Nina Nurmila
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution No. 105 Cibiru Bandung 40614
e-mail: ninanurmila@yahoo.com
Abstrak:
Patriarki merupakan sebuah sistem yang menempatkan laki-laki dewasa pada
posisi sentral atau yang terpenting, sementara yang lainnya seperti istri dan anak
diposisikan sesuai kepentingan the patriarch (laki-laki dewasa tersebut). Dalam
sistem patriarki, perempuan diposisikan sebagai istri yang bertugas men-
dampingi, melengkapi, menghibur, dan melayani suami (the patriarch), sementara
anak diposisikan sebagai generasi penerus dan penghibur ayahnya. Sistem ini
berpengaruh terhadap pemahaman agama, dalam hal ini ajaran Islam. Mema-
hami agama dengan lensa patriarki dapat melahirkan budaya patriarki yang
memosisikan perempuan harus selalu dan senantiasa di bawah laki-laki dan laki-
laki harus selalu dan senantiasa berada di atas perempuan, yaitu dalam posisi
memimpin, mengatur, dan mengusai, terlepas apakah laki-laki tersebut mampu
dan memenuhi syarat atau tidak. Pemahaman agama dengan lensa ini
melahirkan ketidakadilan relasi antara laki-laki dan perempuan, padahal Islam
diyakini sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan keadilan,
bahkan menentang patriarki. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman baru
terhadap agama dengan menggunakan perspektif keadilan gender, bukan
patriarki.
Abstract:
Patriarchy is a system that put adult men in central and important position, while
others such as women and children are positioned in relation to the interest of
the patriarch (adult man). Within patriarchal system, women are positioned as
wives whose job is to accompany, complement, entertain and serve the patriarch,
while children are positioned as the next generation and entertainer of their
father. This system affects the interpretation of religion, in this case Islam.
Understanding religion by using patriarchal lenses can produce patriarchal
culture which position women as always subordinate to men and that men as
always superior to women, such as that men are leaders of women who manage
and decide women‘s affairs regardless of whether or not the men are capable or
fulfilling the requirements of being leader. This religious understanding by using
patriarchal lenses causes gender injustice between men and women, which
contradicts Islam, as a religion which supports equality and justice and argues
against patriarchy. Therefore, new religious understanding by using equal
gender perspective, not patriarchal perspective, is needed.
Kata Kunci:
Patriarki, gender, budaya, pemahaman agama, keadilan
DOI: http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v23i1.606
Pengaruh Budaya Patriarki terhadap Pemahaman Agama
sebagai objek ataupun ahli ilmu sosial Knowledge, Discourse and Politics in an Age of
(social scientist): perkembangan dari ―a Decline (UK: The Falmer Press, 1991
8 Gorelick, ―Contradictions of Feminist Metho-
sociology about women to a sociology for
dology‖, hlm. 462.
perlu dibayar (free labour), manajemen keluarga atau partisipasi di parlemen; (4)
emosi dan banyak hal lainnya.9 Manfaat, misalnya dapat ikut menikmati
Yang menjadi sumber data dalam manfaat dari hasil pembangunan seperti
penelitian ini adalah teks, baik teks fiqih hak terhadap asuransi kesehatan atau
atau pun tafsir yang merupakan hasil pe- bantuan tunai langsung yang diberikan
mahaman terhadap agama dengan meng- kepada kepala keluarga, walaupun ia
gunakan lensa patriarkis sehingga ber- berjenis kelamin perempuan.
kontribusi terhadap pembentukan dan
penguatan budaya patriarkis. Sebuah teks Pengaruh Patriarki terhadap Pemaha-
dinilai patriarkis jika teks tersebut cen- man Agama
derung mengunggulkan jenis kelamin Dalam bagian ini dijabarkan con-
laki-laki di atas jenis kelamin perempu- toh-contoh pemahaman agama yang
an. Teks tersebut akan dianalisa dengan dipengaruhi oleh sistem patriarki baik
menggunakan perspektif keadilan gen- dalam fiqih atau pun tafsir, walaupun
der. dominasi patriarki ini bukan hanya di
Untuk memudahkan proses anali- ranah pemahaman agama saja, melainkan
sis, digunakan indikator keadilan dan juga di ranah lainnya termasuk sejarah.
ketidakadilan gender. Setidaknya ada li- Sejarah Islam hampir semuanya ditulis
ma indikator ketidakadilan gender, yaitu: oleh laki-laki tentang laki-laki, sehingga
(1) subordinasi (merendahkan perempu- dalam bahasa Inggris pun sejarah disebut
an); (2) marginalisasi (peminggiran terha- history [berasal dari his story], bukan
dap perempuan berdasar jenis kelamin); herstory. Hanya sedikit saja nama pe-
(3) kekerasan (tindakan menyakiti perem- rempuan yang muncul dalam sejarah
puan baik secara fisik, psikologis ataupun seperti Âminah, ibunda Rasul SAW.,
seksual); (4) stereotype (pelabelan negatif Khâdijah, istri Rasul, Fâthimah, putri
terhadap perempuan, misalnya perempu- Rasul, ‗Âisyah, istri Rasul, Asmâ‘, sau-
an itu lemah dan emosional); dan (5) dara ‗Âisyah, dan Rabi‘ah al-‗Adawiyah,
double atau bahkan bisa multiple burdens sufi perempuan. Selebihnya, sejarah ha-
(pembebanan kerja ganda atau lebih, nyalah berisi tentang kiprah laki-laki da-
misal perempuan yang mencari nafkah lam dominasi budaya patriarki.
