Anda di halaman 1dari 82

MATERI PEMBEKALAN

KEPANITERAAN KLINIK JUNIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
TAHUN 2016
VISI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

Menjadi fakultas kedokteran berbasis riset dengan unggulan kesehatan wilayah


pesisir dan perbatasan di kawasan ASEAN pada tahun 2035.

MISI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang bermutu untuk


menghasilkan dokter yang kompeten dan bermartabat
2. Menyelenggarakan penelitian bermutu untuk menyelesaikan masalah
kesehatan wilayah pesisir dan perbatasan
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat sebagai kontribusi dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
4. Menyelenggarakan kepemimpinan dan tata kelola fakultas yang baik dan
akuntabel

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................... 3
Daftar Staf ...……………………………………………………………………………… 4
Kata Pengantar ………………………………..……………………………………….… 5
Anamnesis……………………….…........................................................................... 6
Pemeriksaan Tanda Vital........................................................................................... 9
Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis..................................................................... 12
Pemeriksaan Refluks Abdominojugular.....................................................................14
Pemeriksaan Jantung……………………………………………………………………..15
Pemeriksaan Fisik Paru…………………………………………………………………...16
Pengantar Pemeriksaan Abdomen………………………………………………………24
Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal…………………………………………….31
Analisa dan Interpretasi EKG…………………………………………………………….36
Pemeriksaan Fisik Ankle Brachial Index (ABI)…………………………………………48
Pemeriksaan Fisik Sistem Endokrin……………………………………………………..50
Menulis Laporan Kasus……………………………………………………………………61
Laporan Kasus……………………………………………………………………………..63
Status Pasien IPD…………………………………………………….....………………...70

3
DAFTAR STAF PEMBIMBING
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Kepala Bagian : dr. Dasril Efendi, SppD-KGEH.FINASIM


Koordinator Pendidikan : dr. Dani Rosdiana, SpPD

Daftar Pembimbing :
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat Pribadi Sembiring, SpPD-FINASIM
3. dr. Mukhyarjon, SpPD.M.Biomed
4. dr. Hendra Asputra, SpPD

4
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
kepada kita semua dan terutama atas kesempatan yang diberikan kepada bagian
Penyakit Dalam dalam menyusun Materi Pembekalan Kepaniteraan Klinik Junior
Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Dengan terbitnya Materi Pembekalan Kepaniteraan
Klinik Junior Bagian Ilmu Penyakit Dalam diharapkan dapat menjadi bahan bacaan
bagi mahasiswa Kepaniteraan Klinik Junior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Kami menyadari, masih sangat banyak kekurangan dalam penulisan buku ini,
yang dalam waktu mendatang akan kami revisi agar menjadi lebih sempurna dan
sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan buku ini. Saran dan kritikan yang
membangun sangat kami harapkan dan penghargaan bagi kami.
Wassalamualaikum wr wb

Pekanbaru, Februari 2016


Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam

dr. Dasril Efendi, SppD-KGEH.FINASIM

5
ANAMNESIS
Mukhyarjon
Bagian IPD FKUR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

Anamnesis (wawancara dalam bidang kedokteran) merupakan suatu upaya


mengumpulkan data subjektif dari pasien (autoanamnesis)/ dari keluarga pasien
(alloanamnesis) mengenai penyakit yang diderita oleh pasien. Dalam melakukan anamnesis,
dokter atau pelaku anamnesis harus memiliki beberapa hal, yaitu profesionalisme sebagai
dokter, keterampilan berkomunikasi dan yang paling penting dokter harus memiliki
pengetahuan yang memadai tentang gejala dan patofisiologi terjadinya berbagi penyakit.
Perilaku profesionalisme ditunjukkan dari sikap empati dan gerak tubuh yang sopan dari
dokter. Pernyataan dokter bahwa data yang dikumpulkan melalui anamnesis adalah rahasia
kedokteran sehingga harus dijaga kerahasiaannya.
Kemampuan berkomunikasi ditunjukkan melalui kemampuan dokter melakukan
sambung rasa, menggunakan bahasa secara baik, meskipun terkadang bila diperlukan dokter
dapat berkomunikasi dalam bahasa daerah sehingga didapatkan komunikasi dua arah yang
berimbang. Hal ini memungkinkan dokter mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.
Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan bila pelaku anamnesis memiliki pengetahuan
ilmu kedokteran yang memadai. Tanpa hal tersebut anamnesis akan bersifat dangkal dan
tidak terarah, bahkan sulit untuk ditarik suatu kesimpulan.

IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua, atau suami/istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan
agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas juga perlu untuk data penelitian,
asuransi dan lain sebagainya.

KELUHAN UTAMA (CHIEF COMPLAINT)


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan indikator
waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis dan terinci, jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan sampai pasien dating berobat. Keluhan
utama ditelusuri untuk menentukan penyebab. Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan
mendapatkan data-data sebagai berikut:
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus,
hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang dan sebagainya.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar atau berpindah-pindah.
4. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore atau
sebaliknya, atau terus-menerus tidak mengenal waktu.
5. Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat bila melakukan aktiviatas
atau bertambah ringan bila istirahat

6
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului
serangan atau keluhan lain yang bersamaan serangan
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
8. Faktor resiko dan pencetus serangan
9. Apakah ada keluarga atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien juga tindakan medic lainnya yang berhubungan dengan penyakit
yang dideritanya saat ini.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat penyakit yang pernah diderita dan pengobatan serta gejala sisa bila ada. Riwayat
operasi/kecelakaan, alergi, mendapat transfusi darah, riwayat menstruasi, reproduksi,
pemakaian alat kontrasepsi pada pasien perempuan. Serta riwayat skrining penyakit
keganasan.

RIWAYAT KELUARGA
Kondisi kesehatan anggota keluarga bila amsih hidup atau umur saat meninggal dan
sebabnya. Riwayat penyakit yang pernah diderita sama keluarga. Serta riwayat penyakit
herediter.

RIWAYAT KEBIASAAN, SOSILA, EKONOMI DAN BUDAYA


 Aktivitas sebelum sakit, hobi
 Pola makan dan komposisi makanan
 Kebiasaan merokok, teh, kopi, peminuman alcohol, obat, jamu atau narkoba
 Riwayat promiskuitas bila dicurigai
 Riwayat perjalanan keluar kota, imunisasi
 Pola tidur
 Dukungan pembiayaan, care giver/ keluarga dan hubungan social.
 Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
 Kesulitan yang dihadapi baik pekerjaan, keluarga dan sosial.

ANAMNESIS SUSUNAN SISTEM (SYSTEM’S REVIEW)


Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan dta-data yang positif dan negative yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan tubuh yang sakit. Anamnesis
ini juga dapat menjaring masalah pasien yang terlewat pada waktu pasien menceritakan
Riwayat penyakit Sekarang.
1. Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis.
2. Mata : visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi.
3. Telinga : pendengaran, tinitus, sekret, nyeri.
4. Hidung : pilek, obstruksi, epistaksis, bersin.
5. Mulut : geligi, stomatitis, salvias.
6. Tenggorokan: nyeri menelan, susah menelan, tonsillitis, kelainan suara.

7
7. Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
8. Jantung : sesak nafas, ortopneu, palpitasi , hipertensi
9. Paru : batuk, riak, hemoptisis, asma
10. Gastrointestinal : nafsu makan, defekasi, mual, muntah, diare, konstipasi, obsipasi,
hematemesis, melena, hematokezia, hemoroid.
11. Saluran kemih : nokturia, disuria, polakisuria, oligosuria, poliuria, retensi urin, anuria,
hematuria.
12. Alat kelamin : fungsi seks, menstruasi, kelainan ginekologik
13. Payudara : perdarahan, discharge, benjolan
14. Neurologik : kesadaran, gangguan saraf optic, paralisis, kejang, anestesi, parestesi,
ataksia, gangguan fungsi luhur
15. Psikologik : perangai, orientasi, deperesi, psikotik
16. Kulit: ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
17. Endokrin : struma, tremor, akromegali, kelemahan umum, diabetes
18. Muskuloskeletal : nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot, nyeri tulang, gout

Pada akhir anamnesis, pelaku anamnesis melakukan cross check terhadap pasien tentang
kebenaran data yang diberikan, kemudian mencatat ke dalam rekam medis.

8
PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

Pemeriksaan tanda vital meliputi pemeriksaan nadi, suhu, pernafasan, tekanan darah dan
penilaian nyeri.
1. Suhu
Suhu normal tubuh, yaitu 36-37 ‘C. Suhu rektum > 0,5 – 1‘C, suhu mulut>0,5‘C >
suhu aksila. Tempat pengukuran suhu bisa dilakukan di rektum selama 2-5 menit, mulut
selama 10 menit, aksila selama 15 menit dengan termometer air raksa.

Gambar 1. Pengukuran suhu pada aksila dengan thermometer air raksa

2. Pernafasan
Frekuensi normal pernafasan sekitar 16-24 x / menit. Dapat terjadi penurunan
frekuensi pernafasan disebut bradipneu apabila frekuensi nafas < 16 x / menit.
Sedangkan jika terjadi peningkatan frekuensi nafas disebut takipneu dengan frekuensi
nafas > 24 x / menit.
Pola pernafasan pada pria umumnya torako-abdominal, sedangkan pada wanita
pola pernafasan abdomino-torakal. Ada beberapa macam pernafasan yang tidak normal
atau mengalami kelainan, sebagai berikut:
 Dispneu : kesulitan bernafas / sesak nafas, ditandai dengan pernafasan cuping
hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipneu.
 Paroxysmal Nocturnal Dyspneu : sesak nafas tiba-tiba di malam hari setelah tidur
berbaring beberapa jam.
 Ortopneu : sesak nafas bila berbaring dan akan berkurang jika posisi tegak
(duduk).
 Kussmaul : pernafasan cepat dan dalam (asidosis metabolik)
 Cheyne-Stokes : irama pernafasan dengan amplitudo mula-mula kecil kemudian
membesar dan mengecil kembali dengan periode apneu.
 Biot : pernafasan yang tidak teratur irama dan amplitudonya dengan diselingi
periode apneu.

3. Nadi

Nadi dapat diukur dengan palpasi arteri radialis, akibat kontraksi sistolik ventrikel kiri.
Yang perlu diperhatikan dalam mengukur nadi, yaitu:

9
a. Frekuensi
Nilai frekuensi denyut nadi (normal 80-100 x / menit). Apabila frekuensi nadi >100
x/menit disebut takikardi (pulsus frequent) dan frekuensi nadi < 60 x/menit disebut
bradikardi (pulsus rarus).
b. Irama
Irama nadi bisa teratur atau tidak teratur. Jenis irama tidak teratur terbagi menjadi :
 Pulsus defisit: ireguler, frekuensi lebih kecil dari HR  pada AF(atrial fibrilasi)
 Pulsus bigeminus: tiap 2 denyut nadi dipisah interval yang panjang  pada
aritmia/gangguan konduksi.
 Pulsus alternans: denyut nadi yg kuat dan lemah terjadi bergantian  pada
gangguan koroner.
c. Isian Nadi
Terbagi menjadi normal, kecil atau besar. Pengisian kecil (pulsus parvus) dapat
terjadi pada kasus perdarahan, MCI, efusi pericard, stenosis aorta. Pengisisan
besar (pulsus magnus) dapat terjadi pada kasus demam.
d. Kualitas Nadi
Tergantung tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dengan diastolik). Ada beberapa
keadaan abnormal, seperti:
- Pulsus celer : pengisian dan pengosongan nadi berlangsung
mendadak
- Pulsus tardus : pengisian dan pengosongan berlangsung lambat

Gambar 2. Cara pemeriksaan nadi

4. Tekanan Darah
Tekanan darah diukur menggunakan tensimeter/sfigmomanometer. Faktor yg
mempengaruhi hasil tekanan darah yaitu lebar manset, posisi pasien, emosi pasien,
distensi kandung kemih, merokok dan alkoholism.

Kategori TDS (mmHg) TDS (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal 120-129 80-84

10
High Normal 130-139 85-89

Grade 1 hypertension (mild) 140-159 90-99

Grade 2 hypertension 160-179 100-109


(moderate)
Grade 3 hypertension (severe)  180  110

Isolated systolic hypertension  140  90

5. Penilaian Nyeri (Pain)

The Joint Comission on the Accreditation of Healthcare Organisation (JCHO)


menyatakan nyeri merupakan tanda vital kelima. Pemeriksaan nyeri cenderung bersifat
sangat subjektif untuk tiap tiap pasien karena perbedaan toleransi & ambang nyeri.

Gambar 3. Wong-Baker Faces Scale (anak > 3-7 tahun)

Gambar 4. Skala Pengukuran Nyeri (Pain)

11
PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

Tekanan Vena jugularis (JVP/Jugular Vein Pressure) memberikan informasi mengenai


tekanan diatrium dan ventrikel kanan.
1. Visualisasi Vena Jugularis Interna
Posisi pasien paad saat pemeriksaan sangat penting untuk dapat melakukan
pengukuran JVP yang akurat. Pasien diposisikan berbaring 45 derajat dari garis
horizontal dengan kepala berada di atas bantal, sedemikian sehingga dapat
memvisualisasikan vena jugularis interna dan pulsasinya. Pada posisi ini sudut sternum
sejajar dengan leher sehingga dapat dipakai sebagai acuan titik nol untuk mengukur
tinggi vertikal JVP.
Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena terisi
sampai kira-kira dipertengahan antara mandibula dan klavikula.
Jika pasien mengalami gagal jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang
terisi penuh sampai mandibula, pasien harus ditinggikan letak kepalanya. Harus diingat
pula bahwa kepala dan legher pasien selalu dalam keadaan lemas.

Gambar 5. Cara Pengukuran JVP dan JVP yang meningkat

2. Mengidentifikasi titik kolaps tertinggi


Pulsasi vena berbeda dengan arteri karena pulsasi vena biasanya bias terlihat tapi
tidak dapat diraba atau berdenyut dan berubah dengan pola pernafasan. Puncak denyutan
/meniscus biasanya terlihat saat ekspirasi merupakan gelombang a dan v. JVP menurun
dengan inspirasi dan meningkat dengan ekspirasi. Tingginya JVP yang tampak nyata pada
inspirasi disebut Kusmaul’s sign yang merupakan kondisi sebaliknya dari normal.
Pada beberpa keadaan, visualisasi ini dapat dibantu dengan membendung bagian
bawah vena jugularis interna sehingga vena terisi penuh, kemudian dilanjutkan dengan
membendung bagian atas vena jugularis interna (dibawah mandibula), lalu melepaskan
bendungan bagian bawah. Vena akan kolaps setelah dilepaskan bendungan dibagian
bawah dan biasanya titik kolaps teratas akan lebih mudah tervisualisasi.

3. Mencari Angulus Ludovici


Angulus Ludovici merupakan hubungan antara manubrium sterni dengan sternum,
disisi kanan dan kirinya merupakan tempat menempelnya iga kedua. Sudut ini yang akan
dipakai untuk menjadi titik nol tekanan vena jugularis. Dari titik ini dapat diperkirakan
titik tengah atrium kanan dan menjadi titik nol untuk tekanan sentral. Jarak dari angulus

12
ini ke titik tengah atrium dengan ukuran dan bentuk dada normal selalu 5 cm tidak
dipengaruhi posisi tubuh.

