Anda di halaman 1dari 184

SKRIPSI

HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (Fe, VITAMIN


C, VITAMIN A, DAN VITAMIN B12) DAN PROTEIN DENGAN KADAR
HB PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 21 MAKASSAR TAHUN 2017

HASLINDAH
K21113020

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

111111
SKRIPSI

HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (Fe, VITAMIN


C, VITAMIN A, DAN VITAMIN B12) DAN PROTEIN DENGAN KADAR
HB PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 21 MAKASSAR TAHUN 2017

HASLINDAH
K21113020

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii
iii
iv
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi
Haslinda
“Hubungan Body Image, Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Dan Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb Pada Remaja Putri di
SMAN 21 Makassar Tahun 2017”
(xiv + 113 Halaman + 22 Tabel + 5 lampiran)

Anemia merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia. Anemia


banyak terjadi terutama pada usia remaja baik kelompok pria maupun wanita.
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia sebesar 18,4% pada kelompok
umur 15-24 tahun. Terjadinya anemia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantanya
Asupan zat gizi seperti Fe, vitamin C, vitamin A, Vitamin B12, dan protein.
Asupan zat gizi juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti body image.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hubungan body
image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan
protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar. Jenis
penelitian ini observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional.
eknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara pengambilan sampel secara acak sistematik (systematic random sampling)
dengan jumlah sampel 100 orang. Data primer dikumpulkan melalui wawancara
recall 24 jam, kuesioner, pengukuran kadar Hb dan pengukuran status gizi,
sedangkan data sekunder yaitu gambaran lokasi penelitian didapatkan melalui
Sekolah.
Hasil penelitian yaitu remaja putri pada umumnya merasa puas dengan
bentuk tubuh (61%), asupan Fe kurang (91), asupan vitamin C kurang (83%),
asupan vitamin A kurang (89%), asupan vitamin B12 cukup (53%), asupan
protein kurang (56%) dan anemia (51%). Tidak ada hubungan body image dengan
asupan Fe, vitamin A, vitamin B12, dan protein dan ada hubungan body image
dengan asupan vitamin C. Ada hubungan asupan Fe, vitamin C, vitamin A dengan
kadar Hb dan tidak ada hubungan vitamin B12 dan protein dengan kadar Hb.
Disarankan agar remaja putri lebih memperhatiakan asupan zat gizi
mereka terutama asupan Fe, vitamin C dan vitamin.

Daftar Pustaka : 40 (1989 – 2015)


Kata Kunci : Body Image, Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin B12,
Protein, Kadar Hb

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang

berjudul “Hubungan Body Image, Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C,

Vitamin A, Dan Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb Pada Remaja

Putri di SMAN 21 Makassar Tahun 2017” sebagai syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Strata Satu di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin. Salam dan shalawat tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi

Muhammad SAW sebagai uswatun khasanah bagi umat manusia.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,sehingga pada

kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati yangsebesar-besarnya serta

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orangtua penulis yaitu,

Ayahanda Mursalim dan Ibunda Harlina yang telah membesarkan dan mendidik

dengan penuh kesabaran, pengorbanan, cinta dan kasih sayangnya, serta do’a dan

nasihat yang tidak henti-hentinya kepada anaknya, dan Adik-adikku tersayang

Ansar Mursalim, Nur Haliza, Riki Aprian, dan Rika Aprila serta keluarga besar

atas segala hiburan, dukungan dan doa kepada penulis selama menjalani proses

penyelesaian hingga sekarang.

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis persembahkan kepada Bapak

Dr.dr.,Burhanuddin Bahar, M.Sc. sebagai penasehat akademik atas segala

motivasi dan dukungannya untuk terus meningkatkan prestasi akademik dari awal

vi
semester perkuliahan hingga sekarang. Rasa hormat dan ucapan terima kasih

kepada Bapak Prof. Dr. dr. A. Razak Thaha, M.Sc. sebagai Pembimbing I dan Dr.

Aminuddin Syam, SKM.,M.Kes.,M.Med. ED sebagai Pembimbing II yang selalu

memberikan masukan, bimbingan dan arahan serta motivasi sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada tim penguji Ibu Dr.

NurhaedarJafar, Apt, M.Kes., Ibu UlfaNajamuddin, S.Si.,M.Kes. Ibu Elvita

Bellani, MSc dan Ibu St Khadijah Hamid, S.Gz., M.Kes atas segala masukan,

kritik dan sarannya serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Dalam

kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Drg. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta jajaran dan seluruh staf

atas bantuannya selama menempuh pendidikan.

2. Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes., SpGK selaku Ketua Program Studi Ilmu Gizi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf.

3. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama penulis

menempuh pendidikan perkuliahan di FKM Unhas.

4. Bapak Andi Imam Arundhana, S.Gz, MPH yang telah memberikan saya

bimbingan dan pelajaran dan sangat membantu saya dari awal sampai akhir

penulisan skripsi ini

5. Para Guru dan Staf pengajar Sekolah SMA Negeri 21 Makassar

vii
6. Seluruh responden yang telah memberikan waktunya selama penelitian ini

berlangsung.

7. Baiq Ulfah Nurhariyanti, teman seperjuangan saya. Kami memperjuangkan

semuanya dari awal sampai akhir bersama-sama

8. Teman-teman terbaik saya Justice Putrision Sisintina Assah S.Gz, Herlina K

Epem S.Gz, Roslina Wanggai S.Gz, Gloria N.R.C. Sembai, dan Mariska Ester,

Terima Kasih sudah memberikan kesempatan untuk mengenal kalian dan

terima kasih untuk segalanya.

9. Abang yang telah memberikan warna baru di detik-detik terakhir perjuangan

saya, yang kedatangannya benar-benar tak terduga.

10. Teman-teman curhat saya Kakak inna, Haeria, wahida, dan Indah Sari yang

telah memberikan canda dan tawa di tengah-tengah perjuangan saya.

11. Kakak Sarnawiah, Amd. Pi yang telah membantu saya dalam keadaan apapun.

12. Mr. D yang telah banyak membantu meskipun tidak sampai pada akhir

perjuangan saya.

13. Kakak Muhmmad Rizal S.S yang telah banyak membantu dan rela diganggu

kapan pun.

14. My mood booster, Karunia Eka Putri yang bisa membuat saya tersenyum dan

senang dalam keadaan apapun.

15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 “Rempong” yang telah berbagi

suka dan duka, serta senantiasa memiliki rasa senasib dan sepenanggungan.

