2
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................... 3
Daftar Staf ...……………………………………………………………………………… 4
Kata Pengantar ………………………………..……………………………………….… 5
Anamnesis……………………….…........................................................................... 6
Pemeriksaan Tanda Vital........................................................................................... 9
Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis..................................................................... 12
Pemeriksaan Refluks Abdominojugular.....................................................................14
Pemeriksaan Jantung……………………………………………………………………..15
Pemeriksaan Fisik Paru…………………………………………………………………...16
Pengantar Pemeriksaan Abdomen………………………………………………………24
Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal…………………………………………….31
Analisa dan Interpretasi EKG…………………………………………………………….36
Pemeriksaan Fisik Ankle Brachial Index (ABI)…………………………………………48
Pemeriksaan Fisik Sistem Endokrin……………………………………………………..50
Menulis Laporan Kasus……………………………………………………………………61
Laporan Kasus……………………………………………………………………………..63
Status Pasien IPD…………………………………………………….....………………...70
3
DAFTAR STAF PEMBIMBING
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
Daftar Pembimbing :
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat Pribadi Sembiring, SpPD-FINASIM
3. dr. Mukhyarjon, SpPD.M.Biomed
4. dr. Hendra Asputra, SpPD
4
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
kepada kita semua dan terutama atas kesempatan yang diberikan kepada bagian
Penyakit Dalam dalam menyusun Materi Pembekalan Kepaniteraan Klinik Junior
Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Dengan terbitnya Materi Pembekalan Kepaniteraan
Klinik Junior Bagian Ilmu Penyakit Dalam diharapkan dapat menjadi bahan bacaan
bagi mahasiswa Kepaniteraan Klinik Junior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Kami menyadari, masih sangat banyak kekurangan dalam penulisan buku ini,
yang dalam waktu mendatang akan kami revisi agar menjadi lebih sempurna dan
sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan buku ini. Saran dan kritikan yang
membangun sangat kami harapkan dan penghargaan bagi kami.
Wassalamualaikum wr wb
5
ANAMNESIS
Mukhyarjon
Bagian IPD FKUR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua, atau suami/istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan
agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas juga perlu untuk data penelitian,
asuransi dan lain sebagainya.
6
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului
serangan atau keluhan lain yang bersamaan serangan
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
8. Faktor resiko dan pencetus serangan
9. Apakah ada keluarga atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien juga tindakan medic lainnya yang berhubungan dengan penyakit
yang dideritanya saat ini.
RIWAYAT KELUARGA
Kondisi kesehatan anggota keluarga bila amsih hidup atau umur saat meninggal dan
sebabnya. Riwayat penyakit yang pernah diderita sama keluarga. Serta riwayat penyakit
herediter.
7
7. Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
8. Jantung : sesak nafas, ortopneu, palpitasi , hipertensi
9. Paru : batuk, riak, hemoptisis, asma
10. Gastrointestinal : nafsu makan, defekasi, mual, muntah, diare, konstipasi, obsipasi,
hematemesis, melena, hematokezia, hemoroid.
11. Saluran kemih : nokturia, disuria, polakisuria, oligosuria, poliuria, retensi urin, anuria,
hematuria.
12. Alat kelamin : fungsi seks, menstruasi, kelainan ginekologik
13. Payudara : perdarahan, discharge, benjolan
14. Neurologik : kesadaran, gangguan saraf optic, paralisis, kejang, anestesi, parestesi,
ataksia, gangguan fungsi luhur
15. Psikologik : perangai, orientasi, deperesi, psikotik
16. Kulit: ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
17. Endokrin : struma, tremor, akromegali, kelemahan umum, diabetes
18. Muskuloskeletal : nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot, nyeri tulang, gout
Pada akhir anamnesis, pelaku anamnesis melakukan cross check terhadap pasien tentang
kebenaran data yang diberikan, kemudian mencatat ke dalam rekam medis.
8
PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
Pemeriksaan tanda vital meliputi pemeriksaan nadi, suhu, pernafasan, tekanan darah dan
penilaian nyeri.
1. Suhu
Suhu normal tubuh, yaitu 36-37 ‘C. Suhu rektum > 0,5 – 1‘C, suhu mulut>0,5‘C >
suhu aksila. Tempat pengukuran suhu bisa dilakukan di rektum selama 2-5 menit, mulut
selama 10 menit, aksila selama 15 menit dengan termometer air raksa.
2. Pernafasan
Frekuensi normal pernafasan sekitar 16-24 x / menit. Dapat terjadi penurunan
frekuensi pernafasan disebut bradipneu apabila frekuensi nafas < 16 x / menit.
Sedangkan jika terjadi peningkatan frekuensi nafas disebut takipneu dengan frekuensi
nafas > 24 x / menit.
Pola pernafasan pada pria umumnya torako-abdominal, sedangkan pada wanita
pola pernafasan abdomino-torakal. Ada beberapa macam pernafasan yang tidak normal
atau mengalami kelainan, sebagai berikut:
Dispneu : kesulitan bernafas / sesak nafas, ditandai dengan pernafasan cuping
hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipneu.
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu : sesak nafas tiba-tiba di malam hari setelah tidur
berbaring beberapa jam.
Ortopneu : sesak nafas bila berbaring dan akan berkurang jika posisi tegak
(duduk).
Kussmaul : pernafasan cepat dan dalam (asidosis metabolik)
Cheyne-Stokes : irama pernafasan dengan amplitudo mula-mula kecil kemudian
membesar dan mengecil kembali dengan periode apneu.
Biot : pernafasan yang tidak teratur irama dan amplitudonya dengan diselingi
periode apneu.
3. Nadi
Nadi dapat diukur dengan palpasi arteri radialis, akibat kontraksi sistolik ventrikel kiri.
Yang perlu diperhatikan dalam mengukur nadi, yaitu:
9
a. Frekuensi
Nilai frekuensi denyut nadi (normal 80-100 x / menit). Apabila frekuensi nadi >100
x/menit disebut takikardi (pulsus frequent) dan frekuensi nadi < 60 x/menit disebut
bradikardi (pulsus rarus).
b. Irama
Irama nadi bisa teratur atau tidak teratur. Jenis irama tidak teratur terbagi menjadi :
Pulsus defisit: ireguler, frekuensi lebih kecil dari HR pada AF(atrial fibrilasi)
Pulsus bigeminus: tiap 2 denyut nadi dipisah interval yang panjang pada
aritmia/gangguan konduksi.
Pulsus alternans: denyut nadi yg kuat dan lemah terjadi bergantian pada
gangguan koroner.
c. Isian Nadi
Terbagi menjadi normal, kecil atau besar. Pengisian kecil (pulsus parvus) dapat
terjadi pada kasus perdarahan, MCI, efusi pericard, stenosis aorta. Pengisisan
besar (pulsus magnus) dapat terjadi pada kasus demam.
d. Kualitas Nadi
Tergantung tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dengan diastolik). Ada beberapa
keadaan abnormal, seperti:
- Pulsus celer : pengisian dan pengosongan nadi berlangsung
mendadak
- Pulsus tardus : pengisian dan pengosongan berlangsung lambat
4. Tekanan Darah
Tekanan darah diukur menggunakan tensimeter/sfigmomanometer. Faktor yg
mempengaruhi hasil tekanan darah yaitu lebar manset, posisi pasien, emosi pasien,
distensi kandung kemih, merokok dan alkoholism.
10
High Normal 130-139 85-89
11
PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
12
ini ke titik tengah atrium dengan ukuran dan bentuk dada normal selalu 5 cm tidak
dipengaruhi posisi tubuh.
13
PEMERIKSAAN REFLUKS ABDOMINOJUGULAR
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
Tes refluks abdominojugular merupakan tes untuk mendeteksi adanya gagal jantung
ventrikel kanan subklinis, regurgitasi trikuspid atau gagal jantung kiri simtomatik. Penekanan
dilakukan pada perut bagian tengah selama 15 detik ke arah dalam. Hindari penekanan pada
hati karena dapat memberikan rasa tidak nyaman pada kondisi hepatomegali.
Tes refluks abdominojugular yang positif mengarahkan pada kondisi gagal kedua
ventrikel dan berhubungan dengan tekanan baji kapiler paru (PCWP/Pulmonary Capillari
Wedge Pressure) > 15 mmHg, tekanan atrium kanan >9 mmHg dan tekanan akhir diastolic
ventrikel kanan>12 mmHg. Tes ini juga dapat membantu meningkatkan murmur yang
disebabkan regurgitasi trikuspid, deteksi regurgitasi trikuspid dengan cara ini memiliki
sensitivitas 66% dan spesifitas 100%. Penyebab peningkatan JVP dan refluks
abdominojugular positif dapat dilihat pada tabel beikut:
14
PEMERIKSAAN JANTUNG
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
15
PEMERIKSAAN FISIK PARU
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
ANAMNESIS
Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
meminta ijin kepada pasien.