4. Mengukur tingginya JVP


Dimulai dengan meletakkan sebuah penggaris sejajar bidang datar melewati
angulus ludovici dan sebuah penggaris sejajar bidang vertical sedemikian sehingga
menyentuh angulus Ludovici. Tinggi JVP dinyatakan berdasarkan jarak dari angulus
Ludovici ke bidang horizontal tersebut. Nilai tinggi ini dikonversi untuk menggambarkan
tekanan vena sentral ( CVP/central vein pressure) dengan menambahkan 5 cm (misal 5 +1
cm H2O, 5-1 cm H2O)
JVP dievaluasi tinggi dan karakternya, tinggi JVP lebih dari 3 cm H2O (5+3)
merupakan tanda peningkatan tekanan atrium kanan. Normalnya berkisar sekitar 5+/- 2
cm H2O.

13
PEMERIKSAAN REFLUKS ABDOMINOJUGULAR
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

Tes refluks abdominojugular merupakan tes untuk mendeteksi adanya gagal jantung
ventrikel kanan subklinis, regurgitasi trikuspid atau gagal jantung kiri simtomatik. Penekanan
dilakukan pada perut bagian tengah selama 15 detik ke arah dalam. Hindari penekanan pada
hati karena dapat memberikan rasa tidak nyaman pada kondisi hepatomegali.
Tes refluks abdominojugular yang positif mengarahkan pada kondisi gagal kedua
ventrikel dan berhubungan dengan tekanan baji kapiler paru (PCWP/Pulmonary Capillari
Wedge Pressure) > 15 mmHg, tekanan atrium kanan >9 mmHg dan tekanan akhir diastolic
ventrikel kanan>12 mmHg. Tes ini juga dapat membantu meningkatkan murmur yang
disebabkan regurgitasi trikuspid, deteksi regurgitasi trikuspid dengan cara ini memiliki
sensitivitas 66% dan spesifitas 100%. Penyebab peningkatan JVP dan refluks
abdominojugular positif dapat dilihat pada tabel beikut:

Penyebab Peningkatan JVP dan Refluks Abdominojugular Positif


Penyebab Meningkatnya JVP Penyebab refluks abdominojugular positif
 Gagal jantung  Preload ventrikel kanan tinggi
 Stenosis atau regurgitasi  Compliance ventrikel kanan
trikuspid menurun
 Efusi perikard atau perikarditis  Fungsi sistolik ventrikel kanan
konstriktif menurun
 Obstruksi vena kava superior  Peningkatan afterload ventrikel
 Hipervolemik kanan.
 Sirkulasi hiperdinamik

14
PEMERIKSAAN JANTUNG
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

Pemeriksaan Inspeksi Jantung


- Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
meminta izin kepada pasien
- Inspeksi habitus, bentuk dada dan kelainan yang ditemukan
- Menentukan terlihat tidaknya iktus cordis

Pemeriksaan Palpasi Jantung


- Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks untuk menentukan adakah
kelainan lainnya
- Pada palpasi iktus kordis, periksa apakah ada thrill, heaving, lifting atau tapping.

Pemeriksaan Perkusi Jantung


- Menentukan batas jantung kanan dengan sebelumnya menentukan batas paru-hati
pada linea midklavikula kanan, lalu pada dua jari di atas batas paru-hati dilakukan
perkusi ke arah medial sampai terdengar perubahan suara dari sonor menjadi redup
(normal antara linea midsternum dan sternum kanan)
- Menentukan batas jantung kiri dengan sebelumnya menentukan batas paru-lambung
pada linea aksilaris anterior kiri, lalu pada dua jari di atas batas paru-lambung
dilakukan perkusi ke arah medial sampai terdengar perubahan suara dari sonor
menjadi redup (normal sedikit sebelah medial dari linea midklavikula kiri).
- Menentukan pinggang jantung dengan melakukan perkusi pada linea parasternal kiri
ke arah bawah sampai terdengar perubahan suara dari sonor menjadi redup (normal
terdapat pada ruang sela iga 3 kiri)

Pemeriksaan Auskultasi Jantung


- Melakukan pemeriksaan auskultasi sambil membandingkan dengan meraba pulsasi
arteri.
- Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea midklavikula kiri untuk mendengarkan
bunyi katup mitral
- Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengarkan bunyi
katu pulmonal
- Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kanan untuk mendengarkan
bunyi katup aorta.
- Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea parasternalis kanan untuk mendengarkan
bunyi katup trikuspid dibandingkan waktu inspirasi dan ekspirasi.

15
PEMERIKSAAN FISIK PARU
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

ANAMNESIS
 Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
meminta ijin kepada pasien.
 Menanyakan adakah batuk; bila ada bagaimanakah:
o Bunyi suara batuk: apakah ringan, batuk berkepanjangan dengan napas
berbunyi, batuk keras membentak dengan nyeri, batuk disertai suara parau
o Waktu batuk: apakah terutama sering pada malam hari atau siang hari
o Pencetus batuk: asap, debu
o Gejala lain yang menyertai: demam, sesak napas
 Adakah disertai dahak; bila ada bagaimanakah:
o Jumlah produksi dahak: banyak, persisten, apakah sulit dikeluarkan, batuk
kering
o Jenis dahak: serous, mukoid, purulent, rusty
o Warna: jernih, kekuningan, kehijauan, coklat, kemerahan
o Bau dahak
o Adakah bentuk cetakan bronkus
 Batuk darah: mulai dari bercak hingga masif
 Nyeri dada: Lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula keluhan, derajat nyeri factor
yang memperberat/memperingankan misalnya efek terhadap pernapasan dan
pergerakan
 Sesak napas:
o Variabilitas sesak napas: takipnea, hiperpnea, ortopne, platipnea
o Deskripsi sesak: awal mula keluhan/awitan: secara mendadak atau bertahap,
lamanya; progresifitas: semakin memberat dalam waktu beberapa
menit/jam/hari/minggu/bulan/tahun; derajat beratnya; dan keluhan yang
berkaitan lainnya misalnya gangguan psikis
 Napas berbunyi: apakah saat inspirasi atau ekspirasi, saat aktivitas, apakah
menyebabkan terbangun pada malam hari atau pagi hari
 Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat badan menurun
 Kebiasaan merokok, kontak dengan penderita penyakit paru

PEMERIKSAAN INSPEKSI DADA DAN PARU BAGIAN DEPAN


 Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dengan serta meminta ijin kepada
pasien
 Meminta pasien tidur terlentang dan membuka pakaian
 Inspeksi adakah lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat
dan pola pernapasan

16
Gambar 1. Anatomi Dinding Dada dan Paru

Gambar 2. Garis-garis vertical di sepanjang dinding dada bagian anterior (A) dan
lateral (B)

 Menilai terdengar tidaknya suara serak, mengi, stridor dengan telinga biasa
 Menilai ada tidaknya napas cuping hidung, penggunaan otot bantu napas
sternokleidomastoideus, suprasternal dan retraski otot intercostal
 Inspeksi bentuk dada dengan menilai diameter anteroposterior dibandingkan dengan
diameter sagital, serta besar sudut angulus costae
o Bentuk dada normal: bila diameter anteroposterior lebih kecil dari diameter
lateral (sagital) dengan rasio 5:7-1:2
o Bentuk dada abnormal: dada paralitik, dada emfisema, pectus excavatum,
pectus carinatum; bentuk dada abnormal akibat kelainan tulang punggung:
kifosis, scoliosis, lordosis

17
Gambar 3. Pectus Excavatum (A) dan Pectus Carinatum (B)

 Mengidentifikasi ada tidaknya penyempitan dan pelebaran sela iga


 Inspeksi kelainan lain (misalnya ada tidaknya bendungan vena, benjolan/tumor,
ginekomastia, emfisema subkutis, spider naevi)
 Menilai kesimetrisan hemitoraks kiri dan kanan (statis: melihat dada tanpa
memerhatikan pergerakan napas) dan saat bernapas (dinamis)
 Menilai frekuensi napas dalam 1 menit dengan merasakan gerakan naik turun dinding
abdomen (biasanya 14-20x/menit)
 Menilai kedalaman pernapasan (dalam atau dangkal)
 Menilai jenis pernapasan dengan melihat pergerakan toraks dan abdomen: torakal,
abdominal atau kombinasi (torako-abdominal atau abdomino-torakal)
 Menilai pola pernapasan: normal, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, sighing

Gambar 4. Gambaran Irama Pernapasan yang Normal dan Abnormal

18
 Mengidentifikasi kelainan organ lain yang berhubungan dengan penyakit paru seperti
sianosis perifer (warna kulit, bibir, kuku kebiruan) warna kulit pucat atau tidak pucat,
jari tabuh (clubbing finger), karat nikotin, otot lengan mengecil, kelainan pada daerah
kepala seperti pada Sindrom Horner, sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia

PEMERIKSAAN PALPASI DADA DAN PARU BAGIAN DEPAN


 Melakukan palpasi pada seluruh permukaan rongga toraks untuk mencari massa,
emfisema subkutis atau kelainan lain
 Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB) submandibular, sepanjang anterior dan
posterior, sternokleidomastoideus, aksila serta supraklavikula
 Menentukan posisi mediastinum melalui pemeriksaan posisi trakea yaitu meletakkan
jari telunjuk pada daerah antara trakea-sternokleidomastoideus, kiri-kanan atau
meletakkan ujung-ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis kanan pada suprasternal
notch
 Melakukan pemeriksaan ekspansi dada depan dengan meletakkan permukaan palmar
kedua telapak tangan pemeriksa sepanjang anterolateral dada kiri dan kanan dan
meminta pasien untuk inspirasi dalam. Menentukan adakah perbedaan relatif gerakan
dada dilihat dari garis tengah dada

Gambar 5. Pemeriksaan Palpasi Paru saat Ekspirasi (A) dan Inspirasi (B)

 Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dari apeks ke bawah, kiri dan kanan,
dibandingkan setiap langkah secara bergantian sambal meminta pasien mengatakan
“tujuh tujuh” dan merasakan getaran suara napas yang ditimbulkannya apakah
normal, melemah atau mengeras

19
Gambar 6. Lokasi untuk pemeriksaan Vocal Fremitus pada Dada Anterior (A) dan Posterior
(B)

PEMERIKSAAN PERKUSI DADA DAN PARU BAGIAN DEPAN


 Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru depan dimulai dari apeks
(daerah supraklavikula) secara beraturan dari dada kiri ke kanan dan ke bawah (zig-
zag) sampai ke batas dada bawah dengan perut, serta dibandingkan setiap langkah
perkusi dari tiap-tiap sisi paru

Gambar 7. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan auskultasi paru depan

 Menentukan bunyi ketukan: sonor (resonant); hipersonor (hiperresonant); redup


(dull); pekak (flat/stony dull) atau bunyi timpani
 Melakukan perkusi di daerah aksila dengan terlebih dahulu meminta pasien
mengangkat lengan ke atas kepala

BATAS PARU-HATI
 Melakukan perkusi batas paru-hati pada linea midklavikularis kanan secara beraturan
ke arah bawah hingga ada perubahan dari sonor ke redup
 Memeriksa peranjakan hati dengan meminta pasien untuk menarik napas dalam lalu
menahan napas sebentar
 Dari batas paru-hati yang telah ditentukan sebelumnya perkusi kembali diteruskan
hingga mendapat perubahan suaraa sonor menjadi redup, untuk kemudian ditentukan
berapa peranjakan hati. Selanjutnya pasien diminta untuk bernapas seperti biasa
kembali

20
 Menentukan peranjakan hati (umumnya dua jari)

Gambar 8. Pemeriksaan Peranjakan Paru-Hati

BATAS PARU-LAMBUNG
 Melakukan perkusi batas paru-lambung pada linea aksilaris anterior kiri secara
beraturan ke arah bawah hingga ada perubahan dari sonor menjadi timpani (lambung
kososng)/redup (lambng terisi)
 Menentukan batas paru-lambung (normal pada sela iga VIII)

AUSKULTASI
 Melakukan auskultasi secara sistematis dimulai dari apeks paru ke bawah, kiri dan
kanan, dibandingkan setiap langkah, dan meminta pasien untuk menarik napas dalam
 Menentukan suara napas pokok: vesikuler;bronkovesikuler;bronkial;trakeal atau
amforik

Gambar 9. Karakteristik Suara Napas

21
 Menentukan adakah suara napas tambahan: ronki basah (crackles atau rales);ronki
kering;bunyi gesekan pleura (pleural friction rub);Hippocrates
succusion;pneumothorax click
 Melakukan pemeriksaan auditori fremitus yaitu menentukan bunyi hantaran suara bila
didapatkan bising napas bronkovesikular atau bronkial
 Stetostokop diletakkan pada dinding dada secara sismetris dan pasien diminta untuk
mengucapka Sembilan puluh Sembilan dimana dalam keadaan normal suara yang
dihantarkan akan menjadi tidak jelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas
dan keras disebut bronkoponi
 Pasien diminta untuk mengucapkan “ee” dimana dalam keadaan normal akan
terdengar suara e panjang yang halus. Bila suara “ee” terdengar sebagai “ay” maka
perubahan “e” menjadi “a” ini disebut egofoni
 Pasien diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata Sembilan puluh Sembilan.
Dalam keadaan normal suara berbisik ini terdengar halus dan tidak jelas. Bila suara
berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut whispered pectoriloquy

PEMERIKSAAN PARU BAGIAN BELAKANG

Gambar 10. Dinding dada bagian posterior

Gambar 11. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan auskultasi paru belakang

 Meminta pasien untuk duduk membelakangi pemeriksa

22
 Menyebutkan ada tidaknya benjolan (tumor), kelainan bentuk tulang belakang, atau
benjolan pada tulang belakang
 Melakukan palpasi umum dengan meraba seluruh dada belakang untuk menilai ada
tidaknya emfisema subkutis dan menilai benjolan/tumor bila ada
 Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang meletakkan permukaan palmar
kedua telapak tangan pemeriksa sepanjang posterolateral dada belakang kiri dan
kanan dengan kedua ibu jari saling bertemu pada daerah vertebra torakalis 8
(proyeksi bawah skapula) dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis
tengah dapat dilihat perbedaan relatif gerakan dada
 Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan meletakkan permukaan palmar
kedua telapak tangan pada paru belakang dan meminta pasien mengatakan “tujuh
tujuh” diikuti dengan pemeriksa meletakkan telapak tangan bersilangan secara
bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara napas yang ditimbulkannya secara
sistematis mulai dari daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan
dengan setiap langkah.
 Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru belakang untuk menilai
ada tidaknya kelainan, secara beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di
atas skapula), daerah interskapula, terus je bawah skapula, pada paru belakang kiri
ke kanan (zig zag), serta dibandingkan dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap
sisi paru
 Melakukan perkusi batas paru belakang kanan dengan melakukan perkusi pada linea
skapula kanan kea rah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi
redup (biasanya satu jari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri)
 Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan perkusi pada linea skapula
kiri ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
(biasanya setinggi vertebra torakalis 10)
 Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang pada fase inspirasi dan
ekspirasi mulai dari atas (daerah di atas skapula), daerah interskapula, terus ke
bawah, kiri dan kanan

23
PENGANTAR PEMERIKSAAN ABDOMEN
Dr. Dani Rosdiana, SpPD

PENDAHULUAN
Dalam praktek klinik sehari-hari, anda akan sering menjumpai bervariasi
keluhan yang berasal dari gastrointestinal dan traktus urinarius. Penggalian
riwayat penyakit (anamnesis) secara hati-hati dan lengkap serta pemeriksaan
fisik yang tepat akan sangat membantu anda dalam menetapkan penyebab
penyakit yang mendasarinya. Pada modul ini akan dipaparkan pendekatan
pemeriksaan fisik abdomen dan ginjal. Pemeriksaan fisik abdomen merupakan
lanjutan dari pemeriksaan fisik umum, kepala leher dan thorak.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk mengidentifikasi tanda
penyakit atau kelainan pada daerah abdomen. Dari pemeriksaan tersebut dapat
menjawab apakah terdapat kelainan prgan pada daerah abdomen atau tidak.
Beberapa keluhan utama yang berasal dari traktus digestivus dan traktus
urinarius dapat dilihat pada table dibawah ini:

Gastrointestinal Disorders Urinary and Renal Disorders


Indigestion or anorexia Suprapubic pain
Nausea, vomiting, or Dysuria, urgency, or frequency
Hematemesis
Abdominal pain Hesitancy, decreased stream in
males
Dysphagia and/or odynophagia Polyuria or nocturia
Change in bowel function Urinary incontinence
Constipation or diarrhea Hematuria
Jaundice Kidney or flank pain
Ureteral colic
Table 1: daftar keluhan GI tract dan Urinary tract

Berikut adalah asal organ dari keluhan tertentu:

24
ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
Dalam bab ini perlu kita riview lagi bagaimana anatomi system Gastrointestinal
(GI).