16. Teman-teman Susuzi 2013 serta keluarga besar Gizi Unhas yang telah

berjuang bersama dan senantiasa membantu dan mendukung.

viii
17. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sempat

menorehkan warna di hidup penulis. Terima kasih telah banyak memotivasi

dan membantu selama ini.

Semoga Allah SWT membalasnya dengan hal yang lebih baik. Sebab daya

dan upaya yang penulis miliki pun asalnya hanya dari-Nya. Sebagai manusia biasa

yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis memohon maaf, serta dengan kerendahan hati

menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Demikianlah, semoga

hasil penelitian ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan khususnya

teruntuk penulis.

Makassar, 21 November 2017

HASLINDAH

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN …................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii

RINGKASAN ............................................................................................... iv

KATA PENGANTA................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Remaja Putri ..................................... 12

B. Tinjauan Umum Tentang Body Image ....................................... 15

C. Tinjauan Umum Tentang Zat Gizi Mikro dan Protein .............. 18

D. Tinjauan Umum Tentang Anemia ............................................ 28

E. Tinjauan Umun Tentang Pengetahuan………………………… 33

F. Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Status Gizi……………. 36

x
G. Kerangka Teori .......................................................................... 44

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel ......................................................... 45

B. Kerangka Konsep ....................................................................... 47

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 48

D. Hipotesis .................................................................................... 50

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .......................................................................... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 51

C. Populasi dan Sampel .................................................................. 51

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 54

E. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 57

F. Penyajian Data ........................................................................... 59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian………………………………………………… 60

B. Pembahasan……………………………………………………. 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……………………………………………………. 109

B. Saran………………………………………………………….. 110

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 111

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Fe Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…………. 20

Tabel 2.2 Nilai Vitamin C Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…. 22

Tabel 2.3 Nilai Vitamin A Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…. 24

Tabel 2.4 Nilai Vitamin B12 Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram).. 26

Tabel 2.5 Nilai Protein Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…….. 28

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik


Responden SMA Negeri 21 Makassar Tahun 2017………….. 63

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Body Image……………… 66

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi


Bentuk Tubuh Aktual……………........................................ .. 67

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi


Bentuk Tubuh Ideal……………........................................... ... 67

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh


Aktual Terhadap Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal……………… 68

Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Deskripsi


Bentuk Tubuh Aktual dan Ideal dengan Body Image………… 69

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan


Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Vitamin B12) Dan Protein……………...................................…. 71

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hb……………....... 72

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan……………... 72

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan IMT……………................ 73

Tabel 5.11 Hubungan Body Image Dengan Asupan


Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Vitamin B12) Dan Protein…………….......…………….......... 74

xii
Tabel 5.12 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C,
Vitamin A, Vitamin B12) Dan Protein Dengan
Kadar Hb…………….......…………….......……………........ 76

Tabel 5.13 Body Image Dan Asupan Fe Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 78

Tabel 5.14 Body Image Dan Asupan Vitamin C Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 79

Tabel 5.15 Body Image Dan Asupan Vitamin A Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 80

Tabel 5.16 Body Image Dan Asupan Vitamin B12 Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 80

Tabel 5.17 Body Image Dan Asupan Protein Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 81

Tabel 5.18 Asupan Fe Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 82

Tabel 5.19 Asupan Vitamin C Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 83

Tabel 5.20 Asupan Vitamin A Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 83

Tabel 5.21 Asupan Vitamin B12 Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan


Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 84
Tabel 5.22 Asupan Vitamin B12 Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 85

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori Penenlitiaan ................................................... .. 44

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian .................................................. ..... 47

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Output SPSS

Lampiran 3. Foto Penelitian

Lampiran 4. Surat Penelitian

Lampiran 5. Riwayat Hidup

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas suatu bangsa ditentukan dari kualitas sumber daya manusianya,

dalam hal ini pemuda adalah ujung tombak dari suatu bangsa. Kesehatan dan

pendidikan menjadi komponen penunjang utama untuk menyokong kualitas

sumber daya manusia. Anemia karena defisiensi zat besi merupakan kelainan

gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang bersifat epidemik. Masalah ini terutama menjangkiti para

wanita dalam usia reproduktif dan anak-anak kawasan tropis dan subtropis.

Anemia karena defisiensi zat besi menyerang lebih dari 2 milyar penduduk di

dunia. Di Negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita

anemia karena defisiensi zat besi. Prevalensi rata-rata wanita yang tidak hamil

41%, gabungan Asia Selatan dan Tenggara turut menyumbangkan hingga 58%

total penduduk yang mengalami anemia di negara berkembang (Ariana, 2010).

Berdasarkan Profil Kesehatan Sulsel (2014), anemia defisiensi zat besi

merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari

600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi berkisar antara

10% dan 20% (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2014).

Anemia merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia. World

Health Organization (WHO) memebrikan batasan bahwa prevalensi anemia di

suatu daerah dikatakan ringan jika berada dibawah angka 10% dari populasi

111111
taeget, kategori sedang jika10-39% dan gawat jika lebih dari 39%. Menurut

data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%, dengan

proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-laki dan

23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 5-

14 tahun yaitu sebesar 26,4% dan yaitu sebesar 18,4% pada kelompok umur

15-24 tahun . Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi,

menurut World Health Organization (WHO) 2013, prevalensi anemia dunia

berkisar 40-88% (Kemenkes RI, 2013).

Anemia banyak terjadi terutama pada usia remaja baik kelompok pria

maupun wanita. Indonesia sendiri prevalensi anemia yng didapatkan masih

cukup tinggi, dimana data depkes tahun 2009 didapatkan angka kejadian

anemia pada remaja putri mencapai presentasi 33,7 %. Sedangkan angka

kejadian anemia di jawa tengah mencapai presentasi sebesar 30,4 % dan

disemarang sendiri angka kejadian anemia pada remaja mencapai 26 %

(Wibowo, dkk., 2013).

Remaja merupakan masa perubahan yang dramatis dalam diri seseorang.

Pertumbuhan pada usia anak-anak yang relatif terjadi dengan kecepatan yang

sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Peningkatan

perubahan-perubahan mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan

hormonal, kognotif, dan emosional. Usia remaja (10-18 tahun) merupakan

priode rentang gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat

gizi yang lebih tinggi kerena perubahan pertumbuhan fisik dan perkembangan

yang dramatis. Kedua perubahan gaya hidup dan kebiasaanmakan

2
mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga remaja yang

mempunyai kebutuhan gizi khusus, yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan

olah raga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara

berlebihan, pecandu alkoholatau obat terlarang (Almatsier, dkk., 2011).

