Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang sangat


ditakuti saat ini karena infeksi HIV belum dapat disembuhkan. Ironisnya justru
jumlah penderita HIV di dunia saat ini semakin bertambah. Secara global pada
tahun 2003, diketahui bahwa 40 juta orang menderita infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)/ AIDS, 5 juta kasus baru HIV, dan 3 juta penderita
HIV-related death. Menurut United Nations Programme on AIDS (UNAIDS),
pada akhir tahun 2004 terdapat 39,4 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruh
dunia, 17,6 juta (45%) diantaranya adalah perempuan dan 2,2 juta anak-anak
berusia kurang dari 15 tahun.1,2

Di Indonesia sendiri pada akhir Juni 2005 tercatat 7.098 kasus HIV/AIDS
(3.740 kasus HIV dan 3.358 kasus AIDS), dengan proporsi terbesar menurut
golongan umur adalah kelompok usia muda. Selama tahun 2004 diperkirakan
640.000 anak-anak hidup dengan HIV/AIDS dan lebih dari 90% diantaranya
terinfeksi HIV melalui jalur Mother to Child Transmission (MTCT). Di negara
maju, risiko seorang bayi tertular HIV dari ibunya hanya sekitar 2% karena
tersedia layanan yang optimal untuk pencegahan penularan HIV, sedangkan di
negara berkembang atau miskin, risikonya antara 25%-45%.1,2

MTCT merupakan sumber utama penularan infeksi HIV kepada anak-anak


dibawah umur 10 tahun, walaupun demikian percobaan klinis telah mampu untuk
mengidentifikasi sejumlah intervensi yang dapat mengurangi transmisi HIV
sampai kurang dari 2% (WHO, 2004), karena itu, intervensi mutlak diperlukan
untuk mengurangi risiko transmisi dan angka kematian anak. Intervensi ini
meliputi penggunaan obat ARV, pemilihan operasi sesar pada kehamilan minggu
ke-38 dan menghindari pemberian air susu ibu (ASI) HIV positif kepada bayinya.
Intervensi tersebut sangat kompleks dan mahal, sehingga tingkat keberhasilannya
cukup rendah di negara-negara berkembang.3
2

BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita
Nama : Ny. I. I.
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB : 163 cm
BB : 60 kg
Agama : Kristen
Alamat : Lembang, Bandung
Pekerjaan : karyawan swasta
Pendidikan : S1
RM/Reg. : 00757302/07015639
Ruang : Debora kelas III
Masuk tanggal : 20 Agustus 2007
Keluar tanggal : 27 Agustus 2007

II. Anamnesis
Auto dan heteroanamnesis dari suami pasien tanggal 20 Agustus 2007
Keluhan utama : tidak merasakan pergerakan janin
Pasien G1P0A0 merasa hamil 5 bulan datang dengan keluhan utama
tidak merasakan pergerakan janin sejak 3 hari SMRSI. Disangkal adanya
mulas-mulas maupun keluar cairan/perdarahan dari jalan lahir. Kira-kira
seminggu SMRSI, pasien merasakan nyeri seperti kram di perut bagian
bawah; sifat nyeri hilang timbul dan menjalar ke sekitarnya. Pasien kontrol
kehamilan terakhir 11 hari yang lalu ke dr. SpOG, dilakukan USG, dan
diberitahu bahwa keadaan dan denyut jantung janinnya baik.
Pasien menyangkal pernah terkena penyakit ataupun demam
selama kehamilan, namun mengaku mendapat obat dari dr. SpOG yakni
Folavit®, Kaldece®, dan Hystolan® saat kontrol 11 hari yang lalu.
3

Riwayat berobat : dua hari yang lalu pasien memeriksakan diri ke


poliklinik kandungan RSHS, dilakukan pemeriksaan
USG dan laboratorium (hasil tidak dibawa), dan
didiagnosa kematian janin dalam rahim. Pasien
diberitahu saat itu untuk menunggu selama 2 minggu
sampai janin lahir sendiri; namun pasien tidak ingin
menunggu lama sehingga pasien berobat ke poliklinik
RSI.
RPD : tidak ada, DM tidak pernah diperiksakan
RPK : ayah pasien menderita DM.
Riwayat operasi : disangkal.
Riwayat penyakit ginekologi : pasien didiagnosa kista ovarium kiri saat
kontrol kehamilannya yang pertama kali,
namun saat itu dinyatakan kista tersebut
tidak mengganggu kehamilan maupun
menghalangi jalan lahir. Pasien
menyangkal pernah keputihan maupun
memiliki gangguan menstruasi.
Riwayat kebiasaan : pasien seorang pemakai narkoba suntik sejak SMU;
pasien menyangkal pernah minum alkohol maupun
merokok. Suami pasien juga seorang pemakai
narkoba sejak SMU dan sudah didiagnosis HIV +
Riwayat menstruasi : teratur, siklus 28 hari @ 7 hari
HPHT : 4 Maret 2007
TTP : 11 Desember 2007
Riwayat PNC : dr. SpOG (3x)
Riwayat pernikahan : 1x (2 tahun)
Riwayat KB : belum pernah memakai KB
Riwayat obstetri : G1P0A0
4