B
A
Gambar 1. Traktus Gastrointestinal (A) dan Sistem Hepatobilier (B)

PEMBAGIAN REGIONAL
Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa
region:
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilicus.
Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim
disebut sbb:

25
Gambar 2. Pembagian Daerah Abdomen (4 regio)

2. Pembagian yang lebih rinci dengan menarik dua garis sejajar dengan garis
median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik
paling bawah dari arcus costae dan satu lagi yang menghubungkan kedua
spina iliaka anterior superior (SIAS).
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci, permukaan depan abdomen
terbagi atas 9 regio yaitu

Gambar 3. Pembagian Daerah Abdomen (9 regio)

Selain itu ada beberapa titik dan garis yang penting dalam pemeriksaan abdomen
dan sudah disepakati antara lain:
1. Titik Mc Burney:
Titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3
lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilicus. Titik Mc
Burney tersebut dianggap lokasi appendiks yang akan terasa nyeri tekan
bila terdapat appendicitis.

26
2. Garis Schuffner
Garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilicus
dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VII.
Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

Gambar 4. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan Abdomen

A B
Gambar 5. Penentuan Titik Mc Burney (A) Penentuan Garis Schuffner (B)

27
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik kita memerlukan:
1. Penerangan yang cukup
2. Posisi pasien relax (tidak tegang)
3. Full exposure abdomen : dari proksimal ke distal (dari procesus
xyphoideus – symphisis pubis)
4. The genitalia should remain draped
Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap yaitu : Inspeksi, Auskultasi,Palpasi dan
Perkusi.

LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN PEMERIKSAAN ABDOMEN:


1. Pasien sebaiknya mengosongkan vesica urinaria
2. Posisikan pasien dalam posisi nyaman-supine, tidur 1 bantal. Cara mengetes
pasien sudah relax atau belum : tempatkan punggung tangan anda dibawah
punggung pasien.
3. Sebelum melakukan palpasi, minta pasien untuk menunjukkan area nyeri
dan periksa daerah tersebut di akhir pemeriksaan abdomen
4. Hangatkan tangan anda dan setetoskop anda. Hindari kuku yang panjang
5. Lakukan pemeriksaan secara perlahan dan seksama dan hindari perubahan
gerakan yang terlalu cepat (mendadak)

INSPEKSI
Lakukan pengamatan dinding perut bagian depan maupun pinggang dalam
penerangan yang cukup. Informasi yang bisa anda dapatkan dari Inspeksi dinding
abdomen antara lain:
1. Kesimetrisan dinding abdomen : simetris atau tidak?
2. Bentuk atau kontur abdomen? : distensi? Datar? Benjolan? Cekung?
Dilihat juga sebaran lemak sub cutan dll
Gerakan peristaltik usus
3. Ukuran dinding abdomen?
Identifikasi : misalnya ada ascites, kistoma ovarii, gravid dll
4. Beberapa kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
- Kelainan kulit
- Kelainan vena : pelebaran vena  terjadi pada hipertensi porta
misalnya
- Kelainan umbilicus
- Striae alba
- Bekas operasi, scar dll
5. Pergerakan dinding abdomen.

28
AUSKULTASI
Auskultasi dilakukan sebaiknya seiring dengan inspeksi untuk mencegah palpasi
yang berlebihan yang mungkin akan mempengaruhi hasil auskultasi usus.
Tujuan auskultasi:
1. Identifikasi suara peristaltik (bising usus)
Normal: antara 6- … kali/menit. Bahkan kadang suara usus dapat
didengarkan tanpa stetoskop.
Suara abnormal antara lain: borborigmi ( peningkatan suara usus akibat
obstruksi usus), atau bahkan suara usus yang menurun atau menghilang
pada ileus paralitik misalnya pada pasien post operasi, peritonitis umum,
kelainan elektrolit misalnya hipokalemi berat.
2. Identifikasi suara pembuluh darah (bruit)
Bruit diidentifikasi pada pembuluh darah aorta (aorta abdominalis) atau
pada daerah ginjal (renal bruit). Bruit yang muncul di daerah aorta
abdominalis menandakan adanya aneurisma aorta. Bruit pada kuadran
kanan atas bisa didapatkan pada kasus hepatoma (karena neovaskularisasi)
dan bruit pada daerah flank dapat kita dapatkan pada kasus
feokromositoma.

PALPASI
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk :
- Ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen
- Adakah nyeri pada regio tertentu? Atau adanya abdomen discomfort?
Penting untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Informed consent bahwa kita akan meraba dan menekan dinding perut
2. Minta pasien untuk memberi tahu jika ada kesakitan atau nyeri akibat
perabaan dan penekanan yang kita lakukan pada dinding abdomen
3. Perhatikan raut wajah ( mimik ) pasien, skala nyeri
4. Lakukan dengan gentle, sistematis
5. Lakukan palpasi : palpasi dangkal dan palpasi dalam
6. Lakukan dalam keadaan pasien supine

Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh
ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari.

Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang
tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan
yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi

29
organ spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada
pasien gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.

PERKUSI
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk :
- Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa
- Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok
- Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen
berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi
abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak.
Daerah pekak hati yang hilang sama sekali dan bunyi timpani yang bertambah di
seluruh abdomen harus dipikirkan kemungkinan adanya udara bebas di dalam
rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalan keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di atas
dinding perut mungkin timpani dan disampingnya pekak. Dengan memiringkan
pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpinah-pindah (shifting dullnes).
Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan lebih dapat dipercaya
daripada memeriksa adanya gelombang cairan.

30
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Dr. Ligat Pribadi, Sp.PD, FINASIM

ANAMNESIS
 Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
meminta ijin kepada pasien.
 Menanyakan adakah nyeri dan bengkak; bila ada bagaimanakah:
o Lokasi nyeri: aksial (spinal) atau perifer (ekstremitas), apakah spesifik di satu
titik atau berupa area, apakah nyeri rujuk (referred pain) misalnya nyeri lutut
dapat merupakan nyeri rujuk dari panggul
o Awitan nyeri: akut (dalam hitungan jam atau hari), kronik (berlangsung lebih
dari 6 minggu)
o Progresifitas nyeri: apakah membaik atau memburuk
o Jumlah sendi yang terlibat
o Efek istirahat dan latihan terhadap nyeri. Misalnya pasien rheumatoid artritis
biasanya mengalami keluhan sendi yang memburuk setelah istirahat
sedangkan pada osteoarthritis keluhan memburuk setelah latihan.
o Faktor-faktor presipitasi seperti trauma
o Pertanyaan kunci:
 Apakah saudara merasa nyeri atau kaku pada sendi-sendi dan tulang
belakang?
 Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berjalan, naik-turun
tangga, atau bangun dari tempat tidur?
 Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berpakaian atau
melepas pakaian?
o Hal yang perlu diidentifikasi pada keluhan nyeri sendi adalah “OPQRST”
(O=Onset, P=precipitating, Q=Quality, R=radiation, S=severity, T=Timing)
 Menanyakan adakah kaku pagi hari (morning stiffness); bila ada bagaimanakah:
o Durasi: kekakuan pagi hari yang bermakna adalah yang berlangsung lebih dari
60 menit
o Kekakuan sendi setelah inaktivitas (misalnya duduk) merupakan karakteristik
dari osteoarthritis panggul atau lutut, dikenal sebagai gel phenomenon
 Deformitas sendi: seringkali psaien menyadari terjadinya kelainan sendi atau tulang
dan deformitas ini biasanya terkait dengan perkembangan penyakit
 Instabilitas: Pasien pada umumnya mengeluhkan “giving away (jatuh)” atau “lepas”
pada sendi yang terkena. Hal ini dapat terjadi akibat disklokasi, kelemahan otot atau
masalah pada ligament.
 Perubahan sensasi:
o Lokasi
o Distribusi perubahan sensasi
 Nyeri punggung:
o Lokasi nyeri
o Awitan yang mendadak atau gradual

31
o Terlokalisasi atau difus
o Penjalaran ke tungkai atau tempat lain
o Faktor-faktor pencetus nyeri seperti pergerakan, batuk atau peregangan
 Nyeri pinggang:
o Nyeri somatik superfisial: berasal dari kulit dan jaringan subkutis. Sifat nyeri
tajam atau seperti terbakar. Contohnya adalah nyeri akibat selulitis atau
herpes zoster
o Nyeri somatik dalam: berasal dari otot, fasia, periosteum, ligament, sendi dan
duramater. Sifat nyeri tumpul, dalam dan menjalar ke paha, jarang sampai di
bawah lutut.
o Nyeri radikular: berhubungan dengan proses di saraf spinal proksimal,
misalnya akibat Hernia Nukleus Pulposus (HNP). Sifat nyerinya adalah
lancinating, shooting, tingling, dan tajam
o Nyeri neurogenic: berhubungan dengan proses di bagian sensorik saraf
perifer. Contohnya adalah neuropatidiabetik. Sifat nyerinya adalah burning,
tingling, crushing, gnawing dan seringkali nyerinya bersifat kronik
o Nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral. Nyerinya bersifat
kolik, tajam dan seringkali tidak terlokalisir seperti nyeri somatik.
o Nyeri sakroiliakal, berasal dari sendi sakroiliakal, dirasakan pda bokong
ipsilateral menjalar ke paha belakang dan bertambah berat dengan penekanan
pada sendi sakroiliakal, misalnya pada waktu berlari atau berdiri pada satu
kaki.
o Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan
nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria depresi atau kelainan psikosomatik
o Nyeri pinggang mekanikal, nyeri akibat proses mekanik dan merupakan nyeri
pinggang yang tersering. Beberapa contoh nyeri pinggang mekanikal adalah
spasme otot, spondilolitesis, HNP, osteoarthritis dan stenosis spinal.

INSPEKSI UMUM
Perhatikan postur dan cara jalan pasien ketika memasuki ruang periksa, apakah pasien
tampak kesulitan atau kesakitan? Apakah panjang langkahnya normal? Bagaimana gaya
berjalannya (gait)? Apakah pasien membutuhkan alat bantu untuk berjalan? Apakah terdapat
deformitas yang nyata pada sendi tertentu?
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gaya berjalan abnormal:
a. Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien artritis dimana pasien akan
segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara pada tungkai yang
sehat akan lebih lama diletakkan di lantai;biasanya akan diikuti oleh gerakan lengan
yang asimetri
b. Gaya berjalan Trendelenburg, disebabkan oleh abduksi coxae yang tidak efektif
sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing phase
c. Waddle gait, yaitu gaya berjalan Trendelenburg bilateral sehingga pasien akan
berjalan dengan pantat bergoyang
d. Gaya berjalan paraparetik spastik, kedua tungkai melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mengcengkeram kuat sebagai usaha agar tidak
jatuh

32
e. Gaya berjalan paraparetik flaksid (high stepping gait = step-page gait), yaitu gaya
berjalan seperti ayam jantan, tungkai diangkat vertikal terlalu tinggi karena terdapat
foot drop akibat kelemahan otot tibialis anterior.
f. Gaya berjalan hemiparetik, tungkai yang parese akan digerakkan ke samping dulu
baru diayun ke depan karena coxae dan lutut tidak dapat difleksikan
g. Gaya berjalan Parkinson (stopping, festinant gait), gerak berjalan dilakukan
perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek.
Tubuh bagian atas fleksi ke depan dan selama gerak berjalan, lengan tidak diayun.
Tergantung pada kondisi pasien dan bagian tubuh yang akan diperiksa, pemeriksaan
dapat dilakukan dalam posisi berbaring, duduk atau berdiri. Prinsip-prinsip pemeriksaan
sendi adalah Look, Feel, Move, Measure and Compare with the opposite side. Penjelasan
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
 Look (lihat) – Inspeksi
o Selalu lihat kedua sisi, kiri dan kanan, lalu bandingkan keduanya dari sisi
depan, belakang dan samping.
o Perhatikan kulit di sekitar sendi: eritema (adanya inflamasi aktif atau infeksi),
atrofi, parut (scar) bekas operasi atau ruam.
o Perhatikan adanya pembengkakan di sekitar sendi: efusi, hipertrofi dan
inflamasi (artritis rheumatoid), proses penulangan pada tepi sendi
(osteoarthritis), peradangan jaringan sekitar sendi (tendinitis, bursitis).
Pembengkakan akibat retensi cairan biasanya tidak nyeri sedangkan
pembengkakan yang terasa nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi
o Deformitas:
 Artritis rheumatoid: deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal
 Deformitas valgus: deviasi menjauhi garis tengah; deformitas varus:
deviasi yang mendekati garis tengah
o Subluksasi: pergeseran susunan tulang yang masih menyisakan kontak satu
dengan yang lain
o Dislokasi: pergeseran susunan tulang yang sudah kehilangan kontak satu
dengan yang lain
o Bentuk otot: eutrofi (normal), hipertrofi (membesar), atau hipotrofi/atrofi
(mengecil). Muscle Wasting merupakan akibat imobilisasi sendi, inflamasi
jaringan sekitar dan jepitan saraf yang berlangsung kronis dan umumnya
mengenai sekelompok otot yang berdekatan dengan sendi yang bermasalah.
o Berdirilah di depan pasien, kemudian mintalah pasien untuk meletakkan
telinga pada bahu ipsilateral guna menilai fleksi lateral servikal. Perhatikan
pula ada tidaknya kelainan tulang belakang dari depan, misalnya tortikolis
(kepala dan leher berdeviasi dan berputar ke satu sisi secara menetap) atau
scoliosis (lengkung tulang belakang kea rah samping).
o Inspeksi umum dari arah belakang, hal yang dinilai:
 Apakah vertebra lurus, tidak scoliosis
 Apakah otot-otot paraspinal simetri dan normal
 Apakah tonjolan otot bahu dan bokong normal
 Apakah tinggi krista iliaka simetris
 Apakah terdapat kista poplitea (kista Baker)
 Adakah pembengkakan/deformitas tumit

33
 Feel (rasakan) – Palpasi
o Nyeri tekan: Nyeri tekan dapat dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:
 Grade I Pasien mengeluh nyeri
 Grade II Pasien mengeluh nyeri dan mengernyit
 Grade III Pasien mengeluh nyeri, mengernyit dan menarik sendi
 Grade IV Pasien menolak untuk disentuh karena nyeri
o Nyeri gerak: Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang bermakna. Nyeri
ringan hingga sedang yang meningkat tajam bila dilakukan gerakan
semaksimal mungkin sampai terasa tahanan disebut stress pain.
o Menilai adanya resisted active movement untuk menemukan adanya gangguan
periartikular. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien melawan gerakan
yang dilakukan oleh tangan pemeriksa, akibatnya terjadi kontraksi otot tanpa
disertai gerakan sendi.
o Perabaan panas: Lakukan palpasi dengan punggung tangan untuk merasakan
suhu.
o Efusi: biasanya pada sendi besar, berfluktuasi, dapat berpindah. Bedakan
dengan sinovitis (lunak dan kenyal seperti spons).
o Krepitasi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.
o Pembesaran tulang
o Kondisi otot: tonus otot diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkat
lengan atau tungkai penderita, kemudian dijatuhkan.
 Hipotonus: anggota gerak yang diangkat akan jatuh dengan cepat
sekali, seolah tanpa tahanan
 Hipertonus (spastisitas): diperiksa dengan cara melakukan fleksi atau
ekstensi lengan atau tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila
dilawan terus akan menghilang dan disebut fenomena pisau lipat.
 Rigiditas: terasa seperti tersendat-sendat dan disebut fenomena roda
bergerigi (cogwheel).