Menurut Sayogo (2006) dalam Nursari (2009) Pertumbuhan yang pesat,

perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi

karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi, dan

terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi status

gizi. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial, dan kesibukan pada remaja,

akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering

tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi, dan sama sekali tidak

makan siang (Nursari, 2009).

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada

kesehatan dan fase kehiupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.

Kekurangan besi dapat menimbulkan anemia dan keletihan, kondisi yang

membuat mereka tidak mampu mendapatkan kesempatan bekerja (Arisman,

2002).

Anemia yang terjadi pada remaja putri di pengaruhi oleh beberapa faktor

salah satunya yaitu pola makan atau komsumsi makanan. Pola makan atau

pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Remaja

putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badannya, sehingga banyak

remaja putri yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap

3
makanan. Masa remaja sering kali merupakan masa pertama kalinya orang-

orang mempertimbangkan untuk mengikuti diet dalam rangka mengubah

bentuk tubuh mereka. Diet ketat biasanya menghilangkan makanan-makanan

tertentu misalnya karbohidrat. Hal ini tidak sehat bagi remaja yang sedang

tumbuh dan memerlukan berbagai jenis makanan (Utamin, dkk., 2015).

Remaja putri sering menghindari beberapa jenis makanan seperti telur dan

susu. Susu ianggap minuman anak-anak atau dihubungkan dengan

kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani, sehingga tidak dapat

tumbuh atau mencapai tinggi yang optimal dan kekuranga asupan zat besi.

Kadang standar langsing tidak jelas untuk remaja putri. Banyak remaja putri

menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah menjadi gemuk

sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar seperti mambatasi atau

mengurangi frekuensi makan, memuntahkan makanan yang sering dimakan,

sehingga lama-lama tidak ada nafsu makan yang sangat membahayakan bagi

remaja (proverawati dan Erna, 2011).

Suatu studi di AS mengenai body image pada remaja mununjukkan hasil

bahwa hampir 70% remaja wanita yang diteliti mengungkapkan keinginan

mereka untuk mengurangi berat badannya karena mereka merasa kurang

langsing. Padahal hanya 15% diantara mereka yang menderita obesitas

(kegemukan). Body image ini banyak dipengaruhi oleh media massa. iklan-

iklan tentang berbagai metode penurunan berat badan sangat berperan dalam

menarik kaum remaja,khususnya wanita yang ingin langsing. Tidak semua

iklan mengakibatkan hal negarif. Namun sebaliknya tidak menutup

4
kemungkinan, remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam iklan

malah kekurangan gizi (Khomas, 2003).

Pada penelitian yang dilakukan Widianti dan Ayu Chandra di SMA

Theresiana Semarang, ditemukan sebanyak 40,3% sampel merasa tidak puas

terhadap bentuk tubuhnya dan sebagian besar subjek (56,9%) belum

menjalankan perilaku makan yang baik. Hal ini menunjukkan body image

dapat mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih makanan (Widianti

dan Aryu, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian Siswanti, yang dilakukan

pada remaja putri di Bogor. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa

Terdapat hubungan nyata antara keberagaman konsumsi pangan dengan

persepsi terhadap tubuh ideal, tubuh tersehat dan harapan perubahan berat

badan (Siswanti, 2007).

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia pada tahun 2014 di

SMAN 10 Makassar mengatakan juga bahwa perilaku diet berhubungan

signifikan dengan body image. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

remaja yang memiliki body image positif cenderung melakukan diet sehat dan

terdapat hubungan positif antara body image dan kadar Hb. Remaja yang

terkena anemia cenderung memiliki body image yang negatif, sedangkan

remaja yang memiliki body image yang positif cenderung tidak terkena

anemia (Amalia, 2014).

Selama terjadi puncak pertumbuhan, remaja hendaknya sering makan dan

dalam jumlah banyak. Namun jumlah dan frekuensi hendaknya dikurangi bila

pertumbuhan melambat. Kebiasaan makan yang salah dan dalam jumlah

5
banyak selama usia remaja pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai

masalah gizi seperti anemia (Almatsier, dkk., 2011).

Pengetahuan juga memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya

kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar

mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola

konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan,

dan tidak kelebihan (Prety, 2013).

Pengetahuan gizi pada usia remaja itu penting. Tingkat pengetahuan gizi

yang baik akan menghasilkan pola konsumsi yang baik pula, remaja dapat

mengatur pola makan yang bergizi dan seimbang. Pentingnya pengetahuan

gizi pada usia ini, mengingat pada usia ini anak sekolah terutama pada masa

remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik

maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan

merupakan salah satu faktor penting yang turut menentukan potensi

pertumbuhan dan perkembangan remaja (Prety, 2013).

Apabila pola makan remaja tidak benar, maka asupan akan zat gizinya

juga kurang. Asupan zat gizi mikro yang kurang akan menjadi pemicu

terjadinya anemia. Kekurangan zat besi dalam tubuh akan menyebabkan

anemia. Dalam hemoglobin, Fe mengikat 4 oksigen, sehingga gejalah

kekurangan Fe akan menyebabkan rendahnya peredaran oksigen dalamtubuh

sehingga mengakibatkan mudah pusing, lelah, letuh, lesu dan turunnya

konsentrasi berfikir (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2013).

6
Selain zat besi, zat gizi lain yang berperan dalam terjadinya anemia yaitu

kekurangan vitamin B12, vitamin A, dan vitamin C. Vitamin B12 merupakan

unsur esensial untuk perkembangan sel-sel darah merah yang normal. Vitamin

ini ternyata menjadi faktor non-anemia yang pertama-tama diisolasi dari

ekstrak hati dan dipakai dalam pengobatan enemia pernisiosa (Beck, 2011).

Menurut Subagio (2008) dalam Tritanto (2013) zat gizi mikro yang juga

berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah vitamin C. Vitamin C

menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk

membebaskan besi bila diperlukan. Adanya vitamin C dalam makanan yang

dikonsumsi memudahkan reduksi zat besi ferri menjadi ferro yang lebih

mudah diserap usus halus. Absorpsi zat besi dalam bentuk non heme

meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C (Almatsier ,2010). Kekurangan

vitamin A juga menjadi pemicu terjadinya anemia memiliki peran dalam

hematopoiesis dimana defisiensi vitamin A menyebabkan mobilisasi besi

terganggu dan simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan untuk eritropoesis

(Tritanto, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota

Makassar diperoleh hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi protein,

zat besi, vitamin B12, dan vitamin C dengan kejadian anemia. Dimana terlihat

bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi memiliki risiko

lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada remaja putri dengan

konsumsi protein kurang (82,8%), zat besi kurang (75,0%), vitamin B12

7
kurang 71,4% dan konsumsi vitamin C kurang 72,7% (Syatriani dan Astrina,

2010).

Sementara itu penelitian yang dilakukan di di SMA N 2 Semarang juga

menunjukkan bahwa semua variabel asupan zat gizi berhubungan dengan

kejadian anemia dan memiliki korelasi positif. Hal ini menunjukkan semakin

tinggi asupan zat protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi maka semakin

tinggi pula nilai kadar hemoglobin yang berarti kejadian anemia semakin

rendah. Asupan zat gizi pada siswi tergolong baik karena kebanyakan dari

mereka asupannya berda di batas normal dan bahkan ada yang melebihi

kecukupan dan mereka tidak mengalami anemia. Kecuali pada asupan zat besi

banyak siswa yang mengalami defisiensi besi dan memiliki kadar Hb rendah

(Kirana, 2011).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswi

kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada Mahasiswi Kebidanan Di

Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana Secara keseluruhan hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa asupan protein, Fe, asam folat dan vitamin C pada

mahasiswi kebidanan di asrama STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang

dari AKG yang dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh intake protein, Fe, asam

folat dan vitamin C dari makanan yang dikonsumsi masih rendah dan terdapat

hubungan asupan zat gizi (protein, fe,asamfolat,vitamin C) dengan status

anemia pada mahasiswi kebidanan di asrama stikes respatiyogyakarta

(Wahyuningsih, 2011).

8
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa uraian diatas tentang bagaimana anemia yang

terjadi pada remaja putri dan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

anaemia pada remaja putri. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan body image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin

A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana body image pada remaja putri di SMAN 21 Makassar?

2. Bagaimana asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin

B12) dan protein pada remaja putri di SMAN 21 Makassar?

3. Bagaimana kadar Hb remaja putri di SMAN 21 Makassar?

4. Apakah ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro (Fe,

vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN

21 Makassar?

5. Apakah ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A,

dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21

Makassar?

C. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image, asupan

zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein dengan

kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar.

9
D. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui body image pada remaja putri di SMAN 21 Makassar

2. Untuk mengetahui asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan

vitamin B12) dan protein pada remaja putri di SMAN 21 Makassar

3. Untuk mengetahui status anemia remaja putri di SMAN 21 Makassar

4. Untuk mengetahui hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro

(Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein di SMAN 21

Makassar.

5. Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin
A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar remaja putri di SMAN 21
Makassar

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Sekolah

Sebagai sumber informasi yang dapat menambah wawasan pihak

sekolah mengenai body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C,

Vitamin A, Vitamin B12) dan Protein dengan kadar Hb pada remaja putri

di SMAN 21 Makassar.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Dapat menambah dan memberikan informasi mengenai mengenai

body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin

B12) dan Protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21

Makassar.

10
3. Manfaat Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan tentang hubungan mengenai body

image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin B12),

dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar.

4. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai literatur dalam

memberikan identifikasi dan informasi mengenai hubungan mengenai

body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin

B12), dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21

Makassar.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Remaja Putri

Menurut (Yulia S. D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, 1991 dalam Dewi,

2008) istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja

antara lain :

1. Puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah latin pubertas yang berarti

kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-

lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu)

pada daerah kemaluan (genetal) maka pubescence berarti perubahan yang

dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan.

2. Adolescentia berasal dari istilah latin adolescentia yang berarti masa muda

yang terjadi antara 17 – 30 tahun yang merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa kanak-kanak menunju masa dewasa yang ditandai

dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Proses

perkembangan psikis remaja dimulai antara 12 – 22 tahun.

Masa remaja adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan

periode pendewasaan pikiran dan tubuh sehingga dapat diterapkan kepada

manusia sebelum,sesudah, dan selamapubertas. Selama masa remaja terjadi

perkembangan fisik, emosi, sosial, dan intelektual yang sangat cepat.

Kemampuan menggunakan fikiran abstrak, sebagai lawan pola fikir konkretr

pada anak-anak, memungkinkan seorang remaja dapat menyelesaikan tugas-

12
tugasnya.hal tersebut membuat remaja dapat melakukan perencanaan dan

menghubungkan fakta ke dalam pikiran yang terintegrasi. Dengan demikian ia

telah siap mengambil peranan dalam masyarakat dewasa (Almatsier,dkk.,

2011).

Pada saat memasuki usia remaja, seorang individu sudah mulai menyadari

bahwa dirinya bukan anak-anak lagi dan mulai berusaha untuk memasuki

dunia orang dewasa, berusaha untuk mendaptkan pengakuan dari orang

dewasa dan mencariidentitas diri yang dapat mempengaruhi perasaan mereka

terhadap diri sendiri. Menurut Handel dalam Rice (1990), sejak masa puber,

remaja umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus

seperti penampilan fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan

sosialisasinya dengan lingkingan pergaulan dan tokoh idolanya. Remaja

menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial.

Hal tersebut yang menyebabkan remaja sangat terpengaruh terhadap penilaian

dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya dan peka terhadap rasa mali (karena

adanya penilain yang kurang baik ) (Andea, 2010).

Brown (2013) dalam Savitri (2015) mengatakan bahwa pada masa remaja

terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara dramtis dalam siklus

kehidupan. Masa remaja juga merupakan priode pematangan organ reproduksi

manusia. Menstruasi dan perubahan tinggi badan relatif terhadap

perkembangan karakteristik seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri

selama masa pubertas, seperti perkembangan payudara,rambut kemaluan halus

dan manarche. Manarche merupakan salah satu pekembangan reproduksi yang

13
dipengaruhi oleh status gizi. Manarche dapat tertunda pada atlet yang sangat

kompetetif atau remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka

untuk membatasi lemak tubuh (Savitri, 2015).

Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan (peak growth velocity) terjadi

sekitar 12-18 bulan sebelum mengalami menstruasi pertama, atau sekitar

usia10-14 tahun. Pertumbuhan tinggibadan terus berlangsung hingga 7 tahun

setelah terjadi menstruasi. Maksimal tinggi badan wanita diperoleh paling

awal pada usia 16 tahun, atau paling akhir 23 tahun (terjadi pada popilasi yang

kekurangan gizi). Beberapa tahun setelah selesai pertumbuhan tinggi badan

(2-3 tahun), tulang pinggul masih tumbuh, sedangkan puncak masa tulang

akan tercapai hingga usia 25 tahun. Proses optimalisasi pertumbuhan ini

penting untuk mengurangi resiko gangguan pada proses kelahiran. Wanita

yang memiliki status gizi baik mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi

(Briawan, 2014).

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secarea fisik, kognitif, dan

psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali

terpengaruh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk

menjadi vegetarian, food addisim/ diet aneh, merupakan sebagai contoh

keterpengaruhan ini. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja

tidak makan, tidak jarang berujung pada anorexia neryosa. Atau hanya

menyantap kudapan (Arisman, 2002).

Kebutuhan nutrisi pada masa remaja bersifat lebih khusus untuk tiap

individu dibandingkan priode hidup lainnya. Besarnya kebutuhan nutrisi

14
tergantung pada waktu dan durasi lonjakan pertumbuhan, yang dapat

berpariasi pada sestiap individu, dan berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Remaja putri dengan aktivitas santai membutuhkan 1600 sampai 1800

kkal/hari, sementara remaja putri dengan aktivitas sedang memerlukan 2000

kkal/hari dan remaja putri yang berjiwa atlet membutuhkan sampai 2400

kkal/hari. Remaja yang aktif memnutuhkan niasin, tiamin, riboflavin dan

sebaiknya mengomsumsi tiga sajianproduk olahan susu per hari untuk

membantu memenuhi kebutuhan kalsium sebesar 1300 mg/hari (Nugroho dan

Santoso, 2013).

B. Tinjauan Umum tentang Body Image

Schilder mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh yang

kita bentukdalam pikiran kita. Body image dalam pengertian ini mengacu pada

pengalaman psikologi dan berfokus pada perasaan seseorang dan perilakunya

terhadap tubuh mereka (Robertson, 2004). Menurut Germov dan Wiliams

(2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran

tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan tentang

bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak

sesuati dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini di anggap sebagai body

image yang negetif (Almatsier, 2010).

Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) dalam Nurvita dan Muryantinah

(2015) periode penting terkait dengan perkembangan body image terjadi pada

masa remaja awal, khususnya bagi para remaja putri. Perkembangan remaja

15
putri pada masa remaja awal terkait dengan meningkatnya berat badan, body

image yang negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki tubuh yang kurus

serta melakukan diet (Nurvita dan Muryantinah, 2015).

Pentingnya body image yang dimiliki oleh siswa remaja tidak lepas dari

perhatian mereka melalui pengaruh-pengaruh media lewat sarana iklan di tv,

majalah hingga internet yang memperlihatkan ikon-ikon pria yang berotot,

badan yang tegap dan berisi serta ikon wanita yang memiliki body yang tinggi,

putih, mulus, kurus. Sehingga tidak jarang terdapat sejumlah remaja yang

melakukan berbagai macam cara untuk mencapai tubuh yang ideal yang di

inginkan seperti melalui diet ketat, olahraga yang berlebihan hingga sedot

lemak (Rombe, 2014).

Hal tersebut seperti hasil dari penelitian Hoyt dalam Na’imah (2008) yang

menemukan bahwa media massa memegang peran yang signifikan dalam

membentuk perasaan remaja putri terhadap tubuhnya. Adanya rasa tidak puas

tersebut dan makin banyaknya media menampilkan figur-figur remaja serta

produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut untuk menjadi

konsumtif pada penampilan mereka, sehingga mereka akan semakin boros

dalam pengeluaran uang sakunya demi mendapatkan penampilan yang

menurutnya ideal, oleh karena itu didalam perkembangannya tidak jarang

banyak remaja putri disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan

citra individual mengenai gambaran tubuh mereka hingga masalah penampilan

mereka yang menjadi hal utama sehingga berpengaruh terhadap

perkembangan kepercayaan diri (Na’imah, dan Pambudi. 2008).

16
Selain media massa, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan

body image yang terjadi pada remaja putri adalah (Cisuwa dan O’Dea, 2010):

1. Faktor Sosial-Budaya

Dari beberapa penelitian di jepang, faktor sosial-budaya merupakan

faktor resiko yang paling berpengaruh untuk body image.

2. Teman Sebaya

Berdasarkan national nutrition survey pada tahun 2002 ditemukan

65,8% remaja putri usia 15-19 tahun menganggap diri mereka lebih gemuk

dibandingkan dengan yang lain (teman sebaya dan masyarakat umum)

3. Peran Gender

Ekspektasi jender daripara wanita dikenal sebagai faktor potensial dari

keinginan untuk langsing dan berakibat pada body image dan

menghasilkan gangguan makan pada wanita.

4. Faktor Personal

Factor personal adalah faktor lain yang dapat berpotensial

menyebabkan gangguan body image pada remaja sama berpengaruhnya

dengan pengaruh biologisdan lingkungan yang dapat menyebabkan

perubahan sugnifikan pada tingkah laku dan mental. Harga diri adalah isu

utama pada kelompok usia remaja dan diketahui berhubungan erat dengan

bodu image negative dan masalah makan.

5. Faktor Lingkungan

Telah diketahui bahwa area tempat tinggal juga mempengaruhi body

image pada remaja jepang. Remaja usia 15-19 tahun yang tinggal dikota

17
metropolitan lebih banyak dikategorikan memiliki berat badan kurang

dibandingkan dengan remaja yang tinggal di kota yang lebih kecil.

C. Tinjauan Umum tentang Zat Gizi Mikro dan Protein

1. Fe (Besi)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam

tubuh manusi dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa.

Besi mempunyai beberapafungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat

angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut

elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di

dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak

penduduk duniamengalami kekurangan besi, termasuk di Iindonesia.

Kekurangan besi sejak 30 tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap

produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier,

2010).

Unsur besi tersedia dalam tubuh bersumber dari sayur-sayuran,

daging,dan ikan yang dikomsumsi setiap harinya. Namun demikian

mineral besinya tidaklah mudah diserap kedalam darah, penyerapan ini

dipengaruhi oleh HCl dalam lambung. Besi dalam makanan yang

dikomsumsi berada dalam bentuk ikatan feri (secara umum dalam bahan

pangan nabati) dan ikatan fero (dalam bahan pangan hewani). Besi yang

berbentuk feri dengan peranan dari getah lambung (HCl) direduksi

menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap oleh selmukosa usus.