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,3°C
Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5 + 0 cm H2O, KGB tidak teraba membesar
Thoraks : B/P simetris kiri=kanan
Pulmo: VBS +/+, Ronki -/-, Wh -/-
Cor : BJM, reguler, tidak ada murmur
Abdomen : cembung, gravid, ukuran sesuai umur kehamilan
hepar dan lien tak dapat dinilai
Ekstremitas : edema -/-

Status Obstetricus
Pemeriksaan Luar:
Inspeksi : chloasma gravidarum -
hiperpigmentasi areola mammae +/+
hiperpigmentasi linea alba -
Palpasi : TFU : 9 cm
LP : 81 cm
Manuver Leopold : tidak dapat dilakukan
His :-
TBBA : -
Auskultasi : BJA -
5

Pemeriksaan Dalam: VT: v/v : tidak ada kelainan


Portio : tidak ada kelainan
Pembukaan :-
Ketuban : utuh
Letak terendah: tidak dapat dinilai

IV. Diagnosis Masuk


G1P0A0 gravida preterm 22-24 minggu dengan kematian janin dalam
kandungan dan suspek HIV +

V. Follow Up
a. Keadaan Pasien dan Advis Dokter
Tanggal Follow Up Order
20-8-2007 Diagnosis IUFD - infus D5%, guyur 1 labu 500 cc,
selanjutnya + pethidine 50 mg +
induxin 5U  mulai 20 tts/mnt
dinaikkan sampai maksimal 60
tts/mnt
- observasi, pro partus spontan
19.30 Drip fls I mau habis sisa 50cc lagi, - drip lanjutkan fls II mulai 60
his + jarang tts/mnt
Advis dr. AB, SpOG - beri epidosin 1 amp IM
21-8-2007 VT Ø belum ada, drip habis - infus D5% polos untuk 20
Lapor dr. AB, SpOG tts/mnt
21-8-2007 His - - terapi drip ulang start 30 tts/mnt
- gastrul ¼ tablet tiap 6 jam oral
- observasi
- magtral 3 dd I
24.00 Lapor dr. AB, SpOG drip habis, - lanjutkan fls II
advis:
22-8-2007 His + → amniotomi → cairan - terapi amniotomi
kemerahan - drip ulang induxin 1 amp untuk
500 cc D5% mulai 30 tts/mnt
6

VT Ø 1cm - lapor dr. AB, SpOG advis :


Drip habis drip D5% 500 cc + 1 amp induxin,
lanjutkan untuk 40 tts/mnt
20.00 Ø masih tetap 1 cm - lapor dr. AB, SpOG advis :
- gastrul 2 tablet di bawah fornix
posterior
- drip lanjutkan D5% 500 cc + 1
amp induxin untuk 40 tts/mnt
21.30 Infus induxin drip habis. - Advis : observasi teruskan
His + jarang, D3 – - Jam 2 beri gastrul II tablet
VT: v/v taa, Ø tetap 1 cm, portio forniks posterior
tebal - Infus D5% 40 tts/mnt polos
Lapor dr. AB, SpOG sampai besok
23-8-2007 His + jarang - gastrul 2 tablet di bawah fornix
posterior
- induksin 2 amp dalam D5% 500
ml mulai 20 tts/mnt
His + - terapi induksi lanjutkan 2
ampul/500 cc
17.00 His + 25-35 | 7’, infus habis - lapor dr. AB, SpOG advis :
sk - infus D5% 500 cc + 2 amp mulai
40 tts dinaikkan max. 60 tts/mnt
- dapat gastrul 3 tablet forniks
posterior
20.00 Suhu 38,4° C Lapor dr. AB, SpOG advis:
- beri Xyla:Della 2:1 IM
Keluhan utama + demam - infus habis lanjutkan
- drip ulang setelah 2 jam istirahat
untuk 20 tts/mnt
24-8-2007 Lapor keadaan pasien: suhu - dokter mau datang
10.00 38,4°C, TD: 110/60 mmHg, nadi:
90 x/mnt, respirasi 20 x/mnt,
kontraksi + 30-35 |5’
7

sk
Ø 1 cm

10.17 - dr. telpon, beri


Xylanidon:Delladryl 2:1
10.40 - dr. AB, SpOG telpon advis :
siapkan SC
Keluhan demam + - Xyla:Della 2:1
- Magtral q6h
- dapyrin 3x1
25-8-2007 Keluhan - - injeksi habis stop
- clavamox 3x1
- mobilisasi siang jam 13.00
- infus/kateter off jika injeksi habis
26-8-007 Keluhan - - besok pulang
- ganti opsite
27-8-2007 Keluhan - - pulang