 Move (gerakkan)
o Lakukan pergerakan pasif (kontraindikasi pada kondisi trauma akut dan
kecurigaan fraktur) pada pasien
o Pasien diminta untuk relaksasi dan membiarkan pemeriksa menggerakkan
sendi. Gangguan pergerakan dapat berupa deformitas fleksi menetap
(ketidakmampuan atau keterbatasan ekstensi) atau deformitas ekstensi
menetap (keterbatasan fleksi).
o Pemeriksaan gerakan aktif: fungsi tangan dan pola berjalan sering digunakan
untuk menilai fungsi. Nyeri pada pergerakan sendi tergantung dari ligamen
pendukung dan penting untuk dinilai.
o Stabilitas sendi: pemeriksaan dilakukan dengan upaya menggerakkan sendi ke
arah yang tidak sesuai arah pergerakannya dalam batas wajar.
o Krepitasi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.

34
 Measure (ukur)
Pengukuran Range of Motion (ROM) dilakukan dengan menggunakan goniometer
untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengukuran dilakukan dari posisi 0 (nol) atau posisi
anatomis yang untuk kebanyakan sendi berada dalam keadaan ekstensi dan hasilnya
dinyatakan dalam derajat sudut fleksi dari posisi anatomis. Meteran juga dapat digunakan
untuk mengukur, misalnya pengukuran massa otot ataupun pemeriksaan pergerakan tulang
belakang. Hasil pemeriksaan lutut yang berada dalam keadaan deformitas flexi menetap
(fixed flexion), pada pengukuran diperoleh hasil 300-600. Nilai sudut 300 menunjukkan
deformitas fleksi menetapnya sedangkan 600 merupakan batas fleksi lutut.
Pemeriksaan kekuatan otot merupakan pemeriksaan sistem muskuloskeletal lain yang
penting. Terdapat 5 derajat kekuatan otot, yaitu:
- Derajat 5 :kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan pemeriksa
berulang-ulang.
- Derajat 4 : masih dapat melawan tahanan yang ringan.
- Derajat 3 : hanya dapat melawan gaya berat.
- Derajat 2 : otot hanya dapat digerakkan bila tidak ada gaya berat
- Derajat 1 : kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi, tidak
menimbulkan gerakan.
- Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali.

 Compare with the opposite side (bandingkan dengan sisi yang berlawanan)

35
ANALISA DAN INTERPRETASI EKG
Oleh : dr. Dani Rosdiana, SpPD
Pendahuluan
Bagi klinisi, pemahaman praktis mengenai echocardiogram (ECG) rutin 12 lead dan
gambaran ECG pada monitor merupakan skill/ketrampilan klinik yang harus dikuasai dan
dikembangkan. Semua klinisi bahkan sekarang dituntut untuk dapat menginterpretasi ECG
dan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai. Lebih lebih pada keadaan
emergensi, ECG merupakan salah satu modalitas untuk mengevaluasi perubahan keadaan
klinis pada kasus jantung menit demi menit selama fase kritis. Seseorang tidak akan pernah
tahu kapan harus dihadapkan pada keadaan emergensi. Sehingga pemahaman mengenai
interpretasi ECG merupakan salah satu kebutuhan bagi klinisi. Menurut SKDI tahun 2012,
ketrampilan EKG mulai dari pemasangan lead hingga interprestasi hasil EKG sederhana (
VES, AMI, VT, AF) menempati level kompetensi 4A yang artinya dokter umum wajib
menguasainya. 1,2,3
Electrocardiogram (ECG) merupakan salah satu alat diagnostik yang paling
bermanfaat pada kasus-kasus gawat darurat (emergency medicine). Test ini mudah dan murah
yang dapat digunakan secara rutin dalam assessment pasien dengan keluhan nyeri dada
(cardiac chest pain). ECG merupakan cornerstone dalam menegakkan diagnosis iskemik
(cardiac ischemia) dan digunakan untuk membuat keputusan terapi trombolitik. Fungsi yang
lain dari ECG antara lain untuk mendeteksi gangguan irama, hipertrofi ventrikel, hipertrofi
atrial, gangguan elektrolit terutama kalium, efek obat-obatan seperti digitalis, amiodaron, dan
juga evaluasi fungsi pacu jantung 4.
Untuk menghindari kesalahan interpretasi ECG, klinisi haruslah memiliki pendekatan
yang sistematis dalam menginterpretasi gambaran ECG. Tujuan utama dalam mempelajari
ECG yaitu menguasai pendekatan interpretasi ECG yang sistematik dan dapat
mengidentifikasi beberapa kelainan ECG yang sering terjadi. Dalam menginterpretasi ECG,
paling tidak klinisi harus bisa melakukan antara lain:
 Menentukan rate
 Menentukan irama: regular atau irregular
 Menentukan interval PQRST
 Menentukan axis
 Menentukan apakah ada pembesaran atrium
 Menentukan apakah terdapat hipertrofi ventrikel
 Menentukan apakah terdapat iskemik atau infark

12 lead ECG
Lead ECG Terdiri atas :
 Tiga standard limb leads (I, II and III)
 Tiga augmented limb leads (aVR, aVL and aVF)
 Enam precordial leads (V1, V2, V3, V4, V5 and V6).

36
Interpretasi ECG
Lebih lanjut akan saya jabarkan beberapa langkah dalam menginterpretasi ECG
Langkah 1: menentukan frekuensi heart rate (HR)
Ada beberapa strategi dalam menentukan heart rate.
1. Jika irama teratur/regular:
a. Dapat diperkirakan dari jumlah kotak besar pada R-R interval. Karena
terdapat 300 kotak besar dalam 1 menit, maka jumlah kotak besar antara R R
interval dapat menjadi pembagi dari 300. Jika terdapat 2 kotak besar diantara R-R
interval maka Heart rate pada ECG tersebut adalah 300/2 = 150 kali/menit.
Contoh jumlah heart rate pada gambar dibawah ini adalah 300/2 = 150 x/menit

b. Dapat diperkirakan dari jumlah kotak kecil. Dalam 1 menit terdapat 1500
kotak kecil, maka jumlah kotak kecil antara R-R interval menjadi pembagi dari
1500. Contoh jika terdapat 15 kotak kecil antara R-R interval, maka heart rate nya
adalah 1500/10= 100 x/menit. Contoh jumlah heart rate pada gambar dibawah ini
adalah 1500/17 = 88x/menit

2. Jika Heart Rates (R-R interval) tidak teratur: dapat diperkirakan dengan
mengitung jumlah komplek QRS sepanjang 30 kotak besar dikalikan 10 (1 kotak
besar sama dengan 5 kotak kecil, 1 kotak kecil= 0,04 detik). Contoh heart rate pada
gambar dibawah ini adalah 60x/menit

Langkah ke 2: Menghitung interval-interval yang penting (important intervals) dan


kompleks
Interval-interval yang penting adalah PR interval, QRS interval dan QT interval.
PR Interval: Jarak dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
PR Segment : Dari akhir gelombang P hingga awal kompleks QRS

37
J Point : The junction (hubungan) antara kompleks QRS complex dan segmen ST
QT Interval : Dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T
QRS Interval: Dari awal hingga akhir kompleks QRS
ST Segment : Dari akhir kompleks QRS hingga awal gel T
Nilai Normal
Heart rate 60 - 100 bpm
PR interval 0.12 - 0.20 s
QRS interval 0.08 - 0.12 s
QT interval < half RR interval (males < 0.40 s; females < 0.44 s)
P wave amplitude (in lead II) ≤ 3 mV (mm)
P wave terminal negative
≤ 1 mV (mm)
deflection (in lead V1)
< 0.04 s (1 mm) and < 1/3 of R wave amplitude in the
Q wave
same lead

Gelombang dan kompleks

Langkah 3: menghitung axis listrik


Axis QRS merujuk pada rerata arah aktivitas listrik jantung. Pada sebagian besar kasus, axis
ini bermanfaat bagi interpretasi ECG. Ada beberapa pendekatan dalam menentukan axis.

38
- Menggunakan leads I dan aVF untuk menentukan axis dimana axis merupakan
jumlah defleksi komplek QRS di lead I dan AVF. Cara menentukan defleksi dapat
dilihat digambar dibawah ini:

 Lead I berorientasi pada 00, dan aVF berorientasi pada +900.


 ECG dengan axis QRS beorientasi pada quadrant antara 0° dan 90° disebut normal.
 ECG dengan axis QRS beorientasi pada quadrant antara -1° dan -90° disebut left axis
deviation (LAD)
 ECG dengan axis QRS beorientasi pada quadrant antara +91° dan 180° disebut right
axis deviation (RAD).
 ECG dengan axis QRS beorientasi pada quadrant antara -91° dan -180° disebut
indeterminate axis karena tidak dapat ditentukan LAD maupun RAD.

Beberapa contoh axis:

Lead 1 Lead aVF Description Interpretation Axis


Leads I and aVF
equally positive.
Normal axis ~
ECG#1 The axis will be
40°-50°
midway between
0° and 90°.

Leads I and aVF


both positive. Lead
I more positive
Normal axis ~
ECG#2 than aVF. The axis
20° - 40°
will therefore be
oriented more
toward 0°.

39
Lead I positive.
Lead aVF almost
equiphasic.
Therefore, the axis
will be Normal axis ~
ECG#3
approaching 0°. 0°
(Note: when a lead
is equiphasic, the
axis will be 90° to
that lead.)

Lead I positive.
Lead aVF Left axis
ECG#4 negative.The axis deviation ~ -
will be oriented 30°
negatively past 0°.

Lead I negative.
Lead aVF positive. Right axis
ECG#5 The axis will be deviation ~ -
oriented positively 120°
past 90°.

Both leads I and


aVF negative. The
Indeterminate
ECG#6 axis will be
axis ~ -135°
oriented between -
90° and -180°.

Langkah 4: mengevaluasi irama jantung


Jika irama regular (teratur), R-R interval akan konstan sepanjang ECG. Dapat dicek dengan
menggunakan jangka atau penggaris. Yang lebih mudah dengan menggunakan kertas dan
diberi marker. Kemudian, dicek gelombang P yang diikuti dengan kompleks QRS.

40
Contoh gangguan irama
Atrial fibrillation
Atrial fibrillation (AF) menunjukkan adanya disorganisasi aktivitas atrium tanpa adanya
kontraksi atau ejeksi. ECG menunjukkan irama irregular dimana pada beberapa gelombang P
digantikan oleh defleksi kecil beberapa amplitude (gelombang f). jenis iramanya irregularly
irregular. AF bisanya kita temukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik, emboli
paru, pericarditis, penyakit jantung iskemik dan tirotoksikosis. AF merupakan faktor risiko
yang penting terhadap komplikasi tromboemboli seperti stroke dan serangan iskemik.

Atrial flutter

ECG secara khas digambarkan dengan adanya "sawtooth" gelombang flutter (gelombang F
waves – ditunjukkan dengan tanda panah) terbaik dilihat di inferior leads (II, III, aVF dan
V1). Jenis iramanya adalah regular cepat, bedakan dengan AF yaitu irregular irregular.
Frekuensinya biasanya berkisar antara 250 hingga 350 bpm, gelombang QRS ditentukan
dengan rasio konduksi AV misalnya 2:1 (seperti gambar dibawah ini), dan beberapa variasi
seperti 1:1, 3:1, 4:1, 6:1. Atrial flutter jarang dijumpai, namun jika ada dapat kita temukan
pada kasus acute ischemic heart disease atau pulmonary embolism.

41
Langkah ke 5: Menilai gelombang P untuk menilai atrial enlargement

 Tipikal : selalu positip di leads I, aVF dan V4 - V6, difasik pada lead V1 dan V3 serta
negative di aVR. Bentuknya smooth, tidak lancip dan not notched.
 Gelombang P di lead I,II, III dan V1 harus diamati sebagai bukti terdapatnya right
atau left atrial enlargement. Biasanya pada lead II kita bisa melihat gelombang P yang
amat jelas. Amplitude (tinggi) gelombang P tidak lebih dari 3 kotak kecil (3 mm atau
0.3mV). jika terdapat gelombang P ≥ 3 mm, ini menunjukkan right atrial enlargement.
 Pada lead V1, terdapatnya defleksi negative gelombang P menunjukkan adanya left
atrial depolarisasi dan tidak lebih dari 1 mm (0,1mV). Jika gelombang P pada lead V1
lebih dari 1 mm  indikasi left atrial enlargement.

Langkah 6: Mengamati kompleks QRS untuk menilai ventricular hypertrophy atau low
voltage

Pada LVH (left ventricle hypertrophi), lead V5,V6 dan aVL memiliki gelombang R yang
tinggi sementara pada lead V1 dan V2 menunjukkan gelombang S yang dalam.
V1 atau V2 V5, V6 atau aVL
kriteria LVH: jumlah amplitude gelombang S
di V1 atau V2 + gelombang R di V5 atau V6
> 35 mm, atau R di aVL lebih dari 12 mm.

42
Langkag 7: Melihat kompleks QRS pada bundle branch block atau fascicular block

Interval QRS normal adalah 0.12 detik (3 mm atau 3 kotak kecil). untuk menilai interval QRS
yang paling tepat, gunakan kompleks QRS yang paling lebar. Terdapat 3 kemungkinan
pelebaran kompleks QRS :

Tipe bundle branch block


biasanya ditentukan dari menilai
tiga lead yaitu I, V5 dan V6

43
Langkah 8: menilai gelombang Q

Gelombang Q secara signifikan dapat digunakan untuk menilai apakah ada infark miokard.
Gelombang Q yang kecil biasanya normal pada lead III dan aVF (inferior) serta pada leads
aVL, I, V5 dan V6 (anterolateral). Gelombang Q normal adalah 0,04 detik (1 mm) namun
jika lehih dari 1/3 gelombang R maka dikatakan patologis.

Q patologis di Vi-V6 mengindikasikan bahwa pasien memiliki infark miokard anterior pada
beberapa waktu yang lalu (old). Pasien ini juga memiliki bukti adanya infark inferior dimana
terdapat ST elevasi di lead III dan aVF.

Langkah 9: menilai segmen ST dan gelombang T

Nilai segmen ST : adanya elevasi, depresi, dan juga kelainan gelombang T. ST elevasi
mengindikasikan adanya kondisi-kondisi acute myocardial injury, Prinzmetal's (variant)
angina, pericarditis, ventricular aneurysm atau myocardial ischemia.

ECG pasien ini menunjukkan adanya acute inferior MI. lihat ST elevation pada inferior leads
(II, III and aVF). Selain itu juga ditemukan ST depresi pada lead V1, V2 and V3 - sebagai
hasil perubahan resiprokal yang berkaitan dengan MI.

Langkah 10: mengukur interval QT untuk beberapa diagnosis spesifik.

Prolonged QT dapat ditemukan sebagai sekunder dari kelainan metabolik dan efek obat-obat
tertentu.

44
Bagaimana ECG NORMAL ?
ECG normal memenuhi kriteria antara lain
 Rate pulse berkisar 60 hingga 100 kali/menit
 Irama regular kecuali ada beberapa variasi yang dipengaruhi oleh respirasi
 P-R interval, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan depolarisasi atrial;
konduksi melalui nodus AV, bundle his, dan cabang bundle; hingga sampai ke sel
miokard ventrikel. PR interval 0,12 hingga 0.20 detik.
3. Interval QRS represent waktu yang diperlukan bagi sel-sel ventrikel untuk
depolarisasi. Durasi normal interval QRS adalah 0.06 hingga 0.10 detik.
 Interval Q-T merupakan waktu yang dibutuhkan bagi ventrikel untuk depolarisasi dan
repolarisasi. (sumber basic echocardiogram)

Berikut adalah gambaran EKG yang normal

EKG: Irama sinus, reguler, HR:75 x/menit, Axis normal, Gelombang P normal, interval
PR normal 0,16 detik, interval QRS normal 0,08 detik, segmen ST normal, Gelombang
T normal.
Kesan; Normal EKG

Berikut adalah gambaran EKG yang abnormal:


1. Atrium Fibrilasi (AF)

45
2. STEMI

3. NON STEMI

46
4. VENTRIKULAR EKSTRASISTOL (VES)

5. VENTRIKULAR TAKIKARDI (VT)

47
PEMERIKSAAN FISIK ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI)
Dr. Dani Rosdiana, Sp.PD

Ankle Brachial Index (ABI) merupakan prosedur pemeriksaan diagnostik sirkulasi


ekstremitas bawah untuk mendeteksi kemungkinan adanya peripheral artery disease (PAD)
dengan cara membandingkan tekanan darah sistolik tertinggi dari kedua pergelangan kaki dan
lengan. Pemeriksaan non invasif ini digunakan untuk menskrining pasien yang mengalami
insufisiensi arteri untuk mengetahui status sirkulasi ekstremitas bawah dan resiko luka
vaskuler serta mengidentifikasi tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dianjurkan pada
penderita DM tipe 2 terutama yang memiliki faktor resiko seperti, merokok, obesitas, dan
tingginya kadar trigliserida dalam darah berdasarkan hasil laboratorium.
Prosedur pemeriksaan ABI:
a. Letakkan pasien pada posisi supinasi kurang lebih selama 10 menit sebelum
pemeriksaan dilaksanakan.
b. Ukur tekanan darah bagian ekstrimitas atas atau lengan atas dengan memasang
manset tensimeter pada lengan pasien di area brachial, lakukan hal yang sama
pada lengan yang lain.

Gambar 1. Lokasi pemeriksaan ABI

c. Catat hasil pengukuran tekanan sistol brachial tertinggi dari kedua lengan.
d. Kemudian mengukur tekanan sistol pada kaki (ankle) dengan memasang manset
di kaki bagian bawah 2,5 cm di atas mata kaki (meleolus), lakukan hal yang sama
pada kaki yang lain.
e. Catat hasil pengukuran tekanan sistol ankle tertinggi dari kedua kaki
f. Kalkulasikan ABI sesuai rumus berikut:

48
Gambar 2. Cara menghitung ABI

Interpretasi ABI:
a. Batas normal
ABI dengan nilai lebih dari 0,9 dinilai sebagai nilai normal atau terbebas dari keadaan
PAD karena darah masih bersirkulasi dengan baik tanpa adanya obstruksi yang bermakna
pada pembuluh perifer, sehingga kebutuhan nutrisi dan oksigen pada ekstremitas bawah
dapat terpenuhi dengan baik.
b. Borderline perfusion
ABI dalam rentang 0,6 sampai 0,8 merupakan borderline perfusion / batasan perfusi.
c. Iskemia berat
Kondisi iskemia berat dengan interpretasi ABI sebesar < 0,5 terjadi akibat buruknya
perfusi perifer karena oklusi yang mulai memanjang sehingga denyut jantung dan tekanan
arteri menurun.
d. Iskemia kritis
Nilai ABI < 0,4 mengartikan bahwa telah terjadi iskemia pada kaki yang kritis. Hal ini
merupakan kondisi klimaks dari iskemia berat yang dimanifestasikan dengan terjadinya
ulserasi dan gangren.

Gambar 3. Interpretasi Nilai ABI

49
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN
Dr. Dani Rosdiana, Sp.PD

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat merupakan modal bagi seorang dokter
dalam melakukan pendekatan diagnosis suatu kelainan di bidang metabolik endokrinologi.
Manifestasi yang disebabkan oleh gangguan endokrin dapat tumpeng tindih dengan keadaan
normal dan patologi kondisi lain, sehingga tidak ada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baku.

MANIFESTASI GANGGUAN ENDOKRIN


Manifestasi gangguan endokrin bermacam-macam mengingat peran hormon yang
sangat luas dalam pengaturan fungsi organ tubuh. Keluhan dan gejala yang berhubungan
dengan kelainan endokrin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Keluhan dan Gejala Penyakit Endokrin


Gejala Utama
Perubahan nafsu makan dan berat badan
Sakit kepala
Gangguan BAB
Berkeringat
Distribusi rambut
Letargi
Perubahan kulit
Pigmentasi Kulit
Perawakan pendek
Gangguan libido, disfungsi ereksi
Gangguan menstruasi
Poliuria
Benjolan di leher (struma, goiter)
Kelainan endokrin dengan gejala khasnya
Tirotoksikosis:
Tidak tahan panas, berat badan menurun, nafsu makan meningkat (polifagia),
berdebar-debar, keringat berlebihan, cemas, mudah tersinggung, diare, amenore,
kelemahan otot, sesak saat beraktivitas
Hipotiroidisme (miksedema):
Tidak tahan dingin, letargi, edema kelopak mata, suara serak, konstipasi, kulit kasar,
hiperkarotenemia
Diabetes mellitus:
Poliuria, polydipsia, polifagia, pandangan mata kabur, lemah, infeksi, gatal di lipat
paha, kemerahan (gatal di vulva, balanitis), berat badan turun, mudah lelah, letargi,
gangguan kesadaran
Hipoglikemia:
Sakit kepala pagi hari, kenaikan BB, berdebar, keringat berlebih, kejang, penurunan
kesadaran
Insufisiensi adrenal primer:
Pigmentasi kulit, mudah lelah, BB turun, tidak nafsu makan, mual, diare, nokturia,
perubahan mental, kejang (akibat hipotensi, hipoglikemi)

50
Sindrom Cushing
Obesitas trunkal, striae, moonface, buffalo hump, miopati, bruises
Diabetes Insipidus
Poliuria (>50 ml/kgBB), sulit menahan berkemih, gangguan tidur karena banyak
berkemih pada malam hari, lelah, mengantuk, haus
Akromegali
Lelah, lemas, keringat berlebih, tidak tahan panas, BB naik, pembesaran tangan dan
kaki, gambaran wajah membesar dan kasar, sakit kepala, gangguan penglihatan,
perubahan suara, penurunan libido, disfungsi ereksi
Adenoma hipofisis
Gangguan akibat perubahan keseimbangan hormon dan gangguan akibat massa tumor
(sakit kepala, gangguan lapang pandang)

Tabel 2. Pertanyaan pada Gangguan Sistem Endokrin


Pertanyaan umum Bagaimana rwayat penyakit dahulu, adakah gangguan yang
berhubungan dengan penyakit endokrin?
Adakah riwayat operasi tiroid/pengobatan yodium radioaktif?
Adakah riwayat melahirkan bayi besar?
Adakah riwayat obat-obatan (obat hipoglikemik oral, obat
antitiroid, hormon, steroid)?
Bagaimana riwayat penyakit keluarga?
Perubahan nafsu makan Adakah peningkatan nafsu makan yang disertai peningkatan BB?
dan BB Adakah peningkatan nafsu makan yang disertai penurunan BB?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai penurunan BB?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai peningkatan BB?
Perubahan pola defekasi Adakah peningkatan frekuensi BAB?
Adakah penurunan frekuensi BAB?
Adakah perubahan konsistensi feses?
Perubahan pola Adakah peningkatan produksi keringat?
berkeringat Adakah penurunan produksi keringat?
Adakah gangguan cemas?
Bagaimana pola menstruasi?
Perubahan distribusi Adakah peningkatan pertumbuhan rambut?
rambut Adakah kerontokan rambut?
Apakah kelainan tersebut bersifat lokal atau menyeluruh?
Letargi Adakah keluhan lemah?
Perubahan pada kulit Apakah kulit terlihat lebih
dan kuku kasar/pucat/kering/bersisik/kemerahan?
Adakah pertumbuhan kulit di aksila?
Adakah papul/plak kekuningan pada kulit?
Adakah hiper/hipopigmentasi?
Apakah kelainan tersebut bersifat lokal atau menyeluruh?
Adakah kelainan pada kuku?
Perubahan/abnormalitas Adakah perubahan bentuk wajah (terlihat membesar)?
postur tubuh Apakah kaki/tangan terlihat membesar?
Bagaimana riwayat pertumbuhan?
Bagaimana asupan makan selama ini?

51
Bagaimana TB orang tua/anggota keluarga lain?
Adakah riwayat penyakit kronis?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu dalam jangka
waktu lama
Disfungsi ereksi Adakah ketidakmampuan memulai ereksi?
Adakah ketidakmampuan mempertahankan ereksi?
Apakah kelainan tersebut disertai gangguan libido?
Apakah kelainan tersebut disertai gangguan ejakulasi?
Apakah kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba atau bertahap?
Adakah keluhan nyeri hilang timbul pada daerah bokong atau
ekstremitas bawah?
Adakah riwayat penyakit kronik, obat-obatan, kelainan saraf,
penyakit vascular?
Galaktorea Adakah pengeluaran air susu dari payudara?
Adakah riwayat melahirkan sebelumnya?
Gangguan menstruasi Apakah pernah mengalami menstruasi sebelumnya?
Bagaiman riwayat pubertas sebelumnya?
Bagaiman riwayat menstruasi dan pubertas dalam keluarga?
Adakah riwayat penyakit sebelumnya ( gangguan tiroid,
obesitas)?
Adakah pemakaian obat-obatan, kontrasepsi hormonal?
Adakah riwayat hubungan seksual, tanda-tanda kehamilan?
Poliuria Adakah jumlah urin melebihi 3 liter/hari (>50 ml/kgBB)?
Bagaimana asupan minum setiap hari?
Adakah peningkatan jumlah urin disertai dengan peningkatan
nafsu makan, penurunan BB, dan rasa haus yang berlebihan?
Adakah penggunaan obat-obatan diuretik?
Ginekomastia Adakah riwayat penggunaan obat-obatan (hormonal, antibiotic,
obat dyspepsia, obat jantung)?
Adakah penyakit sistemik yang diderita (sirosis hati, uremia),
kelainan endokrin?
Adakah keganasan yang diderita?

ANAMNESIS KHUSUS PADA KELAINAN KELENJAR ENDOKRIN


Kelenjar Hipofisis
Manifestasi klinis kelainan kelenjar hipofisis dipengaruhi oleh hormon yang terkena
dan luasnya kelainan.

Tabel 3. Anamnesis untuk Kelainan pada Hipofisis


Anamnesis
Adakah gangguan pertumbuhan?
Adakah gangguan penglihatan, penglihatan ganda, penyempitan lapang pandang, buta
warna?
Adakah gangguan penciuman?
Apakah terdapat perubahan bentuk wajah?
Apakah tangan dan kaki terasa membesar? (perubahan ukuran sepatu, cincin jari
menjadi sempit, capal tunnel syndrome)

52
Adakah gangguan nafsu makan, perasaan haus berlebih?
Adakah gangguan tidur, gangguan kepribadian, psikosis?
Adakah gangguan sistem otonom (keringat berlebih, baal)?
Adakah gangguan menstruasi?
Adakah keluhan sakit kepala, riwayat kejang?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu (steroid, hormonal), riwayat radiasi
hipofisis?

Kelenjar Tiroid
Pasien dengan penyakit tiroid biasanya datang dengan keluhan pembesaran atau
timbulnya benjolan di leher, dapat disertai dengan atau tanpa gejala toksik.

Tabel 4. Anamnesis untuk Gangguan Kelenjar Tiroid


Anamnesis
Adakah keluhan mudah lelah, sulit berkonsentrasi?
Adakah peningkatan/penurunan nafsu makan?
Adakah peningkatan/penurunan BB?
Apakah intoleransi/tidak tahan terhadap udara panas/dingin?
Adakah perubahan pola defekasi (peningkatan frekuensi/konstipasi)?
Adakah peningkatan/penurunan produksi keringat?
Adakah keluhan berdebar-debar, gemetar?
Adakah mudah marah/tersinggung?
Adakah gangguan menstruasi?
Adakah benjolan di daerah leher? Jika ya:
Bagaimana deskripsinya (bertambah besar, terasa nyeri)?
Apakah disertai keluhan sesak, gangguan menelan, suara serak?
Adakah gangguan penglihatan?
Adakah riwayat radiasi daerah leher, riwayat penggunaan obat jantung (amiodarone),
penggunaan kontras beryodium atau litium karbonat?
Adakah keluarga dengan keluhan serupa?
Adakah riwayat penyakit autoimun lainnya?

Tabel 5. Gejala dan Tanda Tirotoksikosis


Gejala/keluhan Tanda
Hiperaktivitas, iritabilitas, disforia Takikardi, fibrilasi atrium
Tidak tahan panas, banyak berkeringat Tremor
Berdebar-debar Goiter
Mudah lelah dan lemas Kulit hangat dan basah
BB ↓, nafsu makan ↑ Kelemahan otot, terutama proksimal
Diare Lid retraction, lid lag
Poliuria Ginekomastia
Oligomenore, libido ↓

Tabel 6. Gejala dan Tanda Hipotiroidisme


Gejala/keluhan Tanda
Mudah lelah Letargi
Sulit berkonsentrasi Kulit kering dan kasar

53
Tidak tahan dingin Muka dan tangan bengkak
BB ↑ (5-10 kg) Suara serak
Konstipasi Reflek fisiologis ↓
Gangguan menstruasi (menoragia) Kulit kekuningan
Kram otot, kesemutan, otot lemah Anemia
Gangguan kontraksi ventrikel
Bradikardi
Sianosis perifer

Kelenjar Adrenal
Penyakit yang disebabkan gangguan pada korteks adrenal diantaranya adalah sindrom
Cushing dan insufisiensi adrenal.

Tabel 7. Anamnesis untuk Gangguan Kelenjar Adrenal


Anamnesis
Adakah perasaan lemas, mudah lelah?
Adakah penurunan nafsu makan?
Adakah peningkatan/penurunan BB?
Adakah keluhan mual, muntah, postural dizziness?
Adakah emosi labil, perasaan gembira yang berlebihan, halusinasi?
Adakah gangguan menstruasi, impotensi, penurunan libido?
Adakah riwayat penggunaan steroid, jamu-jamuan dalam jangka panjang?
Adakah riwayat penghentian steroid secara tiba-tiba?
Adakah riwayat TB atau adakah gejala ke arah TB saat ini (batuk lama, penurunan BB,
keringat malam)?
Adakah riwayat malignansi, penyakit autoimun, penyakit hipofisis?

