Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PTIRIASIS ALBA

OLEH :
ANDIRA RATU NURRASYID
111 2018 2109

PEMBIMBING
dr. Dian Amelia Abdi,Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andira Ratu Nurrasyid


1
Stambuk : 111 2018 2109

Judul Refarat : Ptiriasis ALba

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.

Makassar, Agustus 2019

Supervisior Pembimbing

dr. Dian Amelia Abdi,Sp.KK

BAB I

PENDAHULUAN

Pityriasis alba merupakan sebuah pola dermatitis dengan ciri yang paling
mencolok berupa hipopigmentasi.1 Pityriasis alba dianggap sebagai dermatitis
subklinis atau bentuk yang ringan dari dermatitis atopik, karena seringkali disertai

2
riwayat atopi. Gambaran klinisnya berupa makula atau bercak hipopigmentasi
berskuama tipis, berbatas tegas maupun tidak tegas, terlokalisir, umumnya terdapat
pada pipi, lengan atas, dan trunkus. 2,3
Meskipun dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin, hipopigmentasi
pityriasis alba lebih jelas terlihat pada individu berkulit gelap, terutama saat musim
panas. Sedangkan pada musim dingin skuama jelas terlihat karena kulit kering.
Penyakit ini umumnya mengenai penderita usia anak dan remaja.1,4
Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas. Pada umumnya
digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, tetapi tidak pasti
mengenai seluruh individu yang atopik.1 Selain itu, penyakit ini juga digolongkan
sebagai penyakit yang timbul setelah terjadi inflamasi. Pajanan matahari yang
berlebihan dan tanpa proteksi juga kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap
perkembangan PA.2 Hal lain yang dapat mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan
serangga, iritasi mekanis dari scrubbing, atau bentuk lain dari eczematous dermatitis.5
Sebagian besar kasus PA terdiagnosis secara klinis. Hipopigmentasi yang
tampak diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit dan melanosom.
Pemeriksaan histologi tidak spesifik, berupa akantosis yang tidak mencolok dan
spongiosis ringan, dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis yang tidak
sempurna.1,2

BAB II

PEMBAHASAN

Pityriasis alba merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa latin, yang
berarti sisik atau skuama (pityriasis) dan putih (alba). 6,7 Pityriasis alba merupakan

3
suatu penyakit yang tidak menular dengan ciri yang paling mencolok berupa
hipopigmentasi.1

2.1 Epidemiologi
Terdapat laporan kejadian sebesar lebih dari 5% pada anak-anak di Amerika
Serikat, namun epidemiologinya belum pernah dijelaskan secara pasti. Pityriasis alba
tidak memiliki kecenderungan timbul pada ras tertentu, walaupun penyakit ini
memang terlihat lebih jelas pada penderita berkulit gelap karena nampak kontras.1,4,5,6
Penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin tertentu, walaupun pernah
tercatat penderita laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan. Pityriasis alba
lebih sering dijumpai pada penderita berusia kurang dari 20 tahun, terutama pada anak
dan remaja yang usianya berkisar antara 3-16 tahun.1,6,7
Penelitian yang dilakukan di daerah Karachi, Pakistan, menunjukkan
persentase kecil (6,1%) dari pityriasis alba dibandingkan penyakit kulit lainnya pada
pasien di Rumah Sakit Pendidikan Hamdard.8 Pada penelitian terhadap imigran
Amerika Latin di Spanyol, pityriasis alba merupakan penyakit kulit dengan gejala
klinis terbesar (3,3%) dari kelompok eczema (18,2%) yang lebih banyak mengenai
pasien kulit hitam (24%) dibandingkan kulit putih (13,5%) dan kulit coklat Indian
Amerika (19,7%).15