b. Tabel Obat-obatan
Obat 20/07/2007 21/07/2007 22/07/2007 23/07/2007
- 1/4 tab p.o. 1/4 tab p.o. 1/4 tab p.o.
Gastrul® (misoprostol) 200 9.00-15.10-
mcg tab 21.45 9.00-15.10-21.46 2.00-9.00
2 tab di fornix 3 tab di fornix
post. post.
20.00 17.00
Magtral® (antasida) syr 8.00-13.00-
3ddcthI - 18.00 8.00-13.00-18.00 8.00-13.00-18.00
Xylonidon + Delladryl 2:1 cc
i.m. - - - 10.30
Ceftriaxone 1gr i.v. q12h - - - -
Tramal® (tramadol) 50 mg
cap p.r.n. - - - -
Dapyrin® (paracetamol) 500
mg tab 3dd - - - -
8

Clavamox®
(amoxicillin+clavulanic acid)
500/125 mg tab 3dd - - - -

Obat 24/07/2007 25/07/2007 26/07/2007 27/07/2007


Gastrul® (misoprostol) 200
mcg tab - - - -
Magtral® (antasida) syr
3ddcthI - - - -
Xylonidon + Delladryl 2:1 cc
i.m. 10.25-15.00 - - -
Ceftriaxone 1gr i.v. q12h 15.00 03.00-15.00 03.00 -
Tramal® (tramadol) 50 mg
cap p.r.n. - - - -
Dapyrin® (paracetamol) 500 8.00-13.00-
mg tab 3dd 13.00-18.00 18.00 8.00-13.00-18.00 8.00-13.00-18.00
Clavamox®
(amoxicillin+clavulanic acid)
500/125 mg tab 3dd - - 8.00-15.00-22.00 08.00

VI. Laporan Operasi


Diagnosis pra bedah : G1 P0 A0 gravida 20 minggu + IUFD + susp. HIV(+)
Diagnosis pasca bedah : P1 A0 partus IUFD dengan SC a/i drip gagal + kista
coklat sinistra + susp. HIV (+)
Tindakan : SCTP + kistektomi

Teknik operasi:
1. pasien dibaringkan terlentang di meja operasi dan dilakukan anestesi.
2. dilakukan teknik aseptik dan antiseptik pada abdomen dan sekitarnya.
3. abdomen ditutup dengan doek steril, kecuali lapangan operasi.
4. dilakukan insisi pfannenstiel sepanjang ±8cm, insisi diperdalam lapis demi
lapis sampai peritoneum. Jika ada perdarahan dikontrol dengan dep /
kauter-koagulasi.
5. peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum dengan ukuran ±16x20cm
(kehamilan ± 20 minggu).
9

6. identifikasi plica vesicouterina, digunting dan diperlebar ke kiri dan ke


kanan.
7. dilakukan insisi semilunaris di bagian SBR ±5cm.
8. ketuban dipecahkan, cairan ketuban yang berwarna kemerahan langsung
disuction sampai cairan ketuban sedikit.
9. kemudian janin dilahirkan dalam keadaan bayi, perempuan, meninggal
dengan maserasi grade II, BBL 700gr, PBL 26cm.
10. plasenta dilahirkan secara manual, normal dan lengkap.
11. SBR dijepit dengan ring klem, luka di SBR dijahit 2 lapis secara jelujur.
12. perdarahan dikontrol, kavum abdomen dieksplorasi dan dibersihkan.
13. eksplorasi adnexa di sekitar uterus, tampak kista ovarium kiri, ovarium
kanan, tuba kiri dan kanan baik.
14. kista ovarium kiri digunting dan dilakukan kistektomi. Sebelum digunting,
kista ovarium unilobuler sebesar Ø 2cm berisi cairan kental coklat
disuksion. Setelah itu digunting dan dijahit.
15. kontrol perdarahan sampai tidak ada perdarahan.
16. abdomen ditutup mulai dari peritoneum, fasia, subkutan, kemudian kulit
dijahit secara subkutikuler.
17. luka operasi ditutup dengan betadine dan kasa + hypafix.
18. operasi selesai.

Perdarahan post operasi ( + cairan ketuban) : ±600cc


T : 92/65 mmHg
R : 20 x/menit
N : 85 x/menit
t : 37,5oC

VII. Diagnosis Keluar


Diagnosis Keluar: P1A0 partus IUFD dengan SC a/i drip gagal + kista
coklat ovarium sinistra + suspek HIV (+). Lahir bayi perempuan, tunggal,
meninggal, dengan maserasi grade II; BBL 700 gr, PBL 26 cm.
10

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad dubia
Quo ad functionam : dubia ad malam
11

BAB III
PEMBAHASAN

Apa yang dimaksud IUFD?

Menurut WHO maupun American College of Obstetricians and


Gynecologist yang termasuk kematian janin dalam uterus adalah kematian janin
dalam uterus atau neonatus dengan berat 500 gram atau lebih. American College
of Gynecologist juga menyebutkan kematian janin dalam uterus adalah kematian
hasil konsepsi yang berlangsung pada umur kehamilan 22 minggu atau lebih.