Tabel 8. Gejala dan Tanda Sindrom Cushing


Obesitas
Hipertensi
Pletora
Hirsutisme
Jerawat
Striae
Bruising
Osteopenia
Kelemahan otot
Gangguan neuropsikiatri (emosi labil, eforia, depresi, psikosis)
Gangguan menstruasi
Impotensi, libido ↓
Gangguan toleransi glukosa
Diabetes
Dislipidemia
Poliuria
Batu ginjal

54
Tabel 9. Gejala dan Tanda Insufisiensi Adrenal
Lemas, mudah lelah, tidak nafsu makan, BB ↓
Hiperpigmentasi
Hipotensi
Gangguan saluran cerna
Salt craving
Gejala postural

Kelenjar Paratiroid
Kelainan tersering pada kelenjar paratiroid adalah hipoparatiroidisme pasca
tiroidektomi total, disamping idiopatik. Keluhan yang timbul adalah manifestasi
hipokalsemia seperti rasa baal di daerah mulut dan jari-jari, kram otot hingga kejang. Pada
anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat operasi tiroid dan gejala-gejala hipokalsemia.
Penyakit lain yang dapat dijumpai adalah hiperparatiroidisme. Pasien dengan riwayat
batu ginjal berulang dapat dicurigai berkaitan dengan hiperkalsemia akibat
hiperparatiroidisme. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah fraktur, nyeri perut, konstipasi,
gangguang psikiatri, perasaan bingung dan gejala neurologi (kebingungan, kelelahan berat,
gangguan kesadaran).

Pemeriksaan Umum
- Tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh
- Tanda vital : tekanan darah pada posisi berbaring dan posisi duduk, frekuensi dan
irama nadi, frekuensi nafas, suhu tubuh.

Pemeriksaan Khusus
- Perhatikan distribusi rambut pada tubuh : adakah hirsutism, alopesia
- Adakah kelainan pada kulit : jerawat, acanthosis nigricans, hiper/hipopigmentasi,
striae.
- Adakah eksoftalmus, gangguan lapang pandang, atrofi optik
- Perhatikan daerah wajah : moon face, frontal bossing, rahang menonjol, hidung yang
membesar dan lebar
- Adakah pembesaran lidah, gigi-gigi terpisah, maloklusi
- Adakah struma pada leher, buffalo hump pada punggung
- Perhatikan payudara : adakah ginekomastia, payudara tidak berkembang pada wanita
- Perhatikan daerah akral : adakah pembesaran tangan dan kaki, akropaki tiroid
(clubbing), onikolisis, tremor, edema.
- Perhatikan daerah genitalia : rambut pubis, atrofi testis, kelainan pada klitoris

PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID


a. Inspeksi
- Adakah terlihat struma
- Adakah perubahan warna kulit
- Adakah pelebaran vena leher dan dinding dada atas
- Adakah jaringan parut bekas tiroidektomi
- Adakah tiroid lingual, kista duktus tiroglosis
- Tes pemberton

55
b. Palpasi
- Struma : ukuran, soliter/multiple, simetris/asimetris, tekstur, konsistensi, nodul/difus,
mobilitas, nyeri tekan, getaran (thrill)
- Adakah pembesaran kelenjar getah bening
- Adakah deviasi trakea

Gambar 1. Pemeriksaan fisis (palpasi) kelenjar tiroid

c. Perkusi
Kecurigaan adanya goiter retrosternal di atas manubrium sterni ditemukan perubahan
suara sonor ke redup atau pekak dari satu sisi ke sisi yang lainnya.
d. Auskultasi
Pada penyakit Graves dapat didengar adanya bunyi desis (bruit) pada auskultasi dan
dapat pula teraba getaran (thrill) pada palpasi kelenjar tiroid.

OFTALMOPATI
Klasifikasi bermanfaat untuk menggambarkan beratnya keterlibatan mata, namun
tidak dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit mengingat satu stadium tidak
selalu memburuk ke stadium berikutnya. Klasifikasi oftalmopati berdasarkan Werner
sebagai berikut :
Stadium 0 : No sign or symptoms
Stadium 1 : only sign, no symptoms (tanda terbatas pada upper lid retraction)
Stadium 2 : soft tissue involvement (gejala dan tanda)
Stadium 3 : Proptosis (diukur dengan Hertel exophtalmometer)
Stadium 4 : Extraocular muscle involvement
Stadium 5 : Corneal involvement
Stadium 6 : Sight loss (keterlibatan saraf optikus)

Gambar 2. Oftalmopati (A), dermopati (B) dan akropaki (C) pada penyakit Graves

56
PEMERIKSAAN FISIK UNTUK GANGGUAN KELENJAR HIPOFISIS
a. Inspeksi
- Perawakan tubuh pendek
- Adakah kulit pucat (akibat gangguan aktivitas melanosit)
- Adakah gangguan pertumbuhan rambut (daerah dagu, aksilla, dada, pubis)
- Perhatikan daerah kepala :
 Adakah rambut menipis, kerutan halus sekitar mata
 Adakah luka parut/bekas luka di daerah frontal (riwayat operasi di kepala)
 Adakah frontal bossing
 Apakah lidah melebar, gigi-gigi terpisah, maloklusi
 Apakah ada tanda-tanda gangguan saraf cranial akibat penekanan massa tumor
(N.III, NIV, NVI, cabang pertama NV)
 Apakah payudara tidak berkembang (pada wanita) atau ginekomastia (pada
laki-laki)
 Daerah aksilla : adakah kelainan kulit berupa molluscum fibrosum
(penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya), akantosis
nigricans
 Ekstremitas : Adakah pembesaran akral, adakah pseudogout, foot drop?

Gambar 3. Gigantisme/Akromegali: Peningkatan Tinggi Badan dan Prognatism (A);


Pembesaran Tangan (B) dan Pembesaran Kaki (C)
b. Palpasi
- Bagaimana perabaan suhu tubuh?
- Bagaiman produksi keringat daerah akral?
- Adakah pertumbuhan jaringan lunak berlebih didaerah carpal tunnel?
- Adakah funny bone (penebalan N.ulnaris yang teraba di epikondilus medial)
- Adakah pembesaran hati, limpa, dan ginjal
- Adakah atrofi testis
- Lakukan perabaan payudara pada pria untuk memastikan ada tidaknya ginekomastia
(membedakan dengan pseudoginekomastia)

57
Gambar 4. Pemeriksaan Fisis pada Ginekomastia

c. Perkusi : Adakah pembesaran jantung?


d. Auskultasi : Adakah aritmia?

PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR ADRENAL


a. Inspeksi
- Adakah obesitas sentral?
- Adakah moon face, buffalo hump
- Adakah hiperpigmentasi
- Adakah pletorea (kemerahan pada wajah), ekimosis, striae, jerawat?
- Adakah tanda-tanda virilasasi pada wanita (pembesaran klitoris, perawakan pria,
kebotakan rambut daerah frontal, atrofi payudara)
- Adakah akantosis nigrikans di aksilla?
b. Pemeriksaan lainnya : adakah hipertensi, hipotensi postural

Gambar 5. Lesi Hiperpigmentasi Mukosa Mulut pada Penyakit Addison

58
Gambar 6. Moon face (A) dan striae (B) pada sindrom Cushing

PEMERIKSAAN FISIK UNTUK GANGGUAN KELENJAR PARATIROID


- Tanda Trousseau : lakukan pembendungan (dengan tensimeter) di lengan atas hingga
di atas tekanan darah sistolik. Lihat respon dalam 2 menit berupa kontraksi tangan;
ibu jari mengalami aduksi dengan jari tangan lain mengalami ekstensi kecuali pada
sendi metakarpofalang.

Gambar 7. Tanda Trousseau


- Tanda Chovstek’s : Lakukan ketukan lembut di daerah nerus tujuh di bawah telinga
sehingga menimbulkan gerakan otot wajah pada sisi yang sama terutama otot bibir
atas.

Gambar 8. Tanda Chvostek

59
PEMERIKSAAN FISIK PADA DIABETES MELLITUS
Pemeriksaan Umum
Bagaimana status antropometri (indeks massa tubuh, lingkar perut), adakah hipertensi?
a. Inspeksi
- Adakah kulit yang terlihat kering, hiperpigmentasi, xanthelasma
- Adakah terdapat luka, ulkus, gangren pada tubuh?
- Adakah atrofi otot
- Adakah perubahan bentuk pada kaki (hammer toes, claw hand, mata ikan/kalus)
b. Palpasi
- Lakukan perabaan pada arteri dorsalis pedis (letakkan bagian dalam permukaan jari-
jari tangan pada daerah dorsum pedis)
- Lakukan perabaan pada arteri tibialis posterior (letakkan bagian dalam permukaan
jari-jari tangan pada daerah posteroinferior dari maleolus medialis)
- Lakukan perabaan pada arteri poplitea (letakkan bagian dalam permukaan jari-jari
tangan pada poplitea)
c. Perkusi
- Adakah pembesaran jantung?
d. Auskultasi
- Adakah kelainan pada jantung, paru?

Pemeriksaan Lainnya
Tes monofilament (untuk deteksi neuropati), pemeriksaan Doppler (untuk deteksi gangguan
pembuluh darah kaki), funduskopi, pemeriksaan refleks.

60
Menulis Laporan Kasus
Mukhyarjon
Bagian IPD FKUR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

Pendahuluan
Laporan kasus merupakan salah satu bentuk komunikasi medis yang sudah ada sejak lama
dan sangat familiar. Meskipun saat ini suatu laporan kasus dianggap sebagai karangan ilmiah
“kelas dua” namun banyak dari penelitian-penelitian penting dimulai dari sebuah laporan
kasus. Sebagai suatu karangan ilmiah, maka laporan kasus tidak boleh ditulis secara
serampangan. Penulisan laporan kasus mestilah menggunakan bahasa resmi dan seyogyanya
mengikuti kaidah-kaidah tertentu dan format yang sudah baku.

Format Laporan Kasus


Hendri Cohen dalam artikelnya yang berjudul “How to write a case report” secara gamblang
menerangkan bagaimana suatu laporan kasus harus ditulis. Suatu laporan kasus setidaknya
mesti memuat 5 bagian yaitu: abstrak, pendahuluan,ilustrasi kasus, diskusi dan simpulan.
Pada laporan kasus sebaiknya juga memuat tambahan berupa gambar, table, grafik dll yang
dapat meningkatkan pemahaman dan mengklarifikasi apa-apa yang diterangkan dalam
laporan kasus.
Pada umumnya laporan kasus ditulis sebanyak 2500-3000 kata dengan referensi sekitar 20-30
literatur. Judul laporan kasus, ditulis pada bagian atas laporan kasus. Sebaiknya ditulis
singkat, padat, to the point namun jelas sehingga dapat menggambarkan isi laporan kasus. Di
bawah judul dicantumkan penulis laporan kasus, yang terdiri atas penulis utama dan penulis
tambahan. Dibawah penulis ditulis institusi asal penulis.

Abstrak. Abstrak sebaiknya ditulis singkat biasanya 100-250 kata. Abstrak, meskipun singkat
mesti menggambarkan keseluruhan laporan kasus tersebut sehingga meliputi kelima bagian
dari laporan kasus. Abstrak penting artinya untuk pencarian literature karena pembaca tidak
mesti membaca keseluruhan dari sebuah artikel untuk mengetahui isi dari suatu artikel
sehingga bermanfaat dalam pencarian literature yang diminati oleh pembaca. Format
penulisan ini dapat berbeda, hal ini tergantung dari gaya yang dianut oleh jurnal tempat
artikel itu dimuat.

Pendahuluan. Ibarat sebuah toko, maka pendahuluan merupakan etalase suatu toko. Bila
pembaca diibaratkan seorang pembeli, maka etalase sebuah toko mesti dapat menarik minat
si pembeli. Pendahuluan mesti ditulis secara atraktik namun tidak boleh fantastis atau
berlebihan. Pendahulan mesti memuat subyek, tujuan dan pentingnya suatu kasus dilaporkan.
Pendahuluan mesti menjelaskan tentang apa kasus tersebut dan diikuti penjelasan tentang
mengapa, atau keunikan sebuah kasus sehingga penting untuk ditulis dalam suatu laporan
kasus. Dalam pendahuluan disertakan kutipan dari berbagai literature yang relevan dan
disusun secara sistematis atau kronologis.
Di dalam pendahuluan sebaiknya juga diterangkan secara ringkas tentang kasus yang
dilaporkan tersebut. Penulisan kutipan dapat menggunakan gaya Vancouver atau Harvard. Di
Indonesia khususnya pada majalah yang memuat tulisan ilmiah di bidang Ilmu Penyakit
Dalam seperti Majalah Ina Acta Indonesiana kutipan dilakukan menggunakan gaya
Vancouver.

Ilustrasi Kasus. Bagian Ilustrasi kasus merupakan inti dari suatu laporan kasus. Bagian ini
menjelaskan suatu kasus secara kronologis dan dituliskan dengan terperinci sehingga
memungkinkan pembaca dapat menilai validitas dari kasus tersebut. Laporan kasus

61
hendaknya memuat data yang relevan yang memuat data demografi pasien, data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis kerja dan diagnosis differensial, follow up
pengobatan dan diagnosis akhir serta kondisi pasien pada follow up akhir. Data yang
dicantumkan sebaiknya data-data yang penting-penting saja. Guna menambah pemahaman
tentang kasus sebaiknya juga dicantumkan foto Roengent, EKG, gambaran sedian hapus
darah tepi, foto histopatologi, dan lain-lain yang relevan dengan kasus yang dilaporkan.

Diskusi. Ini merupakan bagian penting dari laporan kasus. Pada bagian diskusi ini dilakukan
penilaian terhadap keakuratan, validitas dan keunikan atau kekhasan dari suatu laporan kasus.
Data yang ditampilkan dibandingkan dengan data yang didapat dari kepustakaan, penulis juga
menjawab permasalahan dengan ilmu pengetahuan kedokteran dan mencari hubungan kausal
dari permasalahan yang ada pada suatu kasus. Permasalahan yang ada pada laporan kasus
dapat berupa permasalahan dalam diagnosis, terapi, atau outcome terapi. Penulis pada bagian
ini hendaknya dapat mencari kemiripan atau perbedaan antara kasus atau permasalahan yang
ada dalam laporan kasus ini dengan laporan kasus serupa yang dilaporkan terdahulu.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam suatu laporan kasus, penulis harus jujur
mengungkapkan keterbatasan atau kekurangan dari laporan kasus. Dan akhirnya, penulis
menarik kesimpulan dari diskusi ini yang dapat berupa suatu informasi baru yang dapat
diaplikasikan pada kasus serupa dikemudian hari.

Simpulan. Bagian ini merupakan suatu yang sangat bernilai dari laporan kasus. Suatu
kesimpulan sebaiknya ditarik berdasarkan bukti-bukti klinis yang ada pada bagian diskusi
sehingga didapatkan suatu simpulan yang teruji. Penulis sebaiknya menghindari simpulan
yang kaku atau menyatakan kepastian atau sebaliknya berdasarkan suatu dugaan-dugaan.
Simpulan mesti singkat dan tidak lebih dari satu paragraph.