2.2 Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas.2 Tidak ada agen
definitif yang dapat dijelaskan untuk penyakit ini. 3,6 Tidak terdapat data mengenai
peran faktor genetik dan riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini. 4
Hipopigmentasi yang terjadi diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas melanosit dan
berkurangnya jumlah serta ukuran melanosom.1,7 Penyakit ini pada umumnya
digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, namun individu yang
atopik belum tentu menderita pityriasis alba.1 Pada penelitian terhadap penderita
pityriasis alba di India, latar belakang atopi terdeteksi dalam 85,5% kasus.4
Penyakit ini juga dapat digolongkan sebagai kelainan kulit yang timbul setelah
inflamasi, diduga karena inflamasi dapat menyebabkan gangguan sel pigmen. Bakteri
Propionibacterium acnes yang hidup dalam folikel rambut, dianggap mampu
memproduksi faktor depigmentasi secara teoritis. Pada anak-anak dengan jerawat
komedo atau popular, Propionibacterium acnes memproduksi sejumlah faktor virulen
4
bioaktif yang merupakan agen inflamasi dan imunomodulatornya. Sejumlah enzim
ekstraseluler dan metabolit secara langsung dapat merusak jaringan host, termasuk
melanosit.2,7
Beberapa sumber menggolongkannya sebagai kelainan pigmentasi kulit. 2
Hipopigmentasi diduga secara sekunder dapat disebabkan oleh pityriacitrin, suatu
substansi yang diproduksi oleh ragi Malassezia, yang berperan sebagai tabir surya
alami.6 Hipopigmentasi juga dapat dijelaskan sebagai kerusakan terhadap melanosit
dan inhibisi dari tyrosinase by decarboxylic acid, azelic acid (inhibitor kompetitif dari
tyrosinase), dan atau metabolit yang diturunkan tryptophanyang diproduksi oleh ragi
normal Malassezia furfur,yang merupakan bagia dari permukaan kulit normal. Jadi,
beberapa pasien dengan pityriasis alba mengalami sensitivitas terhadap jamur ini.
Berbeda dengan tinea versicolor, organisme ini tidak berkembang dalam jumlah
banyak pada pityriasis alba. Jamur patogen juga tidak terlibat dalam kondisi ini.7
Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi diduga menyebabkan
penyakit ini jelas terlihat, meskipun penelitian fotobiologik untuk membuktikannya
belum dilakukan. Fakta bahwa radiasi ultraviolet dapat memicu kekeringan kulit
mungkin dapat menjelaskan hubungan dengan penyakit ini.3 Melanosit diduga
menjadi lebih sensitif pada pasien dengan penyakit ini.7 Berdasarkan musim,
hpopigmentasi pityriasis alba lebih jelas terlihat saat musim panas karena proses
tanning pada kulit sekitarnya yang normal membuatnya menjadi kontras. Sedangkan
pada musim dingin, kulit menjadi kering dan skuama jelas terlihat. 1,2,4 Pada penelitian
anak-anak di Turki yang menderita pityriasis alba, sebagian besar (45,9%) mengalami
eksaserbasi saat musim dingin.3

Kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan pityriasis


alba. Peningkatan frekuensi mandi dan penggunaan air panas untuk mandi
dihubungkan dengan xeroderma atau kekeringan kulit yang diduga memicu timbulnya
penyakit ini.2,3 Selain itu, seringnya mandi dapat mempengaruhi hilangnya daya tahan
epidermis dan substansi pelindung lainnya dari permukaan kulit. 7 Hal lain yang dapat
mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan serangga, iritasi mekanis dari scrubbing,
atau bentuk lain dari eczematous dermatitis.5

5
2.3 Gambaran klinis
Pitryasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun ( 30-40%).
Wanita dan pria sama banyak. 9

Lesi individual berbentuk makula atau bercak yang bulat, oval, ataupun
irregular, yang berwarna merah, pink, atau warna kulit, dan ditutupi lapisan sisik tipis.
Batasnya dapat tegas, tidak tegas, maupun meninggi. 1,2,3 Pada awalnya, eritema dapat
mencolok dan mungkin terdapat krusta serous minimal. Selanjutnya, eritema reda
sempurna, dan pada stadium dimana lesi umumnya terlihat oleh dokter, lesi hanya
menunjukkan hipopigmentasi dan adanya sisik tipis. Hal ini yang pada umumnya
mendorong pasien untuk berobat. Hipopigmentasi lebih jelas terlihat pada kulit
berwarna gelap, terutama setelah berjemur.1

