Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN November 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MEKANISME BATUK

OLEH :
ANDIRA RATU NURRASYID
111 2018 2109

PEMBIMBING
Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp. P (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andira Ratu Nurrasyid

Stambuk : 111 2018 2109

Judul Refarat : Mekanisme Batuk

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, November 2019

Supervisior Pembimbing

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp. P (K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
2.1 DEFINISI .................................................................................................. 5
2.2 ETIOLOGI ................................................................................................. 5
2.3 MEKANISME BATUK ............................................................................. 8
2.4 KLASIFIKASI BATUK ............................................................................ 10
2.5 DIAGNOSTIK ........................................................................................... 11
2.6 PENATALAKSANAAN ........................................................................... 15
2.7 KOMPLIKASI ........................................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume udara secara mendadak dari rongga
toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut dihasilkan aliran udara
yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar material yang ada di sepanjang
saluran respiratorik, terutama saluran yang besar. Dengan demikian batuk mempunyai
fungsi penting sebagai salah satu mekanisme utama pertahanan respiratorik.
Mekanisme lain yang bekerja sama dengan batuk adalah bersihan mukosilier
(mucociliary clearance). Batuk akan mencegah aspirasi makanan padat atau cair dan
berbagai benda asing lain dari luar. Batuk juga akan membawa keluar sekresi
berlebihan yang diproduksi di dalam saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi
radang oleh berbagai sebab.Selain sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk
juga dapat berfungsi sebagai ‘alarm’ yang memberitahu adanya gangguan pada sistem
respiratorik atau sistem organ lainnya yang terkait. Hampir semua keadaan yang
mengganggu sistem respiratorik dan beberapa gangguan ekstra-respiratorik,
memberikan gejala batuk.Pada anak, batuk mungkin ‘normal’ atau merupakan gejala
penyakit respiratorik dan jarang merupakan gejala penyakit non-respiratorik.

Batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Seperti telah dikemukakan
di atas, sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk diperlukan untuk
membersihkan jalan napas dari mukus sekresi respiratorik, pada orang dewasa
mencapai 30 ml/hari.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf
aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna
apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk
akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batukyaitu medula untuk diteruskan ke efektor
melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat pada farings, larings,trakea, bronkus,
hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,dan perikardium sedangkan efektor batuk
dapat berupa otot farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain.

2.2. Etiologi

Dasarnya adalah iritasi dari mukosa bronkus yang dapat disebabkan oleh
inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri, virus dan jamur, disertai dengan mucus yang
banyak. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena benda asing tetapi dapat pula oleh
termal. Selain itu batuk dapat juga disebabkan oleh payah jantung, tumor THT, dan
tumor pada saluran pernapasan. Baik penyakit paru obstruktif (bronchitis kronik, asma,
emfisema, dan bronkiektasis) maupun penyakit paru restriktif (berbagai penyakit
intertisial dan degenerative) dan berbagai penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan batuk.

Iritasi pada saluran pernapasan selain disebabkan oleh faktor-faktor mekanik,


dapat pula disebabkan oleh iritan seperti rokok, gas dan bahan kimia, dapat merupakan
stimulant dalam terjadinya batuk.

5
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

PENYEBAB KHAS

Proses Infeksi

Akut

Trakeobronkitis Batuk lembu

Bronkopneumonia Batuk kering atau dapat juga basah

Mikoplasma dan virus pneumonia Batuk dengan serangan yang sewaktu-


waktu dan lama, kadang-kadang disertai
dengan sputum yang berdarah

Kronik

Bronkitis kronik Batuk lebih dari 3 bulan berturut-turut


atau lebih dari 2 tahun. Batuk
mukopurulen dan terdapat eksaserbasi

Bronkiektasis Batuk pagi, sputum kental, purulent dan


berlapis-lapis

TBC dan jamur Batuk berminggu-minggu dan berdarah

Proses inflamasi (parenkim dan jalan


napas)

