MK Fix
MK Fix
MAKALAH
oleh :
Fitri Maghfirotur R. (160422608244)
Fitriana Nurul F. (160422608207)
Irodatun Nadilla (160422608281)
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian keputusan pendanaan
b. Mengetahui pengertian struktur modal
c. Mengetahui macam-macam teori struktur modal
d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
BAB II
PEMBAHASAN
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan
dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau
kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,
2001). Struktur modal adalah perimbangan/perbandingan hutang jangka panjang
dengan modal sendiri (Riyanto, 2001). Struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam
hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.
Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan
penyertaan kepemilikan perusahaan.
Keterangan :
Wd = Porsi utang terhadap total modal atau D/M (dimana D total
utang dan M total modal)
Kd = Biaya modal atas utang (Cost of Debt)
We = Porsi ekuitas terhadap total modal atau E/M (dimana E total
ekuitas dan M total modal)
Ke = biaya modal atas ekuitas (Cost of Equity)
5. Teori Trade-off
Trade-off Theory ini dikembangkan oleh Kraus dan Litzenberger
(1973) dan Myers (1984). Menurut teori ini, pendanaan dengan utang
membawa keuntungan berupa keuntungan pajak sebagaimana dibahas
sebelumnya dan sekaligus menimbulkan biaya atau kerugian. Sisi biaya atau
kerugian dari pendanaan utang adalah peluang terjadinya kondisi kesulitan
keuangan dan kebangkrutan. Semakin besar porsi pendanaan utang dalam
struktur modal perusahaan semakin tinggi peluang risiko terjadinya kesulitan
keuangan yang mungkin dihadapi perusahaan yang bisa mengarah kepada
kebangkrutan.
a. Biaya Kesulitan Keuangan
Biaya kesulitan keuangan (financial distress costs) adalah baiya atau
kerugian yang timbul karena perusahaan berada dalam kondisi kesulitan
keuangan akibat terlalu besarnya beban utang perusahaan. Dalam bentuk yang
serius kesulitan keuangan bisa berupa kondisi yang mengarah kepada
keangkrutan. Contoh biaya kesulitan keuangan antara lain misalnya:
Nilai pasar asset perusahaan menurun karena perusahaan dalam kondisi
kesulitan keuangan atau menuju kebangkrutan
Para pelanggan dan supplier mulai meninggalkan perusahaan, karena
mereka meragukan kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya.
Jika perusahaan ingin melakukan pemulihan diperlukan biaya yang tidak
sedikit. Biasanya melibatkan pendanaan dengan biaya modal yang tinggi.
Dalam proses penyelesaian kebangkrutan diperlukan biaya untuk
mengurus realisasi asset perusahaan dan distribusi hasil-hasilnya kepada
pemegang klaim. Biaya ini mencakup biaya jasa tenaga ahli seperti
akuntan, tenaga penilai asset, konsultan hukum, dan sejenisnya.
Perilaku merugikan dari manajer dan karyawan akrena mereka mengetahui
akan kehilangan pekerjaan dari perusahaan.
Dengan mempertimbangkan sisi keuntungan dan sekaligus potensi
kerugian yang ditimbulkan dari pendanaan dengan utang, maka terdapat dua
kondisi yang bertolak belakang. Pertama, semakin tinggi porsi pendanaan dari
utang semakin besar keuntungan yang diperoleh dari pajak, sehingga
mendorong kenaikan terhadap nilai perusahaan, dan sebaliknya. Kedua,
semkain tinggi porsi pendanaan daru utang semakin tinggi peluang biaya yang
harus ditanggung perusahaan dalam hal menghadapi kondisi kesulitan
keuangan, sehingga mendorong penurunan terhadap niali perusahaan. Dengan
demikian, dilihat dari sisi keuntungan pajak, smekain tinggi porsi penggunaan
dana dari utang akan meningkatkan nilai perusahaan, karena itu
rekomendasinya adalah gunakan utang sebesar-besarnya untuk
memaksimalkan nilai perusahaan. Sementara dilihat dari sisi kerugian
timbulnya biaya kesulitan keuangan, kenaikan utang justru akan menurunkan
nilai perusahaan, karena itu rekomendasinya adalah jangan gunakan utang
untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
b. Struktur Modal Optimum
Struktur modal optimum merupakan struktur modal yang
memaksimalkan nilai perusahaan atau memberi dampak paling tinggi terhadap
kenaikan nilai perusahaan. Dengan demikian, struktur modal atau rasio utang
yang lebih rendah atau lebih tinggi dari struktur modal optimum akan
menghasilkan nilai perusahaan yang tidak maksimal. Trade-off theory
mengaplikasikan konsep marginalitas dari ilmu ekonomi mikro dalam rangka
merumuskan struktur modal optimum. Berdasarkan konsep tersebut, struktur
modal optimum dicapai ketika:
“marginal benefit yang diperoleh dari keuntungan pajak sama dengan
marginal cost yang timbul dari biaya kesulitan keuangan”
Struktur modal diperusahaan bersifat abstrak, karena dalam realita
struktur modal optimum sulit ditentukan. Kesulitan tersebut terutama
disebabkan oleh sulitnya mengukur secara kuantitatif potensi kerugian yang
diakibatkan oelh kondisi financial distress yang mungkin dihadapi perusahaan.