Menanyakan adakah batuk; bila ada bagaimanakah:
o Bunyi suara batuk: apakah ringan, batuk berkepanjangan dengan napas
berbunyi, batuk keras membentak dengan nyeri, batuk disertai suara parau
o Waktu batuk: apakah terutama sering pada malam hari atau siang hari
o Pencetus batuk: asap, debu
o Gejala lain yang menyertai: demam, sesak napas
Adakah disertai dahak; bila ada bagaimanakah:
o Jumlah produksi dahak: banyak, persisten, apakah sulit dikeluarkan, batuk
kering
o Jenis dahak: serous, mukoid, purulent, rusty
o Warna: jernih, kekuningan, kehijauan, coklat, kemerahan
o Bau dahak
o Adakah bentuk cetakan bronkus
Batuk darah: mulai dari bercak hingga masif
Nyeri dada: Lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula keluhan, derajat nyeri factor
yang memperberat/memperingankan misalnya efek terhadap pernapasan dan
pergerakan
Sesak napas:
o Variabilitas sesak napas: takipnea, hiperpnea, ortopne, platipnea
o Deskripsi sesak: awal mula keluhan/awitan: secara mendadak atau bertahap,
lamanya; progresifitas: semakin memberat dalam waktu beberapa
menit/jam/hari/minggu/bulan/tahun; derajat beratnya; dan keluhan yang
berkaitan lainnya misalnya gangguan psikis
Napas berbunyi: apakah saat inspirasi atau ekspirasi, saat aktivitas, apakah
menyebabkan terbangun pada malam hari atau pagi hari
Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat badan menurun
Kebiasaan merokok, kontak dengan penderita penyakit paru
16
Gambar 1. Anatomi Dinding Dada dan Paru
Gambar 2. Garis-garis vertical di sepanjang dinding dada bagian anterior (A) dan
lateral (B)
Menilai terdengar tidaknya suara serak, mengi, stridor dengan telinga biasa
Menilai ada tidaknya napas cuping hidung, penggunaan otot bantu napas
sternokleidomastoideus, suprasternal dan retraski otot intercostal
Inspeksi bentuk dada dengan menilai diameter anteroposterior dibandingkan dengan
diameter sagital, serta besar sudut angulus costae
o Bentuk dada normal: bila diameter anteroposterior lebih kecil dari diameter
lateral (sagital) dengan rasio 5:7-1:2
o Bentuk dada abnormal: dada paralitik, dada emfisema, pectus excavatum,
pectus carinatum; bentuk dada abnormal akibat kelainan tulang punggung:
kifosis, scoliosis, lordosis
17
Gambar 3. Pectus Excavatum (A) dan Pectus Carinatum (B)
18
Mengidentifikasi kelainan organ lain yang berhubungan dengan penyakit paru seperti
sianosis perifer (warna kulit, bibir, kuku kebiruan) warna kulit pucat atau tidak pucat,
jari tabuh (clubbing finger), karat nikotin, otot lengan mengecil, kelainan pada daerah
kepala seperti pada Sindrom Horner, sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia
Gambar 5. Pemeriksaan Palpasi Paru saat Ekspirasi (A) dan Inspirasi (B)
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dari apeks ke bawah, kiri dan kanan,
dibandingkan setiap langkah secara bergantian sambal meminta pasien mengatakan
“tujuh tujuh” dan merasakan getaran suara napas yang ditimbulkannya apakah
normal, melemah atau mengeras
19
Gambar 6. Lokasi untuk pemeriksaan Vocal Fremitus pada Dada Anterior (A) dan Posterior
(B)
Gambar 7. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan auskultasi paru depan
BATAS PARU-HATI
Melakukan perkusi batas paru-hati pada linea midklavikularis kanan secara beraturan
ke arah bawah hingga ada perubahan dari sonor ke redup
Memeriksa peranjakan hati dengan meminta pasien untuk menarik napas dalam lalu
menahan napas sebentar
Dari batas paru-hati yang telah ditentukan sebelumnya perkusi kembali diteruskan
hingga mendapat perubahan suaraa sonor menjadi redup, untuk kemudian ditentukan
berapa peranjakan hati. Selanjutnya pasien diminta untuk bernapas seperti biasa
kembali
20
Menentukan peranjakan hati (umumnya dua jari)
BATAS PARU-LAMBUNG
Melakukan perkusi batas paru-lambung pada linea aksilaris anterior kiri secara
beraturan ke arah bawah hingga ada perubahan dari sonor menjadi timpani (lambung
kososng)/redup (lambng terisi)
Menentukan batas paru-lambung (normal pada sela iga VIII)
AUSKULTASI
Melakukan auskultasi secara sistematis dimulai dari apeks paru ke bawah, kiri dan
kanan, dibandingkan setiap langkah, dan meminta pasien untuk menarik napas dalam
Menentukan suara napas pokok: vesikuler;bronkovesikuler;bronkial;trakeal atau
amforik
21
Menentukan adakah suara napas tambahan: ronki basah (crackles atau rales);ronki
kering;bunyi gesekan pleura (pleural friction rub);Hippocrates
succusion;pneumothorax click
Melakukan pemeriksaan auditori fremitus yaitu menentukan bunyi hantaran suara bila
didapatkan bising napas bronkovesikular atau bronkial
Stetostokop diletakkan pada dinding dada secara sismetris dan pasien diminta untuk
mengucapka Sembilan puluh Sembilan dimana dalam keadaan normal suara yang
dihantarkan akan menjadi tidak jelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas
dan keras disebut bronkoponi
Pasien diminta untuk mengucapkan “ee” dimana dalam keadaan normal akan
terdengar suara e panjang yang halus. Bila suara “ee” terdengar sebagai “ay” maka
perubahan “e” menjadi “a” ini disebut egofoni
Pasien diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata Sembilan puluh Sembilan.
Dalam keadaan normal suara berbisik ini terdengar halus dan tidak jelas. Bila suara
berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut whispered pectoriloquy
Gambar 11. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan auskultasi paru belakang
22
Menyebutkan ada tidaknya benjolan (tumor), kelainan bentuk tulang belakang, atau
benjolan pada tulang belakang
Melakukan palpasi umum dengan meraba seluruh dada belakang untuk menilai ada
tidaknya emfisema subkutis dan menilai benjolan/tumor bila ada
Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang meletakkan permukaan palmar
kedua telapak tangan pemeriksa sepanjang posterolateral dada belakang kiri dan
kanan dengan kedua ibu jari saling bertemu pada daerah vertebra torakalis 8
(proyeksi bawah skapula) dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis
tengah dapat dilihat perbedaan relatif gerakan dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan meletakkan permukaan palmar
kedua telapak tangan pada paru belakang dan meminta pasien mengatakan “tujuh
tujuh” diikuti dengan pemeriksa meletakkan telapak tangan bersilangan secara
bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara napas yang ditimbulkannya secara
sistematis mulai dari daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan
dengan setiap langkah.
Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru belakang untuk menilai
ada tidaknya kelainan, secara beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di
atas skapula), daerah interskapula, terus je bawah skapula, pada paru belakang kiri
ke kanan (zig zag), serta dibandingkan dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap
sisi paru
Melakukan perkusi batas paru belakang kanan dengan melakukan perkusi pada linea
skapula kanan kea rah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi
redup (biasanya satu jari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri)
Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan perkusi pada linea skapula
kiri ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
(biasanya setinggi vertebra torakalis 10)
Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang pada fase inspirasi dan
ekspirasi mulai dari atas (daerah di atas skapula), daerah interskapula, terus ke
bawah, kiri dan kanan
23
PENGANTAR PEMERIKSAAN ABDOMEN
Dr. Dani Rosdiana, SpPD
PENDAHULUAN
Dalam praktek klinik sehari-hari, anda akan sering menjumpai bervariasi
keluhan yang berasal dari gastrointestinal dan traktus urinarius. Penggalian
riwayat penyakit (anamnesis) secara hati-hati dan lengkap serta pemeriksaan
fisik yang tepat akan sangat membantu anda dalam menetapkan penyebab
penyakit yang mendasarinya. Pada modul ini akan dipaparkan pendekatan
pemeriksaan fisik abdomen dan ginjal. Pemeriksaan fisik abdomen merupakan
lanjutan dari pemeriksaan fisik umum, kepala leher dan thorak.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk mengidentifikasi tanda
penyakit atau kelainan pada daerah abdomen. Dari pemeriksaan tersebut dapat
menjawab apakah terdapat kelainan prgan pada daerah abdomen atau tidak.
Beberapa keluhan utama yang berasal dari traktus digestivus dan traktus
urinarius dapat dilihat pada table dibawah ini:
24
ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
Dalam bab ini perlu kita riview lagi bagaimana anatomi system Gastrointestinal
(GI).
B
A
Gambar 1. Traktus Gastrointestinal (A) dan Sistem Hepatobilier (B)
PEMBAGIAN REGIONAL
Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa
region:
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilicus.
Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim
disebut sbb:
25
Gambar 2. Pembagian Daerah Abdomen (4 regio)
2. Pembagian yang lebih rinci dengan menarik dua garis sejajar dengan garis
median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik
paling bawah dari arcus costae dan satu lagi yang menghubungkan kedua
spina iliaka anterior superior (SIAS).
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci, permukaan depan abdomen
terbagi atas 9 regio yaitu
Selain itu ada beberapa titik dan garis yang penting dalam pemeriksaan abdomen
dan sudah disepakati antara lain:
1. Titik Mc Burney:
Titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3
lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilicus. Titik Mc
Burney tersebut dianggap lokasi appendiks yang akan terasa nyeri tekan
bila terdapat appendicitis.
26
2. Garis Schuffner
Garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilicus
dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VII.
Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
A B
Gambar 5. Penentuan Titik Mc Burney (A) Penentuan Garis Schuffner (B)
27
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik kita memerlukan:
1. Penerangan yang cukup
2. Posisi pasien relax (tidak tegang)
3. Full exposure abdomen : dari proksimal ke distal (dari procesus
xyphoideus – symphisis pubis)
4. The genitalia should remain draped
Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap yaitu : Inspeksi, Auskultasi,Palpasi dan
Perkusi.
INSPEKSI
Lakukan pengamatan dinding perut bagian depan maupun pinggang dalam
penerangan yang cukup. Informasi yang bisa anda dapatkan dari Inspeksi dinding
abdomen antara lain:
1. Kesimetrisan dinding abdomen : simetris atau tidak?
2. Bentuk atau kontur abdomen? : distensi? Datar? Benjolan? Cekung?
Dilihat juga sebaran lemak sub cutan dll
Gerakan peristaltik usus
3. Ukuran dinding abdomen?
Identifikasi : misalnya ada ascites, kistoma ovarii, gravid dll
4. Beberapa kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
- Kelainan kulit
- Kelainan vena : pelebaran vena terjadi pada hipertensi porta
misalnya
- Kelainan umbilicus
- Striae alba
- Bekas operasi, scar dll
5. Pergerakan dinding abdomen.
28
AUSKULTASI
Auskultasi dilakukan sebaiknya seiring dengan inspeksi untuk mencegah palpasi
yang berlebihan yang mungkin akan mempengaruhi hasil auskultasi usus.
Tujuan auskultasi:
1. Identifikasi suara peristaltik (bising usus)
Normal: antara 6- … kali/menit. Bahkan kadang suara usus dapat
didengarkan tanpa stetoskop.
Suara abnormal antara lain: borborigmi ( peningkatan suara usus akibat
obstruksi usus), atau bahkan suara usus yang menurun atau menghilang
pada ileus paralitik misalnya pada pasien post operasi, peritonitis umum,
kelainan elektrolit misalnya hipokalemi berat.
2. Identifikasi suara pembuluh darah (bruit)
Bruit diidentifikasi pada pembuluh darah aorta (aorta abdominalis) atau
pada daerah ginjal (renal bruit). Bruit yang muncul di daerah aorta
abdominalis menandakan adanya aneurisma aorta. Bruit pada kuadran
kanan atas bisa didapatkan pada kasus hepatoma (karena neovaskularisasi)
dan bruit pada daerah flank dapat kita dapatkan pada kasus
feokromositoma.
PALPASI
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk :
- Ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen
- Adakah nyeri pada regio tertentu? Atau adanya abdomen discomfort?
Penting untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Informed consent bahwa kita akan meraba dan menekan dinding perut
2. Minta pasien untuk memberi tahu jika ada kesakitan atau nyeri akibat
perabaan dan penekanan yang kita lakukan pada dinding abdomen
3. Perhatikan raut wajah ( mimik ) pasien, skala nyeri
4. Lakukan dengan gentle, sistematis
5. Lakukan palpasi : palpasi dangkal dan palpasi dalam
6. Lakukan dalam keadaan pasien supine
Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh
ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari.
Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang
tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan
yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi
29
organ spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada
pasien gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.
PERKUSI
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk :
- Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa
- Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok
- Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen
berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi
abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak.
Daerah pekak hati yang hilang sama sekali dan bunyi timpani yang bertambah di
seluruh abdomen harus dipikirkan kemungkinan adanya udara bebas di dalam
rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalan keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di atas
dinding perut mungkin timpani dan disampingnya pekak. Dengan memiringkan
pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpinah-pindah (shifting dullnes).
Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan lebih dapat dipercaya
daripada memeriksa adanya gelombang cairan.
30
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM
ANAMNESIS
Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
meminta ijin kepada pasien.
Menanyakan adakah nyeri dan bengkak; bila ada bagaimanakah:
o Lokasi nyeri: aksial (spinal) atau perifer (ekstremitas), apakah spesifik di satu
titik atau berupa area, apakah nyeri rujuk (referred pain) misalnya nyeri lutut
dapat merupakan nyeri rujuk dari panggul
o Awitan nyeri: akut (dalam hitungan jam atau hari), kronik (berlangsung lebih
dari 6 minggu)
o Progresifitas nyeri: apakah membaik atau memburuk
o Jumlah sendi yang terlibat
o Efek istirahat dan latihan terhadap nyeri. Misalnya pasien rheumatoid artritis
biasanya mengalami keluhan sendi yang memburuk setelah istirahat
sedangkan pada osteoarthritis keluhan memburuk setelah latihan.
o Faktor-faktor presipitasi seperti trauma
o Pertanyaan kunci:
Apakah saudara merasa nyeri atau kaku pada sendi-sendi dan tulang
belakang?
Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berjalan, naik-turun
tangga, atau bangun dari tempat tidur?
Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berpakaian atau
melepas pakaian?
o Hal yang perlu diidentifikasi pada keluhan nyeri sendi adalah “OPQRST”
(O=Onset, P=precipitating, Q=Quality, R=radiation, S=severity, T=Timing)
Menanyakan adakah kaku pagi hari (morning stiffness); bila ada bagaimanakah:
o Durasi: kekakuan pagi hari yang bermakna adalah yang berlangsung lebih dari
60 menit
o Kekakuan sendi setelah inaktivitas (misalnya duduk) merupakan karakteristik
dari osteoarthritis panggul atau lutut, dikenal sebagai gel phenomenon
Deformitas sendi: seringkali psaien menyadari terjadinya kelainan sendi atau tulang
dan deformitas ini biasanya terkait dengan perkembangan penyakit
Instabilitas: Pasien pada umumnya mengeluhkan “giving away (jatuh)” atau “lepas”
pada sendi yang terkena. Hal ini dapat terjadi akibat disklokasi, kelemahan otot atau
masalah pada ligament.
Perubahan sensasi:
o Lokasi
o Distribusi perubahan sensasi
Nyeri punggung:
o Lokasi nyeri
o Awitan yang mendadak atau gradual
31
o Terlokalisasi atau difus
o Penjalaran ke tungkai atau tempat lain
o Faktor-faktor pencetus nyeri seperti pergerakan, batuk atau peregangan
Nyeri pinggang:
o Nyeri somatik superfisial: berasal dari kulit dan jaringan subkutis. Sifat nyeri
tajam atau seperti terbakar. Contohnya adalah nyeri akibat selulitis atau
herpes zoster
o Nyeri somatik dalam: berasal dari otot, fasia, periosteum, ligament, sendi dan
duramater. Sifat nyeri tumpul, dalam dan menjalar ke paha, jarang sampai di
bawah lutut.
o Nyeri radikular: berhubungan dengan proses di saraf spinal proksimal,
misalnya akibat Hernia Nukleus Pulposus (HNP). Sifat nyerinya adalah
lancinating, shooting, tingling, dan tajam
o Nyeri neurogenic: berhubungan dengan proses di bagian sensorik saraf
perifer. Contohnya adalah neuropatidiabetik. Sifat nyerinya adalah burning,
tingling, crushing, gnawing dan seringkali nyerinya bersifat kronik
o Nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral. Nyerinya bersifat
kolik, tajam dan seringkali tidak terlokalisir seperti nyeri somatik.
o Nyeri sakroiliakal, berasal dari sendi sakroiliakal, dirasakan pda bokong
ipsilateral menjalar ke paha belakang dan bertambah berat dengan penekanan
pada sendi sakroiliakal, misalnya pada waktu berlari atau berdiri pada satu
kaki.
o Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan
nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria depresi atau kelainan psikosomatik
o Nyeri pinggang mekanikal, nyeri akibat proses mekanik dan merupakan nyeri
pinggang yang tersering. Beberapa contoh nyeri pinggang mekanikal adalah
spasme otot, spondilolitesis, HNP, osteoarthritis dan stenosis spinal.
INSPEKSI UMUM
Perhatikan postur dan cara jalan pasien ketika memasuki ruang periksa, apakah pasien
tampak kesulitan atau kesakitan? Apakah panjang langkahnya normal? Bagaimana gaya
berjalannya (gait)? Apakah pasien membutuhkan alat bantu untuk berjalan? Apakah terdapat
deformitas yang nyata pada sendi tertentu?
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gaya berjalan abnormal:
a. Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien artritis dimana pasien akan
segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara pada tungkai yang
sehat akan lebih lama diletakkan di lantai;biasanya akan diikuti oleh gerakan lengan
yang asimetri
b. Gaya berjalan Trendelenburg, disebabkan oleh abduksi coxae yang tidak efektif
sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing phase
c. Waddle gait, yaitu gaya berjalan Trendelenburg bilateral sehingga pasien akan
berjalan dengan pantat bergoyang
d. Gaya berjalan paraparetik spastik, kedua tungkai melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mengcengkeram kuat sebagai usaha agar tidak
jatuh
32
e. Gaya berjalan paraparetik flaksid (high stepping gait = step-page gait), yaitu gaya
berjalan seperti ayam jantan, tungkai diangkat vertikal terlalu tinggi karena terdapat
foot drop akibat kelemahan otot tibialis anterior.
f. Gaya berjalan hemiparetik, tungkai yang parese akan digerakkan ke samping dulu
baru diayun ke depan karena coxae dan lutut tidak dapat difleksikan
g. Gaya berjalan Parkinson (stopping, festinant gait), gerak berjalan dilakukan
perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek.
Tubuh bagian atas fleksi ke depan dan selama gerak berjalan, lengan tidak diayun.
Tergantung pada kondisi pasien dan bagian tubuh yang akan diperiksa, pemeriksaan
dapat dilakukan dalam posisi berbaring, duduk atau berdiri. Prinsip-prinsip pemeriksaan
sendi adalah Look, Feel, Move, Measure and Compare with the opposite side. Penjelasan
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Look (lihat) – Inspeksi
o Selalu lihat kedua sisi, kiri dan kanan, lalu bandingkan keduanya dari sisi
depan, belakang dan samping.
o Perhatikan kulit di sekitar sendi: eritema (adanya inflamasi aktif atau infeksi),
atrofi, parut (scar) bekas operasi atau ruam.
o Perhatikan adanya pembengkakan di sekitar sendi: efusi, hipertrofi dan
inflamasi (artritis rheumatoid), proses penulangan pada tepi sendi
(osteoarthritis), peradangan jaringan sekitar sendi (tendinitis, bursitis).
Pembengkakan akibat retensi cairan biasanya tidak nyeri sedangkan
pembengkakan yang terasa nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi
o Deformitas:
Artritis rheumatoid: deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal
Deformitas valgus: deviasi menjauhi garis tengah; deformitas varus:
deviasi yang mendekati garis tengah
o Subluksasi: pergeseran susunan tulang yang masih menyisakan kontak satu
dengan yang lain
o Dislokasi: pergeseran susunan tulang yang sudah kehilangan kontak satu
dengan yang lain
o Bentuk otot: eutrofi (normal), hipertrofi (membesar), atau hipotrofi/atrofi
(mengecil). Muscle Wasting merupakan akibat imobilisasi sendi, inflamasi
jaringan sekitar dan jepitan saraf yang berlangsung kronis dan umumnya
mengenai sekelompok otot yang berdekatan dengan sendi yang bermasalah.
o Berdirilah di depan pasien, kemudian mintalah pasien untuk meletakkan
telinga pada bahu ipsilateral guna menilai fleksi lateral servikal. Perhatikan
pula ada tidaknya kelainan tulang belakang dari depan, misalnya tortikolis
(kepala dan leher berdeviasi dan berputar ke satu sisi secara menetap) atau
scoliosis (lengkung tulang belakang kea rah samping).
o Inspeksi umum dari arah belakang, hal yang dinilai:
Apakah vertebra lurus, tidak scoliosis
Apakah otot-otot paraspinal simetri dan normal
Apakah tonjolan otot bahu dan bokong normal
Apakah tinggi krista iliaka simetris
Apakah terdapat kista poplitea (kista Baker)
Adakah pembengkakan/deformitas tumit
33
Feel (rasakan) – Palpasi
o Nyeri tekan: Nyeri tekan dapat dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:
Grade I Pasien mengeluh nyeri
Grade II Pasien mengeluh nyeri dan mengernyit
Grade III Pasien mengeluh nyeri, mengernyit dan menarik sendi
Grade IV Pasien menolak untuk disentuh karena nyeri
o Nyeri gerak: Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang bermakna. Nyeri
ringan hingga sedang yang meningkat tajam bila dilakukan gerakan
semaksimal mungkin sampai terasa tahanan disebut stress pain.
o Menilai adanya resisted active movement untuk menemukan adanya gangguan
periartikular. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien melawan gerakan
yang dilakukan oleh tangan pemeriksa, akibatnya terjadi kontraksi otot tanpa
disertai gerakan sendi.
o Perabaan panas: Lakukan palpasi dengan punggung tangan untuk merasakan
suhu.
o Efusi: biasanya pada sendi besar, berfluktuasi, dapat berpindah. Bedakan
dengan sinovitis (lunak dan kenyal seperti spons).
o Krepitasi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.
o Pembesaran tulang
o Kondisi otot: tonus otot diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkat
lengan atau tungkai penderita, kemudian dijatuhkan.
Hipotonus: anggota gerak yang diangkat akan jatuh dengan cepat
sekali, seolah tanpa tahanan
Hipertonus (spastisitas): diperiksa dengan cara melakukan fleksi atau
ekstensi lengan atau tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila
dilawan terus akan menghilang dan disebut fenomena pisau lipat.
Rigiditas: terasa seperti tersendat-sendat dan disebut fenomena roda
bergerigi (cogwheel).
