Anda di halaman 1dari 7

SUMMARY

Dasar Genetika

Pewarisan Kuantitatif

Kelompok 5

Kelas : A

Anggota :

1. Nida Najahlia R (150510180005)


2. Risti Riana (150510180051)
3. Kezia Putri N (150510180068)
4. Kaori Putri N (150510180207)

Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran

2018 / 2019
PEWARISAN KUANTITATIF

Karakter kuantitatif adalah karakter yang dapat dibedakan berdasarkan dari segi nilai ukuran
bukan jenisnya. Contohnya karakter-karakter yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman atau
hasil panen. Karakter kuantitatif umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini dapat terjadi
karena karakter-karakter ini dikendalikan oleh sejumlah gen dimana pengaruh masing-masing gen
terhadap penampilan karakter (fenotipe) lebih kecil dibandingkan pengaruh lingkungan, walaupun
secara bersama-sama gen-gen tersebut dapat mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pengaruh
lingkungan. Gen-gen yang demikian disebut gen minor (Arif 2010). Pengambilan data terhadap
karakter kuantitatif memerlukan pengukuran (Mangoendijojo 2003).

Genetika kuantitatif menerapkan hukum pewarisan Mendel untuk gen dengan pengaruh yang
kecil/lemah (minor gene). Selain itu, diasumsikan pula bahwa tidak hanya sedikit gen yang
mengendalikan suatu sifat melainkan banyak gen. Pewarisan sifat genetik adalah aspek pertama yang
dipelajari orang dalam genetika karena berkaitan langsung dengan fenotipe. Contohnya adalah Gregor
Johnn Mendel, mempelajari peawarisan tujuh sifat pada tanaman kapri, atau Karl Pearson (salah satu
penemu genetika kuantitatif) mempelajari pewarisan ukuran tubuh orang tua dan anaknya (Kusumah,
Darmawan Asta, 2012).

Ada tiga kelompok sifat yang pewarisannya langsung sebagai sifat kuantitatif, masing-masing adalah
(Susanto, Agus Hery, 2011) :

1. Sifat kontinyu, yaitu sifat yang bervariasi diantara kedua ekstrim tanpa ada pemisahan tegas
dari satu fenotip ke fenotip berikutnya. Contohnya antara lain produksi susu sapi, produksi padi,
laju tumbuh tanaman, serta tekanan darah pada manusia, dapat dipahami bahwa pada sifat
kontinyu banyaknya fenotip yang mungkin muncul di antara kedua ekstrim menjadi tidak
terbatas.
2. Sifat meristik, yaitu sifat kuantitatif yang fenotipnya ditentukan melalui perhitungan. Karena
penentuannya dilakukan dengan perhitungan, maka sifat meristik mempunyai sifat sebaran
fenotip yang tidak kontinyu. Akan tetapi dilihat dari cara pewarisannya, sifat ini termasuk sifat
kuantitatif. Contohnya adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ayam betina, jumlah
bulir padi tiap malai, jumlah biji kedelai tiap polong .
3. Sifat ambang (threshold character), yaitu sifat yang hanya mempunyai dua atau beberapa
kelas fenotip, tetapi pewarisannya ditentukan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Sebagai contoh dapat dikemukakan berbagai kelainan bawaan pada manusia.
Dalam hal ini, sebenarnya tiap individu memiliki resiko dasar menuju kondisi abnormal. Jika
besar resikonya berada di bawah nilai ambang, maka individu yang bersangkutan akan memiliki
fenotip normal, dan berlaku sebaliknya.

Data mengenai sifat kuantitatif dapat disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi, baik
menggunakan tabel ataupun grafik. Hanya cukup menampilkan nilai-nilai tertentu yang
menggambarkan sebaran frekuensi untuk suatu sifat kuantitatif. Nilai yang dimaksudkan ini adalah
nilai statistik. Ada dua nilai statistik yang paling sering digunakan untuk menggambarkan sebaran
frekuensi untuk suatu sifat kuantitatif, yaitu (Susanto, Agus Hery, 2011) :

1. Nilai tengah (mean) atau rata-rata (average). Nilai ini merupakan pusat sebaran
frekuensi. Besarnya nilai tengah suatu populasi (µ) ditaksir atas dasar nilai tengah sampel
individu yang diambil dari populasi tersebut. Rumus untuk menghitung nilai tengah sampel
adalah sebagai berikut.
X = ∑ fiXi / ∑ fi atau X = ∑ Xi / n
Catatan:
X = nilai tengah atau rata-rata sampel
Xi = nilai (rata-rata) X yang ke i
fi = frekuensi nilai X yang ke i
2. Ragam atau varian (variance). Nilai ini merupakan ukuran sebaran data disekitar nilai
rata-rata. Data yang sangat tersebar akan menghasilkan nilai ragam yang tinggi, dan
sebaliknya. Seperti halnya nilai rata-rata, besarnya nilai ragam populasi (s2) ditaksir atas
dasar ragam sampel individu yang diambil dari populasi tersebut. Nilai ragam sampel
dihitungkan menggunakan rumus :
s2 = ∑ fi (Xi – X)2 / (∑ fi – 1) atau s2 = ∑ (Xi – X)2 / n – 1
s2 = nilai ragam sampel.
Catatan: nilai ragam akan selalu positif.

