pengkajian psikososial spiritual yang seksama.sebagian besar pengkajian ini
dapat dilakukan ketika interaksi dengan klien dalam pengkajian lain.
6. Kemampuan koping
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting di nilai
untuk mengetahui respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari. Apakah muncul dampak seperti takut cacat, cemas, ketidak
mampuan melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra tubuh.
7. Pengkajian sosioekonomi spiritual
Bila klien dirawat inap, apakah keadaan ini memberi dampak pada status
ekonomi klien karena perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian fungsi neurologis dengan dampak
neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif perawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua aspek keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi terhadap gangguan neurologis dalam
sistem pendukung individu.
1.4 PENGKAJIAN UMUM SISTEM SYARAF
Semuanya tergantung pada jenis/penyebab dari sakit kepala tersebut riwayat
yang lengkap merupakan suatu hal yang penting untuk membedakan diagnostik.
Pengkajian meliputi:
Aktivitas/istrahat : lelah,letih,malaise ketegangan mata,kesulitan
membaca,insomnia sirkulasi.denyutan vaskuler misalnya daerah
temporal,pucat,wajah tampak kemerahan,integritas ego ansietas,peka rangsang
selama sakit kepala,makanan/cairan,mual/muntah,anoreksia selama nyeri,neouro
sensori,pening disorintasi,(selama sakit kepala)kenyamanan respon emosional atau
perilakutak terarah,seperti menangis,gelisa interaksi sosial perubahan dalam
tanggung jawab peran

1.5 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM SYARAF


A. Anamnesis
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada
system persarafan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.
Pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan
dengan klien dan kelurga adalah sumber yang amat penting dari data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi system persyarafan secara
keseluruhan anamnesis secara umum meliputi pengumpulan informasi
tentang status kesehatan klien menyeluruh mengenai fisik, fisik, psikologi
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
Pengkajian umum neurologis meliputi identitas umum, keluhan utama
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga
yang berhubungan dengan gangguan neurologis klien.

1.6 RIWAYAT KESEHATAN


1. Identitas klien
Identitias klien mencakup nama, usia (Pada masalah disfungsi
neurologis kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin, pendidikan,
alamat pekerjaan alamat, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit.
2. Keluahan utama
Keluhan utama pada klien gangguan system persyarafan
biasanya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan
yang sering didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah
badan bicara tidak dapat berkomunikasi. Konvulasi kejang sakit kepala
yang hebat nyeri otot, kaku duduk, sakit punggung tingkat kesadaran
menurun (GCS < 15) akral dingin dan ekspresi rasa takut
3. Riwayat penyakit
Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara untuk
menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat
adalah mengkaji riwayat kesehatan kesehatan klien
Riwayat yang mendukung keluhan utama perlu dikaji agar pengkajian lebih
kompherensif juga mendukung terhadap keluhan yang paling actual dirasakan klien
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang
dilakukan perawat untuk menggali permasalahan klien dari timbulnya keluhan
utama pada gangguan system persyarafan sampai pada saat pengkajian.
Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang mungkin
didapatkan meliputi adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan
mendadak, lumpuh pada saat klien sedang melakukan aktivitas, keluhan
pada gastrointestinal seperti mual dan muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar di gelisah, lelah, apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-obat
sedative, antipsikotik, perangsang saraf dan lain-lain
b. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu dalam menggali permasalah yang
mendukung masalah saat ini pada klien dengan deficit neurologi adalah
sangat penting.
Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu dalam
pengkajian neurologi adalah :
a) Apakah klien menggunakan obat-obat seperti analgesic, sedative,
hipnotis, antipsikortik, anti depresi atau perangsang system persyarafan
b) Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor
pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan
nyeti atau perubahan dalam bicara masa lalu
c) Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali lebih detail
d) Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga dan teman
klien mengenai perubahan prilaku klien akhir-akhir ini
e) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan penglihatan
pendengaran, penghidu, penegcapan, perabaan
f) Riwayat trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan
congenital penyakit neurologism atau konseling psikiatri
g) Riwayat peningkatan kadar gula darha dan tekanan darah tinggi
h) Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada system persyarafan
perlu ditanyakan karena kemungkinan ada hubungan nya dengan
keluhan yang sekarang yg dapat memberikan metastasis ke system
persyarafan pusat dengan segala komplikasinya
c. Riwayat penyakit keluarga
Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes mellitus yang memberikan hubungan dengan beberapa
masalah disfungsi neurologis seperti masalah stroke haemorafik dan
neuropati perifer

4. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien
Pengkajian status emosiolan dan mental secara fisik lebih banyak
termasuk pengkajian fungsi serebral meliputi tingkat kesadaran klien, prilaku
dan penampilan bahasa dan fungsi intelektual termasuk ingatan.
a. Kemampuan koping normal.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan perawat juga
penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta masyarakat.
apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ketakutan akan
kecacatan rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah gangguan citra
tubuh
b. Pengkajian sosiekonomispritual
Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien
sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit.
Pemeriksaan Fisik Neurologis
Secara Umum pemeriksaan fisik pada system persarafan ditujukan terhadap area
fungsi utama berikut :
 Pengkajian tingkat kesadaran
 Pengkajian fungsi serebral
 Pengkajian saraf kraniak
 Pengkajian system motorik
 Pengkajian respons reflex
 Pengkajian system sensorik
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen keseluruhan dari impuls aferen dapat
disebut output susunan saraf pusat
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan yaitu aksi dan
reaksi terhadap apa yang diserap bersifat sesuai dan tepat. Keadaan saat suatu aksi
sama sekali tidak dibalas dengan suatu reaksi dikenal sebagai koma (Priguna
Sidartha, 1985)
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system
persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
2. Pengkajian Fungsi Serebral
a. Status mental
Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki seseorang. Secara
ringkas prosedur pengkajian status mental klien dapat dilakukan meliputi:
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara
berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri.
2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah dan aktifitas
motorik semua ini sering memberikan informasi penting tentang klien.
3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga diobservasi.
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ?
5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk
Untuk melihat lebih jauh penilaian status mental bagi perawat
b. Fungsi Intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan menggungkapkan banyak informasi
tentang kerusakan pada otak. Fungsi intelektual mencakup kegiatan dimana
mencakup kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan memanfaatkan
pengalaman.Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat menentukan
pelaksanaan intelektual umum sedangkan lesi yang bersifat fokal dapat
menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus
c. Daya Pikir
a) Apakah pikiran klien bersifat spontal, alamiah, jernih, relevan dan masuk
akal?
b) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan dan keasykan
sendiri?
c) Apa yang menjadi pikiran klien?
d. Status emosional
Secara ringkas pengkajian status emosional klien yang dapat dilakukan perawat
meliputi
a) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar peka, pemarah, cemas, apatis,
atau euphoria ?
b) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramnya
tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
c) Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isus dari
pikirannya
d) Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi non
verbal?
e) Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi serebral yang terakhir adalah kemampuan bahasa.
Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu mengerti dan
berkomunikasi.
3. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan saraf cranial dimuali dengan mengatur posisi klien sehingga duduk
ditepi tempat tidur bila memungkinkan perhatian kepala wajah dan leher klien. Catat
apakah terdapat hidrosefalus (kepala dan wajah menyerupai segitifa terbalik) atau
akromegali.
a. Saraf cranial I
b. Saraf Kranial II
a) Tes ketajaman Fisik
b) Tes konfrontosi
c) Pemeriksaan Fundus
c. Saraf III dan IV
d. Saraf Kranial V
e. Saraf Kranial VII
f. Saraf cranial VIII
g. Saraf cranial IX dan X
h. Saraf cranial XI
i. Saraf cranial XII