masih dibebani pekerjaan domestik, pe- Demikian halnya dalam fiqih,
ngasuhan anak dan pelayanan kepada perempuan lebih dibatasi peran dan ge-
suami).10 Adapun indikator keadilan gen- raknya di wilayah domestik saja. Misal-
der ada empat, yaitu: (1) Akses, misalnya nya, syarat untuk salat Jumat, menjadi
akses pada kesempatan memperoleh hakim, wali, dan pemimpin semuanya
pendidikan; (2) Kontrol, misalnya kontrol harus laki-laki, seakan dengan berjenis
terhadap sumber daya atau penghasilan kelamin laki-laki menjamin bahwa sese-
yang diperolehnya atau hak miliknya; (3) orang bisa melakukan apa pun yang
Partisipasi, misalnya partisipasi dalam dipercayakan kepadanya. Konstruksi
kepempimpinan baik di publik ataupun gender yang cenderung mendomestikasi
domestik, pengambilan keputusan dalam perempuan di antaranya dapat dilihat
dalam kitab fiqih yang banyak dirujuk di
9Ibid., hlm. 463-4. Indonesia, yaitu Syarh Uqûd al-Lujjayn
10Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi (Etika Berumah Tangga) karya Al-Nawawi
Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 72-
76.
(2000).11 Kitab ini ditulis oleh Muhammad menyatakan bahwa laki-laki terbaik ada-
ibn ‗Umar al-Nawawi (1230-1316H/1813- lah yang terbaik akhlaknya dan paling
1898M) yang berasal dari Banten namun lembut sikapnya kepada keluarganya,
beliau sudah lama menuntut ilmu dan termasuk terhadap istrinya tentunya;14
mengajar di Arab, sehingga kitab ini pun dan sebagaimana firman Allah yang me-
ditulis dalam bahasa Arab serta sudah nganjurkan para suami agar memperla-
dijadikan rujukan di berbagai pesantren kukan istrinya dengan baik.15 Hal positif
salaf di Indonesia. lainnya yang dibahas dalam buku ter-
Dalam buku tersebut di antaranya sebut adalah bahwa suami harus mem-
dibahas tentang hak dan kewajiban suami perhatikan bahwa istri tidak berhak
istri. Ada beberapa hal dalam pemba- menerima penghinaan dari suami karena
hasan buku ini yang penulis anggap Rasulullah Saw. telah melarang meng-
positif, namun kebanyakan pembahasan umpat istri.16 Selain itu, dinasihatkan juga
buku ini bersifat misoginis (membenci agar para suami menyenangkan hati istri,
perempuan) dan patriarkis karena cende- memberi nafkah, menahan diri agar tidak
rung mendomestikasi dan mensubor- mudah marah jika istrinya menyakitkan
dinasi perempuan. Di antara unsur positif hatinya.17
dalam buku ini adalah tentang anjuran Namun selebihnya, seperti yang
agar para suami berhati lembut terhadap sudah disebutkan di atas, isi buku ter-
istrinya dan menunjukkan perilaku yang sebut lebih bersifat misoginis dan pat-
baik dalam bergaul dengan istrinya. Sa- riarkis karena cenderung mendomes-
yangnya, anjuran ini disertai dengan tikasi dan mensubordinasi perempuan,
alasan yang merendahkan perempuan, menekankan tentang pentingnya perem-
yaitu bahwa anjuran itu diberikan meng- puan taat kepada suami dan menyatakan
ingat lemahnya perempuan itu sendiri bahwa poligami merupakan hak laki-
sehingga perempuan dianggap membu- laki.18 Mendomestikasi perempuan mak-
tuhkan keluhuran budi suami sebagai sudnya adalah bahwa perempuan lebih
orang yang mampu menyediakan keper- ditekankan agar tinggal di rumah saja,
luan yang dibutuhkan perempuan.12 Bu- untuk keperluan salat berjamaah sekali-
ku tersebut juga mengatur cara memu- pun dan dirinya dianggap aurat.19Men-
kul istri, sebagai sarana mendidik istri subordinasi perempuan adalah meman-
yang nusyûz. Yaitu dengan pukulan yang dang perempuan selalu dalam posisi le-
ringan yang sifatnya tidak meninggalkan bih rendah daripada laki-laki terutama
bekas di tubuh, jangan sampai pukulan suaminya. Misalnya, perempuan diang-
tersebut begitu kuat dan membuat noda gap kurang akal dan agamanya, bahwa
pada anggota badan,13 walaupun menu- akal dan intelektual laki-laki melebihi
rut hemat penulis sebaiknya suami tidak perempuan, bahwa laki-laki lebih tabah
memukul istrinya sebagaimana hadis menghadapi problem yang berat, bahwa
riwayat al-Turmudzî dan al-Hâkim dari
‗Âisyah tentang sabda Rasulullah yang 14 Ibid., hlm. 25.
15 Al-Qur‘an surah al-Nisa‘ [4]: 19.
11 Muhammad ibn ‗Umar al-Nawawi, Terjemah 16 al-Nawawi, Terjemah Syarah Uqudullujjayn, hlm.
siksaan yang digambarkan tersebut begi- ki-laki, demikian juga untuk pemimpin
tu sadis seperti perempuan yang digan- tertinggi yang didasarkan pada sabda
tung dengan rambutnya, lidahnya dan Rasul SAW. ‗Tidak akan beruntung
otaknya mendidih,24 seakan hanya pe- suatu kaum yang menyerahkan urusan-
nya kepada perempuan‘ diriwayatkan
rempuan saja yang melakukan dosa se-
oleh al-Bukhâri dari hadis ‗Abd al-
hingga berada di neraka.