Move (gerakkan)
o Lakukan pergerakan pasif (kontraindikasi pada kondisi trauma akut dan
kecurigaan fraktur) pada pasien
o Pasien diminta untuk relaksasi dan membiarkan pemeriksa menggerakkan
sendi. Gangguan pergerakan dapat berupa deformitas fleksi menetap
(ketidakmampuan atau keterbatasan ekstensi) atau deformitas ekstensi
menetap (keterbatasan fleksi).
o Pemeriksaan gerakan aktif: fungsi tangan dan pola berjalan sering digunakan
untuk menilai fungsi. Nyeri pada pergerakan sendi tergantung dari ligamen
pendukung dan penting untuk dinilai.
o Stabilitas sendi: pemeriksaan dilakukan dengan upaya menggerakkan sendi ke
arah yang tidak sesuai arah pergerakannya dalam batas wajar.
o Krepitasi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.
34
Measure (ukur)
Pengukuran Range of Motion (ROM) dilakukan dengan menggunakan goniometer
untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengukuran dilakukan dari posisi 0 (nol) atau posisi
anatomis yang untuk kebanyakan sendi berada dalam keadaan ekstensi dan hasilnya
dinyatakan dalam derajat sudut fleksi dari posisi anatomis. Meteran juga dapat digunakan
untuk mengukur, misalnya pengukuran massa otot ataupun pemeriksaan pergerakan tulang
belakang. Hasil pemeriksaan lutut yang berada dalam keadaan deformitas flexi menetap
(fixed flexion), pada pengukuran diperoleh hasil 300-600. Nilai sudut 300 menunjukkan
deformitas fleksi menetapnya sedangkan 600 merupakan batas fleksi lutut.
Pemeriksaan kekuatan otot merupakan pemeriksaan sistem muskuloskeletal lain yang
penting. Terdapat 5 derajat kekuatan otot, yaitu:
- Derajat 5 :kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan pemeriksa
berulang-ulang.
- Derajat 4 : masih dapat melawan tahanan yang ringan.
- Derajat 3 : hanya dapat melawan gaya berat.
- Derajat 2 : otot hanya dapat digerakkan bila tidak ada gaya berat
- Derajat 1 : kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi, tidak
menimbulkan gerakan.
- Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali.
Compare with the opposite side (bandingkan dengan sisi yang berlawanan)
35
ANALISA DAN INTERPRETASI EKG
Oleh : dr. Dani Rosdiana, SpPD
Pendahuluan
Bagi klinisi, pemahaman praktis mengenai echocardiogram (ECG) rutin 12 lead dan
gambaran ECG pada monitor merupakan skill/ketrampilan klinik yang harus dikuasai dan
dikembangkan. Semua klinisi bahkan sekarang dituntut untuk dapat menginterpretasi ECG
dan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai. Lebih lebih pada keadaan
emergensi, ECG merupakan salah satu modalitas untuk mengevaluasi perubahan keadaan
klinis pada kasus jantung menit demi menit selama fase kritis. Seseorang tidak akan pernah
tahu kapan harus dihadapkan pada keadaan emergensi. Sehingga pemahaman mengenai
interpretasi ECG merupakan salah satu kebutuhan bagi klinisi. Menurut SKDI tahun 2012,
ketrampilan EKG mulai dari pemasangan lead hingga interprestasi hasil EKG sederhana (
VES, AMI, VT, AF) menempati level kompetensi 4A yang artinya dokter umum wajib
menguasainya. 1,2,3
Electrocardiogram (ECG) merupakan salah satu alat diagnostik yang paling
bermanfaat pada kasus-kasus gawat darurat (emergency medicine). Test ini mudah dan murah
yang dapat digunakan secara rutin dalam assessment pasien dengan keluhan nyeri dada
(cardiac chest pain). ECG merupakan cornerstone dalam menegakkan diagnosis iskemik
(cardiac ischemia) dan digunakan untuk membuat keputusan terapi trombolitik. Fungsi yang
lain dari ECG antara lain untuk mendeteksi gangguan irama, hipertrofi ventrikel, hipertrofi
atrial, gangguan elektrolit terutama kalium, efek obat-obatan seperti digitalis, amiodaron, dan
juga evaluasi fungsi pacu jantung 4.
Untuk menghindari kesalahan interpretasi ECG, klinisi haruslah memiliki pendekatan
yang sistematis dalam menginterpretasi gambaran ECG. Tujuan utama dalam mempelajari
ECG yaitu menguasai pendekatan interpretasi ECG yang sistematik dan dapat
mengidentifikasi beberapa kelainan ECG yang sering terjadi. Dalam menginterpretasi ECG,
paling tidak klinisi harus bisa melakukan antara lain:
Menentukan rate
Menentukan irama: regular atau irregular
Menentukan interval PQRST
Menentukan axis
Menentukan apakah ada pembesaran atrium
Menentukan apakah terdapat hipertrofi ventrikel
Menentukan apakah terdapat iskemik atau infark
12 lead ECG
Lead ECG Terdiri atas :
Tiga standard limb leads (I, II and III)
Tiga augmented limb leads (aVR, aVL and aVF)
Enam precordial leads (V1, V2, V3, V4, V5 and V6).
36
Interpretasi ECG
Lebih lanjut akan saya jabarkan beberapa langkah dalam menginterpretasi ECG
Langkah 1: menentukan frekuensi heart rate (HR)
Ada beberapa strategi dalam menentukan heart rate.
1. Jika irama teratur/regular:
a. Dapat diperkirakan dari jumlah kotak besar pada R-R interval. Karena
terdapat 300 kotak besar dalam 1 menit, maka jumlah kotak besar antara R R
interval dapat menjadi pembagi dari 300. Jika terdapat 2 kotak besar diantara R-R
interval maka Heart rate pada ECG tersebut adalah 300/2 = 150 kali/menit.
Contoh jumlah heart rate pada gambar dibawah ini adalah 300/2 = 150 x/menit
b. Dapat diperkirakan dari jumlah kotak kecil. Dalam 1 menit terdapat 1500
kotak kecil, maka jumlah kotak kecil antara R-R interval menjadi pembagi dari
1500. Contoh jika terdapat 15 kotak kecil antara R-R interval, maka heart rate nya
adalah 1500/10= 100 x/menit. Contoh jumlah heart rate pada gambar dibawah ini
adalah 1500/17 = 88x/menit
2. Jika Heart Rates (R-R interval) tidak teratur: dapat diperkirakan dengan
mengitung jumlah komplek QRS sepanjang 30 kotak besar dikalikan 10 (1 kotak
besar sama dengan 5 kotak kecil, 1 kotak kecil= 0,04 detik). Contoh heart rate pada
gambar dibawah ini adalah 60x/menit
37
J Point : The junction (hubungan) antara kompleks QRS complex dan segmen ST
QT Interval : Dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T
QRS Interval: Dari awal hingga akhir kompleks QRS
ST Segment : Dari akhir kompleks QRS hingga awal gel T
Nilai Normal
Heart rate 60 - 100 bpm
PR interval 0.12 - 0.20 s
QRS interval 0.08 - 0.12 s
QT interval < half RR interval (males < 0.40 s; females < 0.44 s)
P wave amplitude (in lead II) ≤ 3 mV (mm)
P wave terminal negative
≤ 1 mV (mm)
deflection (in lead V1)
< 0.04 s (1 mm) and < 1/3 of R wave amplitude in the
Q wave
same lead
38
- Menggunakan leads I dan aVF untuk menentukan axis dimana axis merupakan
jumlah defleksi komplek QRS di lead I dan AVF. Cara menentukan defleksi dapat
dilihat digambar dibawah ini:
39
Lead I positive.
Lead aVF almost
equiphasic.
Therefore, the axis
will be Normal axis ~
ECG#3
approaching 0°. 0°
(Note: when a lead
is equiphasic, the
axis will be 90° to
that lead.)
Lead I positive.
Lead aVF Left axis
ECG#4 negative.The axis deviation ~ -
will be oriented 30°
negatively past 0°.
Lead I negative.
Lead aVF positive. Right axis
ECG#5 The axis will be deviation ~ -
oriented positively 120°
past 90°.
40
Contoh gangguan irama
Atrial fibrillation
Atrial fibrillation (AF) menunjukkan adanya disorganisasi aktivitas atrium tanpa adanya
kontraksi atau ejeksi. ECG menunjukkan irama irregular dimana pada beberapa gelombang P
digantikan oleh defleksi kecil beberapa amplitude (gelombang f). jenis iramanya irregularly
irregular. AF bisanya kita temukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik, emboli
paru, pericarditis, penyakit jantung iskemik dan tirotoksikosis. AF merupakan faktor risiko
yang penting terhadap komplikasi tromboemboli seperti stroke dan serangan iskemik.
Atrial flutter
ECG secara khas digambarkan dengan adanya "sawtooth" gelombang flutter (gelombang F
waves – ditunjukkan dengan tanda panah) terbaik dilihat di inferior leads (II, III, aVF dan
V1). Jenis iramanya adalah regular cepat, bedakan dengan AF yaitu irregular irregular.
Frekuensinya biasanya berkisar antara 250 hingga 350 bpm, gelombang QRS ditentukan
dengan rasio konduksi AV misalnya 2:1 (seperti gambar dibawah ini), dan beberapa variasi
seperti 1:1, 3:1, 4:1, 6:1. Atrial flutter jarang dijumpai, namun jika ada dapat kita temukan
pada kasus acute ischemic heart disease atau pulmonary embolism.
41
Langkah ke 5: Menilai gelombang P untuk menilai atrial enlargement
Tipikal : selalu positip di leads I, aVF dan V4 - V6, difasik pada lead V1 dan V3 serta
negative di aVR. Bentuknya smooth, tidak lancip dan not notched.
Gelombang P di lead I,II, III dan V1 harus diamati sebagai bukti terdapatnya right
atau left atrial enlargement. Biasanya pada lead II kita bisa melihat gelombang P yang
amat jelas. Amplitude (tinggi) gelombang P tidak lebih dari 3 kotak kecil (3 mm atau
0.3mV). jika terdapat gelombang P ≥ 3 mm, ini menunjukkan right atrial enlargement.
Pada lead V1, terdapatnya defleksi negative gelombang P menunjukkan adanya left
atrial depolarisasi dan tidak lebih dari 1 mm (0,1mV). Jika gelombang P pada lead V1
lebih dari 1 mm indikasi left atrial enlargement.
Langkah 6: Mengamati kompleks QRS untuk menilai ventricular hypertrophy atau low
voltage
Pada LVH (left ventricle hypertrophi), lead V5,V6 dan aVL memiliki gelombang R yang
tinggi sementara pada lead V1 dan V2 menunjukkan gelombang S yang dalam.
V1 atau V2 V5, V6 atau aVL
kriteria LVH: jumlah amplitude gelombang S
di V1 atau V2 + gelombang R di V5 atau V6
> 35 mm, atau R di aVL lebih dari 12 mm.