Apa saja yang dapat menyebabkan IUFD?

Kematian janin dapat disebabkan oleh beberapa sebab. Dapat dibagi menjadi :
 Maternal
1. Kehamilan serotinus (lebih dari 42 minggu)
berkaitan dengan infark plasenta yang menyebabkan insufisiensi
plasenta.
2. Diabetes (tidak dikontrol dengan baik)
3. Sistemik lupus eritematosus
SLE dapat menyebabkan arteriolitis (vaskulitis desidual). Adanya
antikardiolipin yang yang dikeluarkan oleh ibu hamil dengan SLE
dapat menyebabkan adanya blok jantung janin dan fibrosis
endomiokardial.
4. Infeksi
5. Tekanan darah tinggi.
6. Preeklampsia
7. Hemoglobinopati
Contohnya pasien dengan penyakit sickle cell anemia dapat menjadi
memburuk diikuti dengan oklusi dari pembuluh darah yang dapat
menyebabkan mortalitas dari ibu dan kematian janin.

11
12

8. Umur lanjut ibu.


Sesuai pertambahan usia ibu, kemungkinan menderita penyakit
degenerasi dan frekuensi anak mempunyai kelainan congenital
semakin tinggi.
9. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan Rh incompatibility
10. Ruptur uterine
Terjadi hipoksia karena lepasnya plasenta dan hipovolemi ibu. Satu-
satunya cara untuk mempertahankan janin adalah dengan laparotomi
segera.
11. Antifosfolipid antibodi.
Adanya antifosfolipid antibodi contohnya anti kardiolipin dan lupus
antikoagulan secara langsung menyerang trombosit dan endothelium
pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan vaskular, trombosis,
kematian janin, dan kerusakan plasenta.
12. hipotensi
13. Kematian ibu
 Fetal
1. Kehamilan ganda
Pada kehamilan ganda dapat terjadi twin-to-twin transfusion syndrome
(TTS).
2. Intrauterine growth restriction
3. Kelainan kongenital
4. Kelainan genetik
5. Infeksi (ie, parvovirus B19, CMV, listeria)
 Plasenta
1. Cord accident
2. Solutio plasenta
3. Plasenta previa
13

Bagaimana cara mendiagnosis IUFD?

Anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak terlalu bermanfaat. Keluhan utamanya


adalah hanya tidak adanya gerakan janin. Pada pemeriksaan fisik, tidak adanya
detak jantung janin ini harus dikonfirmasikan dengan menggunakan pemeriksaan
ultrasonografi, didapatkan kematian embrio dimana fetal pole > 5 mm namun
tidak ada aktifitas jantung.
Bila lewat dari waktu yang cukup, meskipun jarang diindikasikan pada saat ini,
penemuan dengan pemeriksaan sinar X dapat diperoleh data sebagai berikut: 15
 Gas dalam sistem kardiovaskuler (tanda Robert) (terjadi dalam 3 atau 4
hari).
 Tumpang-tindih tulang tengkorak janin (tanda Spalding) akibat pencairan
otak.
 Perlengkungan atau angulasi yang nyata dari tulang belakang (setelah
maserasi ligamentum spinosum).
14

Bagaimana Penatalaksanaan IUFD?


Penatalaksanaan :
Diagnosis IUFD

Informasi kepada
pasien

Mengerti dan memberi waktu kepada


pasien

Menunggu dengan Segera terminasi


kewaspadaan kehamilan

I/ SC tidak ada I/ SC ada

Induksi persalinan SC

Umur kehamilan 12-28 Umur kehamilan >28


minggu
minggu

Prostaglandin E2 /E1 Serviks baik Serviks jelek


vaginal suppositoria

Oksitosin drip Laminaria +


oksitosin drip

Apa yang dimaksud dengan harapan dengan kewaspadaan?


15

Sekitar 80 % pasien akan mengalami permulaan persalinan yang spontan dalam 2-


3 minggu kematian janin, dan hanya 10 % janin mati yang bertahan dalam
uterus lebih dari 3 minggu.

Mengapa dilakukan induksi persalinan?

Alasan bagi induksi persalinan dibenarkan adalah beban emosional pasien yang
berhubungan dengan mengandung janin yang meninggal, kemungkinan infeksi
dalam rahim walaupun kejadiannya jarang, serta 10 % resiko pembekuan
intravaskuler diseminata (DIC) bila janin yang mati dipertahankan lebih dari 5
minggu.
Pilihan terapi yang tersedia adalah larutan hipertonik yang diberikan intraamnion
oksitosin atau prostaglandin yang dapat diberikan dalam beberapa rute.

Apa pengaruh IUFD terhadap ibu?

Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah
(hipofibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah
harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum. Terapinya adalah
dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.

Apa indikasi dilakukan seksio sesárea pada pasien ini?