Rahmân ibn Abû Bakrah dari ayahnya.
Sementara di bidang tafsir, berikut
Selanjutnya, Ibnu Katsîr juga me-
ini adalah salah satu contoh tafsir yang
mandang bahwa keunggulan laki-laki a-
dinilai patriarkis yang ditulis oleh Ibn
tas perempuan itu merupakan kodrat
Katsîr (w. 774H), salah satu mufasir besar
dalam tafsirnya terhadap penggalan ayat
yang karyanya banyak dirujuk di seluruh
berikut}{وِِبَآ أَن َف ُقواْ ِم ْن أ َْم َوِلِِ ْم
َ yaitu:
dunia Muslim.25
Dari mahar, nafkah dan beban yang
Ketika menafsirkan Al-Qur‘an su-
diwajibkan Allah pada mereka untuk
rah al-Nisâ‘ [4] ayat 34, Ibn Katsîr tampak perempuan yang termaktub dalam ki-
dipengaruhi oleh nilai-nilai atau budaya tab dan sunnah Nabi Saw., maka laki-
patriarkis. Nilai patriarkis yang dimun- laki itu lebih unggul dari perempuan
culkan dalam tafsir tersebut terlihat di an- dalam dirinya dan laki-laki memiliki
taranya dari pernyataan penulisnya yang kelebihan di atas perempuan dan kele-
menganggap bahwa peran laki-laki seba- bihan-kelebihan lainnya, maka pantas
gai pengayom, pemimpin, penguasa, ha- saja laki-laki menjadi pemimpin perem-
kim, dan pendidik perempuan jika pe- puan sebagaimana firman Allah SWT.
rempuan membengkok. Di sini sudah ada ]222 :{ولِ ِّلر َج ِالَ لَْي ِه َّن َد َر َجةٌ}[البقرة
َ . Ibnu Katsîr pun
anggapan seolah semua laki-laki lebih mengutip penafsiran ‗Ali ibn Abû
berpendidikan dan lebih mampu berpe- Thalhah dari Ibn ‗Abbâs tentang peng-
ِ ال قَ َّوامو َن علَى ٱلنِس
ran sebagai pendidik perempuan serta galan ayat }آء َّ َ ُ ُ {ٱ ِّلر َجyakni:
perempuan memiliki kecenderungan ―diperintahkan kepada istri untuk me-
membengkok (potensi negatif). Ini adalah naati suaminya, menaati segala perin-
tahnya, ketaatan istri merupakan keba-
tindakan mengunggulkan laki-laki dan
jikan bagi keluarganya dan menjaga
merendahkan perempuan (subordinating)
hartanya.‖
serta melabeli perempuan dengan sifat
Kutipan di atas menunjukan bah-
negatif (stereotyping).
wa Ibnu Katsîr, seperti halnya al-Na-
Perendahan tderhadap perempuan wawî, tidak membedakan antara potensi
(subordinasi) juga berlanjut dalam tafsir-
kodrati (biologis) dan potensi kasbî (gen-
nya terhadap penggalan ayat ض ُه ْم ِ
َ َّل ٱ ََّّللُ بَ ْع
َ {ِبَا فَض der) antara laki-laki dan perempuan
} َعلَى بَ ْعضdengan menyatakan bahwa: sehingga menganggap bahwa laki-laki itu
―Karena laki-laki itu lebih unggul dari memang secara kodrati diciptakan mele-
perempuan dan laki-laki itu lebih baik bihi perempuan dan bahwa kelebihan ini
dari perempuan. Oleh karena itulah adalah kodrat, bukan hasil usaha.
maka kenabian dikhususkan untuk la-
24Ibid., hlm. 85
25 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur‟ân al-Karîm, Pemahaman Agama yang Patriarkis dan
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=
Pembentukan/Penguatan Budaya Pat-
1&tTafsirNo=7&tSoraNo=4&tAyahNo=34&tDispl
ay=yes&UserProfile=0&LanguageId=1, diakses riarkis
tanggal 12 Juni 2015.
penafsiran tersebut akan dibahas dalam bukan hanya laki-laki saja melainkan juga
bagian berikut ini. perempuan.
Penafsiran tersebut sejalan dengan
1. Perempuan bisa menjadi pemimpin pemahaman Zaitunah Subhan.27 Menu-
keluarga rutnya, QS. al-Nisâ‘ [4]: 34 bukanlah ten-
Salah satu produk tafsir kontem- tang kepemimpinan laki-laki secara nor-
porer yang berperspektif keadilan gender matif, melainkan ayat kontekstual ten-
terhadap Al-Qur‘an surah al-Nisâ‘ [4]: 34 tang fungsi ekonomi. Artinya, superio-
bisa didasarkan pada penemuan Nasa- ritas laki-laki akan terkurangi jika ia tidak
ruddin Umar.26 Temuan penelitiannya mampu menafkahi keluarganya. Kata ri-
menunjukkan bahwa Al-Qur‘an ketika jâl adalah jamak dari rajul atau rijl (kaki).
