Anda di halaman 1dari 9

Fiqih Qurban

FIQIH QURBAN

Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada.
Ketika putra-putra nabi Adam as. diperintahkan berqurban. Maka Allah Swt. menerima qurban
yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah Swt
berfirman:

‫ﻭَاﺖْﻝُ ﻉَﻝَﻱْﻩِﻡْ ﻥَﺏَﺃَ اﺐْﻥَﻱْ ﺀَاﺪَﻡَ ﺏِاﻞْﺡَﻕِّ ﺇِﺫْ ﻕَﺭَّﺏَﺍ ﻕُﺭْﺏَاﻦًﺍ‬


َ‫ﻑَﺕُﻕُﺏِّﻝَ ﻡِﻥْ ﺃَﺡَﺩِﻩِﻡَﺍ ﻭَﻝَﻡْ ﻱُﺕَﻕَﺏَّﻝْ ﻡِﻥَ اﻠآﺦَﺭِ ﻕَاﻞ‬
َ‫ﻟﺄَﻕْﺕُﻝَﻥَّﻙَ ﻕَاﻞَ ﺇِﻥَّﻡَﺍ ﻱَﺕَﻕَﺏَّﻝُ اﻠﻞَّﻩُ ﻡِﻥَ اﻞْﻡُﺕَّﻕِﻳﻦ‬

“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku
pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari
orang-orang yang bertakwa" (QS Al-Maa-idah 27).

Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim as., saat beliau
diperintahkan Allah Swt. untuk mengurbankan anaknya, Ismail as.. Disebutkan dalam surat
As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Saw. sebagai bagian
dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Swt. sebagai rasa syukur atas ni’mat
kehidupan.

Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Swt., bentuk
ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas ni’mat kehidupan yang diberikan Allah Swt. kepada
hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti

1/9
Fiqih Qurban

menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, bahwa penyembelihan binatang
tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan
saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas
ni’mat Allah Swt. kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan ni’mat yang dianjurkan
dalam Islam: “Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur)” (QS Ad-Dhuhaa 11). Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa
yang datang dari Allah Swt.. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah ni’mat yang
diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan
manusia untuk menyembelih binatang ternak
tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu
bentuk pendekatan diri kepada Allah Swt.

Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Swt. di hari Nahr, sebagaimana
disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:”
Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan
darah (berqurban). Qurban itu akan datang dihari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya.
Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes
ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.

Kata qurban yang kita fahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan
maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah.
Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua
pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang
disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang
disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan
syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut madzhab
Abu Hanifah adalah wajib. Allah Swt. berfirman:

2ْ‫ﻑَﺹَﻝِّ ﻝِﺭَﺏِّﻙَ ﻭَاﻦْﺡَﺭ‬

Artinya:” Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar 2).

2/9
Fiqih Qurban

Rasulullah Saw. bersabda:

‫ﻣﻦ ﻛاﻦ ﻟﻪ ﺳﻌﺔ وﻠﻢ ﻳﻀﺢ ﻓﻠﺎ ﻳﻘرﺒﻦ ﻣﺼﻠاﻨﺎ‬

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami”
(HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain:” Jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah, dan seseorang diantara kalian
hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).

Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat
dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia
berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala
sunnah.

Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam),
unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung,
ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Swt berfirman:” Dan bagi tiap-tiap umat
telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34). Kambing untuk
satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Saw. menyembelih
dua kambing, satu untuk beliau dan
keluarganya dan satu
lagi untuk beliau dan umatnya.
Sedangkan unta dan sapi
dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits
Rasulullah Saw.:

‫ ﻧﺤرﻨﺎ ﻣﻊ ﺭَﺱُوﻞِ اﻠﻞَّﻩِ ﺹَﻝَّﻯ اﻠﻞَّﻩُ ﻉَﻝَﻳﻪِ وﺲَﻝَّﻡ‬:‫ﻋﻦ ﺟاﺒﺮٍ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻠﻠﻪ ﻗاﻞ‬
ٍ‫ﺑاﻠﺢُدﻴﺒﻴﺔِ اﻠﺒدﻨﺔَ ﻋﻦ ﺳﺒﻌﺔٍ واﻠﺒﻘرﺔَ ﻋﻦ ﺳﺒﻌﺔ‬

Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Saw. di tahun

3/9
Fiqih Qurban

Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh
cacat. Rasulullah Saw. bersabda:” Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1.
Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi “ (HR Bukhari dan
Muslim). Hadits lain:” Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali
musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun
lebih) dari domba (HR Muslim). Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi
umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan
berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah saw. berqurban dengan dua
domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

Orang yang berqurban boleh makan sebagian daging qurban, sebagaimana firman Allah Swt.:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh
(mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” (QS Al-Hajj 36).
Hadits Rasulullah Saw.:” Jika diantara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya”
(HR Ahmad). Bahkan dalam hal pembagian disunnahkan dibagi tiga. Sepertiga untuk dimakan
dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, sepertiga yang lainnya untuk
fakir miskin dan orang yang minta-minta. Disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas
menerangkan qurban Rasulullah Saw.bersabda: “Sepertiga untuk memberi makan keluarganya,
sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin dan sepertiga
untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta” (HR Abu Musa Al-Asfahani). Tetapi orang
yang berkurban karena nadza
r, maka menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i, orang tersebut tidak boleh makan daging qurban
sedikitpun dan tidak boleh memanfaatkannya.

Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Iedul
Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah melaksanakan shalat ‘Iedul Adha bagi yang
melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Iedul Adha seperti jama’ah
haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Adapun hari penyembelihan menurut
Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan
Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua
hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengambil alasan
bahwa Umar ra., Ali ra.
Abu Hurairah ra., Anas ra., Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra. menghabarkan bahwa hari-hari
penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin

4/9
Fiqih Qurban

hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Saw. (Mughni
Ibnu Qudamah 11/114).

Sedangkan madzhab Syafi’i dan sebagian madzhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik.
Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti
alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Saw. :”Semua hari Tasyrik adalah hari
penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). Berkata Al-Haitsami:” Hadits ini para perawinya
kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat madzhab
Syafi’i.

Berqurban sebagaimana definisi diatas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut
jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja
kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban.
Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya
dibagikan kepada fakir miskin. Dan menurut jumhur ulama yaitu madzhab Imam Malik, Ahmad
dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah
dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak
pada hilangnya ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut. Adapun jika seseorang
berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu
adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih
sendiri diutamakan untuk menyaksikan
penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas ra:” Hadirlah ketika kalian
menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.

Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu
Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw.: “ Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum
berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Bacaan boleh ditambah
sebagaimana Rasulullah Saw. memerintahkan pada Fatimah as. :”Wahai Fatimah, bangkit dan
saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap
dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku,
ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan
oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR
Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:”
Seseorang di masa Rasulullah Saw. berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan

5/9
Fiqih Qurban

keluarganya. Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan


apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Berkata Ibnul Qoyyim dalam Zaadul
Ma’ad:” Diantara sunnah Rasulullah Saw. bahwa qurban kambing boleh untuk seorang dan
keluarganya walaupun jumlah mereka banyak sebagaimana hadits Atha bin Yasar dari Abu
Ayyub Al-Anshari. Disebutkan dalam hadits Rasulullah saw.