4. Pengkajian Sistem Motorik


Pemeriksaan yang teliti pada sistem motorik meliputi inspeksi umum (postur,
ukuran otot, gerakan abnormal, dan kulit), fasikulasi, tonus otot, kekuatan otot,
Pada pemeriksaan sistem sensorik nilai persepsi nyeri, temperatur, vibrasi dan
motorik halus.
Inspeksi umum
perawat mundur sebentar dan perhatikan adanya postur yang abnormal
misalnya pada klien dengan hemiplegia akibat stroke pada pemeriksaan ini anggota
badan atas dalam posisi refleksi dan lengan dalam posisi aduksi dan pronasi
sedangkan anggota badan bawah dalam posisi ekstensi kemudian indentifikasi
artrofi otot yang menunjukan adanya denervasi otot, penyakit otot primer atau
kelainan atrofi.
Fasikulasi
Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot yang tidak regular
yang tidak mempunyai pila yang ritmis. Fasikulasi dapat bersifat kasar atau halus
dan terlihat pada waktu istirahat, tetapi tidak terjadi selama gerakan volunter. Jika
tidak ditemukan fasikulasi. Ketuk otot brakiordialisis dan biseps dengan palu reflex
dan amati lagi. Tindakan ini dapat menstimulasi fasikulasi
Tonus Otot
Pada waktu lengan bawah digerak-gerakkan pada sendi siku secara pasif, otot-
otot ekstensordan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik dengan sedikit tahanan
wajar. Jika semua unsur saraf disingkirkan dari otot (Denervasi) maka tahanan
tersebut sama sekali lenyap. Tahanan itu disebut sebagai tonus otot yang
merupakan manifestari dari resultan gaya saraf (baik motorik maupun sensorik) yang
berada di otot dalam keadaan sehat
Kekuatan otot
Kekuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa dengan
kemampuan untuk melawan tahanan otot volunter secara penuh dari klien untuk
menentukan apakah kekuatan normal, maka umur klien, jenis kelamin, dan bentuk
tubuh harus dipertimbangkan.
Sebagai contoh otot kuadrisep adalah otot yang secara penuh bertanggung jawab
untuk meluruskan kaki pada saat kaki dalam keadaan lurus, pengkaji sulit sekali
membuat fleksi pada lutut sebaiknya jika lutut dalam keadaan fleksi dan klien
diperintahkan untuk meluruskan kaki dengan diberi tahanan, maka akan
menghasilkan ketidakmampuan untuk meluruskan kakinya. Walaupun kurang
sensitive pembagian kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan
bagi perawat untuk melakukan penelitian