Gambar 1. Pityriasis alba pada wajah.5

Biasanya terdapat beberapa bercak dengan diameter berkisar antara 0.5-2 cm,
tapi dapat juga berukuran lebih besar, khususnya pada trunkus. Pada anak-anak, lesi
khususnya terdapat pada wajah (50-60%), dan paling banyak berada di sekitar mulut,
dagu,dahi, dan pipi.9 Pada 20% anak yang terkena, lokasi yang terlibat juga pada
leher, lengan, dan bahu.1 dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung, dan
esktensor lengan, tanpa keluhan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma
setelah skuama menghilang.9
Penyakit ini dapat asimtomatik ataupun menimbulkan keluhan kosmetik.6
Perjalanan penyakit sangat beragam. Sebagian besar kasus muncul untuk beberapa
6
bulan, dan beberapa masih menunjukkan hipopigmentasi selama setahun atau lebih
setelah sisik menghilang. Lesi dapat timbul kembali dalam selang waktu tertentu.
Durasi rata-rata untuk lokasi umum di muka pada anak-anak adalah setahun atau
lebih.1
Pityriasis Alba yang luas (extensive PA), lebih sering terlihat pada orang
dewasa, dengan ciri-ciri klasik yang sama, terdistribusi lebih luas yang seringkali
melibatkan ekstremitas bawah dalam pola yang simetris. Ketiadaan fase inflamasi
yang mendahului dan ketiadaan spongiosis membedakan dari bentuk yang klasik.
Terdapat hipotesis tumpang tindih dari bentuk khusus ini dengan hipomelanosia
makular yang progresif, yang terutama terjadi pada wanita dewasa muda, dengan
bercak tanpa sisik, hipopigmentasi, terjadi berulang, melibatkan punggung, khususnya
setelah musim panas.2
Pityriasis Alba yang terpigmentasi dianggap sebagai varian dari pityriasis
alba yang klasik dengan infeksi dermatofit superfisial yang hampir selalu mengenai
wajah. Secara klinis dicirikan oleh hiperpigmentasi kebiru-biruan yang dikelilingi
oleh daerah hipopigmentasi bersisik. Area yang terpigmentasi menunjukkan deposit
melanin dalam dermis. Sepertiga dari pasien secara bersamaan mengalami pityriasis
alba klasik.2

2.4 Pemeriksaan penunjang


Bila ditemukan gambaran klinis yang sesuai, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang menggunakan lampu Wood, yang menunjukkan gambaran
hipopigmentasi.2 Pemeriksaan histologi dari penelitian biopsi menunjukkan ciri-ciri
hiperkeratosis (33.33%), parakeratosis (40%), akantosis (53.33%), spongiosis (80%),
dan infiltrat perivaskuler (100%). Bagaimanapun, penemuan ini tidak cukup spesifik
untuk menegakkan diagnosis. Ditemukan pula atropi glandula sebasea pada hampir
separuh kasus dalam satu penelitian.1,6

7
Gambar 2. Hasil pemeriksaan patologi anatomi tampak penebalan stratum
korneum. 10
Hasil pemeriksaan struktur ultra menemukan bahwa selain pengurangan
pigmen pada lesi kulit, tidak terdapat terdapat perbedaan pada melanosit antara kulit
yang memiliki lesi dan normal pada pasien yang sama, walaupun penemuan ini masih
diperdebatkan. Perubahan degeneratif berupa menurunnya jumlah melanosit dan
berkurangnya jumlah dan ukuran melanosom keratinosit juga ditemukan melalui
mikroskop cahaya dan elektron pada lesi. Secara keseluruhan kelainan ini dianggap
diakibatkan oleh penurunan melanin.1,6