Contoh pewarisan kuantitatif adalah pewarisan Mendel:

Terdapat 2 jenis hukum Mendel yaitu hokum Mendel I dan II. Mendel melakukan persilangan
monohibrid atau persilangan satu sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua
kepada generasi berikutnya. Persilangan ini disebut hukum Mendel I yang menyatakan bahwa
pasangan alel pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I
disebut juga dengan hukum segregasi. Mendel melanjutkan persilangan dengan menyilangkan tanaman
dengan dua sifat beda, misalnya warna bunga dan ukuran tanaman. Persilangan dihibrid merupakan
bukti berlakunya hukum Mendel II berupa pengelompokkan gen secara bebas saat pembentukkan
gamet. Persilangan dengan dua sifat beda yang lain juga memiliki perbandingan fenotip F2 sama, yaitu
9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan penjelasan pada persilangan monohibrid dan dihibrid tampak adanya
hubungan antara jumlah sifat beda, macam gamet, genotip, dan fenotip beserta perbandingannya.

Contoh soal pewarisan kuantitatif (hokum Mendel) :

P : g1g1g2g2 (Putih) >< G1G1G2G2 (Hitam)

F1 : G1g1G2g2 (Abu-abu)

F1 x F1 : G1g1G2g2 >< G1g1G2g2

F2 :

1 G1G1g2g2 (2G)

2 G1G1G2g2 (3G)

4 G1g1G2g2 (2G)

2 G1g1g2g2 (1G)

1 G1G1G2G2 (4G)

2 G1g1G2G2 (3G)

1 g1g1G2G2 (2G)

1 G1g1G2g2(2G)

1 g1g1G2g2 (1G)

1 g1g1g2g2 (0G)

Perbandingan Genotipe (Total = 10) :

4G : 3G : 2G : 1G : 0G

1 : 2 : 4 : 2 : 1
Pada percobaan yang dilakukan digunakan dua pasang gen (G1 dan G2) yang berpengaruh di
dalamnya sehingga dihasilkan 5 kelas fenotip dan genotip yang berbeda. Dari persilangan P yang putih
= 0 G dengan hitam = 4 G diperoleh anakan berwarna abu-abu (dalam hal ini disimbolkan = 2G.
Kemudian F1 disilangkan dengan sesamanya maka akan diperoleh hasil berupa 5 genotip yang masing-
masing berpengaruh terhadap penampakan fenotipnya. Kelima fenotip beserta jumlah rasio anakannya
diperoleh sebagai berikut :

Genotipe Jumlah
4G 1
3G 2
2G 4
1G 2
0G 1
∑ 10
Jika data yang diperoleh dikonversi ke dalam bentuk kurva maka akan diperoleh kurva normal
(kurva leptokurtic). Oleh karena data yang diperoleh bersifat simetris, maka separuh bagian daerah
dibawahnya ditempati oleh data yang mempunyai nilai lebih besar daripada nilai tengah dan separuh
bagian lainnya terdiri atas data yang nilainya lebih kecil daripada nilai tengah.

Dari kurva diatas dapat dilihat bahwa terjadinya variasi dimana anakan yang diperoleh dalam
bentuk variasi yang lain selain galur murninya lebih banyak dan beraneka ragam. Dari hasil yang
diperoleh didapatkan perbandingan genotip 1 : 2 : 4 : 2 : 1. Hasil ini menunjukkan hasil yang berbeda
dengan teori Mendel yang apabila dilakukan persilangan satu beda sifat seperti yang dilakukan di atas
yakni sifat putih dan hitam, dimana hitam merupakan sifat dominan maka seharusnya diperoleh F1
yang semuanya memiliki sifat dominan, sedangkan dalam F2 terdapat keturunan yang memisah dengan
perbandingan 3 : 1. Namun dalam percobaan walaupun dengan memperhatikan satu beda sifat yaitu
putih dan hitam akan tetapi hasil yang diperoleh berbeda dengan teori Mendel. F1 yang diperoleh
semuanya intermediet dalam hal ini bergenotip abu-abu (2 G), apabila F1 disilangkan dengan
sesamanya maka diperoleh F2 yang memperlihatkan banyak variasi antara kedua induknya.

Variasi ini timbul akibat adanya gen-gen berpasangan yang saling berinteraksi menghasilkan
suatu fenotip tertentu yang diakibatkan karena adanya gen-gen ganda yang bersifat kumulatif. Pada
aksi gen kumulatif ini setiap alel pada lokus tersebut akan menambah atau mengurangi nilai fenotip.
Seperti halnya yang ditunjukkan pada kasus dalam percobaan yang dilakukan dimana gen dominan G
mempengaruhi perubahan warna dan menimbulkan adanya variasi. Semakin banyak gen G yang
diwarisi maka semakin tua warnanya karenanya diperoleh F2 dalam 5 kelas fenotip maupun genotip
dan menunjukkan adanya gradasi warna dari individu 0 G ke 4G.

Jadi, jelaslah perbedaan antara hasil yang dilakukan dengan teori Mendel. Sifat keturunan
berdasarkan hasil yang dilakukan ditinjau secara kuantitatif, artinya sifat keturunan tampak berderajat
berdasarkan intensitas dari ekspresi sifat itu.

Kasus seperti ini terjadi dalam kasus pewarisan warna kulit manusia. Jika seorang berkulit
hitam menikah dengan seorang berkulit putih maka 100% anak mereka berkulit sawo matang (mulatto).
Apabila anaknya menikah dengan sesamanya maka sesuai penelitian Curl Sern diperoleh sembilan
kelas fenotip, hal ini diasumsikan jika pedoman penurunan sifat warna kulit ini mempunyai empat
pasang gen. Jadi, jumlah kelas fenotip yang dapat diharapkan di dalam keturunan lebih banyak
daripada banyaknya gen yang ikut mengambil peranan.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1.Penerbit Erlangga. Jakarta.

Nugroho. 2012. Genetika dan Hukum Mendel. Lampung: Universitas Negeri Lampung.

Susanto, A. H. 2011. Genetika. Graha ilmu. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai