BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia sendiri pada akhir Juni 2005 tercatat 7.098 kasus HIV/AIDS
(3.740 kasus HIV dan 3.358 kasus AIDS), dengan proporsi terbesar menurut
golongan umur adalah kelompok usia muda. Selama tahun 2004 diperkirakan
640.000 anak-anak hidup dengan HIV/AIDS dan lebih dari 90% diantaranya
terinfeksi HIV melalui jalur Mother to Child Transmission (MTCT). Di negara
maju, risiko seorang bayi tertular HIV dari ibunya hanya sekitar 2% karena
tersedia layanan yang optimal untuk pencegahan penularan HIV, sedangkan di
negara berkembang atau miskin, risikonya antara 25%-45%.1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : Ny. I. I.
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB : 163 cm
BB : 60 kg
Agama : Kristen
Alamat : Lembang, Bandung
Pekerjaan : karyawan swasta
Pendidikan : S1
RM/Reg. : 00757302/07015639
Ruang : Debora kelas III
Masuk tanggal : 20 Agustus 2007
Keluar tanggal : 27 Agustus 2007
II. Anamnesis
Auto dan heteroanamnesis dari suami pasien tanggal 20 Agustus 2007
Keluhan utama : tidak merasakan pergerakan janin
Pasien G1P0A0 merasa hamil 5 bulan datang dengan keluhan utama
tidak merasakan pergerakan janin sejak 3 hari SMRSI. Disangkal adanya
mulas-mulas maupun keluar cairan/perdarahan dari jalan lahir. Kira-kira
seminggu SMRSI, pasien merasakan nyeri seperti kram di perut bagian
bawah; sifat nyeri hilang timbul dan menjalar ke sekitarnya. Pasien kontrol
kehamilan terakhir 11 hari yang lalu ke dr. SpOG, dilakukan USG, dan
diberitahu bahwa keadaan dan denyut jantung janinnya baik.
Pasien menyangkal pernah terkena penyakit ataupun demam
selama kehamilan, namun mengaku mendapat obat dari dr. SpOG yakni
Folavit®, Kaldece®, dan Hystolan® saat kontrol 11 hari yang lalu.
3
Status Obstetricus
Pemeriksaan Luar:
Inspeksi : chloasma gravidarum -
hiperpigmentasi areola mammae +/+
hiperpigmentasi linea alba -
Palpasi : TFU : 9 cm
LP : 81 cm
Manuver Leopold : tidak dapat dilakukan
His :-
TBBA : -
Auskultasi : BJA -
5
V. Follow Up
a. Keadaan Pasien dan Advis Dokter
Tanggal Follow Up Order
20-8-2007 Diagnosis IUFD - infus D5%, guyur 1 labu 500 cc,
selanjutnya + pethidine 50 mg +
induxin 5U mulai 20 tts/mnt
dinaikkan sampai maksimal 60
tts/mnt
- observasi, pro partus spontan
19.30 Drip fls I mau habis sisa 50cc lagi, - drip lanjutkan fls II mulai 60
his + jarang tts/mnt
Advis dr. AB, SpOG - beri epidosin 1 amp IM
21-8-2007 VT Ø belum ada, drip habis - infus D5% polos untuk 20
Lapor dr. AB, SpOG tts/mnt
21-8-2007 His - - terapi drip ulang start 30 tts/mnt
- gastrul ¼ tablet tiap 6 jam oral
- observasi
- magtral 3 dd I
24.00 Lapor dr. AB, SpOG drip habis, - lanjutkan fls II
advis:
22-8-2007 His + → amniotomi → cairan - terapi amniotomi
kemerahan - drip ulang induxin 1 amp untuk
500 cc D5% mulai 30 tts/mnt
6
sk
Ø 1 cm
b. Tabel Obat-obatan
Obat 20/07/2007 21/07/2007 22/07/2007 23/07/2007
- 1/4 tab p.o. 1/4 tab p.o. 1/4 tab p.o.
Gastrul® (misoprostol) 200 9.00-15.10-
mcg tab 21.45 9.00-15.10-21.46 2.00-9.00
2 tab di fornix 3 tab di fornix
post. post.