42
Langkag 7: Melihat kompleks QRS pada bundle branch block atau fascicular block
Interval QRS normal adalah 0.12 detik (3 mm atau 3 kotak kecil). untuk menilai interval QRS
yang paling tepat, gunakan kompleks QRS yang paling lebar. Terdapat 3 kemungkinan
pelebaran kompleks QRS :
43
Langkah 8: menilai gelombang Q
Gelombang Q secara signifikan dapat digunakan untuk menilai apakah ada infark miokard.
Gelombang Q yang kecil biasanya normal pada lead III dan aVF (inferior) serta pada leads
aVL, I, V5 dan V6 (anterolateral). Gelombang Q normal adalah 0,04 detik (1 mm) namun
jika lehih dari 1/3 gelombang R maka dikatakan patologis.
Q patologis di Vi-V6 mengindikasikan bahwa pasien memiliki infark miokard anterior pada
beberapa waktu yang lalu (old). Pasien ini juga memiliki bukti adanya infark inferior dimana
terdapat ST elevasi di lead III dan aVF.
Nilai segmen ST : adanya elevasi, depresi, dan juga kelainan gelombang T. ST elevasi
mengindikasikan adanya kondisi-kondisi acute myocardial injury, Prinzmetal's (variant)
angina, pericarditis, ventricular aneurysm atau myocardial ischemia.
ECG pasien ini menunjukkan adanya acute inferior MI. lihat ST elevation pada inferior leads
(II, III and aVF). Selain itu juga ditemukan ST depresi pada lead V1, V2 and V3 - sebagai
hasil perubahan resiprokal yang berkaitan dengan MI.
Prolonged QT dapat ditemukan sebagai sekunder dari kelainan metabolik dan efek obat-obat
tertentu.
44
Bagaimana ECG NORMAL ?
ECG normal memenuhi kriteria antara lain
Rate pulse berkisar 60 hingga 100 kali/menit
Irama regular kecuali ada beberapa variasi yang dipengaruhi oleh respirasi
P-R interval, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan depolarisasi atrial;
konduksi melalui nodus AV, bundle his, dan cabang bundle; hingga sampai ke sel
miokard ventrikel. PR interval 0,12 hingga 0.20 detik.
3. Interval QRS represent waktu yang diperlukan bagi sel-sel ventrikel untuk
depolarisasi. Durasi normal interval QRS adalah 0.06 hingga 0.10 detik.
Interval Q-T merupakan waktu yang dibutuhkan bagi ventrikel untuk depolarisasi dan
repolarisasi. (sumber basic echocardiogram)
EKG: Irama sinus, reguler, HR:75 x/menit, Axis normal, Gelombang P normal, interval
PR normal 0,16 detik, interval QRS normal 0,08 detik, segmen ST normal, Gelombang
T normal.
Kesan; Normal EKG
45
2. STEMI
3. NON STEMI
46
4. VENTRIKULAR EKSTRASISTOL (VES)
47
PEMERIKSAAN FISIK ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI)
Dr. Dani Rosdiana, Sp.PD
c. Catat hasil pengukuran tekanan sistol brachial tertinggi dari kedua lengan.
d. Kemudian mengukur tekanan sistol pada kaki (ankle) dengan memasang manset
di kaki bagian bawah 2,5 cm di atas mata kaki (meleolus), lakukan hal yang sama
pada kaki yang lain.
e. Catat hasil pengukuran tekanan sistol ankle tertinggi dari kedua kaki
f. Kalkulasikan ABI sesuai rumus berikut:
48
Gambar 2. Cara menghitung ABI
Interpretasi ABI:
a. Batas normal
ABI dengan nilai lebih dari 0,9 dinilai sebagai nilai normal atau terbebas dari keadaan
PAD karena darah masih bersirkulasi dengan baik tanpa adanya obstruksi yang bermakna
pada pembuluh perifer, sehingga kebutuhan nutrisi dan oksigen pada ekstremitas bawah
dapat terpenuhi dengan baik.
b. Borderline perfusion
ABI dalam rentang 0,6 sampai 0,8 merupakan borderline perfusion / batasan perfusi.
c. Iskemia berat
Kondisi iskemia berat dengan interpretasi ABI sebesar < 0,5 terjadi akibat buruknya
perfusi perifer karena oklusi yang mulai memanjang sehingga denyut jantung dan tekanan
arteri menurun.
d. Iskemia kritis
Nilai ABI < 0,4 mengartikan bahwa telah terjadi iskemia pada kaki yang kritis. Hal ini
merupakan kondisi klimaks dari iskemia berat yang dimanifestasikan dengan terjadinya
ulserasi dan gangren.
49
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN
Dr. Dani Rosdiana, Sp.PD
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat merupakan modal bagi seorang dokter
dalam melakukan pendekatan diagnosis suatu kelainan di bidang metabolik endokrinologi.
Manifestasi yang disebabkan oleh gangguan endokrin dapat tumpeng tindih dengan keadaan
normal dan patologi kondisi lain, sehingga tidak ada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baku.
50
Sindrom Cushing
Obesitas trunkal, striae, moonface, buffalo hump, miopati, bruises
Diabetes Insipidus
Poliuria (>50 ml/kgBB), sulit menahan berkemih, gangguan tidur karena banyak
berkemih pada malam hari, lelah, mengantuk, haus
Akromegali
Lelah, lemas, keringat berlebih, tidak tahan panas, BB naik, pembesaran tangan dan
kaki, gambaran wajah membesar dan kasar, sakit kepala, gangguan penglihatan,
perubahan suara, penurunan libido, disfungsi ereksi
Adenoma hipofisis
Gangguan akibat perubahan keseimbangan hormon dan gangguan akibat massa tumor
(sakit kepala, gangguan lapang pandang)
51
Bagaimana TB orang tua/anggota keluarga lain?
Adakah riwayat penyakit kronis?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu dalam jangka
waktu lama
Disfungsi ereksi Adakah ketidakmampuan memulai ereksi?
Adakah ketidakmampuan mempertahankan ereksi?
Apakah kelainan tersebut disertai gangguan libido?
Apakah kelainan tersebut disertai gangguan ejakulasi?
Apakah kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba atau bertahap?
Adakah keluhan nyeri hilang timbul pada daerah bokong atau
ekstremitas bawah?
Adakah riwayat penyakit kronik, obat-obatan, kelainan saraf,
penyakit vascular?
Galaktorea Adakah pengeluaran air susu dari payudara?
Adakah riwayat melahirkan sebelumnya?
Gangguan menstruasi Apakah pernah mengalami menstruasi sebelumnya?
Bagaiman riwayat pubertas sebelumnya?
Bagaiman riwayat menstruasi dan pubertas dalam keluarga?
Adakah riwayat penyakit sebelumnya ( gangguan tiroid,
obesitas)?
Adakah pemakaian obat-obatan, kontrasepsi hormonal?
Adakah riwayat hubungan seksual, tanda-tanda kehamilan?
Poliuria Adakah jumlah urin melebihi 3 liter/hari (>50 ml/kgBB)?
Bagaimana asupan minum setiap hari?
Adakah peningkatan jumlah urin disertai dengan peningkatan
nafsu makan, penurunan BB, dan rasa haus yang berlebihan?
Adakah penggunaan obat-obatan diuretik?
Ginekomastia Adakah riwayat penggunaan obat-obatan (hormonal, antibiotic,
obat dyspepsia, obat jantung)?
Adakah penyakit sistemik yang diderita (sirosis hati, uremia),
kelainan endokrin?
Adakah keganasan yang diderita?
52
Adakah gangguan nafsu makan, perasaan haus berlebih?
Adakah gangguan tidur, gangguan kepribadian, psikosis?
Adakah gangguan sistem otonom (keringat berlebih, baal)?
Adakah gangguan menstruasi?
Adakah keluhan sakit kepala, riwayat kejang?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu (steroid, hormonal), riwayat radiasi
hipofisis?
Kelenjar Tiroid
Pasien dengan penyakit tiroid biasanya datang dengan keluhan pembesaran atau
timbulnya benjolan di leher, dapat disertai dengan atau tanpa gejala toksik.
53
Tidak tahan dingin Muka dan tangan bengkak
BB ↑ (5-10 kg) Suara serak
Konstipasi Reflek fisiologis ↓
Gangguan menstruasi (menoragia) Kulit kekuningan
Kram otot, kesemutan, otot lemah Anemia
Gangguan kontraksi ventrikel
Bradikardi
Sianosis perifer
Kelenjar Adrenal
Penyakit yang disebabkan gangguan pada korteks adrenal diantaranya adalah sindrom
Cushing dan insufisiensi adrenal.
54
Tabel 9. Gejala dan Tanda Insufisiensi Adrenal
Lemas, mudah lelah, tidak nafsu makan, BB ↓
Hiperpigmentasi
Hipotensi
Gangguan saluran cerna
Salt craving
Gejala postural
Kelenjar Paratiroid
Kelainan tersering pada kelenjar paratiroid adalah hipoparatiroidisme pasca
tiroidektomi total, disamping idiopatik. Keluhan yang timbul adalah manifestasi
hipokalsemia seperti rasa baal di daerah mulut dan jari-jari, kram otot hingga kejang. Pada
anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat operasi tiroid dan gejala-gejala hipokalsemia.
Penyakit lain yang dapat dijumpai adalah hiperparatiroidisme. Pasien dengan riwayat
batu ginjal berulang dapat dicurigai berkaitan dengan hiperkalsemia akibat
hiperparatiroidisme. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah fraktur, nyeri perut, konstipasi,
gangguang psikiatri, perasaan bingung dan gejala neurologi (kebingungan, kelelahan berat,
gangguan kesadaran).
Pemeriksaan Umum
- Tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh
- Tanda vital : tekanan darah pada posisi berbaring dan posisi duduk, frekuensi dan
irama nadi, frekuensi nafas, suhu tubuh.
Pemeriksaan Khusus
- Perhatikan distribusi rambut pada tubuh : adakah hirsutism, alopesia
- Adakah kelainan pada kulit : jerawat, acanthosis nigricans, hiper/hipopigmentasi,
striae.
- Adakah eksoftalmus, gangguan lapang pandang, atrofi optik
- Perhatikan daerah wajah : moon face, frontal bossing, rahang menonjol, hidung yang
membesar dan lebar
- Adakah pembesaran lidah, gigi-gigi terpisah, maloklusi
- Adakah struma pada leher, buffalo hump pada punggung
- Perhatikan payudara : adakah ginekomastia, payudara tidak berkembang pada wanita
- Perhatikan daerah akral : adakah pembesaran tangan dan kaki, akropaki tiroid
(clubbing), onikolisis, tremor, edema.