5. Pengkajian respon Refleks


Refleks adalah respons terhadap suatu rangsang. Gerakan yang timbul disebut
gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit
untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter
maupun untuk membela diri. Gerakan reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh
anggota gerak akan tetapi setiap otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik.
Selain itu rangsangan tidak saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua
impuls perseptif dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk impuls panca
indra. Setiap suatu rangsangan yang direspons dengan gerakan, menandakan
bahwa antara daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu
terdapat hubungan. Lintasan yang menghubungkan reseptor dan efektor itu.dikenal
sebagai busur refleks.
Reseptor di kulit mendapat perangsangan. Suatu impuls dicetuskan dan dikirim
melalui serabut radiks dorsalis ke sebuah saraf disubstansia grisea medula spinalis.
Atas kedatangan impuls tersebut, neuron itu merangsang saraf motorik di kornu
anterior yang pada gilirannya menstimulasi serabut otot untuk berkontraksi.
Reseptor serabut aferen, interneuron di substansia grisea, saraf motorik, serta
aksonnya berikut otot yang dipersarafinya merupakan busur refleks yang segmental.
Sebagian besar refleks spinal adalah refleks segmental.
Refleks-refleks yang melibatkan kegiatan pancaindra dan kebanyakan reflex
superfisial terjadi dengan perantara busur refleks segmental yang dilengkapi juga
dengan intasan suprasegmental. Refleks-refleks yang dibangkitkan dalam
pemeriksaan klinis dapat bersifat refleks profunda dan refleks superfisial. Refleks
profunda berarti refleks'terjadi sebagai respons atas perangsangan terhadap otot,
sedangkan refleks superfisial adalah refleks vang terjadi akibat perangsangan
permukaan kulit atau mukosa.
Tendon berpengaruh langsung dengan palu refleks atau secara tidak langsung
melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan merekat pada tendon. uji
refleks ini kemungkinkan orang yang menguji dapat rnengkaji lengkung refleks yang
tidak disadari, yang bergantung pada adanya reseptor bagian aferen. sinaps signal,
serabut eferen motorik, dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang bervariasi
pada tingkat yang lebih tinggi.
a. Pemeriksaan Refleks Profunda
Gerakan reflekrorik yang timbul akibat perangsangan terhadap otot dapat
dilakukan dengan melakukan ketukan pada tendon, ligamentum atau
periosreum. Hasil pemeriksaan refleks tersebut merupakan informasi penting
yang sangat menentukan. Oleh karena itu, rangsangan dan penilaian yang
dilakukan harus tepat. Penilaian ini selalu berarti penilaian secara banding antara
sisi kiri dan sisi kanan. Respons terhadap suatu rangsang bergantung pada
intensitas pengerakan.Selain itu, posisi anggota gerak yang sepadan pada saat
perangsangan dilakukan harus sama. Oleh karena itu teknik untuk
membangkitkan refleks tendon harus sempurna
b. Teknik Pengetukan.
Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras. Gagang palu refleks dipegang
dengan ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa sehingga palu dapat diayun
secara bebas. Pengetukan tidak boleh dilakukan seperti gerakan memotong atau
menebas kayu, melainkan menjatuhkan secara terarah kepala palu refleks ke
tendon atau periosteum. Dalam hal ini, gerakan pengetukan berpangkal pada
sendi pergelangan tangan. Tanganlah yang mengangkat palu refleks, bukan
lengan. Kemudian tangan menjatuhkan kepala palu refleks dengan tepat ke
tendon atau periosteum. Refleks tendon harus benar-benar berarti bahwa yang
diketuk adalah tendon
c. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respons
atas stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan refleks profunda,
reflex supervisulal tidak saja mempunyai busur refleks yang segmental,
melainkan mempunyai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu, refleks
superficial dapat menurun atau hilang jika terdapat lesi di busur refleks
segmentalnya atau jika komponen supraspinal mengalami kerusakan.
d. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refeks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan
merupakan gerakan reflektorik defensif atau postural yang jika pada orang
dewasa yang sehat diatur dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidal.
Refleks-refleks patologis sebagian bersifat refleks profunda dan sebagian
lainnya bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan oleh reflex patologis
itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapat julukan yang bermacam-
macam, karena cara membangkitkannya berbeda-beda.
e. Refleks Plantar. Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan
plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki pada kebanyakan orang yang
sehat. Respons yang abnormal terdiri atas ekstensi serta pengembangan jari-jari
kaki dan elevasi ibu jari kaki. Respons ini disebut respons ekstensor plantar yang
lebih dikenal dengan refleks Babinski positif
Respons patologis ini merupakan salah satu tanda yang menunjukkan
terjadinya lesi di susunan piramidal.
f. Gerakan Sekutu.