‫ﺻﻞَّﻯ اﻠﻠﻪ‬- ‫ ﻛﻨﺖ ﺳاﺒﻊ ﺳﺒﻌﺔ ﻣﻊ رﺴوﻞ اﻠﻠﻪ‬:‫ ﻋﻦ ﺟدﻪ ﻗاﻞ‬،‫ ﻋﻦ أﺒﻴﻪ‬،‫ﻋﻦ أﺒﻲ اﻠأﺴوﺪ اﻠﺴﻠﻤﻲ‬
‫ ﻓﺠﻤﻊ‬،-‫ﺻﻞَّﻯ اﻠﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﺴﻠﻢ‬- ‫ ﻓأﻤرﻨﺎ رﺴوﻞ اﻠﻠﻪ‬.‫ ﻓأدرﻜﻨﺎ اﻠأﻀﺤﻰ‬،‫ ﻓﻲ ﺳﻔرﻪ‬-‫ﻋﻠﻴﻪ وﺴﻞَّﻡ‬
.‫ ﻟﻘﺪ ﻏﻠﻴﻨﺎ ﺑﻬﺎ‬،‫ ﻳﺎ رﺴوﻞ اﻠﻠﻪ‬:‫ وﻘﻠﻨﺎ‬.‫ ﻓاﺸﺘرﻴﻨﺎ أﻀﺤﻴﺔ ﺑﺴﺒﻌﺔ دراﻬﻢ‬،‫ﻛﻞ رﺠﻞ ﻣﻨﺎ درﻬﻤﺎ‬
‫ﺻﻞَّﻯ اﻠﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ ﺛﻢ أﻤرﻨﺎ رﺴوﻞ اﻠﻠﻪ‬:‫ وأﺴﻤﻨﻬﺎ( ﻗاﻞ‬،‫ )إﻦ أﻔﻀﻞ اﻠﻀﺤاﻴﺎ أﻐﻠاﻬﺎ‬:‫ﻓﻘاﻞ‬
‫ وذﺒﺢ‬،‫ ورﺠﻞ ﺑﻘرﻦ‬،‫ ورﺠﻞ ﺑﻘرﻦ‬،‫ ورﺠﻞ ﺑﻴﺪ‬،‫ ورﺠﻞ ﺑﻴﺪ‬،‫ ورﺠﻞ ﺑﺮِﺟﻞ‬،‫ ﻓأﺨﺬ رﺠﻞ ﺑﺮِﺟﻞ‬،-‫وﺴﻠﻢ‬
‫ وﻜﺒروﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺟﻤﻴﻌﺎ‬،‫اﻠﺴاﺒﻊ‬.

Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata: Saat itu kami bertujuh
bersama Rasulullah saw, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham.
Kemudian kami membeli kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah Saw.
harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Saw. bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari
qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah saw.
memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang
4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya
bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Dan berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits terse
but:” Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu kambing
bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah
pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih.
Sebagaimana
anak-anak sekolah dengan dikordinir oleh sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau
sapi kemudian diqurbankan. Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas,
datang pada Rasulullah saw. seorang lelaki dan berkata:” Saya berkewajiban qurban unta,
sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah saw.
memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.

Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan
qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat
barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai
dengan hadits:” Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim

6/9
Fiqih Qurban

dan Baihaqi). Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan.
Menurut madzhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnnya disedekahkan.
Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah
tangga.

Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan
qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali ra.:” Rasulullah Saw. memerintahkanku untuk menjadi
panitia qurban ( unta ) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku
untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR
Bukhari).

Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau
wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris
berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan
dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti madzhab Hanafi, Maliki dan
Hambali membolehkannya. Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Saw., beliau
menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang
belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan
yang sudah mati. Sedangkan madzhab Syafi’i tidak membolehkannya. Anehnya, mayoritas
umat Islam di Indonesia mengikuti pendapat jumhur ulama, padahal mereka mengaku pengikut
madzhab Syafi’i.

Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama,
hadyu kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan diatas; ketiga, aqiqah; keempat,
penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di
hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan diantara
kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya
sekedar pendekatan diri kepada Allah swt. sebagai ibadah sunnah. Aqiqah adalah kambing
yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.

Sedangkan selain bentuk ibadah diatas, masuk kedalam penyembelihan biasa untuk dimakan,
disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian
dirayakan dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan
atau karirnya kemudian menyembelih binatang sebagai rasa syukur kepada Allah Swt. dll. Jika
terjadi penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan
keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang bid’ah, sebagaimana yang terjadi
dibeberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau tuhan selain

7/9
Fiqih Qurban

Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.

Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban
(taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan.
Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah
dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi):” Siapa yang memerangi
kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba
mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku cintai,
dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri
kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka
Aku menjadi pendengarannya dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia
melihat, tangannya dimana ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta,
niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi” (HR Bukhari).

Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan
mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih
binatang tersebut dengan persyaratan
yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu
berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan
apa saja untuk tegaknya Islam. Dalam suasana dimana umat Islam di Indonesia sedang
terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus
menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka
menjauhi Allah Swt. dan menjauhi ajaran-Nya ? Yang pasti, musibah ini harus lebih
mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk
memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka
yang terkena musibah. Dan diantara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk
pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya
‘Iedul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah
ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka.

8/9
Fiqih Qurban

9/9

Anda mungkin juga menyukai