20.00 17.00
Magtral® (antasida) syr 8.00-13.00-
3ddcthI - 18.00 8.00-13.00-18.00 8.00-13.00-18.00
Xylonidon + Delladryl 2:1 cc
i.m. - - - 10.30
Ceftriaxone 1gr i.v. q12h - - - -
Tramal® (tramadol) 50 mg
cap p.r.n. - - - -
Dapyrin® (paracetamol) 500
mg tab 3dd - - - -
8
Clavamox®
(amoxicillin+clavulanic acid)
500/125 mg tab 3dd - - - -
Teknik operasi:
1. pasien dibaringkan terlentang di meja operasi dan dilakukan anestesi.
2. dilakukan teknik aseptik dan antiseptik pada abdomen dan sekitarnya.
3. abdomen ditutup dengan doek steril, kecuali lapangan operasi.
4. dilakukan insisi pfannenstiel sepanjang ±8cm, insisi diperdalam lapis demi
lapis sampai peritoneum. Jika ada perdarahan dikontrol dengan dep /
kauter-koagulasi.
5. peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum dengan ukuran ±16x20cm
(kehamilan ± 20 minggu).
9
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad dubia
Quo ad functionam : dubia ad malam
11
BAB III
PEMBAHASAN
Kematian janin dapat disebabkan oleh beberapa sebab. Dapat dibagi menjadi :
Maternal
1. Kehamilan serotinus (lebih dari 42 minggu)
berkaitan dengan infark plasenta yang menyebabkan insufisiensi
plasenta.
2. Diabetes (tidak dikontrol dengan baik)
3. Sistemik lupus eritematosus
SLE dapat menyebabkan arteriolitis (vaskulitis desidual). Adanya
antikardiolipin yang yang dikeluarkan oleh ibu hamil dengan SLE
dapat menyebabkan adanya blok jantung janin dan fibrosis
endomiokardial.
4. Infeksi
5. Tekanan darah tinggi.
6. Preeklampsia
7. Hemoglobinopati
Contohnya pasien dengan penyakit sickle cell anemia dapat menjadi
memburuk diikuti dengan oklusi dari pembuluh darah yang dapat
menyebabkan mortalitas dari ibu dan kematian janin.
11
12
Informasi kepada
pasien
Induksi persalinan SC
Alasan bagi induksi persalinan dibenarkan adalah beban emosional pasien yang
berhubungan dengan mengandung janin yang meninggal, kemungkinan infeksi
dalam rahim walaupun kejadiannya jarang, serta 10 % resiko pembekuan
intravaskuler diseminata (DIC) bila janin yang mati dipertahankan lebih dari 5
minggu.
Pilihan terapi yang tersedia adalah larutan hipertonik yang diberikan intraamnion
oksitosin atau prostaglandin yang dapat diberikan dalam beberapa rute.
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah
(hipofibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah
harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum. Terapinya adalah
dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.
Indikasi relatif
a. Riwayat dilakukan SC kurang dari 2 kali
b. Letak lintang
Pada pasien ini mulai terlihat tanda-tanda infeksi (terjadinya demam) yang
ditakutkan dapat menjadi sepsis, oleh karena itu harus segera dilakukan
terminasi kehamilan.
Pada pasien ini, kami berpendapat bahwa indikasi seksio sesarea adalah
karena setelah diberikan induksi dengan drip oksitosin 5 U sebanyak 11 kali,
disertai dengan pemberian 50mcg misoprostol sebanyak 6 kali, 400 mcg
sebanyak satu kali, dan 600 mcg sebanyak 1 kali, dilatasi serviks tetap pada
pembukaan 1 cm. Hal ini dapat terjadi karena pada usia kehamilan 24 minggu,
reseptor oksitosin belum terbentuk secara optimal sehingga pemberian
oksitosin dan analog prostaglandin untuk meningkatkan reseptor oksitosin
tidak begitu berpengaruh.
Apa saja yang mungkin terjadi pada wanita HIV (+) yang sedang
mengandung dan janinnya?
tubuh ibu dan sel-sel imun dapat membahayakan hasil konsepsi, karenanya ibu
mengadakan adaptasi dengan sedikit imunosupresi. Pada wanita yang tidak
terinfeksi HIV, sel CD4 akan kembali meningkat mulai trimester ketiga kehamilan
hingga 12 bulan setelah persalinan. Pada wanita yang terinfeksi HIV, jumlah CD4
tidak meningkat kembali, tetapi juga tidak menurun lebih jauh. Kehamilan juga
hanya sedikit meningkatkan viral load, namun hal ini tidak bermakna secara
signifikan terhadap progresifitas penyakit HIV.