berbicara kodrat/biologis perempuan Artinya: mereka yang berjalan atau be-
menggunakan kata untsâ‟ (female) semen- kerja untuk mendapatkan penghasilan,
tara untuk laki-laki adalah dzakar (male). yang biasanya berlangsung di luar ru-
Sedangkan untuk non-biologis atau gen- mah, disebut rijâl, sedang mereka yang
der, Nasaruddin Umar berpen-dapat bah- ada di dalam rumah disebut nisâ‟. Oleh
wa Al-Qur‘an menggunakan kata rijâl, karena itu, menurut Subhan, secara sosio-
nisâ‟, dan mar‟ah. Berdasarkan pembeda- logis, siapa pun yang aktif di ruang pub-
an antara yang bersifat kodrat dan yang lik disebut rijâl dan siapa pun yang be-
bukan kodrat, maka dapat dipahami rada di rumah disebut nisâ‟ tanpa me-
bahwa seseorang terlahir sebagai dzakar mandang apakah secara biologis laki-laki
atau untsâ‟ namun untuk menjadi rijâl, ataupun perempuan.
maka ia harus memenuhi syarat tertentu. Sejalan dengan pemahaman Zaitu-
Kata yang digunakan dalam QS. 4: 34 nah Subhan, Asghar Ali Engineer mema-
adalah rijâl bukan dzakar. Artinya, seo- hami bahwa QS. al-Nisâ‘ [4]: 34 merupa-
rang dzakar tetap akan menjadi dzakar jika kan ayat sosio-teologis, bukan teologis.28
ia tidak dapat memenuhi kriteria yang Artinya, bahwa ayat tersebut dipahami
ditetapkan untuk menjadi rijâl. Dalam sebagai ayat yang menerangkan tentang
QS. Al-Nisâ [4]: 34 ditetapkan bahwa konteks pada saat diturunkannya ayat
seorang rijâl yang qawwâm (pengayom, tentang relasi hubungan antara suami
pemimpin, penegak ekonomi keluarga) dan istri. Implikasi dari pemahaman ini
itu adalah yang memenuhi dua syarat, adalah bahwa bisa saja pada konteks
yaitu (1) memiliki kelebihan dibanding sekarang relasi hubungan antara suami
pasangannya (kelebihan ini bisa berupa dan istri (relasi gender) di belahan dunia
penghasilan atau pendidikan yang lebih lain selain Arab sama atau bisa berbeda
tinggi); dan (2) menafkahkan sebagian dengan konteks di Arab pada masa ditu-
hartanya untuk keluarganya. Karena pe- runkannya ayat. Sementara kalau ayat
menuhan syarat-syarat ini harus diupaya- tersebut dipahami sebagai ayat teologis
kan, bukan kodrat yang diterima begitu artinya, umat Muslim, kapan pun, di
saja, maka apa pun jenis kelaminnya, mana pun harus memiliki relasi gender
laki-laki atau perempuan, bisa mencapai-
nya, sehingga yang bisa menjadi rijâl 27Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Jen-
der dalam Tafsir al-Qur‟an, (Yogyakarta: LKiS,
1999), hlm. 177-180.
26Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender 28 Asghar Ali Engineer, The Rights of Women in
Perspektif al-Qur‟an (Jakarta: Paramadina, 1999). Islam (London: C. Hurst & Co., 1992), hlm. 45-46.
seperti yang disebutkan dalam QS. al- nya menginformasikan dan menceritakan
Nisâ‘ [4]: 34, yaitu bahwa suami selalu kondisi sosiologis saat diturunkannya a-
harus menjadi pemimpin bagi istrinya. yat. Sebagaimana telah diketahui bahwa
Mirip dengan apa yang telah di- isi Al-Qur‘an itu beragam: di antaranya
sampaikan oleh Asghar Ali Engineer, ada perintah, larangan, kisah nabi-nabi
Abû Zayd memandang QS. 4: 34 sebagai sebelum Nabi Muhammad dan respons
ayat deskripsi, bukan preskripsi.29 Ar- Al-Qur‘an terhadap permasalahan yang
tinya, Abû Zayd memahami bahwa ayat terjadi pada konteks diturunkannya ayat.
tersebut tengah menerangkan tentang re- Selain itu, jika diteliti secara seksama, QS.
lasi gender saat diturunkannya ayat, 4: 34 menyebutkan ―sebagian laki-laki
bukan preskripsi atau perintah bahwa atas sebagian perempuan‖. Kata ―seba-
relasi gender di mana pun atau kapanpun gian‖ baik jika setelahnya disertai kata
harus sama dengan relasi gender saat laki-laki atau pun perempuan, hasilnya
diturunkannya ayat. Sama halnya, Hu- akan sama. Yaitu jika sebagian laki-laki
sein Muhammad membaca QS. al-Nisâ‘ lebih unggul dari perempuan, maka itu
[4]: 34 sebagai ayat informatif, bukan ayat berarti sebagian perempuan lebih unggul
normatif. Artinya, mirip dengan pemaha- dari laki-laki. Ini secara realitas dengan
man Abû Zayd dan Asghar Ali Engineer, mudah dapat dilihat dalam kehidupan
Husein Muhammad memahami bahwa keseha-rian kita bahwa ada laki-laki yang
ayat tersebut merupakan informasi menjadi ulama, dosen, hakim, dan ada
tentang relasi gender pada saat diturun- pula perempuan yang menjadi buruh
kannya ayat. Implikasinya, relasi gender pabrik atau pekerja rumah tangga; se-
pada masa sekarang ini bisa saja sama baliknya ada perempuan yang bekerja
dengan yang diinformasikan QS. al-Nisâ‘ sebagai dosen, hakim, dan pengusaha
[4]: 34, namun bisa juga berbeda karena yang tentu saja gajinya lebih unggul atau
ayat tersebut, menurutnya, bukanlah ayat lebih tinggi dibanding laki-laki yang
normatif yang mengharuskan semua bekerja sebagai guru, sopir atau penyapu
umat Muslim memiliki relasi gender yang jalan. Namun, ideologi patriarkis yang
diinformasikan pada ayat tersebut.30 selalu memandang perempuan lebih
Jika diperhatikan secara seksama, rendah dari laki-laki dapat membutakan
tidak ada kata atau petunjuk yang bisa seseorang untuk dapat melihat semua
dijadikan dasar bahwa QS. al-Nisâ‘ [4]: 34 realitas tersebut.