Asma Batuk, ekspirasi panjang dengan adanya


wheezing

Fibrosis intertisiel dan infiltrasi Batuk kering dan menetap

6
Perokok Batuk pagi dan sedikit produktif, kecuali
bila terdapat gatal pada tenggorokan

Tumor

Karsinoma bronkogenik Batuk berminggu-minggu, dapat


produktif, dapat tidak dengan
hemoptysis

Tumor jinak Batuk nonproduktif

Tumor mediastinum Batuk yang disertai dengan sesak napas

Benda asing Batuk yang progresif disertai dengan


tanda-tanda asfiksia

Kardiovaskular

Dekompensasi ventrikel kiri Batuk keras, terutama pada posisi


terlentang

Infark paru Batuk disertai dengan hemoptisis

7
2.3. Mekanisme batuk

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi
sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan
meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan
ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar
udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi
sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas
residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar
antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama
dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat
fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih
kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan

8
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat
sampai 100-200 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan
tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai
100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga
dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang
maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik setelah glotis terbuka, yang
kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat
mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Batuk merupakan reflex yang dapat timbul akibat adanya rangsangan mekanis,
kimiawi maupun iritan yang terjadi pada reseptor batuk yang terletak trachea, carina
utama, cabang saluran pernapasan atas, dan semakin ke distal cabang pernapasan yang
lebih kecil, juga dapat ditemukan pada faring.

Impuls dari reseptor batuk yang terstimulasi melintasi jalur aferen melalui saraf
vagus ke 'pusat batuk' di medula, yang dengan sendirinya mungkin di bawah kendali
oleh pusat kortikal yang lebih tinggi. Pusat batuk menghasilkan sinyal eferen yang
berjalan melalui saraf motorik vagus, frenikus, dan spinal ke otot-otot ekspirasi untuk
menghasilkan batuk. Oleh karena itu, lengkung refleks batuk didasari oleh:

1. Jalur aferen: Serabut saraf sensorik (cabang saraf vagus) yang terletak di
epitel bersilia dari saluran udara bagian atas (paru, auricular, faringeal, laringeal
superior, lambung) dan cabang jantung dan esofagus dari diafragma. Impuls aferen
pergi ke medula secara difus.

9
2. Central Pathway (pusat batuk): daerah pusat koordinasi untuk batuk terletak
di batang otak bagian atas dan pons.

3. Jalur eferen: Impuls dari pusat batuk perjalanan melalui vagus, frenikus, dan
saraf motorik tulang belakang ke diafragma, dinding perut, dan otot. Nukleus
retroambigualis, oleh saraf motorik frenikus dan spinal lainnya, mengirimkan impuls
ke otot inspirasi dan ekspirasi; dan nukleus ambiguus, oleh cabang laring dari vagus ke
laring.

2.4. Klasifikasi Batuk

Berdasarkan durasi batuk dapat dibagi atas akut (<3 minggu), subakut (3-8
minggu), dan kronik (>8minggu).

Batuk Akut

Batuk akut adalah batuk dengan durasi <3minggu. Berdasarkan riwayat


penyakit dan pemeriksaan fisik, hal penting yang harus ditentukan pertama kali pada
batuk akut ini merupalan keadaan sakit ebrat yang mengancam nyawa seperti
pneumonia, penyakit jantung kongestif dan emboli paru atau hanya penyakit ringan
seperti ISPA (misalnya common cold). Batuk akut yang tidak mengancam jiwa juga
dapat disebabkan oleh infeksi saluran napas baqah, alergi dan paparan bahan iritan atau
disebabkan oleh eksaserbasi penyakit yang sudah ada seperti asma, PPOK,
bronkiektasis atau upper cough syndrome (UACS).

Batuk Subakut

Dalam penatalaksanaan batuk subakut, langkah awal adalah menentukan


apakah batuk tersebut mengikuti batuk infeksi sebelumnya (post infeksi). Jika batuk
post infeksi, tentukan apakah batuk tersebut adalah akibat UACS, transien
hiperresponsif, asma, pertussis atau eksaserbasi aku bronchitis kronik. Jika batuk
subakut kelihatannya bukan post infeksi, maka harus dievaluasi dan di tata laksana

10
sebagai batuk kronik. Pada beberapa kasus batuk subakut biasanya bermula dari infeksi
saluran napas akut tapi tidak termasuk pada kategori batuk post infeksi. Termasuk
didalamnya adalah persistent postnasal drip, iritasi saluran napas atas, akumulasi
mucus akibat hipersekresi atau penurunan kemampuan pembersihan saluran napas atau
manifestasi hiperresponsif karena asma.