Secara umum Indikasi dilakukan Caesarean section:


 Indikasi absolut
a. Plasenta previa
b. CPD
c. Riwayat SC klasik
d. Riwayat telah dilakukan 2 atau lebih tindakan SC
16

e. Ancaman ruptur uteri


f. Adanya ruptur uteri

 Indikasi relatif
a. Riwayat dilakukan SC kurang dari 2 kali
b. Letak lintang

Pada pasien ini mulai terlihat tanda-tanda infeksi (terjadinya demam) yang
ditakutkan dapat menjadi sepsis, oleh karena itu harus segera dilakukan
terminasi kehamilan.
Pada pasien ini, kami berpendapat bahwa indikasi seksio sesarea adalah
karena setelah diberikan induksi dengan drip oksitosin 5 U sebanyak 11 kali,
disertai dengan pemberian 50mcg misoprostol sebanyak 6 kali, 400 mcg
sebanyak satu kali, dan 600 mcg sebanyak 1 kali, dilatasi serviks tetap pada
pembukaan 1 cm. Hal ini dapat terjadi karena pada usia kehamilan 24 minggu,
reseptor oksitosin belum terbentuk secara optimal sehingga pemberian
oksitosin dan analog prostaglandin untuk meningkatkan reseptor oksitosin
tidak begitu berpengaruh.

Bagaimana menentukan etiologi dari IUFD?

Menurut alogaritma yang telah dimodifikasi dari Wisconsin Stillbirth Service


(WSS, 1994) dan draf dokumen Alberta yang berjudul Investigation of Stillbirths
Protocol (1998), terdapat suatu panduan penatalaksanaan kematian janin untuk
pencarian penyebab kematian yang terdiri dari 6 langkah.

Enam langkah dalam mencari etiologi dari kematian janin :


(disesuaikan menurut the Alberta Investigation of Stillbirths Protocol, 1998)
Yang dilakukan saat diagnosis kematian janin ditegakkan :
1. Riwayat penyakit ibu dan riwayat keluarga
a. evaluasi riwayat obstetrik terdahulu
17

b. evaluasi riwayat kehamilan


c. evaluasi pemeriksaan antenatal
d. evaluasi riwayat keluarga
2. Pemeriksaan ibu
a. pemeriksaan darah rutin, termasuk hitung trombosit
b. Pemeriksaan golongan darah atau pemeriksaan adanya antibodi
c. HbA1C
d. Pemeriksaan mikrobiologi yang dipertimbangan apabila
 dicurigai adanya infeksi
 kematian janin masih belum jelas
Pemeriksaan tersebut antara lain :
 Pemeriksaan serologi ibu (IgG dan IgM) untuk: Parvovirus,
Toxoplasmosis, Cytomegalovirus
 Pemeriksaan HIV, sifilis, dan serologi rubella
 Biakan darah ibu untuk mencari Listeria
 Biakan dari sekret serviks dan vagina
Yang dilakukan setelah kelahiran dari janin yang mati
3. Pemeriksaan janin mati
a. Pemeriksaan fisik
Berisi tentang pemeriksaan fisik yang rinci dari janin dan plasenta
b. Otopsi
c. Pemeriksaan radiologi
Radiologi dari janin mati berguna dalam mencari dan
mendokumentasikan kelainan (khususnya pada tulang) yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan fisik.
 Foto AP
 Foto lateral kepala
 Foto pada bagian yang terdapat kelainan
18

 Foto yang lebih merinci berguna bagi janin mati yang


pendek termasuk foto AP, lateral pinggang dan foto AP
tangan.
d. Biopsi jaringan yang berasal dari :
 Kulit/tendon untuk pemeriksaan sitogenetik
 Hepar untuk pemeriksaan apakah terdapat infeksi dan
penyakit-penyakit metabolisme
 Rongga tubuh untuk mengkonfirmasikan lokasi organ
tubuh
 Sampel organ kecuali SSP, Sampel organ termasuk SSP
4. Pemeriksaan tali pusat
 Panjang dalam cm
 Jumlah pembuluh darah
 Penampakan tali pusat apakah tebal atau tipis
 Lilitan tali pusat.
 Contoh darah dari tali pusat yang hanya dimungkinkan pada janin
yang masih segar. Terdiri dari :
a. Pemeriksaan darah rutin, golongan darah, tes antibodi
direct
b. Pemeriksaan sitogenetik apabila terdapat tanda-tanda :
 Malformasi kongenital lewat ultrasonografi atau
pemeriksaan janin yang mati
 Hidrops foetalis
 IUGR yang berat
 Kelainan cairan amnion
 Hermaprodit
 Riwayat orangtua dengan
1. Abortus yang berulang
2. Kematian janin terdahulu yang tidak jelas
sebabnya
19

3. Kematian neonatal terdahulu yang tidak


jelas sebabnya
4. Anak terdahulu mempunyai kelainan
kongenital
c. Kultur untuk mencari Listeria dan untuk memastikan
infeksi adalah penyebab kematian janin.
5. Pemeriksaan plasenta
Apusan bawah selaput amnion

Kegunaan dari pemeriksaan plasenta adalah :


1. Infeksi bakteri intrauterin
2. Penurunan aliran darah pada plasenta
3. Penolakan system immum ibu terhadap janin

Bagaimana prognosis pasien dengan riwayat IUFD?