di atas dapat dikategorikan sebagai ayat Di Indonesia, pada realitasnya,
teologis, preskriptif, dan normatif yang keluarga yang dipimpin oleh perempuan
biasanya ditunjukkan dengan kata ―kuti- selalu meningkat dari tahun ke tahun.
ba, wajaba, faradla atau fi`il amr” misal Survei yang dilakukan PEKKA (Perem-
kutiba `alâ al-rijâl qawwâmûna…atau wajaba puan kepala keluarga), sebuah perkum-
`alâ al-rijâl qawwâmûna…, melainkan ha- pulan perempuan yang menjadi kepala
keluarga yang berlokasi di seantero Indo-
29Nashr Hamid Abu Zayd, ―The Nexus of Theo- nesia, pada 2014 menunjukkan bahwa
ry and Practice" dalam The New Voices of Islam, ed. paling tidak terdapat 25,1% keluarga di-
Mehran Kamrava (London: I. B. Tauris, 2006), pimpin oleh perempuan.31 Artinya, satu
hlm. 163.
30 Husein Muhammad, Ijtihad Kiayi Husein: Upaya
Membangun Keadilan Gender, (Jakarta: Rahima, 31PEKKA dan SMERU, Menguak Keberadaan dan
2011), hlm. 60. Kehidupan Perempuan Kepala Keluarga: Laporan Hasil
dari empat kepala keluarga adalah pe- menjadi pemimpin itu sendiri sering kali
rempuan. Mereka menjadi kepala keluar- terjegal oleh budaya patriarkis yang
ga karena suaminya ada yang tidak mam- menghalangi perempuan untuk menjadi
pu menafkahi keluarga, karena cacat atau pemimpin. Selain kentalnya budaya pat-
sakit, ada pula karena suaminya enggan riarkis, yang dapat menjegal perempuan
menafkahi (melarikan diri dari tanggung dalam meraih kursi kepemimpinan ada-
jawab menafkahi, atau menelantarkan ke- lah hadis yang dikutip dalam tafsir Ibn
luarganya karena menikah lagi, atau Katsîr di atas: ""لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة.
karena perempuan tersebut bercerai se-
Banyak kaum Muslim yang percaya bah-
mentara mantan suaminya tidak menaf-
wa hadis tersebut adalah sahih karena
kahi dirinya atau pun anaknya pasca
tercantum dalam Shahîh al-Bukhâri. Na-
perceraian. Para perempuan ini rentan
mun, menurut penelitian Mernissi, hadis
terhadap diskriminasi, misalnya mereka
tersebut cacat dan tidak dapat diterima.32
dianggap bukan pemimpin keluarga ka-
Alasannya, tidak ada seorang pun yang
rena jenis kelamin mereka perempuan,
pernah mendengar hadis tersebut kecuali
walaupun mereka merupakan satu-
Abû Bakrah. Abû Bakrah pun baru perta-
satunya tulang punggung atau pencari
ma kali mengucapkan hadis tersebut 25
nafkah keluarga. Bentuk diskriminasi ter-
tahun setelah Nabi wafat dalam konteks
sebut di antaranya adalah dengan tidak
yang diperkirakan sebagai situasi yang
diberikannya bantuan langsung tunai,
sulit bagi Abû Bakrah. Saat itu, umat
yang sasarannya adalah kepala keluarga,
Muslim bingung dengan perselisihan an-
sedangkan dalam undang-undang yang
tara ‗Ali ibn Abû Thâlib dan Aisyah yang
namanya kepala keluarga itu adalah laki-
terlibat perang Jamal. Abû Bakrah sendiri
laki. Para perempuan ini juga tidak dapat
memihak kepada Aisyah. Namun saat
menjadi wali nikah anak perempuannya
Aisyah kalah, sepertinya ia ingin ber-
walaupun merekalah sebenarnya yang
pindah kepada kubu ‗Ali ibn Abû Thâlib.
mengasuh dan mendidik anaknya sejak
Sebagai legitimasi pindahnya pemihakan
kecil hingga mereka menikah, tanpa kon-
dari kubu Aisyah kepada ‗Ali, maka ia
tribusi ayahnya. Wali itu sendiri artinya
mengeluarkan hadis ini. Mernissi sendiri
adalah pelindung. Dalam kenyataannya,
mempelajari konteks asbâb al-wurûd hadis
para perempuan atau si ibulah yang se-
ini dari kitab Fath al-Bâri yang ditulis al-
lama ini menjadi pelindung anak perem-
`Asqalâni, yang menulis syarah Shahîh al-
puannya ketika ayah anak perempuan ini
Bukhâri.
pergi menelantarkannya. Namun, budaya
Lantas siapakah Abû Bakrah? Mer-
patriarkis, tetap mengharuskan bahwa
nissi menjelaskan bahwa Abû Bakrah se-
yang menjadi wali nikah ini haruslah
belum datangnya Islam adalah seorang
ayahnya, laki-laki yang dalam realitanya
budak di kota Thâ`if. Ia diuntungkan po-
tidak lagi berperan sebagai pelindung
sisinya dengan memeluk agama Islam
keluarganya.