Batuk Kronik

Batuk kronik adalah masalah yang lebih kompleks karena diagnosis


diferensialnya lebih banyak dibandingkan batuk akut dan subakut. Seringkali
sehubungan dengan lebih dari satu kondisi pada saat yang bersamaan. Pada pasien
dengan batuk kronik titik awal adalah riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan foto
toraks. Dari anamnesis ditanyakan lamanya batuk, apakah ada pemakaian obat ACE
inhibitor, dan apakah pasien tersebut merokok. Jika ada pemakaian obat ACE inhibitor
maka obat harus dihentikan dan diganti. Berhenti merokok seringkali berhasil dan
batuk membaik dalam 4 minggu. Batuk juga dapat disebabkan oleh PPOK eksaserbasi
ataupun PPOK stabil. Riwayat penyakit juga penting untuk menentukan apakah batuk
disebabkan oleh tuberculosis, kanker paru atau berhubungan dengan AIDS. Pada batuk
kronik dengan foto toraks normal ada 3 penyebab yang paling sering yaitu UACS yang
berhubungan dengan kondisi rhinosinus, asma dan penyakit gastroesophagel reflux
(GERD)

2.5. Diagnostik

Anamnesis Batuk

Anamnesis secara umum merupakan landasan dalam pemberian petunjuk awal


yang penting pada pasien dengan keluhan batuk. Focus dalam anamnesis adalah
riwayat penyakit yang mencakup pertanyaan durasi, karakteristik, gejala, waktu yang
berhubungan dengan batuk, frekuensi, sifat/karakteristik batuk, factor predisposisi
batuk, eksaserbasi batuk, serta gejala yang menyertai batuk. Durasi batuk digunakan

11
sebagai metode klasifikasi jenis batuk yaitu batuk akut, subakut, dan kronis. Produksi
sputum yang digunakan dalam mengukur volume sputum secara akurat kemungkinan
juga akan memengaruhi, batuk produktif didefinisikan sebagai volume sputum lebih
dari 30 ml per hari. Secara praktis metode yang relevan adalah jumlah purulent dahak
setiap hari, bau sputum ataupun adanya hemoptysis.

Terdapat prevalensi tiga kali lipat yang lebih besar terhadap batuk pada perokok
dibandingkan bukan perokok. Penyebab yang dapat diidentifikasi secara umum adalah
bronchitis kronis. Dengan karakteristik baruk produktif selama 3 bulan sampai 2 tahun
berturut-turut telah memenuhi diagnosis bronchitis kronis. Akan tetapi dari jumlah
perokok hanya sekitar 5% yang mencari bantuan kepada spesialis dengan keluhan
batuk tersebut.

Riwayat pekerjaan secara menyeluruh mengidentifikasi kemungkinan factor


etiologi, factor sanitasi dan kebersihan dari polutan pada tempat kerja dapat
menjelaskan peningkatan prevalensi asma yang memiliki gejala termasuk batuk.

Penggunaan enzim ACE-inhibitor banyak digunakan pada pengobatan


hipertensi dan gagaj jantung, meskipun secara umum dapat ditoleransi dengan baik,
namun batuk merupakan gejala keluhan yang paling umum dilaporkan, sekitar 10%
efek samping ini terjadi pada pasien yang diobati. Pasien dengan riwayat atopi pada
keluarga juga dapat dicurigai mengarah pada alergi rhinitis dan batuk yang terkait
dengan asma. Pasien dengan riwayat penyakit maag juga memiliki kemungkinan
mengalami GERC (Gastroesophageal reflux-related chronic cough).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan secara rinci harus mencakup semua bagian jalan napas mulai
seluran hidung, faring, laring, trakea hingga paru. Hal ini penting untuk pencatatan
posisi trakea, distensi vena jugularis, kondisi faring, laring dan rongga hidung, serta
suara pernapasan. Auskultasi paru mencatat sifat dan lokasi setiap wheezing, rales, atau