18
(Adanya vitamin C juga membantu proses reduksi tersebut). Besi

berbentuk fero di dalam sel mukosa dioksidasi menjadi feri, dengan

demikian terjadi penyatuan di antara feri dan fero, yang selanjutnya

bergabung dengan apoferitin membentuk protein yang berkandungan besi

yaitu feritin yang selanjutnya melalui proses lain dapat masuk ke dalam

plasma darah (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).

Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul

hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi

terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah,

serta pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya

ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal

(hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal

(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme

energi yang dapat menurunkan produktivitas (Citrakesumasari, 2012).

Kebutuhan akan zat besi untuk berbagai jenis kelamin an golongan

usia adalah sebagai berikut (Proverwati dan Erna, 2011):

1. Untuk laki-laki dewasa: 10 mg/hari

2. Wanita yang mengalami haid: 12 mg/hari

3. Anak-anak umur 7-10 tahun: 2,3-3,8 mg/hari

4. Orang dewasa: 10-15 mg/hari

Sebagian besar zat besi dalam diet rata-rata berasal dari telur, daging,

ikan, tepung gandum, roti dan sayuran hijau. Semua makanan ini yang

cukup mengandung zat besi, akan memberikan masukan yang cukup

19
berarti bila dimakan teratur. Hati memiliki kandungna zat besi yang tinggi.

Lebih banyak lagi yang perlu diketahui mengenai ketersediaan relatif zat

besi dalam berbagai makanan bagi keperluan tubuh,. Ada dua macam zat

besi yang terdapat dalam makanan: makanan segar mengandung besi

dalam bentuk haem (yaitu, zat besi dalam hemeglobin), dan buah serta

sayuran mengandung zat besi dalam bentuk senyawa kompleks feri (Beck,

2011).

Tabel 2.1
Nilai Fe berbagai bahan makanan (mg/100gram)
Bahan Makanan Nilai Bahan Makanan Nilai
Fe Fe
Tempe kacang kedelai murni 10 Daun katuk 2,7
Udang segar 8 Biskuit 2,7
Kacang kedelai, kering 8 Kangkung 2,5
Kacang hijau 6,7 Jagung kuning, pipil lama 2,4
Hati sapi 6,6 Ikan segar 2
Daun kacang panjang 6,2 Kelapa tua, daging 2
Kacang merah 5 Daun singkong 2
Bayam 3,9 Ayam 1,5
Sawi 2,9 Keju 1,5
Daging sapi 2,8 Roti putih 1,5
Telur bebek 2,8 Beras setengah giling 1,2
Gula kelapa 2,8 Kentang 0,7
Telur ayam 2,7 Pisang ambon 0,5
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan,Depkes 1979

2. Vitamin C

Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai

karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat

disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan

sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu

L-asam askorbat dan L-asam dehidro askorbat (Almatsier, 2010).

20
Dalam larutan air vitamin C mudah dioksidasi, terutama apabila

dipanaskan. Oksidasi dipercepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis.

Kehilangan vitamin C sering terjadi pada pengolahan, pengeringan, dan

cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan zat-zat interseluler dan

kolagen.Vitamin ini tersebar ke seluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka,

matriks dan lain-lain. Vitamin C berperan penting dalam hidroksilasi

prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksi lisin yang merupakan

bahan pembentuk kolagen tersebut. Dalam pernapasan sel vitamin C

banyak terlibat, namun mekanismenya belum diketahui dengan jelas.

Peran penting vitamin ini antara lain oksidasi fenilalanin menjadi tirosin,

reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernaan, mengubah asam

folat menjadi bentuk aktif asam folinat, sintesis hormon-hormon steroid

dari kolestrol (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

Asam askorbat terutama ditemukan dalam sayuran dan buah-buahan

yang segar.sumber terbaiknya adalah jeruk, jambu, gandaria, mangga,

tomat dan sayuran seperti bayam, daun pepaya, daun singkong, sawi dan

lain-lain. Nasi tidak mengandung vitamin C sedangkan kentang dan ketela

mengandung sedikit vitamin C sehingga orang-orang yang makanannya

tidak bervariasi dan hanya mengandalkan makanan pokok nasi saja

mungkin akan kekurangan vitamin ini. Susu memiliki kandungan vitamin

C yang rendah (Beck, 2011).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai

koenzim dann kofaktor. Asam askorbat adalah asam yang kuat

21
kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-

reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan vitamin C (seperti asam eritrobik dan

askorbik palmitat) digunakan sebagai antioksidan di dalamindustri pangan

untuk mencegah proses tengik, perubahan warna (browing) pada buah-

buahan dan untuk mengawetkan daging (Almatsier, 2010). Fungsi vitamin

C yaitu produksi kolagen, pencernaan, pembentukan tulang dan gigi yang

halus, penyimpanan yodium, pertumbuhan jaringan, penyembuhan,

pembentukan sel darah merah, dan kekebalan terhadap infeksi (Nugroho

dan Santoso, 2013).

Tabel 2.2
Nilai vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100gram)
Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg
Daun singkong 275 Rambutan 58
Daun katuk 200 Durian 52
Jambu monyet buah 197 Kol 50
Daun melinjo 150 Kemangi 50
Daun pepaya 140 Kedondong (masak) 50
Gandaria (masak) 110 Jeruk manis 49
Sawi 102 Mangga masak 41
Jambu biji 95 Tomat masak 40
Pepaya 78 Kangkung 30
Kol kembang 65 Ketela pohon kuning 30
Mangga muda 65 Jeruk nipis 27
Bayam 60 Nenas 24
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992

3. Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang banyajk ditemukan.

Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua

retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas

biologis sebagai retinil (Almatsier, 2010).

22
β-karoten merupakan prokursor vitamin A. zat ini berupa pigmen

kuning yang terdapat pada banyak tanaman, khususnya yang berwarna

kuning, merah atau hijau gelap. Hewan, termasuk manusi, dapat

mengkonversikan karoten pada makanannya menjadi vitamin A. Manusia

memperoleh vitamin tersebut sebagian dari karoten yang terdapat dalam

sayuran, buah-buahan, serta produk hewani (Beck, 2011).