Kemungkinan untuk kehamilan normal setelah 3 kali kehilangan kehamilan


adalah 30 %, 25 % setelah 4 kali kehilangan kehamilan serta 5% setelah 5 kali
kehilangan kehamilan.

Mengapa amniotomi pada pasien ini didapatkan cairan ketuban berwarna


merah?

Cairan amnion berwarna merah menunjukkan stadium maserasi janin, dimana


adanya cairan berwarna merah ini menunjukkan bahwa kematian janin telah
berada pada stadium maserasi II atau lebih, yang berarti juga IUFD telah terjadi
lebih dari 48 jam. (Rigor mortis sekitar 2,5 jam, yang diikuti maserasi I sekitar 48
jam pertama).
20

Apa saja yang mungkin terjadi pada wanita HIV (+) yang sedang
mengandung dan janinnya?

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS


(Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Virus ini tergolong dalam jenis
retrovirus. Penularannya dapat melalui darah, cairan sperma, cairan vagina dan air
susu ibu. Penularan HIV pada bayi terjadi secara utero pada minggu-minggu
terakhir trimester ketiga. Hal ini dikarenakan plasenta menjadi sedikit terbuka
sehingga virus tersebut dapat memasuki aliran darah janin. Sedangkan pada saat
trimester pertama dan kedua masih ada barrier plasenta yang mencegah hal ini
terjadi. Di Eropa dan AS, diperkirakan 15 sampai 20 % bayi yang dilahirkan oleh
ibu dengan HIV positif terinfeksi oleh HIV, terutama bila bayi itu tidak
mendapatkan obat antiretrovirus.
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan penularan pada janin yaitu
bila ibu menderita infeksi HIV yang berat atau AIDS, ibu memiliki viral load yang
tinggi (>10.000) atau hitung CD4 yang rendah, ketuban pecah sekurang-
kurangnya 4 jam sebelum persalinan, ibu melahirkan secara pervaginam,
persalinan berlangsung sulit sehingga memerlukan tindakan episiotomi atau
forceps, dan bila ibu juga menderita infeksi saluran genitalis. Faktor risiko juga
meningkat bila selama kehamilan ibu menggunakan obat-obatan atau merokok.
Bila ibu terinfeksi HIV pada saat ibu itu sedang hamil, maka faktor risiko bayinya
terinfeksi HIV juga meningkat.
Infeksi HIV pada wanita hamil dapat menyebabkan terjadinya IUFD
namun patogenesis bagaimana terjadinya hal ini belum banyak dipelajari.

Adakah pengaruh kehamilan terhadap perjalanan penyakit HIV?

Kehamilan tidak mempengaruhi perjalanan penyakit HIV secara signifikan.


Kehamilan tidak mempengaruhi progresifitas penyakit, penurunan CD4, ataupun
risiko kematian. Pada awal kehamilan secara normal terjadi penurunan jumlah
CD4, hal ini terjadi karena pada awal kehamilan bayi merupakan benda asing bagi
21

tubuh ibu dan sel-sel imun dapat membahayakan hasil konsepsi, karenanya ibu
mengadakan adaptasi dengan sedikit imunosupresi. Pada wanita yang tidak
terinfeksi HIV, sel CD4 akan kembali meningkat mulai trimester ketiga kehamilan
hingga 12 bulan setelah persalinan. Pada wanita yang terinfeksi HIV, jumlah CD4
tidak meningkat kembali, tetapi juga tidak menurun lebih jauh. Kehamilan juga
hanya sedikit meningkatkan viral load, namun hal ini tidak bermakna secara
signifikan terhadap progresifitas penyakit HIV.

Apakah pengaruh infeksi HIV terhadap kehamilan?

Penelitian menunjukkan bahwa di negara berkembang, infeksi HIV dalam


kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan, prematuritas,
pertumbuhan janin terhambat, kematian janin intrauterin, dan kematian neonatus.
Gangguan kehamilan pada ibu yang terinfeksi HIV juga ditentukan oleh
presentase CD4. Menurut American Center for Disease Control and Prevention,
pada presentase CD4 di bawah 14%, risiko terjadinya prematuritas meningkat
menjadi 20 % dan ganggunan pertumbuhan intrauterin meningkat menjadi 24 %.
Kelainan-kelainan dalam kehamilan dengan infeksi HIV disebabkan oleh HIV
sendiri maupun oleh infeksi-infeksi oportunistik yang membahayakan janin
terutama infeksi TORCH.

Apakah semua bayi yang lahir dari ibu HIV positif pasti akan terinfeksi
HIV?

Tidak, karena sirkulasi darah janin dan ibu dipisahkan oleh beberapa lapis
plasenta. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi biasanya HIV tidak dapat menembusnya.
22

Kapan seorang bayi dari ibu HIV positif dapat terinfeksi?