sehingga ia bisa terbebas menjadi manu-
Meskipun banyak perempuan ya-
sia merdeka. Menurut Mernissi, untuk
ng secara akademis dan pengalaman
mampu menjadi pemimpin, proses untuk
32Fatima Mernissi, The Veil and the Male Elite: A
Feminist Interpretation of Women‟s Rights in Islam
Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis Komuni- (USA: Addison-Wesley Publishing Company,
tas, (Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU, 2014). 1991), hlm. 49-61.
dapat meriwayatkan hadis, tidak cukup dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
seseorang itu berkemampuan secara inte- sesungguhnya Kami akan mengembalikan-
lektual dan berdaya ingat kuat, namun nya kepadamu, dan menjadikannya (salah
seorang) dari para rasul.”
dibutuhkan juga kriteria moralnya. Abû
Bakrah pernah terkena hukuman cambuk
Adapun kisah Âsiyah, istri Fir‘aun,
pada masa pemerintahan ‗Umar ibn al-
diceritakan dalam QS. Al-Qashash [28]: 9
Khaththâb, karena ia menuduh seseorang
berikut ini, yang diberi peran sebagai
berbuat zina, namun tidak dapat men-
penyelamat Nabi Musa:
datangkan empat saksi. Oleh karena itu, “Dan berkatalah istri Fir'aun: „(Ia) adalah
menurut Mernissi, meskipun hadis terse- penyejuk mata hati bagiku dan bagimu, ja-
but tercantum dalam Shahîh al-Bukhâri, nganlah kamu membunuhnya, mudah-mu-
namun tidak dapat diterima begitu saja dahan ia bermanfaat kepada kita atau kita
karena diriwayatkan oleh Abû Bakrah, ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada
yang pernah terkena hukuman cambuk.33 menyadari.‟”
Selain itu, sebuah hadis agar dapat dite-
rima harus sejalan dengan Al-Qur‘an dan Istri Fir`aun diceritakan sebagai seo-
akal sehat. Isi hadis tersebut akan lebih rang perempuan yang istimewa, sebagai
sejalan dengan akal sehat jika isinya ada- contoh orang yang taat kepada Allah (min
lah ―tidak akan beruntung suatu kaum al-qânitîn). Melalui ayat ini pula umat
yang menyerahkan urusannya kepada Muslim dapat memahami bahwa kriteria
yang tidak mampu‖, karena tidak semua perempuan yang salih yang digambarkan
perempuan tidak mampu melaksanakan dalam Al-Qur‘an surah al-Nisâ‘ [4]: 34,
amanat atau urusan yang dipercayakan yaitu qânitât, artinya taat kepada Allah,
padanya. Demikian halnya dengan laki- bukan pada suami karena dua contoh
laki, tidak sedikit dari mereka yang juga perempuan yang digambarkan sebagai
tidak mampu menjalankan amanat atau qânitîn dalam Al-Qur‘an surah al-Tahrîm
menyelesaikan suatu urusan. [66]: 11-12 berikut ini adalah istri Fir`aun,
yang tidak taat pada suaminya, dan Mar-
2. Perempuan juga ada yang menjadi yam, yang digambarkan dalam Al-Qur‘an
nabi tidak bersuami.
Budaya patriarki juga telah mela- “Dan Allah membuat istri Fir'aun perum-
hirkan pemahaman bahwa nabi itu hanya pamaan bagi orang-orang yang beriman,
ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangun-
dikhususkan untuk laki-laki saja. Padahal
kanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu
jika kita mendefinisikan nabi sebagai se- dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari
seorang yang menerima wahyu, Al- Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkan-
Qur‘an menyebutkan setidaknya tiga lah aku dari kaum yang zalim. Dan
nama perempuan yang diberi wahyu (ingatlah) Maryam binti Imran yang me-
yaitu Maryam, Âsiyah (istri Fir‘aun), dan melihara kehormatannya, maka Kami tiup-
ibu Nabi Musa. Kisah ibu Nabi Musa kan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh
diceritakan dalam QS. 28: 7 berikut ini: (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kali-
mat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan dia
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa:
adalah termasuk orang-orang yang taat.”
„Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke su- Memang, jumlah nabi dan rasul
ngai (Nil), dan janganlah kamu khawatir yang wajib diketahui adalah dua puluh
lima, semuanya laki-laki. Namun Al-
33 Mernissi, The Veil and the Male Elite, hlm. 61.
Qur‘an menyebutkan bahwa ada kisah diartikan Barlas sebagai salah satu petun-
rasul yang sudah diceritakan dan ada juk bahwa Islam merendahkan, bahkan
pula yang belum, sebagaimana yang di- mengabaikan budaya patriarki. Yang ter-
nyatakan dalam QS. 40: 28 berikut ini: penting dalam ajaran Islam, bukan keta-
atan kepada laki-laki dewasa, melainkan
“Dan sesungguhnya telah Kami utus bebe- ketaatan kepada Allah.
rapa orang rasul sebelum kamu, di antara Sebetulnya ada lagi contoh kisah
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu
dalam Al-Qur‘an yang menunjukkan bah-
dan di antara mereka ada (pula) yang tidak
Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi wa Islam itu adalah agama yang anti sis-
seorang rasul membawa suatu mukjizat, me- tem patriarki. Ini bisa terlihat misalnya
lainkan dengan seizin Allah; maka apabila dalam kisah keluarga ‗Imrân, yang sangat
telah datang perintah Allah, diputuskan (se- mendambakan seorang anak. Mereka ti-
mua perkara) dengan adil, dan ketika itu ru- dak putus asa berdoa memohon kepada
gilah orang-orang yang berpegang kepada Allah agar dikaruniai anak serta bernazar
yang batil.” bahwa jika mereka dikaruniai anak, maka
anak tersebut akan didedikasikan untuk
Berdasar budaya dan nilai patriar-
hanya berbakti kepada Allah. Maka doa
kis, kita pasti mengira bahwa semua nabi
mereka pun dikabulkan dan lahirlah
dan rasul selalu berjenis kelamin laki-laki.