Daftar pustaka. Dapat bersumber dari buku teks, laporan kasus atau suatu penelitian terbaru.
Literatur mestilah yang relevan dengan kasus apa yang ditulis. Biasanya untuk menulis
laporan kasus dibutuhkan sekitar 20-30 literatur. Penulisan mesti mengikuti gaya tertentu
secara konsisten misalnya majalah Ina Acta Indonesiana.

Simpulan makalah.
Laporan kasus merupakan suatu karya ilmiah yang sudah sangat familiar. Penulisan karya
ilmiah sebaiknya dilakukan berdasarkan format yang baku yang terdiri dari abstrak,
pendahuluan, ilustrasi kasus, diskusi, dan simpulan. Sebaiknya laporan kasus membuka
peluang untuk penelitian lebih lanjut atau memberikan suatu rekomendasi yang aplikatif
untuk penanganan pasien yang lebih baik.

Daftar Pustaka
American college of physician. Writing a Clinical Vignette (Case Report). Diunduh dari
https://www.acponline.org. tanggal 13 Maret 2013.
Cohen H. How to write a case report. Am J Health-Syst Pharm—Vol 63 Oct 1, 2006

62
LAPORAN KASUS

Trauma Inhalasi Akibat Abu Vulkanik Gunung Merapi

Ika Trisnawati, Eko Budiono, Sumardi, Andang Setiadi


Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada,- Rumah Sakit dr.Sardjito,
Yogyakarta, Indonesia

Email Korespondensi:
Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada,- Rumah Sakit dr.Sardjito. Jl
Kesehatan 1, Sekip, Yogyakarta, Indonesia. email to : ika_interna@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis adalah penyakit fibrosis pada parenkim paru setelah
inhalasi kronis debu anorganik yang mengandung kristal silikon dioksida. Manifestasi akut terjadi setelah hujan
abu berat termasuk serangan asma dan bronkitis, dengan peningkatan sesak dan batuk, dan mengi akibat iritasi
pada lapisan saluran nafas. Kondisi kesehatan kronis paling memprihatinkan adalah silikosis, suatu fibrosis
nodular difus paru-paru, berkembang perlahan-lahan, biasanya muncul 10 sampai 30 tahun setelah paparan
pertama.
Seorang pria 35 tahun dirawat di RUSP Sardjito Yogyakarta dengan keluhan dispnea progresif, nyeri dada
sisi kanan sejak 3 bulan terakhir dan episode periodik batuk kering. Dia memiliki riwayat kontak dengan abu
vulkanik di lokasi sekitar gunung meletus selama 10 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi
hyperresonant di paru kanan bawah, suara vesikuler melemah terdengar di sisi kanan bawah dada. Foto toraks
dada menunjukkan adanya bula. Berdasarkan kecurigaan klinis dan radiologis pneumokoniosis, dilakukan CT-
scan dada pada pasien dengan hasil beberapa bula bilateral terutama di bagian paru kanan. Spesimen biopsi
diambil untuk diangnosa anthrocosilicosis. Tidak ada terapi spesifik yang telah terbukti untuk segala bentuk
silikosis. Terapi simtomatik mencakup pengobatan keterbatasan aliran udara dengan bronkodilator, terapi
agresif infeksi saluran pernapasan dengan antibiotik, dan penggunaan oksigen tambahan (jika diindikasikan)
untuk mencegah komplikasi hipoksemia kronis.
Kata kunci: Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis, inhalasi partikel inorganik, sesak napas, bula.

ABSTRACT
Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis is fibrotic lung diseases of the pulmonary parenchyma
following chronic inhalation of inorganic dusts containing crystalline silicon dioxide. The acute manifestations
observed after heavy ashfalls include attacks of asthma and bronchitis, with an increased reporting of cough,
breathlessness, chest tightness, and wheezing due to irritation of the lining of the airways. The chronic health
condition of most concern is silicosis, a diffuse nodular fibrosis of the lungs, develops slowly, usually appearing
10 to 30 years after first exposure.
A 35 years old male was admitted to Sardjito Hospital, Yogyakarta with complaints of progressive dyspnoea,
right side chest pain since last 3 month and periodic episodes of dry cough. He had history of exposure to
volcanic ash at the location around volcano eruption for about 10 month. Examination revealed hyperresonant
note, diminished vesicular breath sounds in lower right side of the chest. The chest X-ray presence leads to
bleb. Based on the clinical and radiological suspicion of pneumoconiosis the patient was submitted to computed
tomography of the chest and revealed bilateral multiple bullae mainly at the right lung field. The biopsy
specimen verified the diagnosis of anthrocosilicosis. There is no proven specific therapy for any form of silicosis.
Symptomatic therapy should include treatment of airflow limitation with bronchodilators, aggressive

63
management of respiratory tract infection with antibiotics, and use of supplemental oxygen (if indicated) to
prevent complications of chronic hypoxemia.
Key words: Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis, inorganic particles inhalation, dyspnoea,
bullae.

PENDAHULUAN pneumonia. Anak-anak dan orang tua


Gunung Merapi di Jawa Tengah sangat rentan terhadap pneumonia karena
meletus pada Oktober 2010 dan cadangan fisiologis yang terbatas.
aktivitasnya terus sampai saat ini. Abu Silika (silikon dioksida) adalah
vulkanik jatuh di daerah sekitarnya selama mineral yang paling banyak di bumi.
erupsi tersebut. Abu tersebut mengandung Silika terdapat dalam bentuk kristal dan
sejumlah besar partikel yang mudah amorf. Silika dalam bentuk amorf seperti
terhirup dan mineral kristal silika. Kami silika vitreous dan diatomit (terbentuk dari
melaporkan seorang pasien dengan bula kerangka organisme laut prasejarah),
bilateral yang terjadi karena penyakit relatif tidak beracun setelah terhirup.
pneumoultramicroscopicsilicovolcanoconi Sebaliknya, partikel kristal silika yang
osis yang berkembang dalam jangka mudah terhirup banyak dikaitkan dengan
waktu 10 bulan dari paparan silika. penyakit paru. Toksisitas kristal silika
Trauma inhalasi adalah salah satu berasal dari kemampuan permukaan
dampak langsung dari letusan gunung kristal silika untuk berinteraksi dengan
berapi. Sembilan persen dari populasi media air, untuk menghasilkan radikal
dunia (455 juta jiwa) tinggal dalam radius oksigen, dan melukai sel-sel paru target
100 km dari gunung berapi yang aktif.1 seperti makrofag alveolar. Sitokin
Dari semua bahaya erupsi, hujan abu dapat inflamasi yang dihasilkan oleh sel target
mempengaruhi orang banyak karena hujan menyebabkan adanya sitokin antara sel-sel
abu mencakup wilayah yang luas.2 inflamasi dan sel-sel paru, sehingga
Meskipun letusan tidak berlangsung lama, mengakibatkan proses inflamasi dan
endapan hujan abu bisa menetap di fibrosis.5
lingkungan setempat selama bertahun-
tahun bahkan beberapa dekade, endapan ILUSTRASI KASUS
tersebut dapat bergerak akibat aktivitas Seorang laki-laki berusia 35 tahun
manusia atau tiupan angin. Hal ini juga masuk ke RSUP Sardjito Yogyakarta
penting untuk disadari bahwa abu dengan keluhan
vulkanik menjadi tanah di berbagai sesak yang semakin berat dan nyeri dada
belahan dunia,3 paparan abu yang sebelah kanan sejak 3 bulan lalu. Pasien
mungkin terjadi pada badai debu4 dan di juga melaporkan adanya episode periodik
bidang pertanian, pekerjaan konstruksi dan batuk kering. Pasien memiliki riwayat
penggalian. terpapar abu vulkanik dari pekerjaannya di
Trauma inhalasi saat ini menjadi lokasi sekitar
penyebab kematian yang paling sering letusan gunung berapi, kira-kira 10 km
pada pasien luka bakar. Meskipun angka dari pusat letusan selama sekitar 10 bulan.
kematian dari menghirup asap rendah (0- Pasien adalah seorang buruh kontrak yang
11 persen), apabila dikombinasikan tinggal di daerah tersebut selama sekitar
dengan luka bakar dikulit dapat berakibat 10 bulan sebelum masuk ke rumah sakit
fatal pada 30 sampai 90 persen pasien. kami, pasien dirawat di rumah sakit
Baru-baru ini telah dilaporkan bahwa selama 10 hari karena keluhan sesak
adanya trauma inhalasi dapat napas, nyeri dada sebelah kanan dan
meningkatkan risiko kematian pada pasien pasien sempat mengalami penurunan
luka bakar sebanyak 20 persen dan trauma kesadaran. Selama pasien dirawat, pasien
inhalasi merupakan predisposisi menerima terapi medis dan nebulizer.

64
Kondisi pasien membaik dan diizinkan
pulang ke rumah. Setelah itu, pasien tidak
pernah datang berobat lagi. Pasien bukan
seorang perokok atau peminum alkohol,
dan tidak menggunakan obat-obatan
terlarang. Pasien tidak memiliki riwayat
hemoptisis, pengobatan anti tuberkulosis
atau kontak dengan penderita TB. Enam
bulan kemudian pasien mengeluh sesak
napas dan nyeri dada yang semakin
memburuk. Keluarga memutuskan untuk
membawa pasien ke klinik paru di Rumah
Sakit Dr. Sardjito.
Pada pemeriksaan fisik, pasien
memiliki suhu tubuh, denyut nadi, Gambar 1. Rontgen dada menunjukkan bleb
frekuensi pernapasan dan tekanan darah (tanda panah).
dalam batas normal. Dari pemeriksaan
ditemukan kondisi hyperresonant, suara
napas vesikuler terdengar berkurang di sisi
kanan bawah dada. Rontgen dada
menunjukkan adanya bleb (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan fisik lainnya dalam
batas normal. Dari pemeriksaan
laboratorium, analisis sampel darah
menunjukkan bahwa jumlah sel darah
putih 14.200/ml dengan diferensial
normal. Berdasarkan dugaan klinis dan
radiologis pneumokoniosis, pasien
dilakukan pemeriksaan CT Scan dada dan
diketahui terdapat beberapa bula bilateral
terutama di bidang paru-paru kanan dan
konfigurasi jantung dalam batas normal
(Gambar 2). Spesimen biopsi diambil
untuk diangnosa anthrocosilicosis.
Diagnosis akhir kami adalah
pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoc
oniosis dan kami memberikan terapi
bronkodilator, antioksidan dan konsultasi
dengan bagian bedah.
Untuk menangani bula, pasien dikelola
secara konservatif dengan bronkodilator,
mukolitik dan antioksidan.

Gambar 2. CT-scan menunjukkan beberapa bula


bilateral (tanda panah).

65
PEMBAHASAN abnormal, pembentukan nodul fibrosis dan
Pneumonoultramicroscopicsilicovolca akhirnya silikosis.8
noconiosis adalah penyakit paru-paru
fibrotik
dari parenkim paru yang terjadi akibat
inhalasi kronis debu anorganik yang
mengandung kristal silikon dioksida.
Patogenesis penyakit ini adalah retensi
partikel anorganik yang terhirup
merangsang fibrosis di jaringan
interstitium paru-paru.
Pada penyakit stadium lanjut,
compliance paru akan menurun karena
peningkatan recoil elastik, jaringan paru-
paru yang rusak, dan nodul-nodul yang
mengalami konfluen.6 Gambar 3. Bentuk kristal silika dari biopsi paru.
Partikel sebagian besar terperangkap
oleh lendir dan dieliminasi dengan cara
menelan atau batuk. Partikel yang
menembus bagian non-bersilia, wilayah
alveolar paru-paru (fraksi partikel terhirup,
< 4 m) bertemu makrofag yang akan
menelan partikel tersebut (fagositosis)
dalam upaya untuk membersihkan paru-
paru, dan membawa partikel tersebut ke
hilus kelenjar getah bening, di mana
mereka berasal (Gambar 4). Namun,
Gambar 4. Fagositosis silika oleh makrofag.
makrofag juga dapat bersifat merugikan
akibat pengaruh partikel beracun seperti
kristal silika.7 Partikel debu selalu ada di udara yang
Setelah fagositosis, enzim mengubah kita hirup, dan tubuh memiliki mekanisme
partikel menjadi mudah terserap, pertahanan agar partikel dapat dieliminasi
meninggalkan permukaan partikel bebas atau untuk melawan efek berbahaya
untuk bereaksi. Berbagai situs permukaan partikel tersebut. Meskipun banyak
partikel, termasuk situs yang penelitian yang telah dilakukan secara
menghasilkan radikal bebas,8 dapat luas, mekanisme di mana mineral,
bereaksi dengan sel, menghasilkan zat termasuk kristal silika, berinteraksi dengan
oksidatif dimana dapat mempercepat paru-paru belum dapat diketahui secara
sintesis reactive oxygen species (ROS) tepat.9
dalam upaya untuk memecah patogen. Manifestasi akut yang terjadi setelah
Pembentukan zat toksin yang begitu hujan abu berat adalah serangan asma dan
banyak dapat menyebabkan kematian bronkitis, dengan laporan peningkatan
makrofag. Selama kematian makrofag, insiden batuk, sesak napas, dada terasa
partikel dan sel korosif dilepaskan ke sesak, dan mengi karena iritasi pada
paru-paru. partikel yang bebas kemudian lapisan saluran pernafasan oleh partikel
ditelan lagi, sehingga terjadi siklus yang halus. Serangan asma tidak terbatas pada
berulang terus menerus yang akhirnya pasien yang telah terdiagnosis asma
dapat merangsang peradangan persisten sebelumnya, karena banyak orang yang
dan produksi kolagen oleh fibroblast yang tidak terdiagnosis sebelumnya. Menghirup
abu halus juga dapat memperburuk