Hal ini dapat terjadi apabila terjadi gangguan pada plasenta seperti peradangan,
infeksi, yang dapat menyebabkan kerusakan plasenta tersebut sehingga virus
dapat menembus plasenta dan terjadi resiko penularan HIV ke bayi.
Selain itu hal ini dapat pula terjadi selama proses kelahiran. Selama proses ini, 10-
20% akan terinfeksi jika tidak dilakukan intervensi untuk mencegah terjadinya
penularan. Sebagian besar janin tertular HIV pada masa inpartu dan persalinan
karena menghisap, meminum, atau aspirasi darah ibu atau cairan vagina yang
mengandung HIV. Bila ibu mengalami pecah ketuban > 4jam, chorioamnionitis
akut, dan tknik persalinan invasif yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu meningkatkan resiko penularan HIV ke bayi.

Bagaimanakah penatalaksanaan Infeksi HIV pada ibu hamil?

I. Wanita hamil dengan infeksi HIV yang belum pernah mendapatkan terapi
antiretroviral.
Wanita hamil dengan HIV positif harus mendapat pemantauan standar.
Pertimbangan untuk menentukan kapan harus memulai terapi dan obat apa
yang digunakan sama dengan pertimbangan yang diberikan pada wanita tidak
hamil, ditambah dengan pertimbangan akan keuntungan dan risiko terapi
tersebut dalam kehamilan.
Tiga regimen terapi yang dipelajari oleh ACTG 076 harus dianjurkan pada
semua wanita hamil dengan HIV positif. Regimen ini terdiri dari :
1. Pemberian AZT dengan dosis standar pada usia kehamilan 14 minggu dan
seterusnya.
2. Infus AZT kontinu selama proses persalinan
3. Pemberian sirup AZT kepada bayi selama 6 minggu kelahiran.
Pemberian terapi antiviral pada ibu dengan hitung CD4 tinggi dan viral
load yang rendah, terapi dapat memberikan keuntungan yang signifikan
23

terhadap keadaan ibu namun tidak memberikan keuntungan dalam mencegah


transmisi perinatal.
Pemberian monoterapi AZT dapat menimbulkan risiko terjadinya
resistensi sehingga membatasi terapi ibu di masa mendatang. Namun
bagaimanapun juga, keadaan ini sangat jarang terjadi pada terapi jangka
pendek seperti yang ditemukan pada terapi HIV dalam kehamilan. Dalam
kehamilan regimen terapi diberikan hanya pada trimester II dan III (durasi
terapi maksimal 6,5 bulan). Pemberian regimen terapi AZT pada ibu ini
ditunda sampai usia kehamilan minimal 10-12 minggu dengan pertimbangan
bahwa pada usia kehamilan di bawah ini embrio paling rentan terhadap efek
obat.
Pemberian terapi tambahan dilakukan bila keadaan umum ibu terlihat
memburuk secara lebih progresif.

II. Wanita hamil dengan infeksi HIV yang sudah pernah mendapatkan terapi
antiretroviral.
Pada wanita yang terinfeksi HIV kemudian baru diketahui hamil pada
trimester II, terapi antiretroviral yang sebelumnya telah ia dapatkan harus
diteruskan. Bila kehamilan terdeteksi pada trimester I, keuntungan dan risiko
terapi harus dibicarakan terlebih dahulu. Wanita tersebut dapat memilih untuk
sementara menghentikan terapi yang ia dapatkan, dimana semua agen
antiretroviral dihentikan dan kemudian dimulai kembali secara simultan.
Riwayat penggunaan AZT sebelum kehamilan seharusnya tidak mengubah
pertimbangan untuk menggunakan AZT saat kehamilan, saat persalinan, dan
pada bayi saat bayi lahir.
Wanita yang saat terdeteksi hamil tidak menggunakan AZT sebaiknya
dinasehati untuk menambahkan atau mengganti obat yang ia gunakan dengan
analog nukleosida yang lain setelah usia kehamilan 14 minggu.

III. Wanita hamil dengan infeksi HIV dalam persalinan, dan tidak pernah
mendapat terapi antiretroviral sebelumnya.
24

Sebagian kasus transmisi vertikal terjadi dalam proses persalinan, AZT


direkomendasikan selama persalinan dan pada bayi yang baru lahir. Beberapa
regimen yang direkomendasikan :
 Dosis tunggal nevirapine pada onset persalinan dan dosis tunggal
nevirapine untuk neonatus pada usia 48 jam.
 AZT/3TC oral selama persalinan dan AZT/3TC oral untuk neonatus
selama 1 minggu.
 AZT intravena untuk ibu selama persalinan dan AZT untuk neonatus
selama 6 minggu.
 Regimen a dan c bersamaan.

Bagaimana mencegahnya?