Struktur midal optimum bersifat unik artinya masing-masing perusahaan
memiliki titik struktur modal optimum yang berbeda satu sama lain.
c. Biaya Keagenan dalam Teori Trade-off
Penjelasan teori trade-off di atas didasarkan kepada titik temu antara sisi
manfaat dari utang (keuntungan pajak) dengan sisi biaya atau kerugian dari
utang (biaya kesulitan keuangan). Sisi kerugian dari pendanaan dengan utang
sebenarnya tidak hanya terkait dengan biaya keagenan. Konflik kepentingan
pada dasarnya tidak hanya terjadi antar manajemen dengan pemilik perusahaan
tetapi juga terjadi antara manajemen dengan pihak kreditor. Oelh karena itu,
teori keagenan tidak hanya menjelaskan problem keagenan yang timbul dari
konflik kepentinagan dan dampak yang ditimbulkannya antara manjemen
dengan pemilik melainkan juga problem yang timbul dari konflik kepentingan
antara pemilik dengan pihak kreditor. Konflik ini timbul karena kreditor tidak
menginginkan manajemen perusahaan bertindak sedemikian rupa yang terlalu
menguntungkan pihak pemilik namun merugikan kepentingannya.
6. Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) yang dikembangkan oleh Michael Jehnsen
& Williams Meckling (1976) menjelaskan bahwa ketika manajer bukan
sebagai pemilik perusahaan maka ada potensi bagi manajer untuk bertindak
atau mengambil kebijakan-kebijakan yang cenderung hanya menguntungkan
kepentingannya sendiri dan merugikan kepentingan pemilik perusahaan. Biaya
agensi menurut Horne dan Wachowicz dalam Saidi (2004) biaya-biaya yang
berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa
manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Berdasarkan teori keagenan, utang bisa bereperan dalam menciptakan
sarana atau instrumen monitoring yang memungkinkan manajer bekerja secara
efisien. Beberapa peran dari utang dalam membantu mengendalikan perilaku
manajer antara lain:
a) Dengan adanya utang, timbul kewajiban tetap bagi perusahaan dalam
bentuk pembayaran kembali pokok utang dan bunga pinjaman secara
berkala. Adanya kewajiban tetap tersebut memaksa manajemen untuk
bekerja keras dan efisien untuk menghasilkan pendapatan atau cash flow
agar perusahaan mampu memenuhi kewajiban tersebut.
b) Dengan adanya utang atau semakin besar porsi pendanaan dengan utang
semakin besar peluang bagi perusahaan menghadapi risiko kebangkrutan.
Bagi manajemen, kebangkrutan perusahaan berarti kehilangan pekerjaan.
Dengan demikian utang mendorong manajemen untuk bekerja lebih
cermat dan efisien dalam rangka memperkecil risiko kebangkrutan.
c) Tingkat bunga atau biaya modal atas utang berfungsi sebagai pengendali
terhadap pemilihan proyek-proyek investasi yang menguntungkan.
Manajemen akan memilih proyek investasi yang menghasilkan cash flow
lebih besar dari biaya modal atas utang yang digunakan untuk membiayai
proyek tersebut. Jika tidak, maka proyek investasi akan merugi.
d) Jika kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dari sumber ekuitas dengan
menerbitkan saham baru maka berpeluang terjadinya dilusi (penurunan
porsi) kendali atau kontrol dari pemegang saham lama terhadap
perusahaan. Sebaliknya, pendanaan dari sumber utang tidak mengganggu
porsi kendali pemegang saham terhadap perusahaan.
Berdasarkan beberapa kelebihan dari pendanaan utang dalam membantu
mengendalikan perilaku manajemen tersebut, teori keagenan memprediksi
adanya pengaruh positif dari pendanaan utang terhadap nilai perusahaan.