Apakah semua bayi yang lahir dari ibu HIV positif pasti akan terinfeksi
HIV?
Tidak, karena sirkulasi darah janin dan ibu dipisahkan oleh beberapa lapis
plasenta. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi biasanya HIV tidak dapat menembusnya.
22
Hal ini dapat terjadi apabila terjadi gangguan pada plasenta seperti peradangan,
infeksi, yang dapat menyebabkan kerusakan plasenta tersebut sehingga virus
dapat menembus plasenta dan terjadi resiko penularan HIV ke bayi.
Selain itu hal ini dapat pula terjadi selama proses kelahiran. Selama proses ini, 10-
20% akan terinfeksi jika tidak dilakukan intervensi untuk mencegah terjadinya
penularan. Sebagian besar janin tertular HIV pada masa inpartu dan persalinan
karena menghisap, meminum, atau aspirasi darah ibu atau cairan vagina yang
mengandung HIV. Bila ibu mengalami pecah ketuban > 4jam, chorioamnionitis
akut, dan tknik persalinan invasif yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu meningkatkan resiko penularan HIV ke bayi.
I. Wanita hamil dengan infeksi HIV yang belum pernah mendapatkan terapi
antiretroviral.
Wanita hamil dengan HIV positif harus mendapat pemantauan standar.
Pertimbangan untuk menentukan kapan harus memulai terapi dan obat apa
yang digunakan sama dengan pertimbangan yang diberikan pada wanita tidak
hamil, ditambah dengan pertimbangan akan keuntungan dan risiko terapi
tersebut dalam kehamilan.
Tiga regimen terapi yang dipelajari oleh ACTG 076 harus dianjurkan pada
semua wanita hamil dengan HIV positif. Regimen ini terdiri dari :
1. Pemberian AZT dengan dosis standar pada usia kehamilan 14 minggu dan
seterusnya.
2. Infus AZT kontinu selama proses persalinan
3. Pemberian sirup AZT kepada bayi selama 6 minggu kelahiran.
Pemberian terapi antiviral pada ibu dengan hitung CD4 tinggi dan viral
load yang rendah, terapi dapat memberikan keuntungan yang signifikan
23
II. Wanita hamil dengan infeksi HIV yang sudah pernah mendapatkan terapi
antiretroviral.
Pada wanita yang terinfeksi HIV kemudian baru diketahui hamil pada
trimester II, terapi antiretroviral yang sebelumnya telah ia dapatkan harus
diteruskan. Bila kehamilan terdeteksi pada trimester I, keuntungan dan risiko
terapi harus dibicarakan terlebih dahulu. Wanita tersebut dapat memilih untuk
sementara menghentikan terapi yang ia dapatkan, dimana semua agen
antiretroviral dihentikan dan kemudian dimulai kembali secara simultan.
Riwayat penggunaan AZT sebelum kehamilan seharusnya tidak mengubah
pertimbangan untuk menggunakan AZT saat kehamilan, saat persalinan, dan
pada bayi saat bayi lahir.
Wanita yang saat terdeteksi hamil tidak menggunakan AZT sebaiknya
dinasehati untuk menambahkan atau mengganti obat yang ia gunakan dengan
analog nukleosida yang lain setelah usia kehamilan 14 minggu.
III. Wanita hamil dengan infeksi HIV dalam persalinan, dan tidak pernah
mendapat terapi antiretroviral sebelumnya.
24
Bagaimana mencegahnya?
Proses persalinan yang paling aman dan dapat mengurangi resiko tertular
HIV karena akan mengurangi kontak janin dengan darah ibu. Seksio sesarea ini
dijadwalkan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih cepat bila tanda-tanda
persalinan timbul lebih dini. Penelitian melaporkan bahwa terapi anti-HIV selama
kehamilan dikombinasikan dengan seksio sesarea terencana dapat mengurangi
risiko transmisi sampai serendah 2 %. Namun perlu diingat bahwa persalinan
dengan seksio dapat memberikan risiko pada ibu. Oleh karena itu, bila seorang
wanita memiliki viral load yang tak terdeteksi pada saat persalinan, wanita ini
boleh memilih untuk melahirkan secara per vaginam.