- Perhatikan daerah genitalia : rambut pubis, atrofi testis, kelainan pada klitoris
55
b. Palpasi
- Struma : ukuran, soliter/multiple, simetris/asimetris, tekstur, konsistensi, nodul/difus,
mobilitas, nyeri tekan, getaran (thrill)
- Adakah pembesaran kelenjar getah bening
- Adakah deviasi trakea
c. Perkusi
Kecurigaan adanya goiter retrosternal di atas manubrium sterni ditemukan perubahan
suara sonor ke redup atau pekak dari satu sisi ke sisi yang lainnya.
d. Auskultasi
Pada penyakit Graves dapat didengar adanya bunyi desis (bruit) pada auskultasi dan
dapat pula teraba getaran (thrill) pada palpasi kelenjar tiroid.
OFTALMOPATI
Klasifikasi bermanfaat untuk menggambarkan beratnya keterlibatan mata, namun
tidak dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit mengingat satu stadium tidak
selalu memburuk ke stadium berikutnya. Klasifikasi oftalmopati berdasarkan Werner
sebagai berikut :
Stadium 0 : No sign or symptoms
Stadium 1 : only sign, no symptoms (tanda terbatas pada upper lid retraction)
Stadium 2 : soft tissue involvement (gejala dan tanda)
Stadium 3 : Proptosis (diukur dengan Hertel exophtalmometer)
Stadium 4 : Extraocular muscle involvement
Stadium 5 : Corneal involvement
Stadium 6 : Sight loss (keterlibatan saraf optikus)
Gambar 2. Oftalmopati (A), dermopati (B) dan akropaki (C) pada penyakit Graves
56
PEMERIKSAAN FISIK UNTUK GANGGUAN KELENJAR HIPOFISIS
a. Inspeksi
- Perawakan tubuh pendek
- Adakah kulit pucat (akibat gangguan aktivitas melanosit)
- Adakah gangguan pertumbuhan rambut (daerah dagu, aksilla, dada, pubis)
- Perhatikan daerah kepala :
Adakah rambut menipis, kerutan halus sekitar mata
Adakah luka parut/bekas luka di daerah frontal (riwayat operasi di kepala)
Adakah frontal bossing
Apakah lidah melebar, gigi-gigi terpisah, maloklusi
Apakah ada tanda-tanda gangguan saraf cranial akibat penekanan massa tumor
(N.III, NIV, NVI, cabang pertama NV)
Apakah payudara tidak berkembang (pada wanita) atau ginekomastia (pada
laki-laki)
Daerah aksilla : adakah kelainan kulit berupa molluscum fibrosum
(penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya), akantosis
nigricans
Ekstremitas : Adakah pembesaran akral, adakah pseudogout, foot drop?
57
Gambar 4. Pemeriksaan Fisis pada Ginekomastia
58
Gambar 6. Moon face (A) dan striae (B) pada sindrom Cushing
59
PEMERIKSAAN FISIK PADA DIABETES MELLITUS
Pemeriksaan Umum
Bagaimana status antropometri (indeks massa tubuh, lingkar perut), adakah hipertensi?
a. Inspeksi
- Adakah kulit yang terlihat kering, hiperpigmentasi, xanthelasma
- Adakah terdapat luka, ulkus, gangren pada tubuh?
- Adakah atrofi otot
- Adakah perubahan bentuk pada kaki (hammer toes, claw hand, mata ikan/kalus)
b. Palpasi
- Lakukan perabaan pada arteri dorsalis pedis (letakkan bagian dalam permukaan jari-
jari tangan pada daerah dorsum pedis)
- Lakukan perabaan pada arteri tibialis posterior (letakkan bagian dalam permukaan
jari-jari tangan pada daerah posteroinferior dari maleolus medialis)
- Lakukan perabaan pada arteri poplitea (letakkan bagian dalam permukaan jari-jari
tangan pada poplitea)
c. Perkusi
- Adakah pembesaran jantung?
d. Auskultasi
- Adakah kelainan pada jantung, paru?
Pemeriksaan Lainnya
Tes monofilament (untuk deteksi neuropati), pemeriksaan Doppler (untuk deteksi gangguan
pembuluh darah kaki), funduskopi, pemeriksaan refleks.
60
Menulis Laporan Kasus
Mukhyarjon
Bagian IPD FKUR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
Pendahuluan
Laporan kasus merupakan salah satu bentuk komunikasi medis yang sudah ada sejak lama
dan sangat familiar. Meskipun saat ini suatu laporan kasus dianggap sebagai karangan ilmiah
“kelas dua” namun banyak dari penelitian-penelitian penting dimulai dari sebuah laporan
kasus. Sebagai suatu karangan ilmiah, maka laporan kasus tidak boleh ditulis secara
serampangan. Penulisan laporan kasus mestilah menggunakan bahasa resmi dan seyogyanya
mengikuti kaidah-kaidah tertentu dan format yang sudah baku.
Abstrak. Abstrak sebaiknya ditulis singkat biasanya 100-250 kata. Abstrak, meskipun singkat
mesti menggambarkan keseluruhan laporan kasus tersebut sehingga meliputi kelima bagian
dari laporan kasus. Abstrak penting artinya untuk pencarian literature karena pembaca tidak
mesti membaca keseluruhan dari sebuah artikel untuk mengetahui isi dari suatu artikel
sehingga bermanfaat dalam pencarian literature yang diminati oleh pembaca. Format
penulisan ini dapat berbeda, hal ini tergantung dari gaya yang dianut oleh jurnal tempat
artikel itu dimuat.
Pendahuluan. Ibarat sebuah toko, maka pendahuluan merupakan etalase suatu toko. Bila
pembaca diibaratkan seorang pembeli, maka etalase sebuah toko mesti dapat menarik minat
si pembeli. Pendahuluan mesti ditulis secara atraktik namun tidak boleh fantastis atau
berlebihan. Pendahulan mesti memuat subyek, tujuan dan pentingnya suatu kasus dilaporkan.
Pendahuluan mesti menjelaskan tentang apa kasus tersebut dan diikuti penjelasan tentang
mengapa, atau keunikan sebuah kasus sehingga penting untuk ditulis dalam suatu laporan
kasus. Dalam pendahuluan disertakan kutipan dari berbagai literature yang relevan dan
disusun secara sistematis atau kronologis.
Di dalam pendahuluan sebaiknya juga diterangkan secara ringkas tentang kasus yang
dilaporkan tersebut. Penulisan kutipan dapat menggunakan gaya Vancouver atau Harvard. Di
Indonesia khususnya pada majalah yang memuat tulisan ilmiah di bidang Ilmu Penyakit
Dalam seperti Majalah Ina Acta Indonesiana kutipan dilakukan menggunakan gaya
Vancouver.
Ilustrasi Kasus. Bagian Ilustrasi kasus merupakan inti dari suatu laporan kasus. Bagian ini
menjelaskan suatu kasus secara kronologis dan dituliskan dengan terperinci sehingga
memungkinkan pembaca dapat menilai validitas dari kasus tersebut. Laporan kasus
61
hendaknya memuat data yang relevan yang memuat data demografi pasien, data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis kerja dan diagnosis differensial, follow up
pengobatan dan diagnosis akhir serta kondisi pasien pada follow up akhir. Data yang
dicantumkan sebaiknya data-data yang penting-penting saja. Guna menambah pemahaman
tentang kasus sebaiknya juga dicantumkan foto Roengent, EKG, gambaran sedian hapus
darah tepi, foto histopatologi, dan lain-lain yang relevan dengan kasus yang dilaporkan.
Diskusi. Ini merupakan bagian penting dari laporan kasus. Pada bagian diskusi ini dilakukan
penilaian terhadap keakuratan, validitas dan keunikan atau kekhasan dari suatu laporan kasus.
Data yang ditampilkan dibandingkan dengan data yang didapat dari kepustakaan, penulis juga
menjawab permasalahan dengan ilmu pengetahuan kedokteran dan mencari hubungan kausal
dari permasalahan yang ada pada suatu kasus. Permasalahan yang ada pada laporan kasus
dapat berupa permasalahan dalam diagnosis, terapi, atau outcome terapi. Penulis pada bagian
ini hendaknya dapat mencari kemiripan atau perbedaan antara kasus atau permasalahan yang
ada dalam laporan kasus ini dengan laporan kasus serupa yang dilaporkan terdahulu.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam suatu laporan kasus, penulis harus jujur
mengungkapkan keterbatasan atau kekurangan dari laporan kasus. Dan akhirnya, penulis
menarik kesimpulan dari diskusi ini yang dapat berupa suatu informasi baru yang dapat
diaplikasikan pada kasus serupa dikemudian hari.
Simpulan. Bagian ini merupakan suatu yang sangat bernilai dari laporan kasus. Suatu
kesimpulan sebaiknya ditarik berdasarkan bukti-bukti klinis yang ada pada bagian diskusi
sehingga didapatkan suatu simpulan yang teruji. Penulis sebaiknya menghindari simpulan
yang kaku atau menyatakan kepastian atau sebaliknya berdasarkan suatu dugaan-dugaan.
Simpulan mesti singkat dan tidak lebih dari satu paragraph.
Daftar pustaka. Dapat bersumber dari buku teks, laporan kasus atau suatu penelitian terbaru.
Literatur mestilah yang relevan dengan kasus apa yang ditulis. Biasanya untuk menulis
laporan kasus dibutuhkan sekitar 20-30 literatur. Penulisan mesti mengikuti gaya tertentu
secara konsisten misalnya majalah Ina Acta Indonesiana.
Simpulan makalah.
Laporan kasus merupakan suatu karya ilmiah yang sudah sangat familiar. Penulisan karya
ilmiah sebaiknya dilakukan berdasarkan format yang baku yang terdiri dari abstrak,
pendahuluan, ilustrasi kasus, diskusi, dan simpulan. Sebaiknya laporan kasus membuka
peluang untuk penelitian lebih lanjut atau memberikan suatu rekomendasi yang aplikatif
untuk penanganan pasien yang lebih baik.
Daftar Pustaka
American college of physician. Writing a Clinical Vignette (Case Report). Diunduh dari
https://www.acponline.org. tanggal 13 Maret 2013.
Cohen H. How to write a case report. Am J Health-Syst Pharm—Vol 63 Oct 1, 2006
62
LAPORAN KASUS
Email Korespondensi:
Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada,- Rumah Sakit dr.Sardjito. Jl
Kesehatan 1, Sekip, Yogyakarta, Indonesia. email to : ika_interna@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis adalah penyakit fibrosis pada parenkim paru setelah
inhalasi kronis debu anorganik yang mengandung kristal silikon dioksida. Manifestasi akut terjadi setelah hujan
abu berat termasuk serangan asma dan bronkitis, dengan peningkatan sesak dan batuk, dan mengi akibat iritasi
pada lapisan saluran nafas. Kondisi kesehatan kronis paling memprihatinkan adalah silikosis, suatu fibrosis
nodular difus paru-paru, berkembang perlahan-lahan, biasanya muncul 10 sampai 30 tahun setelah paparan
pertama.
Seorang pria 35 tahun dirawat di RUSP Sardjito Yogyakarta dengan keluhan dispnea progresif, nyeri dada
sisi kanan sejak 3 bulan terakhir dan episode periodik batuk kering. Dia memiliki riwayat kontak dengan abu
vulkanik di lokasi sekitar gunung meletus selama 10 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi
hyperresonant di paru kanan bawah, suara vesikuler melemah terdengar di sisi kanan bawah dada. Foto toraks
dada menunjukkan adanya bula. Berdasarkan kecurigaan klinis dan radiologis pneumokoniosis, dilakukan CT-
scan dada pada pasien dengan hasil beberapa bula bilateral terutama di bagian paru kanan. Spesimen biopsi
diambil untuk diangnosa anthrocosilicosis. Tidak ada terapi spesifik yang telah terbukti untuk segala bentuk
silikosis. Terapi simtomatik mencakup pengobatan keterbatasan aliran udara dengan bronkodilator, terapi
agresif infeksi saluran pernapasan dengan antibiotik, dan penggunaan oksigen tambahan (jika diindikasikan)
untuk mencegah komplikasi hipoksemia kronis.
Kata kunci: Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis, inhalasi partikel inorganik, sesak napas, bula.
ABSTRACT
Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis is fibrotic lung diseases of the pulmonary parenchyma
following chronic inhalation of inorganic dusts containing crystalline silicon dioxide. The acute manifestations
observed after heavy ashfalls include attacks of asthma and bronchitis, with an increased reporting of cough,
breathlessness, chest tightness, and wheezing due to irritation of the lining of the airways. The chronic health
condition of most concern is silicosis, a diffuse nodular fibrosis of the lungs, develops slowly, usually appearing
10 to 30 years after first exposure.
A 35 years old male was admitted to Sardjito Hospital, Yogyakarta with complaints of progressive dyspnoea,
right side chest pain since last 3 month and periodic episodes of dry cough. He had history of exposure to
volcanic ash at the location around volcano eruption for about 10 month. Examination revealed hyperresonant
note, diminished vesicular breath sounds in lower right side of the chest. The chest X-ray presence leads to
bleb. Based on the clinical and radiological suspicion of pneumoconiosis the patient was submitted to computed
tomography of the chest and revealed bilateral multiple bullae mainly at the right lung field. The biopsy
specimen verified the diagnosis of anthrocosilicosis. There is no proven specific therapy for any form of silicosis.
Symptomatic therapy should include treatment of airflow limitation with bronchodilators, aggressive
63
management of respiratory tract infection with antibiotics, and use of supplemental oxygen (if indicated) to
prevent complications of chronic hypoxemia.
Key words: Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis, inorganic particles inhalation, dyspnoea,
bullae.
64
Kondisi pasien membaik dan diizinkan
pulang ke rumah. Setelah itu, pasien tidak
pernah datang berobat lagi. Pasien bukan
seorang perokok atau peminum alkohol,
dan tidak menggunakan obat-obatan
terlarang. Pasien tidak memiliki riwayat
hemoptisis, pengobatan anti tuberkulosis
atau kontak dengan penderita TB. Enam
bulan kemudian pasien mengeluh sesak
napas dan nyeri dada yang semakin
memburuk. Keluarga memutuskan untuk
membawa pasien ke klinik paru di Rumah
Sakit Dr. Sardjito.
Pada pemeriksaan fisik, pasien
memiliki suhu tubuh, denyut nadi, Gambar 1. Rontgen dada menunjukkan bleb
frekuensi pernapasan dan tekanan darah (tanda panah).
dalam batas normal. Dari pemeriksaan
ditemukan kondisi hyperresonant, suara
napas vesikuler terdengar berkurang di sisi
kanan bawah dada. Rontgen dada
menunjukkan adanya bleb (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan fisik lainnya dalam
batas normal. Dari pemeriksaan
laboratorium, analisis sampel darah
menunjukkan bahwa jumlah sel darah
putih 14.200/ml dengan diferensial
normal. Berdasarkan dugaan klinis dan
radiologis pneumokoniosis, pasien
dilakukan pemeriksaan CT Scan dada dan
diketahui terdapat beberapa bula bilateral
terutama di bidang paru-paru kanan dan
konfigurasi jantung dalam batas normal
(Gambar 2). Spesimen biopsi diambil
untuk diangnosa anthrocosilicosis.
Diagnosis akhir kami adalah
pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoc
oniosis dan kami memberikan terapi
bronkodilator, antioksidan dan konsultasi
dengan bagian bedah.
Untuk menangani bula, pasien dikelola
secara konservatif dengan bronkodilator,
mukolitik dan antioksidan.
65
PEMBAHASAN abnormal, pembentukan nodul fibrosis dan
Pneumonoultramicroscopicsilicovolca akhirnya silikosis.8
noconiosis adalah penyakit paru-paru
fibrotik
dari parenkim paru yang terjadi akibat
inhalasi kronis debu anorganik yang
mengandung kristal silikon dioksida.
Patogenesis penyakit ini adalah retensi
partikel anorganik yang terhirup
merangsang fibrosis di jaringan
interstitium paru-paru.
Pada penyakit stadium lanjut,
compliance paru akan menurun karena
peningkatan recoil elastik, jaringan paru-
paru yang rusak, dan nodul-nodul yang
mengalami konfluen.6 Gambar 3. Bentuk kristal silika dari biopsi paru.
Partikel sebagian besar terperangkap
oleh lendir dan dieliminasi dengan cara
menelan atau batuk. Partikel yang
menembus bagian non-bersilia, wilayah
alveolar paru-paru (fraksi partikel terhirup,
< 4 m) bertemu makrofag yang akan
menelan partikel tersebut (fagositosis)
dalam upaya untuk membersihkan paru-
paru, dan membawa partikel tersebut ke
hilus kelenjar getah bening, di mana
mereka berasal (Gambar 4). Namun,
Gambar 4. Fagositosis silika oleh makrofag.
makrofag juga dapat bersifat merugikan
akibat pengaruh partikel beracun seperti
kristal silika.7 Partikel debu selalu ada di udara yang
Setelah fagositosis, enzim mengubah kita hirup, dan tubuh memiliki mekanisme
partikel menjadi mudah terserap, pertahanan agar partikel dapat dieliminasi
meninggalkan permukaan partikel bebas atau untuk melawan efek berbahaya
untuk bereaksi. Berbagai situs permukaan partikel tersebut. Meskipun banyak
partikel, termasuk situs yang penelitian yang telah dilakukan secara
menghasilkan radikal bebas,8 dapat luas, mekanisme di mana mineral,
bereaksi dengan sel, menghasilkan zat termasuk kristal silika, berinteraksi dengan
oksidatif dimana dapat mempercepat paru-paru belum dapat diketahui secara
sintesis reactive oxygen species (ROS) tepat.9
dalam upaya untuk memecah patogen. Manifestasi akut yang terjadi setelah
Pembentukan zat toksin yang begitu hujan abu berat adalah serangan asma dan
banyak dapat menyebabkan kematian bronkitis, dengan laporan peningkatan
makrofag. Selama kematian makrofag, insiden batuk, sesak napas, dada terasa
partikel dan sel korosif dilepaskan ke sesak, dan mengi karena iritasi pada
paru-paru. partikel yang bebas kemudian lapisan saluran pernafasan oleh partikel
ditelan lagi, sehingga terjadi siklus yang halus. Serangan asma tidak terbatas pada
berulang terus menerus yang akhirnya pasien yang telah terdiagnosis asma
dapat merangsang peradangan persisten sebelumnya, karena banyak orang yang
dan produksi kolagen oleh fibroblast yang tidak terdiagnosis sebelumnya. Menghirup
abu halus juga dapat memperburuk
66
penyakit yang sebelumnya ada, misalnya kondisi ini dapat terus berkembang bahkan
bronkitis kronis.10 Pada kasus ini, pasien setelah paparan berhenti dan dapat
mengalami gejala akut yang terjadi 10 hari menyebabkan kematian dini.8
setelah paparan abu vulkanik yaitu Silikosis kronis berkembang secara
dispnea, nyeri dada dan batuk. Pasien perlahan, biasanya muncul 10 sampai 30
masuk Rumah Sakit Wirosaban tahun setelah paparan pertama. Hal ini
Yogyakarta dan dirawat di rumah sakit tidak biasa bagi silikosis dimana gambaran
selama 10 hari. radiografis tetap jelas setelah bertahun-
Silikosis akselerasi berkembang dalam tahun berhenti kerja dari pekerjaan yang
waktu 10 tahun setelah paparan awal. berhubungan dengan paparan. Silikosis
Silikosis akselerasi dikaitkan dengan kronis biasanya memiliki pola radiografi
paparan kadar tinggi silika, dan memiliki seperti silikosis simpel. Pada sebagian
gambaran radiografis yang sama seperti kecil orang-orang dengan penyakit kronis,
silikosis kronis. Perbedaan silikosis nodul dapat menyatu sehingga menjadi
akselerasi dengan penyakit kronis hanya Progressive Massive Fibrosis (PMF).11
berdasarkan dari perkembangan penyakit Dalam kasus ini terdapat paparan debu
yang lebih cepat terjadi setelah paparan Gunung Merapi selama sekitar 8 sampai
pertama.11 10 bulan. Meskipun tidak termasuk dalam
Pemeriksaan fisik dada biasanya tidak kriteria paparan kronis, namun dalam
menunjukkan hal yang khas, meskipun pemeriksaan sudah mulai menunjukkan
berbagai suara napas abnormal terdengar, gejala kronis. Kemungkinan analisis lain
seperti ronki halus, ronki kasar (sering dalam kasus kronis ini terjadi karena
pada inspirasi akhir), dan/atau mengi, paparan kristal silika dalam konsentrasi
telah dilaporkan terjadi di sebagian besar tinggi.
individu yang terkena.11 Tidak ada terapi khusus yang terbukti
PMF dikaitkan dengan gejala yang untuk setiap bentuk silikosis. Terapi
lebih berat dari silikosis sederhana. simtomatik harus mencakup pengobatan
Koalesensi progresif nodul silicotik hambatan aliran udara dengan
mengakibatkan gangguan pernapasan, bronkodilator, manajemen agresif infeksi
termasuk air trapping dan emfisema. saluran pernapasan dengan antibiotik, dan
Pemeriksaan fisik sering menunjukkan penggunaan oksigen tambahan (jika ada
adanya penurunan atau abnormalitas suara indikasi) untuk mencegah komplikasi dari
pernapasan. Tanda-tanda gagal napas hipoksemia kronis.11
kronis dan kor pulmonal dapat ditemukan. Terapi glukokortikoid telah digunakan
Ronki tidak terjadi sebagai akibat dari dalam upaya untuk menghalangi inflamasi
perubahan interstitial, tapi suara adventif yang menyebabkan silikosis progresif.