Dalam makanan alami vitamin A berbentuk ester, tetapi dalam saluran

pencernaan terjadi hidrolisis ester vitamin A sehingga membentuk retinol

bebas dimana dapat diabsorbsi oleh dinding usus dengan proses

penyerapan aktif melalui epithel dinding saluran usus halus masuk ke

dalam darah.provitamin A dserap samil diubah menjadi retinol (vitamin A)

di dalam sel epital usus. Untuk hidrolisis vitamin A diperlukan enzim

hidrolase dan untuk mengubah kartoten menjadivitamin A enzim 5.5’-

dioksi hidrolase. Untuk penyerapakan karoten diperlukan empedu. Setelah

melalui proses konjugasi dan diikat di dalam plasma, vitamin A di transpor

dari tempat penimbunan dihati ke sel-sel target yang memerlukan vitamin

A seluruh jaringan tubuh (Yuniastuti, 2008).

Vitamin A esensial untuk memelihara jaringan epitel agar jaringan

tersebut dapat berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud terutama

dari mata, alat pernafasan, alat pencernaan, alat reproduksi, saraf dan

sistem pembuangan urin. Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata

yang normal, perlu mendapat perhatian khusus. Vitamin A dibutuhkan

untuk mensintesis rodopsin yang terlalu pecah/dirusak oleh proses

23
fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologi dalam sistem melihat.

Vitamin A ini biasanya bersatu dengan protein dalam tubuh, sintesis visual

purple akan terganggu (Parakkasi, 1990).

Defisiensi Vitamin A dapat menyebabkan gangguan mobilisasi

cadangan Fe di dalam tubuh dimmana cadangan Fe dalam tubuh akan

menurun, sehingga sintesa Hb akan turun. Vitamin A berperan dlam

memobilisasi cadangan Fe dalam tubuh untuk dapat mensintesa Hb.

Apabila jumlah vitamin A di dalam tubuh kurang, akan mempengaruhi

status besi dengan menghambat penggunaan besi pada proses erythopoesis

(Setiobroto et al. 2004).

Tabel 2.3
Nilai vitamin A berbagai bahan makanan (RE/100gram)
Bahan Makanan RE Bahan Makanan RE
Minyak ikan 24000 Bayam 1827
Minyak kelapa sawit 18000 Mentega 1287
Hati sapi 13170 Kuning telur bebek 861
Daun pepaya 5475 Kuning telur ayam 600
Daun lamtoro 5340 Margarin 600
Wortel 3600 Susu bubuk full cream 471
Daun singkong 3300 Tomat masak 450
Daun tales 3118 Ginjal 345
Daun katuk 3111 Pisang raja 285
Daun melinjo 3000 Ikan sardin (kaleng) 250
Ubi jalar merah 2310 Ayam 243
Minyak hati ikan hiu 2100 Keju 225
Sawi 1940 Semangka 177
Mangga masak 1900 Susu kental manis 153
Kangkung 1890 Susu segar 39
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992

4. Vitamin B12

Sianokobalamin dapat dikatakan sebagai awal terbentuknya vitamin

B12. Hasil penelitian menyatakan bahwa sianokobalamin mengandung

24
suatu kelompok sianida dan terikat pada kobalat pusat . vitamin B12

berbentuk kristal berwarna merah tua/gelap, dapat larut dalam air dan

alkohol, stabil dalam bentuk larutan. Dari hasil analisis ssedikitnya

ditemukan 5 koenzim vitamin ini yang berbeda, mengenai hal ini bentuk

yang paling sering dijumpai yaitu yang mengandung 5-deoksiadenin

nukleosida (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).

Vitamin B12 merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi

dalam menjaga aktivitas saraf pusat, sintesis DNA dan asam lemak,

pembelahan sel, metabolisme sel dalam pelepasan energi dan

pembentukan darah. Selain itu berperan dalam metabolisme asal folat dan

vitamin B6 untuk mnegontrol kadar homosisteine. Kelebihan homosisteine

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner,stroke, dan penyakit-

penyakit lain seperti osteoporosis dan alzheimer. Kekurang vitamin B12

dapat menyebabkan anemia pernisiosa dan gejalah kelelahan (Sandjaja,

dkk., 2010).

Vitamin ini dikenal sebagai penjaga nafsu makan dan mencegah

terjadinya anemia (kurang darah) dengan membentuk sel darah merah.

Karena peranannya dalam pembentukan sel, defisiensi kobalamin bisa

mengganggu pembentukan sel darah merah, sehingga menimbulkan

berkurangnya jumlah sel darah merah. Akibatnya, terjadi anemia.

Gejalanya meliputi kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, dan murung.

Defisiensi berat B12 potensial menyebabkan bentuk anemia fatal yang

disebut Pernicious anemia (Citrakesumasari, 2012).

25
Sumber-sumber vitamin B12 yaitu hati, ginjal dan jantung merupakan

sumber vitamin B12 yang amat baik dan dengan jumlah yang cukup

banyak. Vitamin ini juga terdapat dalam daging, ikan, telur serta keju.

Susu mengandung vitamin B12 dalam jumlah yang lebih kecil tetapi cukup

berarti jika dikomsumsi (Beck, 2011).

Tabel 2.4
Nilai vitamin B12 berbagai bahan makanan (µg/100gram)
Bahan Makanan µg Bahan Makanan µg
Hati sapi 52,7 Ikan bandeng 3,4
Hati ayam 27,9 Ikan tuna 3
Ginjal 16,3 Ikan kembung 2,4
Sardin 14,4 Daging sapi 1,4
Jantung 13,4 Keju 1
Ikan belanak 8,6 Ayam 0,4
Kuning telur 6 susu sapi segar 0,4
Sumber: Food Composition Table For Usein East Asia. FOA 1972

5. Protein

Secara kimiawi protein merupakan senyawa polimer yang tersusun

atas satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Asam-asam amino

terikat satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus

karboksil(-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2) dari

asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang

terbentuk atas dua asam amino disebut dipeptida. Sebaliknya peptida yang

terdiri atas tiga, empat atau lebih asam amino masing-masing disebut

tripeptida, tetrapeptida dan seterusnya (Sirajuddin, 2014).

Protein yang namanya berarti pertama atau utama merupakan

makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih

dari setengah berat kering pada hampir semua organisme. Protein adalah

26
instrument yang mengekspresikan informasi genetik. Seperti juga terdapat

ribuan gen di dalam inti sel, masing-masing mencirikan satu sifat nyata

dari organisme, di dalam sel terdapat ribuan jenis protein yang berbeda,

masing-masing membawa fungsi spesifik yang ditentukan oleh gen yang

sesuai. Protein bukan hanya merupakan makromolekuler yang paling

berlimpah, tetapi juga amat bervariasi fungsinya (Thenawijaya, 1982).