Dilakukan seksio sesar elektif sebelum inpartu dan sebelum pecah ketuban
dapat menurunkan resiko sebanyak 50%. Bila SC elektif disertai pemberian ARV,
maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.
Adakah penanganan khusus terhadap bayi dari ibu HIV positif setelah lahir?
Segera setelah bayi lahir, dilakukan tes HIV. Tes yang dilakukan berbeda dengan
tes HIV pada orang dewasa, bukan antibodi HIV yang dicari karena bayi
mendapat antibodi dari ibu dan hasilnya pasti positif namun bukan berarti bayi
25
terinfeksi HIV, yang dicari adalah virus HIV secara langsung. Selain tes HIV,
dimulai juga pemberian obat antiviral Zidovudin (ZDV) sampai usia 6 minggu,
dengan pemantauan laboratorium karena efek sampingnya adalah anemia. Setelah
terapi ZDV selesai, dilakukan tes HIV lagi. Bayi jangan diberikan ASI, karena
virus HIV diekskresi juga lewat ASI.
Antara 4-6 minggu, bayi diberikan terapi P. carinii/ jiroveci pneumonia ( PCP).
PCP adalah suatu penyakit dimana paru terisi air dan merupakan penyakit gejala
awal dari AIDS. Terapi PCP dapat dihentikan setelah pemeriksaan 6 minggu
membuktikan bahwa bayi bebas dari infeksi.
Apakah obat-obatan anti HIV dapat terus diminum pada ibu HIV positif
yang hamil ?
Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsultasikan jenis obat yang diminumnya selama
kehamilan karena ada beberapa obat yang menyebabkan defek kongenital, seperti:
efavirenz,stavudine, amprenafir, hidroksi urea. Obat yang direkomendasikan
adalah Zidovudin ( ZDV/ AZT), terapi ZDV dalam kehamilan terbukti 70 %
efektif untuk mencegah transmisi dari ibu ke bayi. Terapi ZDV dibagi menjadi 3
bagian, antara 14-34 minggu.
Apa saja pengaruh obat-obatan yang diminum oleh pasien ini selama
kehamilannya?
Folavit
Isi:
asam folat
Indikasi:
pertumbuhan janin, menjaga kesehatan, defisiensi asam folat, suplemen
pada kehamilan dan laktasi, peningkatan kebutuhan asam folat
Dosis:
400-500 mcg
26
untuk defisiensi asam folat: dosis awal 0.25 – 1 mg/ hari dilanjutkan dosis
pemeliharaan 0.25 mg/ hari, 0.8 mg/ hari pada kehamilan dan laktasi
suplemen kehamilan: 0.1 – 1 mg/ hari
peningkatan kebutuhan asam folat: 0.5 – 1 mg/ hari
Kontraindikasi:
Administrasi jangka panjang pada pasien dengan defisiensi kobalamin
yang tidak ditangani
Perhatian khusus:
Jangan diberikan sebagai terapi tunggal pada anemia pernisiosa dan
defisiensi vitamin B12
Preparat:
Tablet 400 mcg
Hystolan
Isi:
Isoxsuprine HCl
Indikasi:
Relaksasi uterus, kelainan pembuluh darah perifer, obliterasi
arteriosklerosis, obliterasi tromboangitis, penyakit Raynaud
Dosis:
20 mg, 3 – 4 x/ hari
Administrasi:
Dapat diberikan bersama dengan makanan, susu, maupun antasida untuk
mengurangi gangguan pencernaan
Kontraindikasi:
Perdarahan arterial, pendarahan postpartum
Perhatian Khusus:
Penyakit pembuluh darah serebral/ infark jantung, penyakit jantung
iskemia berat, glaukoma, laktasi
27
Efek Samping:
Flushing, hipotensi, takikardi, rash pada kulit, gangguan pencernaan,
pusing ( hipotensi ortostatik)
28
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
3. Ling W, Duff P. HIV/ AIDS in: Obstetric and Ginecologyc Principles for
Practice 9th edition. McGraw-Hill Companies, New York, 2001. p801-17.