Proses persalinan yang paling aman dan dapat mengurangi resiko tertular
HIV karena akan mengurangi kontak janin dengan darah ibu. Seksio sesarea ini
dijadwalkan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih cepat bila tanda-tanda
persalinan timbul lebih dini. Penelitian melaporkan bahwa terapi anti-HIV selama
kehamilan dikombinasikan dengan seksio sesarea terencana dapat mengurangi
risiko transmisi sampai serendah 2 %. Namun perlu diingat bahwa persalinan
dengan seksio dapat memberikan risiko pada ibu. Oleh karena itu, bila seorang
wanita memiliki viral load yang tak terdeteksi pada saat persalinan, wanita ini
boleh memilih untuk melahirkan secara per vaginam.
Dilakukan seksio sesar elektif sebelum inpartu dan sebelum pecah ketuban
dapat menurunkan resiko sebanyak 50%. Bila SC elektif disertai pemberian ARV,
maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.

Adakah penanganan khusus terhadap bayi dari ibu HIV positif setelah lahir?

Segera setelah bayi lahir, dilakukan tes HIV. Tes yang dilakukan berbeda dengan
tes HIV pada orang dewasa, bukan antibodi HIV yang dicari karena bayi
mendapat antibodi dari ibu dan hasilnya pasti positif namun bukan berarti bayi
25

terinfeksi HIV, yang dicari adalah virus HIV secara langsung. Selain tes HIV,
dimulai juga pemberian obat antiviral Zidovudin (ZDV) sampai usia 6 minggu,
dengan pemantauan laboratorium karena efek sampingnya adalah anemia. Setelah
terapi ZDV selesai, dilakukan tes HIV lagi. Bayi jangan diberikan ASI, karena
virus HIV diekskresi juga lewat ASI.
Antara 4-6 minggu, bayi diberikan terapi P. carinii/ jiroveci pneumonia ( PCP).
PCP adalah suatu penyakit dimana paru terisi air dan merupakan penyakit gejala
awal dari AIDS. Terapi PCP dapat dihentikan setelah pemeriksaan 6 minggu
membuktikan bahwa bayi bebas dari infeksi.

Apakah obat-obatan anti HIV dapat terus diminum pada ibu HIV positif
yang hamil ?

Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsultasikan jenis obat yang diminumnya selama
kehamilan karena ada beberapa obat yang menyebabkan defek kongenital, seperti:
efavirenz,stavudine, amprenafir, hidroksi urea. Obat yang direkomendasikan
adalah Zidovudin ( ZDV/ AZT), terapi ZDV dalam kehamilan terbukti 70 %
efektif untuk mencegah transmisi dari ibu ke bayi. Terapi ZDV dibagi menjadi 3
bagian, antara 14-34 minggu.

Apa saja pengaruh obat-obatan yang diminum oleh pasien ini selama
kehamilannya?

 Folavit
Isi:
asam folat
Indikasi:
pertumbuhan janin, menjaga kesehatan, defisiensi asam folat, suplemen
pada kehamilan dan laktasi, peningkatan kebutuhan asam folat
Dosis:
400-500 mcg
26

untuk defisiensi asam folat: dosis awal 0.25 – 1 mg/ hari dilanjutkan dosis
pemeliharaan 0.25 mg/ hari, 0.8 mg/ hari pada kehamilan dan laktasi
suplemen kehamilan: 0.1 – 1 mg/ hari
peningkatan kebutuhan asam folat: 0.5 – 1 mg/ hari
Kontraindikasi:
Administrasi jangka panjang pada pasien dengan defisiensi kobalamin
yang tidak ditangani
Perhatian khusus:
Jangan diberikan sebagai terapi tunggal pada anemia pernisiosa dan
defisiensi vitamin B12
Preparat:
Tablet 400 mcg

 Hystolan
Isi:
Isoxsuprine HCl
Indikasi:
Relaksasi uterus, kelainan pembuluh darah perifer, obliterasi
arteriosklerosis, obliterasi tromboangitis, penyakit Raynaud
Dosis:
20 mg, 3 – 4 x/ hari
Administrasi:
Dapat diberikan bersama dengan makanan, susu, maupun antasida untuk
mengurangi gangguan pencernaan
Kontraindikasi:
Perdarahan arterial, pendarahan postpartum
Perhatian Khusus:
Penyakit pembuluh darah serebral/ infark jantung, penyakit jantung
iskemia berat, glaukoma, laktasi
27

Efek Samping:
Flushing, hipotensi, takikardi, rash pada kulit, gangguan pencernaan,
pusing ( hipotensi ortostatik)
28

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG et al. Sexually Transmitted Disease-Human


Immunodeficiency Virus Infection in: Williams Obstetrics 22st edition.
McGraw-Hill Companies, New York, 2005. p1310-17.

2. World Health Organization. Pregnancy and HIV/AIDS,


2000.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/en/index.html

3. Ling W, Duff P. HIV/ AIDS in: Obstetric and Ginecologyc Principles for
Practice 9th edition. McGraw-Hill Companies, New York, 2001. p801-17.

Anda mungkin juga menyukai