Gerakan sekutu (associated ntouements) adalah gerakan tidak volunter
dan reflekrorik yang selalu timbul pada setiap gerakan volunter. Gerakan-
gerakan tersebut mengatur sikap dan mengiringi gerakan voluntet agar
ketangkasan dan efektivitas gerakan volunter lebih terjamin. Dalam keadaan
patologis, gerakan sekutu bisa hilang atau bangkit secara berlebihan. Gerakan
sekutu lenyap pada penyakit ekstrapiramidal.Oleh karena itu, gerakan sekutu
disebut gerakan sekutu abnormal atau patologis.sebelum mengalami kerusakan,
gerakan sekutu fisiologis tidak hilang, akan tetapi sinkronisasinya dengan
gerakan volunter hilang, sehingga gerakan volunter memperlihatkan
kejanggalan. Gerakan volunter yang terganggu ini dikenal sebagai gerakan tidak
koordinatif. Gerakan Tidak Volunter (Involunter). Gerakan involunter merupakan
gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, dikehendaki, dan tidak bertujuan.
g. Tremor.
Tremor rnerupakan suatu gerakan yang tidak dikehendaki dan tidak
bertujuan yang terdiri atas satu seri gerakan bolak balik secara ritmik sebagai
manifestasi kontraksi berselingan kelompok otot yang fungsinya berlawanan.
Istilah awam ,yang terkenal adalah gemetar. Tremor dapat diklasifikasikan
menurut frekuensi tremor (tremor cepat atau lambat)
 Spasme.
Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai sekelompok atau beberapa
kelornpok otot, yang timbul secara involunter. Adanya kejang otot disebabkan oleh
gangguan otot atau karena gangguan saraf
Gangguan pada sistem persarafan bisa terjadi di tingkat perifer atau di pusat. Dalam
klinik dikenal keiang otot yang dinamakan (1) kram muskulorum, (2) spasme tetani,
(3) spasme fasialis, (4) krisis okulogirik, (5) singultus, dan (6) spasme profesi di
antaranya yang paling sering di jumpai adalah writer cramp. Kram muskulorum pada
otot betis pernah dialami oleh semua orang yang telah mengeluarkan banyak
tenaga, seperti berenang, lari-lari, main tennis, dan sebagainya. Pemberian garam
seperti kalsium glukonat, KCI, atau NaCl dapat rnencegah timbulnya kembali kram
muskulorum pada orot betis, otot latisimus dorsi, atau otot-otot jari.
Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus. Hipokalsemia dan
alkalosis sering kali menimbulkan spasme tetanik. Spasme tetanik paling sering
dijumpai pada jari-jari tangan. Krisis okulogirik hanya timbul pada penderita
Parkinson akibat efensilitas. Tetapi sekarang, banyak orang non parkinsonism
mengalami kritis tersebut akibat efek obat psikotropik.
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Sistem sensorik lebih kompleks dari sistem motorik karena model dari system
sensorik mempunyai perbedaan traktus,lokasi pada medula spinalis. Pengkajian
sensorik merupakan pengkajian subjektif, luas, serta membutuhkan kerja sama klien.
Penguji dianjurkan mengenali penyebaran saraf perifer yang berasal dari medula
spinalis. Di dalam praktik klinis, ada lima jenis sensibilitas (sensori) yang perlu
diketahui perawat dan menjiadi objek pemeriksaan. Adapun kelima jenis sensasi
itu adalah:
1) Sensasi kbusus atar sensasi pancaindra, seperti sensasi penciuman atau sensasi
olfaktorik, sensasi visual, perasaan auditorik, pengecapan gustatorik, dan
sebagainya.
2) Sensasi eksteroseptif atau sensasi protopatik.
a. Sensasi raba
Hilangnya sensasi raba disebut anestesia. Menurunnya sensasi raba dikenal
sebagai hipestesia. Sensasi raba secara berlebihan disebut hiperestesia.
b. Sensasi nyeri
Hilangnya sensasi nyeri disebut aralgesla. Berkurangnya sensasi nyeri disebut
hipalgesia. Sensasi nyeri secara berlebihan disebur hiperalgesia.
c. Sensasi suhu
Hilangnya sensasi suhu disebut termoanetesia, berkurangnya sensasi suhu
disebut termohipestesia, terasanya sensasi suhu secara berlebihan disebut
termohiperestesia
d. Sensasi abnormal di permukaan rubuh
Kesemutan disebut juga parestesia. Nyeri-panas-dingin yang terus menerus
disebut sebagai disestesia-hiperpasia.
3) Sensasi propriosefsi,yaitu sensasi gerak, getar, sikap, dan tekan. Perasaan
eksteroseptif dan proprioseptif sering diklasifikasikan juga sebagai somastesia, yaitu
sensasi yang bangkit akibat rangsangan sensasi di jaringan yang berasal dari
somatopleura
4) Sensasi interoseptif atau uiseroestesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsang
sensasi di jaringan yang berasal dari viseropleura (usus, paru, limpa, dan
sebagainya).
5) Sensasi diskriminatif atau sensasi multintodalitas, yaitu sensasi yang sekaligus
memberikan pengenalan secara banding. Kerusakan otak akibat lesi yang luas
mencakup hilangnya sensasi, yang mempengaruhi seluruh sisi tubuh lain neuropati
berhubungan dengan penggunaan alkohol dengan penyebaran seperti sarung
tangan dan kaos kaki. Pengkajian sistem sensori mencakup tes sensasi raba, nyeri
superfisial, dan posisi rasa (propriosepsi).
Sensasi nyeri dan suhu ditransmisikan bersama di bagian lateral medulla spinalis.
Sehingga, tidak perlu menguji sensasi suhu dalam keadaan ini.Klien diinstruksikan
memejamkan mata dan membedakan antara ujung yang tajam dan tumpul dengan
menggunakan lidi kapas yang dipatahkan arau spatel lidah. Demi keamanan, hindari
penggunaan peniti karena dapat merusak integritas kulit.

1.7 PENGKAJIAN UMUM SISTEM INDERA


Pengkajian sistem sensori difokuskan pada bentuk subjektif dikarenakan
sistem sensori memiliki hubungan erat dengan persepsi,persepsi merupakan
kemampuan mengidentifikasi sesuatu melalui proses mengamati,mengetahui dan
mengartikan stimulus yang diterima melalui indera.untuk itu,data subjektif yang
diterima berdasarkan persepsi individu dapat menentukan kenormalan dari sistem
sensori tersebut.

1.8 ANAMNESA/WAWANCARA SISTEM INDERA


1. Anamnesa gangguan penglihatan (mata) :
a) Data umum : jenis kelamin umur, pekerjaan
b) Keluhan utama : mata merah,mata berair,mata gatal,mata nyeri
c) Riwayat penyakit dahulu : dm,hipertensi,trauma
2. Anamnesa gangguan pendengaran (telinga):
a) Faktor yang memperberat (riwayat sering mengorek ,sering
menyiram dengan air)
b) Faktor lingkungan misalnya tempat pekerjaan dilingkungan yang
bising ia akan mengalami penurunan pendengaran
3. Anamnesa gangguan penciuman (hidung) :
a) Hidung eksternal :
- Bentuk,ukuran,warna kulit
- Normalnya : simetris,warna sama dengan wajah
- Abnormal : deformital,bengkak,merah
b) Nares anterior :
- Inspeksi warna mukosa lesi rabas,perdarahan,bengkak
- Mukosa normal : pink,lembab,tanpa lesi
- Abnormal : rabas mukoid(rhinitis)rabas kunimg kehijuan(sinusitis)
4. Anamnesa gangguan sistem perasa (mulut) :
- Ada trauma lidah
- Bersih atau kotor?warna,bentuk?
- Masih bisa membedakan rasa?
- Tonsil
- Adakah stomatitis.

1.8 RIWAYAT KESEHATAN


1. KELUHAN UTAMA
Adalah alasan mengapa klien masuk rumah sakit pada klien dengan
gangguan sistem sensori klien dapat mengeluhkan hal berikut :
- Pendengaran : pendengaran menurun rasa gatal dan tidak
nyaman pada telinga nyeri
- Penglihatan : vertigo,pusing,penglihatan kabut,penurunan
visus,ada kilatan cahaya,keluar air mata terus menerus
- Penciuman : sinusitis
- Pengecap : stomatitis
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
- Tanyakan pada klien kapan tibulnya keluhan,mendadak,hilang
timbul,atau progresif
- Kaji sifat keluhan,menetap ataukah kadang-kadang
- Tanyakan faktor eksternya terjadi keluhan
- Apakah keluhan timbul dengan gejala lain?
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
- Riwayat ispa
- Usia
- Hypertensi
- Diabetikum
- Pemakaian obat-obat mata tanpa resep dokter,misalnya obat
tetes mata
4. RIWAYAT SOSIAL
- Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok
- Anggota keluarga yang punya masalah
pendengaran,penglihatan,penciuman da pengecapan
5. RIWAYAT PSIKOLOGIS
- Bagaimana persepsi dan perasaan klien mengenai gangguan dan
bagaimana klilen menyesuaikan diri
- Perubahan sikap dann kepribadian,penurunan
kepekaan,terhadap lingkungan
- Reaksi anggota keluarga dalam menanggapi gangguan sensori
6. PEMERIKSAAN FISIK
- TTV : perubahan ttd,nadi,respirasi,suhu
- Kesadaran menurun : KU lemah,gelisah kejang
- Neurologis : ataksia,gangguan keseimbangan,kejang,meningeal
sign,strabismus.
BAB III
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Sistem musculoskeletal merupakan gejala yang sering ditemukan
Kebanyakan klien dengan penyakit atau kondisi traumatik, baik yang terjadi pada
otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri. Yg di timbulkan oleh infeksi
nyeri tulang akibat spasme otot atau penekanan pada syaraf sensoris
System saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun system
koordinasi yang bertugas menerima rangsangan,menghantarkan rangsangan
keseluruh bagian tubuh,serta memberikan respons terhadap rangsangan
tersebut.
Sistem indera merupakan organ yang berfungsi untuk menerima jenis
rangsangan tertentu.selain itu dikenal pula beberapa reseptor yang berfungsi
mengenali perubahan lingkungan luar yang dikelompokan sebagai eksoreseptor.

1.2 SARAN
untuk dapat lebih memahami sistem muskuluskeletal, saraf dan indera
selain membaca dan memahami .kita harus dapat mengaitkan materi-materi
tersebut denngan kehidupan kita sehari-hari,agar lebih mudah untuk paham dan
sealu ingat
DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert, (1996), Pengkajian Fisik Keperawatan, Jakarta: EGC


Goodner, Brenda, (1994), Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis, Jakarta: EGC.
Ellis, J.R., Nowlis, E.A. & Bens, P.M. (1996). Modules for basic nursing skills. (six edition).
Philadelphia: Lipicont-Reven Publisher
Potter, P.A. & Perry, A.G. (1996). Fundamentals of Nursing: Concept, Process & Practice. (third
edition). St. Louis: Mosby-Year Book
Perry, A.G. & Potter, P.A. (1994). Clinical Nursing Skills & techniques (third edition). St. Louis: Mosby-
Year Book.

Anda mungkin juga menyukai

  • KMB Tugas 2 Mitha
    KMB Tugas 2 Mitha
    Dokumen24 halaman
    KMB Tugas 2 Mitha
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • KMB Tugas 2 Mitha
    KMB Tugas 2 Mitha
    Dokumen24 halaman
    KMB Tugas 2 Mitha
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Sop Indera
    Sop Indera
    Dokumen1 halaman
    Sop Indera
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Sop Indera
    Sop Indera
    Dokumen1 halaman
    Sop Indera
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Dokumentasi Pie Kelompok Vi
    Dokumentasi Pie Kelompok Vi
    Dokumen6 halaman
    Dokumentasi Pie Kelompok Vi
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Anamnesa Sistem Muskuloskeletal
    Anamnesa Sistem Muskuloskeletal
    Dokumen12 halaman
    Anamnesa Sistem Muskuloskeletal
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • AFRIANTY
    AFRIANTY
    Dokumen9 halaman
    AFRIANTY
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • 02.bab I
    02.bab I
    Dokumen9 halaman
    02.bab I
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Daerah Terancam Punah 19118 en
    Bahasa Daerah Terancam Punah 19118 en
    Dokumen2 halaman
    Bahasa Daerah Terancam Punah 19118 en
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen37 halaman
    Bab 1
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Pa Us
    Pa Us
    Dokumen17 halaman
    Pa Us
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Tugas Jiwa Vika
    Tugas Jiwa Vika
    Dokumen24 halaman
    Tugas Jiwa Vika
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Ibd Anhy
    Ibd Anhy
    Dokumen22 halaman
    Ibd Anhy
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat
  • Ibd Anhy
    Ibd Anhy
    Dokumen22 halaman
    Ibd Anhy
    irmawati harifin
    Belum ada peringkat