Semakin besar porsi pendanaan utang di dalam struktur modal perusahaan
semakin tinggi efisiensi kerja dari manajemen sehingga mendorong terciptanya
nilai perusahaan, dan sebaliknya. Jika manajer juga bertindak sepenuhnya
sebagai pemilik perusahaan maka tidak ada konflik kepentingan antara
manajemen dan pemilik karena agent dan principal adalah orang yang sama.
Dalam kondisi demikian teori keagenan tidak relevan dalam pembahasan
kebijakan struktur modal.
7. Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu
tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Signaling theory yang dikemukakan oleh Bhattacharya (1979), John &
Williams (1985), dan Miller & Rock (1985), selain digunakan untuk
menjelaskan perilaku kebijakan dividen juga diaplikasikan untuk menjelaskan
kebijakan struktur modal dalam hubungannya dengan nilai perusahaan.
Berdasarkan penejelasan teori ini, manajemen juga menggunakan kebijakan
pendanaan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan tentang prospek
perusahaan yang diyakini oleh manajer. Isi dari pesan tersebut pada dasarnya
merupakan inside atau private infromation yang hanya dikuasai oleh manajer
yang ingin disampaikan kepada pihak luar (investor dan kreditor) dalam bentuk
pesan yang melekat pada kebijakan pendanaan. Pesan yang melekat pada
kebijakan pendanaan tersebut antar lain sebagai berikut:
a) Jika manajemen memutuskan memenuhi kebutuhan dana dari utang,
berarti manajemen yakin bisa memenuhi kewajiban tetap atas utangnya,
yaitu kewajiban pembayaran pokok utang dan bunga periodik. Keyakinan
manajemen tersebut didasarkan atas penilaian dan keyakinannya terhadap
prospek positif perusahaan ke depan. Jika manajemen tidak yakin dengan
prospek perusahaan ke depan ia tidak akan memilih utang untuk
memenuhi kebutuhan dana perusahaan, karena pendanaan dengan utang
berisiko menimbulkan kesulitan keuangan di masa yang akan datang yang
bisa mengarah kepada kebangkrutan. Dengan demikian, kebijakan
pendanaan melalui sumber utang memberi isyarat positif bagi investor
tentang prospek perusahaan, sehingga mendorong naiknya harga saham
perusahaan.
b) Sebaliknya, keputusan perusahaan memnuhi kebutuhan dananya melalui
ekuitas atau penerbitan saham baru memberikan isyarat bahwa perusahaan
berusaha menghindari kewajiban tetap utang yang timbul seandainya
pendanaan dilakukan melalui utang. Keputusan tersebut didasarkan kepada
keyakinan manajemen tentang prospek perusahaan ke depan yang tidak
manjamin kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban utangnya.
Dengan demikian, kebijakan pendanaan melalui ekuitas dianggap
memberikan isyarat kepada investor tentang prospek perusahaan yang
kurang meyakinkan ke depan, sehingga mendorong harga saham atau nilai
perusahaan turun.
Berdasarkan argumentasi signaling theory tersebut di atas dapat diprediksi
adanya hubungan positif antara struktur modal dan rasio utang dengan nilai
perusahaan. Keputusan perusahaan untuk melakukan pendanaan dari utang
akan mendorong terjadinya peningkatan nilai perusahaan sementara keputusan
pendanaan dari ekuitas akan mendorong terjadinya penurunan nilai perusahaan.
8. Pecking Order Theory
Dalam teori struktur modal konsep pecking order theory yang
mengarahkan pengambilan keputusan pendanaan sesuai dengan urutan atau
hirarki pendanaan tersebut mungkin bertentangan dengan konsep static tradeoff
theory. Pada konsep static tradeoff theory, kebijakan struktur modal mengarah
pada target debt to equity ratio, sedangkan konsep pecking order theory
mengarah pada pengambilan keputusan pemilihan alternatif pendanaan
berdasar kebutuhan dana semata. Pendanaan yang dipenuhi oleh sumber dana
internal dan bila tidak mencukupi akan dipenuhi dengan pendanaan dari
sumber dana eksternal, bukan untuk memenuhi tingkat rasio tertentu seperti
pada konsep static trade off theory. Hal ini terlihat pada penelitian Myers dan
Majluf (1984), Myers (1984), Baskin (1989), Jong dan Dijk (1999), dan Fama
(2000).