12
crackles. Dimana wheezing terdengar selama fase ekspirasi, diagnosis seperti asma
dapat dipertimbangkan. Kehadiran wheezing selama fase inspirasi mungkin
menunjukkan obstruksi jalan napas pusat, seperti kanker paru-paru atau TB bronkial.
Sementara itu pemeriksaan fisik jantung juga harus bertujuan mencari adanya
kardiomegali dan murmur diatas area katup auskultasi.

Pemeriksaan penunjang

 Investigasi

Induksi dahak, terutama digunakan untuk memperoleh sampel sitologi untuk


diagnosis karsinoma bronkogenik, sekarang digunakan sebagai teknik kunci
dalam menilai keberadaan eosinophilia yang kemudian dapat menyebabkan
diagnosis eosinophilic bronchitis (EB) untuk pasien tanpa hyperresponsiveness
bronkial. Tes induksi dahak diperkenalkan pada diagnosis batuk kronis abad
pertama di Cina, dan telah menjadi salah satu tes rutin yang digunakan di
sejumlah pusat kesehatan nasional. Menhirup hipertonik salin dengan
nebulization ultrasonic umumnya digunakan dalam induksi dahak.

 Pencitraan

Telah dikemukakan bahwa foto thoraks dimasukkan sebagai harian dari


penilaian rutin untuk setiap pasien dengan batuk kronik. Foto thoraks
digunakan sebagai penunjukan signifikans kelainan. Jika tidak ada perubahan
yang terlihat pada foto thoraks, penyelidikan kemudian harus mengikuti jalur
diagnostic untuk pengelolaan batuk kronik.

 Tes fungsi paru

Fungsi ventilasi paru dan tes bronkodilatasi adalah alat bantu berharga dalam
diagnosis dan diferensiasi saluran airway obstructive disease (AOD) seperti
asma, penyakit paru obstruktif kronik dan endobronkial tumor. Bronchial

13
provocation test (BPT) adalah penyelidikan utama yang digunakan dalam
diagnosis varian batuk asma (CVA)

 Bronkoskopi

Bronkoskopi sangat berharga untuk penilaian patologi endobronkial seperti


karsinoma bronkus, benda asing dan tuberculosis.

 Sensitivitas batuk

Sensitivitas batuk dapat dinilai dengan mengekspos subjek partikel aerosol


iritasi nebulasi untuk merangsan reseptor batuk dan menginduksi batuk.
Konsentrasi inhalasi partikel diperlukan untuk memperoleh reflex batuk yang
dapat dianggap sebagai indicator sensitivitas batuk. Capsaicin biasanya
digunakan untuk tes sensivitas batuk. Peningktaan sensitivitas reflex batuk
secara umum terjadi pada batuk atopic/atopic cough (AC), batuk pasca infeksi
(PIC), GERC, dan batuk yang tidak dapat dijelaskan.

 Pemeriksaan laboratorium

BTA sputum dan pewarnaan gram, juga darah rutin dapat membantu
menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
dan penunjang lainnya seperti foto toraks.

 Investigasi lainnya

Jumlah eosinophil darah perifer dapat menyoroti adanya infeksi


parasite, atopi atau penyakit alergi. Skin prick test-alergen tertentu dan
serum Ig E spesifik juga dapat lebih berkontribusi pada diagnosis
penyakit alergi dan konfirmasi allergen potensial.