Maryam. Ibu Maryam kaget karena yang
Namun jika kita perhatikan lagi ayat-ayat
dilahirkannya ternyata adalah seorang a-
Al-Qur‘an, kisah yang diceritakan Al-
nak perempuan, padahal ia sudah telan-
Qur‘an tidaklah selalu didominasi laki-
jur berjanji kepada Allah bahwa ia akan
laki, ada ruang yang diberikan pada pe-
mendedikasikan anaknya agar berbakti
rempuan.
kepada Allah semata. Namun di luar du-
gaannya, ternyata Allah menerima nazar-
3. Islam agama yang anti budaya
nya dengan penerimaan yang baik seperti
patriarki
yang digambarkan dalam ayat QS. Âlu
Asma Barlas berargumen bahwa ‗Imrân [3]: 36-37 berikut ini:
Islam merupakan agama yang anti terha- “Maka tatkala istri 'Imrân melahirkan
anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, se-
dap sistem patriarki.34 Yang dijadikan
sunguhnya aku melahirkannya seorang a-
dasar argumennya adalah kisah Nabi Ib- nak perempuan; dan Allah lebih mengeta-
rahim dalam Al-Qur‘an, yang demi ke- hui apa yang dilahirkannya itu; dan anak
taatannya kepada Allah, ia tidak lagi taat laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.
kepada ayahnya. Padahal dalam budaya Sesungguhnya aku telah menamai dia Mar-
patriarki, ayah atau laki-laki dewasa (the yam dan aku mohon perlindungan un-
patriarch) menduduki posisi yang paling tuknya serta anak-anak keturunannya kepa-
utama. Merendahkan dan mengabaikan da (pemeliharaan) Engkau daripada setan
yang terkutuk." Maka Tuhannya meneri-
otoritas ayah, yaitu dengan menghancur-
manya (sebagai nazar) dengan penerimaan
kan semua patung yang dibuat ayahnya, yang baik, dan mendidiknya dengan pendi-
dikan yang baik dan Allah menjadikan Za-
34Asma
kariyâ pemeliharanya. Setiap Zakariyâ ma-
Barlas, "Believing Women" in Islam: Un-
suk untuk menemui Maryam di mihrab, ia
reading Patriarchal Interpretations of the Quran,
dapati makanan di sisinya. Zakariyâ ber-ka-
(Austin, TX: University of Texas Press, 2002), hlm.
93-128.
ta: "Hai Maryam, dari mana kamu mem-
peroleh (makanan) ini?" Maryam menja-
wab: "Makanan itu dari sisi Allah." Se- takwaannya (sesuatu yang harus diu-
sungguhnya Allah memberi rezeki kepada sahakan), bukan atas dasar warna
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” kulit, bangsa atau jenis kelamin.
c. QS. al-Nisâ [4]: 124 menunjukkan
Dari kedua ayat tersebut dapat
keadilan Allah yang tidak mendiskri-
dipahami bahwa Islam memang agama
minasi jenis kelamin perempuan se-
yang anti sistem patriarki. Dalam sistem
hingga siapa pun yang berbuat baik,
patriarki yang diunggulkan dalam beri-
baik berjenis kelamin laki-laki atau
badah serta mengabdi di masjid hanyalah
pun perempuan, sedang ia beriman,
laki-laki. Dengan kisah Maryam ini dapat
maka mereka akan masuk surga dan
dipahami bahwa baik laki-laki ataupun
tidak akan dizalimi sedikit pun. Ayat
perempuan sama-sama berhak mengabdi
ini senada dengan QS. al-Nahl [16]: 97
di rumah Allah. Bahkan Maryam mene-
bahwa Allah akan memberi ganjaran
rima keistimewaan yang luar biasa de-
sebaik-baiknya kepada yang beramal
ngan disediakannya makanan di mihrab-
saleh dan beriman baik berjenis kela-
nya, yang belum pernah dialami oleh
min laki-laki atau perempuan.
nabi-nabi lain selain dirinya.
d. Kesetaraan/kemitraan antara laki-la-
Selain itu, penegasan kemahaadi-
ki dan perempuan juga tergambar da-
lan Allah yang menjunjung tinggi keseta-
lam QS. al-Tawbah [9]: 71 dan QS. al-
raan relasi gender antara laki-laki dan
Baqarah [2]: 187. Yaitu bahwa muk-
perempuan dinyatakan dalam ayat-ayat
min laki-laki dan mukmin perem-
Al-Qur‘an berikut ini. Ayat-ayat berikut
puan itu adalah wali atau pelindung
ini mungkin agak jarang dikutip dan
atau teman bagi satu sama lain. Fung-
cenderung kalah gaungnya dengan ayat
si laki-laki bagi perempuan dan fung-
Al-Qur‘an yang sering dikutip untuk
si perempuan bagi laki-laki bagaikan
mendukung budaya patriarki, yaitu QS.