Pecking order theory yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984)
menggunakan dasar pemikiran bahwa tidak ada suatu target debt to equity ratio
tertentu dan tentang hirarkhi sumber dana yang paling disukai oleh perusahaan.
Esensi teori ini adalah adanya dua jenis modal external financing dan internal
financing. Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan yang profitable
umumnya menggunakan utang dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan
disebabkan karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi
karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang
kurang profitable akan cenderung menggunakan utang yang lebih besar karena
dua alasan, yaitu; (1) dana internal tidak mencukupi, (2) utang merupakan
sumber eksternal yang lebih disukai.
Alhasil teori pecking order ini membuat hirarki sumber dana, yaitu dari
internal (laba ditahan), dan eksternal (utang dan saham). Pemilihan sumber
eksternal menurut Myers dan Majluf (1984) disebabkan karena adanya asimetri
informasi antara manajemen dan pemegang saham. Asimerti informasi terjadi
karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada
para pemegang saham. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir
bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal) sehingga
manajemen akan menerbitkan saham baru dengan harga yang lebih mahal dari
yang seharusnya. Adanya asimetri informasi ini mengakibatkan terjadinya gap
antara pengelola dan pemilik perusahaan yang memungkinkan terjadinya moral
hazard pengelola, sehingga harga saham tidak mencerminkan informasi secara
penuh tentang kondisi perusahaan.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki)
dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart,
Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki)
dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam
atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan
operasional perusahaan.
Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih
pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas
hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir
saham biasa.
Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh
seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya
kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan,
serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio
investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak
mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory
menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak
memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana
ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan
yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam
menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario
urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang
dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa
“Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk
menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.”
Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa
perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada
menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
9. Balancing Theory
Artikel ke 2 dari Myers (1984) menampilkan balancing theory atau trade
off theory (teori keseimbangan) yang menyeimbangkan manfaat (perlindungan
pajak) dan pengorbanan (bunga) yang timbul sebagai akibat penggunaan utang
oleh perusahaan. Teori ini dijelaskan lebih lanjut dalam Brealey dan Myers,
(1996) bahwa perusahaan akan meningkatkan utang manakala penghematan
pajak (tax shield) lebih besar daripada pengorbanannya, dan penggunaan utang
tersebut akan berhenti manakala terjadi keseimbangan antara penghematan dan
pengorbanan akibat penggunaan utang tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Myers (1984) ini memperjelas konsep
Pecking Order Theory. Dengan menggunakan istilah Modified Pecking Order
Theory, artikel Myers 2 (1984) dapat disimpulkan bahwa :
1. Perusahaan cenderung mengutamakan (mendahulukan) penggunaan
pendanaan internal.
2. Perusahaan akan menyesuaikan batasan atau target untuk devidend payout
ratio pada peluang investasi yang dimiliki.
3. Kebijakan deviden ketat ditambah dengan fluktuasi profitabilitas yang
tidak dapat diprediksi dan keberadaan kesempatan untuk berinvestasi
mengakibatkan arus kas internal lebih besar atau lebih kecil ketimbang
kebutuhan modal. Jika terjadi kelebihan dana, maka perusahaan akan
membayar utangnya atau melakukan investasi pada sekuritas yang
marketable. Tetapi jika terjadi kekurangan dana, maka perusahaan akan
menguras persediaan kasnya atau menjual sekuritas yang dipegangnya.
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan menerbitkan
sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan
mengawalinya dengan menerbitkan utang kemudian diikuti dengan
penerbitan sekuritas hybrid seperti obligasi konvertibel kemudian baru
menerbitkan saham baru sebagai alternatif terakhir.
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
3.1 Kesimpulan
1. Keputusan pendanaan adalah keputusan yang berhubungan dengan penentuan
sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai suatu investasi yang
dianggap layak serta penentuan perimbangan pendanaan yang optimal.
2. Struktur modal adalah perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri
yang digunakan untuk memadukan sumber-sumber dana permanen yang
digunakan perusahaan untuk operasionalnya sehingga dapat memaksimalkan
nilai perusahaan. Modal asing dalam hal ini yaitu utang jangka panjang
maupun jangka pendek. Sedangkan modal sendiri terdiri atas laba ditahan dan
penyertaan kepemilikan perusahaan.
3. Teori-teori dalam struktur modal antara lain yaitu MM Theory, Trade-off
Theory, Signaling Theory, Agency Theory, Pecking Order Theory, dan
Balancing Theory.
4. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur modal yaitu struktur
aktiva, growth opportunity,Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan risiko
bisnis.
3.2 Saran
1.