dapat ditemukan.11 Dalam studi terbesar sampai saat ini,
Kondisi kesehatan kronis yang paling percobaan enam bulan prednisolon
mengkhawatirkan adalah silikosis, fibrosis dilakukan pada 34 pasien dengan silikosis
nodular difus (jaringan parut) paru-paru. kronis.12 Transplantasi paru-paru harus
Silikosis akan terjadi, jika tiga kondisi dipertimbangkan untuk orang dengan
utama terpenuhi: (1) proporsi yang tinggi tahap akhir silikosis.13
dari partikel halus dalam abu; (2) Beberapa tindakan pengobatan
konsentrasi tinggi kristal silika (kuarsa, eksperimental telah diusulkan untuk
kristobalit dan tridimit) dan (3) paparan digunakan pada pasien silikosis. Lavase
abu dalam jumlah yang banyak, biasanya seluruh paru telah diupayakan sebagai
selama periode tahun sampai dekade. ukuran terapeutik, berdasarkan
Awal perubahan pada paru-paru tidak kemampuannya untuk mengurangi beban
menimbulkan gejala dan sebagian besar debu paru dan menghilangkan sel-sel
penderita tetap dalam kategori ringan, tapi inflamasi dari paru-paru.14 Sedangkan data
67
saat ini menunjukkan bahwa prosedur thoraks. CT scan dada juga membantu
yang aman dan layak secara teknis, belum dalam deteksi infeksi TBC bersamaan.
memiliki kegunaan klinis yang jelas. Jaringan mengalami kerusakan secara
Terdapat spekulasi bahwa resirkulasi langsung oleh partikel silika sehingga
benda asing silika yang terus-meneru menyebabkan pembentukan bleb alveolar
membatasi potensi manfaat dari di beberapa lobus pada kasus ini dan kasus
11
pendekatan ini. sporadis pneumotoraks telah dilaporkan
Formasi bula di pencitraan thoraks pada kasus silikosis akselerasi. Oleh
merupakan peristiwa langka dalam karena itu, diperlukan suatu edukasi
perjalanan silikosis dan biasanya terhadap penduduk, pekerja dan
unilateral. pengusaha yang mengunjungi daerah
Hal ini lebih sering terlihat pada erupsi untuk memastikan bahwa risiko
silikosis kronis yang disertai PMF. Hal ini kesehatan dapat diminimalkan.
cukup langka terjadi di silikosis akut.
Kasus sporadis pneumotoraks spontan REFERENSI
telah banyak dilaporkan pada penyakit 1. Small C, Naumann T. Holocene
silikosis akselerasi.15 volcanism and the global distribution of
Salah satu komplikasi yang dapat human population. Environ Hazards.
terjadi pada silikosis adalah infeksi paru- 2001;3:93–109.
paru. Kristal silika yang berukuran kurang 2. Blong R. Volcanic hazards risk
dari 1 mm dipercaya dapat menjadi assessment. In: Scarpa R, Tilling RI, eds.
patogen yang paling mematikan.16 Monitoring and mitigation of volcanic
Pertimbangan aerodinamis muncul untuk hazards. New York: Springer, Berlin
mendukung masuknya dan retensi Heidelberg; 1996. p. 675–98.
partikulat di lobus atas paru-paru. Jaringan 3. Ping C-L. Volcanic soils. In:
mengalami kerusakan secara langsung Sigurdsson H, ed. Encyclopedia of
oleh partikel silika sehingga menyebabkan volcanoes. San Diego: Academic Press;
ketidakseimbangan antara produk dari 1999. p. 461–82.
respon inflamasi yang mempengaruhi 4. Hefflin BJ, Jalaludin B, McClure E,
elastisitas dinding alveolar dan Cobb N, Johnson CA, Jecha L, Etzel RA.
pembentukan bleb alveolar di lobus atas Surveillance for dust storms and
atau kelainan kongenital alveolar dan respiratory diseases in Washington State.
disfungsi sel tipe II yang akhirnya dapat Arch Env Health. 1994;49:170–4.
berujung pada pneumotoraks bilateral. 17 5. Rimal B, Greenberg AK, Rom WN.
Saat ini, diagnosis silikosis Basic pathogenetic mechanisms in
berdasarkan dugaan klinis dan kombinasi silicosis: current understanding. Curr Opin
fitur radiologis yang khas di rontgen dada. Pulm Med. 2005;11:169.
CT scan dada juga membantu dalam 6. Shellito J.
deteksi infeksi TBC bersamaan.18 Occupational/inhalational/environmental
Pemeriksaan yang rutin dan intervensi disease. In: J Ali, Warren R, S Michael,
yang tepat dapat mengurangi morbiditas eds. 3rd edition. Pulmonary
dan mortalitas serta membantu hidup phatophysiology clinical approach. New
pasien lebih terarah dan produktif. Orleans, Louisiana: McGraw-Hill
Companies; 2010. p. 149-54.
KESIMPULAN 7. Cullen RT, Jones AD, Miller BG,
Paparan silika yang berlebihan dalam Donaldson K, Davis JMG, Wilson M,
waktu singkat akan menyebabkan Tran CL. Toxicity of volcanic ash from
penyakit silikosis. Diagnosis silikosis Montserrat. Edinburgh: Institute of
berdasarkan dugaan klinis dan kombinasi Occupational Medicine; 2002. p. 55.
fitur radiologis yang khas di pencitraan
68
8. Horwell CJ, Fenoglio I, Ragnarsdottir
KV, Sparks RSJ, Fubini B. Surface
reactivity of volcanic ash from the
eruption of Soufrière Hills volcano,
Montserrat, with implications for health
hazards. Environ Res. 2003;93:202–15.
9. Fubini B, Fenoglio I, Elias Z, Poirot O.
Variability of biological responses to
silicas: effect of origin, crystallinity, and
state of surface on generation of reactive
oxygen species and morphological
transformation of mammalian cells. J
Environ Pathol Toxicol Oncol.
2001;20:95–108.
10. Horwell CJ, Baxter P.J. The
respiratory health hazards of volcanic ash:
a review for volcanic risk mitigation. Bull
Volcanol. 2006;69:1-24.
11. Rose C, Talmadge EK, Helen H.
Silicosis. Up To Date 19.1. UpToDate Inc.
Netherlans. 2011.
12. Sharma SK, Pande JN, Verma K.
Effect of prednisolone treatment in
chronic silicosis. Am Rev Respir
Dis.1991;143:814.
13. Burton CM, Milman N, Carlsen J, et
al. The Copenhagen National Lung
Transplant Group:survival after single
lung, double lung, and heartlung
transplantation. J Heart Lung Transplant.
2005;24:1834.
14. Wilt JL, Banks DE, Weissman DN, et
al. Reductionof lung dust burden in
pneumoconiosis by whole-lung lavage. J
Occup Environ Med. 1996;38:619.
15. Natarajan AS, Gajalakshmi L,
Karunakaran S. Accelerated silicosis in a
silica flour mill worker. Lung India.
1992;10:33-7.
16. Zaidi SH. Experimental
pneumoconioses. Am Rev Respir Dis.
1992;145:630-1.
17. Arora VK, Seetharaman ML, Veliath
AJ. Silicotic alveolar proteinosis with
bilateral spontaneous pneumothorax. J
Assoc Physicians India. 1992;40:760-2.
18. Gupta KB, Manchada M, Kour P.
Bilateral spontaneous pneumothorax, J
Assoc Pgysicians Indian J Chest Dis
Allied Sci. 2006;48:201-3.
69
Nama :
NIM :
Tanggal pasien masuk RS:
KONFIDENSIAL
RAHASIA MR
70
DATA DASAR
Nama Lengkap No. Rekam Medis
1. Data identitas lengkap harap ditanyakan ulang dengan melihat lembaran IDENTITAS RAWAT
JALAN
71
DATA DASAR (Sambungan 1)
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM :
PEMERIKSAAN FISIK :
KEPALA :
LEHER :
TORAKS DEPAN :
- Inspeksi
Bentuk :
72
Pergerakan :
- Palpasi
Nyeri tekan :
Fremitus suara :
Iktus :
- Perkusi
Paru :
Batas paru-hati :
Jantung :
Batas atas jantung :
Batas kiri jantung :
Batas kanan jantung :
- Auskultasi
Paru :
Suara pernapasan :
Suara tambahan :
Jantung :
HR: x/menit, regular/ireguler, bising jantung…………………………………………..
TORAKS BELAKANG:
- Inspeksi :
- Palpasi :
- Perkusi
- Auskultasi :
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk :
Gerakan lambung:
Vena kolateral :
Caput Medusa :
Palpasi
73
Dinding abdomen :
HATI
Pembesaran :
Permukaan :
Pinggir :
Nyeri tekan :
LIMFA
Pembesaran :( ), Schufner:……………………..
GINJAL
UTERUS/OVARIUM :
TUMOR :
- Perkusi
Pekak Hati
Pekak beralih
- Auskultasi
Peristaltik usus :
Lain-lain :
PINGGANG
Nyeri ketuk di sudut kostovertebrae ( ), kiri/kanan
INGUINAL :
GENITALIA LUAR :
74
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi : Edema:
Lokasi : Arteri femoralis:
Jari tabuh : Arteri tibialis posterior:
Tremor: Arteri dorsalis pedis:
Sianosis: Refleks KPR:
Eritema palmaris: Refleks APR:
Lain-lain: Refleks fisiologis:
Refleks patologis:
Lain-lain:
75
PENGKAJIAN MASALAH DAN PERENCANAAN
Nama Lengkap : No. Rekam Medis
1.
2.
3.
4.
5.
INITIAL PLAN
1. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:
- Diagnosis Banding/Hipotesis:
PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :
76
Pengobatan
2. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:
- Diagnosis Banding/Hipotesis:
PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :
Pengobatan
77
Penyuluhan & Edukasi:
3. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:
- Diagnosis Banding/Hipotesis:
PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :
Pengobatan
78
4. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:
- Diagnosis Banding/Hipotesis:
PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :
Pengobatan
5. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:
79
- Diagnosis Banding/Hipotesis:
PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :
Pengobatan
(....................................................)
NIM.
80
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT / FOLLOW UP
HARI : TANGGAL : JAM :
DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
MASALAH 1 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Plannng :
MASALAH 2 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 3 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 4 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 5 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
81
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT / FOLLOW UP
HARI : TANGGAL : JAM :
DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
MASALAH 1 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 2 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 3 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 4 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :
MASALAH 5 :
Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning:
82