pakaian satu sama lain. Fungsi pakai-
Al-Nisâ[4]: 34 dan QS. Al-Baqarah [2]: 228
an itu sendiri adalah untuk memberi-
seperti yang telah dibahas dalam isi tafsir
kan kenyamanan, menutupi aib dan
Ibn Katsîr. Ayat-ayat yang mendukung
melindungi, satu sama lain.
kesetaraan relasi gender tersebut adalah
sebagai berikut. Kesimpulan
a. QS. Al-Nisâ [4]: 1 menjelaskan ten- Dari pembahasan di atas dapat
tang penciptaan manusia pertama, disimpulkan bahwa masyarakat Muslim
yaitu bahwa manusia tercipta dari sa- pada umumnya dipengaruhi oleh sistem
tu bahan yang sama, yaitu dari tanah; patriarki dalam memahami agama dan
sementara manusia lainnya kecuali membentuk budaya, sehingga budaya
Nabi Isa diciptakan dari percampu- yang dihasilkan adalah budaya patriarkis
ran sperma dan indung telur. Karena yang memosisikan laki-laki selalu lebih
manusia diciptakan dari bahan yang unggul di atas perempuan. Padahal Islam
sama, maka tidak ada dasar untuk adalah agama anti-patriarki, yang men-
mengklaim bahwa laki-laki lebih ung- junjung tinggi keadilan dan menghargai
gul dari perempuan. manusia bukan atas dasar jenis kelamin-
b. QS al-Hujurât [49]: 13 menjelaskan nya, melainkan usahanya. Oleh karena
bahwa keunggulan manusia di mata itu, diperlukan pemahaman baru ter-
Allah hanyalah berdasarkan atas ke- hadap agama dengan menggunakan per-
spektif keadilan gender, yang lebih bisa Kathir, Ibn. Tafsir Al-Qur‟an al-Karim, tt.,
membuka mata masyarakat Muslim akan http://www.altafsir.com/Tafasir.a
pesan keadilan gender dalam Al-Qur‘an. sp?tMadhNo=1&tTafsirNo=7&tSor
Dengan menggunakan lensa keadilan aNo=4&tAyahNo=34&tDisplay=ye
gender, diharapkan masyarakat Muslim s&UserProfile=0&LanguageId=1.
tidak lagi menganggap bahwa kenabian diakses tanggal 12 Juni 2015.
dan kepemimpinan hanya dikhususkan Koentjaraningrat, R.M.. A Preliminary Des-
untuk laki-laki saja.[] cription of the Javanese Kinship Sys-
tem. Ann Arbor: University Mic-
Daftar Pustaka rofilms International, 1957.
Kamrava, Mehran (ed.). The New Voices of Mernissi, Fatima. The Veil and the Male E-
Islam. London : I. B. Tauris, 2006. lite. A Feminist Interpretation of Wo-
Agger, Ben. A Critical Theory of Public Life. men‟s Rights in Islam. USA: Addi-
Knowledge, Discourse, and Politics in son-Wesley Publishing Company,
an Age of Decline. UK: The Falmer 1991.
Press, 1991. Muhammad, Husein. Ijtihad Kiayi Husein:
Barlas, Asma. "Believing Women" in Islam: Upaya Membangun Keadilan Gender.
UnreadingPatriarchalInterpretations Jakarta: Rahima, 2011.
of the Quran. Austin, TX: University Nawawi, Muhammad ibn ‗Umar, al.
of Texas Press, 2002. Terjemah Syarah Uqudullujjain Etika
Brenner, Suzanne A. The Domestication of Berumah Tangga. Jakarta: Pustaka
Desire: Women, Wealth, and Moder- Amani, 2000.
nityin Java. Princeton, NJ: Princeton PEKKA dan SMERU. Menguak Keberadaan
University Press, 1998. dan Kehidupan Perempuan Kepala Ke-
Djamour, Judith. Malay Kinship and Mar- luarga. Laporan Hasil Sistem Peman-
riage in Singapore. London: Athlone tauan Kesejahteraan Berbasis Komu-
Press, 1965. nitas, Jakarta: Lembaga Penelitian
Engineer, Asghar Ali. The Rights of Women SMERU, 2014.
in Islam. London: C. Hurst & Co., Reenen, Joke van. Central Pillars of the
1992. House: Sisters, Wives, and Mothers in
Fakih, Mansour. Analisis Gender & a Rural Community in Minangkabau,
Transformasi Sosial. Yogyakarta: West Sumatra. Leiden, The Nether-
Pustaka Pelajar, 1996. lands: Research School CNWS,
Geertz, Hildred. The Javanese Family: A 1996.
Study of Kinship and Socialization. Sairin, Syafri. Javanese Trah: Kin-Based
USA:The Free Press of Glencoe, Social Organization. Yogyakarta:
1961. Gadjah Mada University Press,
Geertz, Hildred and Geertz, Clifford. 1982.
Kinship in Bali. Chicago: University Subhan, Zaitunah. Tafsir Kebencian: Studi
of Chicago Press, 1975. Bias Jender dalam Tafsir al-Qur‟an.
Yogyakarta: LKiS, 1999.
Gorelick, Sherry. ―Contradictions of
Feminist Methodology‖, Gender Surjadi, A. Masyarakat Sunda: Budaya dan
and Society, Vol. 5 No. 4, December, Problema. Bandung: Alumni, 1974.
1991.