66
penyakit yang sebelumnya ada, misalnya kondisi ini dapat terus berkembang bahkan
bronkitis kronis.10 Pada kasus ini, pasien setelah paparan berhenti dan dapat
mengalami gejala akut yang terjadi 10 hari menyebabkan kematian dini.8
setelah paparan abu vulkanik yaitu Silikosis kronis berkembang secara
dispnea, nyeri dada dan batuk. Pasien perlahan, biasanya muncul 10 sampai 30
masuk Rumah Sakit Wirosaban tahun setelah paparan pertama. Hal ini
Yogyakarta dan dirawat di rumah sakit tidak biasa bagi silikosis dimana gambaran
selama 10 hari. radiografis tetap jelas setelah bertahun-
Silikosis akselerasi berkembang dalam tahun berhenti kerja dari pekerjaan yang
waktu 10 tahun setelah paparan awal. berhubungan dengan paparan. Silikosis
Silikosis akselerasi dikaitkan dengan kronis biasanya memiliki pola radiografi
paparan kadar tinggi silika, dan memiliki seperti silikosis simpel. Pada sebagian
gambaran radiografis yang sama seperti kecil orang-orang dengan penyakit kronis,
silikosis kronis. Perbedaan silikosis nodul dapat menyatu sehingga menjadi
akselerasi dengan penyakit kronis hanya Progressive Massive Fibrosis (PMF).11
berdasarkan dari perkembangan penyakit Dalam kasus ini terdapat paparan debu
yang lebih cepat terjadi setelah paparan Gunung Merapi selama sekitar 8 sampai
pertama.11 10 bulan. Meskipun tidak termasuk dalam
Pemeriksaan fisik dada biasanya tidak kriteria paparan kronis, namun dalam
menunjukkan hal yang khas, meskipun pemeriksaan sudah mulai menunjukkan
berbagai suara napas abnormal terdengar, gejala kronis. Kemungkinan analisis lain
seperti ronki halus, ronki kasar (sering dalam kasus kronis ini terjadi karena
pada inspirasi akhir), dan/atau mengi, paparan kristal silika dalam konsentrasi
telah dilaporkan terjadi di sebagian besar tinggi.
individu yang terkena.11 Tidak ada terapi khusus yang terbukti
PMF dikaitkan dengan gejala yang untuk setiap bentuk silikosis. Terapi
lebih berat dari silikosis sederhana. simtomatik harus mencakup pengobatan
Koalesensi progresif nodul silicotik hambatan aliran udara dengan
mengakibatkan gangguan pernapasan, bronkodilator, manajemen agresif infeksi
termasuk air trapping dan emfisema. saluran pernapasan dengan antibiotik, dan
Pemeriksaan fisik sering menunjukkan penggunaan oksigen tambahan (jika ada
adanya penurunan atau abnormalitas suara indikasi) untuk mencegah komplikasi dari
pernapasan. Tanda-tanda gagal napas hipoksemia kronis.11
kronis dan kor pulmonal dapat ditemukan. Terapi glukokortikoid telah digunakan
Ronki tidak terjadi sebagai akibat dari dalam upaya untuk menghalangi inflamasi
perubahan interstitial, tapi suara adventif yang menyebabkan silikosis progresif.
dapat ditemukan.11 Dalam studi terbesar sampai saat ini,
Kondisi kesehatan kronis yang paling percobaan enam bulan prednisolon
mengkhawatirkan adalah silikosis, fibrosis dilakukan pada 34 pasien dengan silikosis
nodular difus (jaringan parut) paru-paru. kronis.12 Transplantasi paru-paru harus
Silikosis akan terjadi, jika tiga kondisi dipertimbangkan untuk orang dengan
utama terpenuhi: (1) proporsi yang tinggi tahap akhir silikosis.13
dari partikel halus dalam abu; (2) Beberapa tindakan pengobatan
konsentrasi tinggi kristal silika (kuarsa, eksperimental telah diusulkan untuk
kristobalit dan tridimit) dan (3) paparan digunakan pada pasien silikosis. Lavase
abu dalam jumlah yang banyak, biasanya seluruh paru telah diupayakan sebagai
selama periode tahun sampai dekade. ukuran terapeutik, berdasarkan
Awal perubahan pada paru-paru tidak kemampuannya untuk mengurangi beban
menimbulkan gejala dan sebagian besar debu paru dan menghilangkan sel-sel
penderita tetap dalam kategori ringan, tapi inflamasi dari paru-paru.14 Sedangkan data

67
saat ini menunjukkan bahwa prosedur thoraks. CT scan dada juga membantu
yang aman dan layak secara teknis, belum dalam deteksi infeksi TBC bersamaan.
memiliki kegunaan klinis yang jelas. Jaringan mengalami kerusakan secara
Terdapat spekulasi bahwa resirkulasi langsung oleh partikel silika sehingga
benda asing silika yang terus-meneru menyebabkan pembentukan bleb alveolar
membatasi potensi manfaat dari di beberapa lobus pada kasus ini dan kasus
11
pendekatan ini. sporadis pneumotoraks telah dilaporkan
Formasi bula di pencitraan thoraks pada kasus silikosis akselerasi. Oleh
merupakan peristiwa langka dalam karena itu, diperlukan suatu edukasi
perjalanan silikosis dan biasanya terhadap penduduk, pekerja dan
unilateral. pengusaha yang mengunjungi daerah
Hal ini lebih sering terlihat pada erupsi untuk memastikan bahwa risiko
silikosis kronis yang disertai PMF. Hal ini kesehatan dapat diminimalkan.
cukup langka terjadi di silikosis akut.
Kasus sporadis pneumotoraks spontan REFERENSI
telah banyak dilaporkan pada penyakit 1. Small C, Naumann T. Holocene
silikosis akselerasi.15 volcanism and the global distribution of
Salah satu komplikasi yang dapat human population. Environ Hazards.
terjadi pada silikosis adalah infeksi paru- 2001;3:93–109.
paru. Kristal silika yang berukuran kurang 2. Blong R. Volcanic hazards risk
dari 1 mm dipercaya dapat menjadi assessment. In: Scarpa R, Tilling RI, eds.
patogen yang paling mematikan.16 Monitoring and mitigation of volcanic
Pertimbangan aerodinamis muncul untuk hazards. New York: Springer, Berlin
mendukung masuknya dan retensi Heidelberg; 1996. p. 675–98.
partikulat di lobus atas paru-paru. Jaringan 3. Ping C-L. Volcanic soils. In:
mengalami kerusakan secara langsung Sigurdsson H, ed. Encyclopedia of
oleh partikel silika sehingga menyebabkan volcanoes. San Diego: Academic Press;
ketidakseimbangan antara produk dari 1999. p. 461–82.
respon inflamasi yang mempengaruhi 4. Hefflin BJ, Jalaludin B, McClure E,
elastisitas dinding alveolar dan Cobb N, Johnson CA, Jecha L, Etzel RA.
pembentukan bleb alveolar di lobus atas Surveillance for dust storms and
atau kelainan kongenital alveolar dan respiratory diseases in Washington State.
disfungsi sel tipe II yang akhirnya dapat Arch Env Health. 1994;49:170–4.
berujung pada pneumotoraks bilateral. 17 5. Rimal B, Greenberg AK, Rom WN.
Saat ini, diagnosis silikosis Basic pathogenetic mechanisms in
berdasarkan dugaan klinis dan kombinasi silicosis: current understanding. Curr Opin
fitur radiologis yang khas di rontgen dada. Pulm Med. 2005;11:169.
CT scan dada juga membantu dalam 6. Shellito J.
deteksi infeksi TBC bersamaan.18 Occupational/inhalational/environmental
Pemeriksaan yang rutin dan intervensi disease. In: J Ali, Warren R, S Michael,
yang tepat dapat mengurangi morbiditas eds. 3rd edition. Pulmonary
dan mortalitas serta membantu hidup phatophysiology clinical approach. New
pasien lebih terarah dan produktif. Orleans, Louisiana: McGraw-Hill
Companies; 2010. p. 149-54.
KESIMPULAN 7. Cullen RT, Jones AD, Miller BG,
Paparan silika yang berlebihan dalam Donaldson K, Davis JMG, Wilson M,
waktu singkat akan menyebabkan Tran CL. Toxicity of volcanic ash from
penyakit silikosis. Diagnosis silikosis Montserrat. Edinburgh: Institute of
berdasarkan dugaan klinis dan kombinasi Occupational Medicine; 2002. p. 55.
fitur radiologis yang khas di pencitraan

68
8. Horwell CJ, Fenoglio I, Ragnarsdottir
KV, Sparks RSJ, Fubini B. Surface
reactivity of volcanic ash from the
eruption of Soufrière Hills volcano,
Montserrat, with implications for health
hazards. Environ Res. 2003;93:202–15.
9. Fubini B, Fenoglio I, Elias Z, Poirot O.
Variability of biological responses to
silicas: effect of origin, crystallinity, and
state of surface on generation of reactive
oxygen species and morphological
transformation of mammalian cells. J
Environ Pathol Toxicol Oncol.
2001;20:95–108.
10. Horwell CJ, Baxter P.J. The
respiratory health hazards of volcanic ash:
a review for volcanic risk mitigation. Bull
Volcanol. 2006;69:1-24.
11. Rose C, Talmadge EK, Helen H.
Silicosis. Up To Date 19.1. UpToDate Inc.
Netherlans. 2011.
12. Sharma SK, Pande JN, Verma K.
Effect of prednisolone treatment in
chronic silicosis. Am Rev Respir
Dis.1991;143:814.
13. Burton CM, Milman N, Carlsen J, et
al. The Copenhagen National Lung
Transplant Group:survival after single
lung, double lung, and heartlung
transplantation. J Heart Lung Transplant.
2005;24:1834.
14. Wilt JL, Banks DE, Weissman DN, et
al. Reductionof lung dust burden in
pneumoconiosis by whole-lung lavage. J
Occup Environ Med. 1996;38:619.
15. Natarajan AS, Gajalakshmi L,
Karunakaran S. Accelerated silicosis in a
silica flour mill worker. Lung India.
1992;10:33-7.
16. Zaidi SH. Experimental
pneumoconioses. Am Rev Respir Dis.
1992;145:630-1.
17. Arora VK, Seetharaman ML, Veliath
AJ. Silicotic alveolar proteinosis with
bilateral spontaneous pneumothorax. J
Assoc Physicians India. 1992;40:760-2.
18. Gupta KB, Manchada M, Kour P.
Bilateral spontaneous pneumothorax, J
Assoc Pgysicians Indian J Chest Dis
Allied Sci. 2006;48:201-3.

69
Nama :
NIM :
Tanggal pasien masuk RS:

KONFIDENSIAL
RAHASIA MR

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FK UNRI / RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU

Nama Pasien : ..................................................


Jenis Kelamin : ..................................................
Umur : ..................................................
Alamat : ..................................................

70
DATA DASAR
Nama Lengkap No. Rekam Medis
1. Data identitas lengkap harap ditanyakan ulang dengan melihat lembaran IDENTITAS RAWAT
JALAN

ANAMNESIS ( Auto / Allo, hubungan .................................................. )

KELUHANAN UTAMA ( SEJAK SMRS)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (Secara kronologis, keluhan tambahan, data pemeriksaan


dan pengobatan sebelumnya)

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU (tanggal / tahun)

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA (penyakit turunan, penyakit menular dan


penyakit kejiwaan)

RIWAYAT PEKERJAAN, SOSIAL EKONOMI, KEJIWAAN & KEBIASAAN


(termasuk riwayat perkawinan, obstetri, imunisasi, tumbuh kembang)

71
DATA DASAR (Sambungan 1)
PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM :

- Kesadaran : - Keadaan umum: baik / sedang / buruk


- Tekanan darah: mm Hg - Keadaan gizi : bai k/ sedang / buruk
- Nadi : menit - Tinggi badan :
0
- Suhu : C - Berat badan :
- Pernapasan : - BMI :

PEMERIKSAAN FISIK :

KEPALA :

Mata: Konjungtiva palpebral pucat ( ), ikterus ( ),


pupil: isokor/anisokor, ukuran ( ), reflek cahaya direk ( ) / indirek ( ),
kesan……..………………………………………………………………………………………
Lain-lain…………………………………………………………………………………………
Telinga:.………………………………………………………………………………………………
Hidung:…………………………………………………………………………………………………
Mulut:
Lidah:……………………………………………………………………………………………
Gigi geligi: ………………………………………………………………………………………
Tonsil/faring: ……………………………………………………………………………………

LEHER :

Struma membesar/tidak membesar, nodular/multi nodular/diffuse


Pembesara kelenjar linfa ( ),
lokasi…………………………,jumlah……………..konsistensi…………………..mobilitas………,
nyeri tekan ( )
Posisi trakea:…………………………………….JVP……………………………………….cm H2O
Kaku kuduk ( ), lain-lain……………………………………………………………

TORAKS DEPAN :

- Inspeksi
Bentuk :

72
Pergerakan :

- Palpasi
Nyeri tekan :
Fremitus suara :
Iktus :

- Perkusi
Paru :
Batas paru-hati :
Jantung :
Batas atas jantung :
Batas kiri jantung :
Batas kanan jantung :

- Auskultasi
Paru :
Suara pernapasan :
Suara tambahan :
Jantung :
HR: x/menit, regular/ireguler, bising jantung…………………………………………..

TORAKS BELAKANG:

- Inspeksi :
- Palpasi :
- Perkusi
- Auskultasi :

ABDOMEN

Inspeksi
Bentuk :
Gerakan lambung:
Vena kolateral :
Caput Medusa :

Palpasi

73
Dinding abdomen :

HATI

Pembesaran :
Permukaan :
Pinggir :
Nyeri tekan :

LIMFA

Pembesaran :( ), Schufner:……………………..

GINJAL

Ballotement :( ),kiri/kanan, lain-lain:……………………………………………………..

UTERUS/OVARIUM :

TUMOR :

- Perkusi
Pekak Hati
Pekak beralih

- Auskultasi
Peristaltik usus :
Lain-lain :

PINGGANG
Nyeri ketuk di sudut kostovertebrae ( ), kiri/kanan

INGUINAL :

GENITALIA LUAR :

74
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi : Edema:
Lokasi : Arteri femoralis:
Jari tabuh : Arteri tibialis posterior:
Tremor: Arteri dorsalis pedis:
Sianosis: Refleks KPR:
Eritema palmaris: Refleks APR:
Lain-lain: Refleks fisiologis:
Refleks patologis:
Lain-lain:

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN :

Darah Urin Feses


Hb : g% Warna: Warna:
Eritrosit : x106/mm3 Protein: Konsistensi:
Leukosit : x103/mm3 Bilirubin: Eritrosit:
Trombosit: x103/mm3 Urobilinogin: Leukosit:
Ht : % Amoeba:
LED : mm/jam Sedimen Kista:
Hitung jenis Eritrosit: /lpb Telur cacing
Eosinofil : Leukosit: /lpb Ascaris:
Basofil : Silinder: /lpb Ankilostoma:
Neutrofil batang: Epitel: /lpb T.trichiura:
Neutrofil segmen: Kremi:
Limfosit:
Monosit:

RESUME, SIMPULAN SEMENTARA / PERJALANAN PENYAKIT SECARA KRONOLOGIS :


(cantumkan kelainan yang penting secara ringkas)

75
PENGKAJIAN MASALAH DAN PERENCANAAN
Nama Lengkap : No. Rekam Medis

DAFTAR MASALAH : (Berdasarkan prioritas penatalaksanaan, berupa diagnosis, gejala,


keluhan utama-tambahan,bio-psiko-sosial)

1.

2.

3.

4.

5.

Analisis tiap masalah dan rencana penyelesaiannya


Merupakan alasan memilih diagnostic points dan pembahasan diagnosis banding (diagnosis
diferensial)
Gejala atau kelainan yang dikeluarkan lagi dari diagnosis perlu diberi landasan penyebabnya

INITIAL PLAN

1. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:

- Diagnosis Banding/Hipotesis:

PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :

76
Pengobatan

Penyuluhan & Edukasi:

2. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:

- Diagnosis Banding/Hipotesis:

PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :

Pengobatan

77
Penyuluhan & Edukasi:

3. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:

- Diagnosis Banding/Hipotesis:

PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :

Pengobatan

Penyuluhan & Edukasi:

78
4. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:

- Diagnosis Banding/Hipotesis:

PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :

Pengobatan

Penyuluhan & Edukasi:

5. PENGKAJIAN
- Dasar teori/patogenesis singkat:

79
- Diagnosis Banding/Hipotesis:

PERENCANAAN
Usulan pemeriksaan penunjang :

Pengobatan

Penyuluhan & Edukasi:

KESIMPULAN UMUM (mencerminkan pendekatan hoistik dan merupakan paduan dari


ringkasan rencana pemeriksaan bertahap dan Pengelolaan jangka panjang Tujuan perawatan
dijelaskan disini, dan prognosis)

(....................................................)
NIM.

80
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT / FOLLOW UP
HARI : TANGGAL : JAM :

DAFTAR MASALAH

1.

2.

3.

4.

5.

MASALAH 1 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Plannng :

MASALAH 2 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 3 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 4 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 5 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

81
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT / FOLLOW UP
HARI : TANGGAL : JAM :

DAFTAR MASALAH

1.

2.

3.

4.

5.

MASALAH 1 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 2 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 3 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 4 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning :

MASALAH 5 :

Subjektif :
Objektif :
Assesment:
Planning:

82

Anda mungkin juga menyukai