14
2.7. Penatalaksanaan

Farmakoterapi untuk batuk dibagi dalam dua jenis, yaitu (a) antitusif untuk
mencegah, mengendalikan, dan menekan batuk, atau (b) protusif untuk membuat batuk
lebih efektif. Terapi antitusif terindikasi bila batuk tidak mempunyai manfaat, misalnya
batuk yang timbul akibat rangsangan di faring. Antitusif nonspesifik ditujukan kepada
gejala bukan kepada penyebab atau mekanisme batuknya, oleh karena itu terapi
antitusif perannya sangat terbatas. Obat ini terindikasi hanya bila terapi definitif dan
spesifik tidak dapat diberikan, baik karena etiologinya tidak diketahui, batuk yang
demikian hebat atau bila terapi definitif tidak akan berhasil, misalnya batuk karena
kanker paru. Peran terapi antitusif terbatas karena besar kemungkinan identifikasi
etiologi batuk, dan terapi spesifik bisa berhasil. Protusif terindikasi bila batuknya
bermanfaat dan perlu diberdayakan, yaitu pada kelainan respiratorik yang
menghasilkan banyak sekresi, misalnya bronkiektasis, bronkitis, pneumonia,
atelektasis paru. Dari beberapa studi yang dievaluasi beberapa obat protusif yang
dinyatakan efektif adalah salin hipertonik, erdostein, dan terbutalin.

Pengobatan penyebab batuk dapat mencakup pendekatan anti-inflamasi seperti


batuk yang terkait dengan peradangan eosinofilik di saluran udara seperti pada asma,
asma varian batuk atau bronkitis eosinofil [29]. Kortikosteroid inhalasi sangat efektif
di sini, meskipun eosinofil sebagai penyebab batuk tidak sepenuhnya terbukti. Batuk

15
dan batuk yang meningkat dengan peradangan neutrofilik [20] yang tidak menanggapi
kortikosteroid inhalasi, dan pendekatan yang menekan respons neutrofilik atau aktivasi
neutrofil dapat membantu. Pengobatan batuk yang berhubungan dengan refluks
gastroesofagus dengan penekan asam seperti antagonis reseptor histamin H2 atau
penghambat pompa proton, atau terkait dengan rinosinusitis dengan antihistamin atau
dengan tetes steroid hidung, tidak selalu berhasil. Ini bisa berarti bahwa kondisi ini
bukan penyebab batuk atau mekanisme sentral batukisasi telah terjadi.

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang berpotensi terjadi pada keadaan batuk yang berlebihan adalah
sebagai berikut:

1. Sistem respirasi : pneumothoraks, subcutaneous emfisema,


pneumomediastinum, pneumoperitoneum, kerusakan laryng.

2. Sistem kardiovaskular : disritmia jantung, hilang kesadaran, perdarahan


subkonjungtiva.

3. Sistem saraf pusat: sinkop, nyeri kepala, emboli udara cerebral.

4. Sistem musculoskeletal: nyeri otot intercostal, ruptur otot rectus abdominis,


meningkatnya kadar serum kreatinin phosphokinase, prolapse diskus servikal.

5. Sistem gastrointestinal : perforasi esophagus.

6. Lainnya : depresi, inkontinensia urin, peteki, purpura.

16
BAB III

KESIMPULAN

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf
aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Adanya rangsangan berupa iritasi dari
mukosa bronkus yang dapat disebabkan oleh inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri,
virus dan jamur, disertai dengan mucus yang banyak. Dapat pula disebabkan oleh iritasi
karena benda asing tetapi dapat pula oleh termal. Selain itu batuk dapat juga disebabkan
oleh payah jantung, tumor THT, dan tumor pada saluran pernapasan. Baik penyakit
paru obstruktif (bronchitis kronik, asma, emfisema, dan bronkiektasis) maupun
penyakit paru restriktif (berbagai penyakit intertisial dan degenerative) dan berbagai
penyakit infeksi saluran pernapasan adalah penyebab batuk.

Dari reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medula
untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat pada farings,
larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,dan perikardium
sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings, diafragma, interkostal, dan
lain-lain.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chung KF. 2003. Cough: Causes, Mechanisms and Therapy. Blackwell Publishing:
Massachusetts

Mario Polverino,etc. 2012. Anatomy and neuro-pathophysiology of the cough reflex


arc. Multidisciplinary Respiratory Medicine journal

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2017. Buku Ajar Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. UI Press: Jakarta

Tabrani Rab. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hipokrates. Cetakan ketiga: Jakarta.
hal 80-86

18

Anda mungkin juga menyukai