2. 5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Berdasarkan anamnesis, harus ditanyakan usia timbulnya penyakit, untuk
menyingkirkan penyakit kongenital. Setelah itu ditanyakan faktor resiko yang dapat
menimbulkan pityriasis alba, seperti riwayat atopi, riwayat pajanan sinar matahari,
riwayat inflamasi sebelumnya, hingga kebiasaan mandi untuk menunjang diagnosis.
Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya mengarahkan
diagnosis. Diagnosis banding meliputi bentuk hipopigmentasi terlokalisir, khususnya
kondisi kulit yang setelah mengalami inflamasi.2 Pityriasis versicolor juga berbatas
tegas dan biasanya bersisik. Pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) dari kerokan
skuama harus didapatkan jika timbul keraguan. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih,
dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik.5

8
Bila pada pemeriksaan lampu Wood ditemukan hipopigmentasi, diagnosis
menjadi semakin sempit. Untuk mempermudah penegakan diagnosis, algoritma di
bawah ini dapat digunakan sebagai pedoman:

Gambar 2. Algoritma Penegakan Diagnosis2


Hipopigmentasi yang jelas terkadang salah didiagnosis dengan vitiligo. Pada
vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai
sisik.7 Pada anak yang lebih besar dan dewasa, lesi pada trunkus, sepanjang fase
eritematosa, mungkin salah didiagnosis dengan psoriasis tetapi distribusi dan sisik
yang relatif ringan dapat menyingkirkan diagnosis ini. Mycosis fungoides, walaupun
relatif jarang, dapat menirukan lesi pityriasis alba. Kondisi ini sulit dibedakan secara
histologis, sehingga tindak lanjut dan biopsi ulangan kadang diperlukan.1

9
Tabel I - Perbandingan Diagnosis Banding Pitiriasis Alba. 11

Pitiriasis Alba Pitiriasis Versicolor Vitiligo

Usia 3-16 tahun Segala usia 10-30 tahun

Predileksi Pipi (simetris) Punggung, dada Sekitar mata dan mulut

Faktor resiko Atopi, paparan sinar Atopi, paparan sinar


Genetik, penyakit
matahari, kelembapan matahari, kelembapan
autoimun
kulit, kebersihan kulit, kebersihan

Klinis Makula hipopigmentasi


Makula hipopigmentasi
multipel,skuama halus, Makula hipopigmentasi
berbatas tegas
simetris

Pemeriksaan KOH KOH Lampu Wood


penunjang
Biopsi kulit Biopsi kulit Biopsi kulit

2.6 Tatalaksana
Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari dan mandi
berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan nutrisi. Jika faktor
pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid lemah seperti
hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang mengandung calcineurin inhibitor seperti
tacrolimus dan pimecrolimus, juga sering diresepkan. Skuama dapat dikurangi dengan
krim emolien. Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbonas detergens
3-5% dalam krim atau salap, setelah dioleskan harus banyak terkena matahari.11

Pengurangan segala bentuk faktor resiko dengan edukasi pasien untuk


memperbaiki perawatan dan kebersihan kulit, penggunaan lubrikan dan emolien,
terapi kortikosteroid topikal pada inflamasi, terapi baru dengan obat anti inflamasi
topikal seperti penghambat calcineurin memegang peranan penting dalam mendorong
remisi ataupun resolusi. Telah diteliti bahwa tacrolimus adalah pengobatan yang
efektif untuk pitiriasis alba. Didukung oleh beberapa penelitian yang mengatakan
bahwa penyebab utama pitiriasis alba adalah faktor inflamasi.12

10
Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari dan mandi
berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan nutrisi. Jika faktor
pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid lemah seperti
hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang mengandung penghambat calcineurin
seperti tacrolimus dan pimecrolimus, juga sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi
dengan krim emollient lunak dan untuk lesi kronik pada trunkus pasta tar ringan
mungkin berguna. Bagaimanapun, abnormalitas pigmentasi membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mengalami perbaikan. Syndets (synthetic balanced detergents)
dapat digunakan untuk mencuci muka karena kurang bersifat iritatif dibandingkan
sabun alkali. Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dan setelah mencuci wajah.
Tanning tidak membantu, malah semakin menonjolkan perbedaan bila terlalu sering
dilakukan.5

Pitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang terjadi tidak
permanen dan biasanya sembuh spontan dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Durasi gejala berbeda pada setiap individu. Pengobatan dapat mempersingkat
durasi lesi sampai beberapa minggu.13

2.7 Prognosis
Pityriasis alba merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak
menimbulkan mortalitas. Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia
pubertas.6

11
BAB III

KESIMPULAN

Pityriasis alba merupakan penyakit kulit yang tidak menular, ditandai


dengan makula atau bercak dengan hipopigmentasi dan sisik tipis. Penyakit ini lebih
banyak mengenai anak dan remaja, tanpa kecenderungan terhadap ras dan jenis
kelamin tertentu. Etiologi dan patogenesisnya belum jelas, diduga berkaitan dengan
riwayat atopi, paska inflamasi kulit, pajanan sinar matahari, kebiasaan mandi, maupun
nutrisi. Proses hipopigmentasi diduga terkait dengan gangguan pada sel pigmen kulit.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis faktor resiko, pemeriksaan
fisik dan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding. Distribusi lesi,
pemeriksaan lampu Wood, dan riwayat inflamasi sebelumnya merupakan hal yang
penting dalam mempersempit diagnosis banding.
Pityriasis alba merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya,
bahkan tanpa intervensi. Pemberian emollient dinilai efektif untuk tatalaksana bila
tidak disertai inflamasi. Tidak pernah dilaporkan adanya mortalitas akibat penyakit
ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Holden CA and Jones BJ. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma.


In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of
Dermatology. 7th ed. Massachusetts: Blackwell; 2004. p. 737-738.
2. Lapeere H, et.al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc; 2008, vol: 1. p. 623-624
3. Balci DD, Sangun O, Duran N, Peker E. Etiopathogenic Factors and Clinical
Findings of Pityriasis Alba.Turkiye Klinikleri J Dermatol [serial online] 2009);
19 (1): 5-8. Diunduh dari
http://tipbilimleri.turkiyeklinikleri.com/abstract_53406.html
4. Vinod S, Singh G, Dash K, Grover S. Clinico epidemiological study of pityriasis
alba. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2002; 68: 338-340.
Diunduh dari http://www.ijdvl.com/text.asp?2002/68/6/338/11182
5. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Racially Pigmented Skin. In:
Clinical Dermatology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell; 2003. p.207.
6. Rashid RM, Miller AC, Silverberg MA. Pityriasis Alba. [serial online] Diunduh
dari emedicine.medscape.com/article/762656.htm
7. J Burkhart CG dan Burkhart CN. Pityriasis Alba: A condition with Possibly
Multiple Etiologies. The open dermatology Journal [serial online] 2009; 3: 7-8.
Diunduhdarihttp://www.benthamopen.org/pages/content.php?
TODJ/2009/0000000/00000001/TODJ. PDF
8. Javed M, Jairamani C. Pediatric Dermatology: An Audit at Hamdard University
Hospital Karachi. Journal of Pakistan Association of Dermatologists [serial
online] 2006; 16: 93-96. diunduh dari http://www.jpad.org.pk/april%20-
%20june%20%202006/6%20pediatric%20dermatoogy.pdf.
9. Djuanda A, Hamzah M, dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima.
2007. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

13
10. Crowe MA. Pediatric P. Alba. Medscape. 2013. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#a0101. Accessed at
August 29th 2019
11. Soepardiman L. Pitiriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 333-334.
12. Jadotte YT, Janniger CK. Pityriasis alba revisited: perspectives on an enigmatic
disorder of childhood. New Jersey Medical School. 2011 Feb. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21416771. Accessed at August 29th 2019.

13. Berman Kevin. Pityriasis Alba. Medline Plus. 2013. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001463.htm. Accessed at
August 29th 2019.

14

Anda mungkin juga menyukai