Peran penting protein bisa dilihat dari namanya, yang berasal dari

bahasa yunani proteios yang berarti tempat pertama. Protein meliputi lebih

dari 50% bobot kering sebagian besar sel, dan molekul ini sangat berguna

sebagai alat bantu dalam hampir setiap hal yang dilakukan organisme.

Protein dilakukan untuk dukungan struktural, penyimpanan, transport

subtansi lain, pengiriman sinyal dari satu bagian organisme ke bagian lain,

pergerakan dan pertahanan melawan subtansi asing. Selain itu, protein

juga mengatur metabolisme dengan secara efektif mempercepat reaksi

kimiawi dalam sel seperti enzim. Manusia memiliki puluhan ribu protein

yang berbeda, masing-masing dengan struktur dan fungsi yang spesifik

(Ambeng, dkk., 2012)

Berbagai bahan makanan dapat digunakan sebagai sumber protein,

baik berasal dari bahan hewani maupun bahan nabati, seperti (Departemen

Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2013):

a. Daging berwarna merah termasuk daging sapi, kambing, dan babi

b. Daging ayam, telur ikan, susu, keju dianggap mengandung komplet

protein efisien untuk tubuh

27
c. Golongan kacang-kacangan seperti legume, kacang keelai, kacang

hijau, khusus untuk kedelai yang dapat dibuat sebagai tahu, tempe.

Tabel 2.5
Nilai protein berbagai bahan makanan (g/100gram)
Bahan Makanan g Bahan Makanan g
kacang hijau 22,2 Tahu 12,9
Kacang kedelai 30,2 Tempe 18,3
Kacang merah 23,1 Ayam 18,2
Kacang tanah 37,4 Daging sapi segar 18,8
Telur ayam 12,8 Susu sapi segar 3,2
Ikan teri segar 16,0 Keju 22,8
Udang segar 21,0 Ikan kakap 20,0
Ikan bandeng 20,0 Kepiting 13,8
Ikan layang 22,0 Kerang 8,0
Ikan lemuru 20,0 Ikan mas 16,0
Susu kental manis 8,2 Susu bubuk 35,6
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992

D. Tinjauan Umum Tentang Anemia

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya

konsentrasi hemoglobing (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas

(referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah

(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau

kehilangan darah yang berlebihan (Citrakesumasari, 2012).

Nilai Amabang Batas Pemeriksaan Hemoglobin

Kelompok Umur/Jenis Kelamin Konsentrasi Hb (<g/dL)


6 bulan- 5 tahun 11,0
5-11 tahun 11,5
>12 tahun 12,0
Wanita 12,0
Ibu hamil 11,0
Laki-laki 13,0
Sumber: MOST, USAID Micronutrient Program (2014)

28
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak

dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah.

Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat

mengikat oksigen. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna

hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah

merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan

bikonkaf (Wikipedia, 2017).

Proses eritropoesis dimulai dari sel induk multipotensial. Dari beberapa

sel induk multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial yang masing-

masing hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit. Proses

pembentukan eritrosit ini disebut eritropoesis. Sel induk unipotensial akan

mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat

rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial,

eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas, normoblas

basofilik dan normoblas polikromatofil. Sel eritrosit termuda yang tidak

berinti disebut retikulosit yang kemudian berubah menjadi eritrosit. Dalam

proses pembentukan sel darah merah, rangsangan oleh eritropoetin dalam

jumlah yang amat kecil saja akan merangsang sel unipotensial yang

committed untuk segera membelah diri dan berdiferensiasi menjadi

proeritroblas (Risti, 2013).

Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses

pembentukan eritrosit dari sel induk unipotensial yaitu pembentuk

deoxyribonucleic acid (DNA) dalam inti sel dan pembentuk HB dalam plasma

29
eritrosit. Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin (HB) terjadi bersamaan

dengan proses pembentukan DNA dalam inti sel. Seperti dikemukakan

sebelumnya HB merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul

HB terdiri dari globin, protoporfu-in dan besi (Fe) (Risti, 2013).

Wirakusumah (1998) dalam Arumasari (2008) mengatakan sebelum

terjadi anemia biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan.

Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin

menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding capacity)

meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sumsum

tulang dan hati. Ini menandakan berkurangnya zat besi dalam plasma.

Selanjutnya zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah

(sistem eritropoesis) di dalam sumsum tulang berkurang dan terjadi penurunan

jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin

menurun (hypocromic) dan eritrosit mengecil (microcytic) dan terjadi anemia

gizi besi (Arumasari, 2008).

Kondisi individu yang sehat dan bergizi baik mempunyai persediaan atau

simpanan zat besi yang cukup di dalam tubuh. Namun, jika persediaan besi

terus menurun dan keseimbangan zat besi tubuh terganggu, hal itu dapat

menyebabkan persediaan zat besi tubuh berkurang. Berkurangnya persediaan

besi menyebablan pembentukan hemoglobin terganggu. Akibatnya, kadar Hb

terus menurun sehingga terjadilah anemia (Anwar dan Khomsan, 2009).

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu

Bakta (2009):

30
1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia, disebut juga sindrom anemia timbul karena

iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap

penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia

setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl).

Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata

berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia.Pada

pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjugtiva,

mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom

anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit

diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan

hemoglobin yang berat (Hb <7 g/dl).

2. Gejala khas masing-masing anemia

Gejala ini spesifik untuk masing-masing anemia. Sebagai contoh:

a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,

dan kuku sendok

b. Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi

vitamin B12

c. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali

d. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi.

3. Gejala penyakit dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia

sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya

31
gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis

dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering terjadi

gela penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat

penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid.

Junedi (1995) mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

timbulnya anemia, yaitu:

1. Sebab langsung, yaitu karena ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit

kurangnya zat besi dalam tubuh disebabkan karena kurangnya asupan

makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup, namun

bioavailabilitas rendah, serta makanan yang dimakan mengandung zat

penghambat absorbsi besi. Infeksi penyakit yang umunya memperbesar

resiko anemia adalah cacing dan malaria.

2. Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,

aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana

ibu dan anak wanita tidak menjadi priorits.

3. Sebab mendasar yaitu masalah ekonomi, antara lain rendahnya

pendidikan, rendahnya pendapatan, status social yang rendah dan lokasi

geografi yang sulit.

Terdapat bebrapa jenis anemia akibat defisiensi zat gizi, salah satunya

yaitu anemia defisiensi zat besi. Kekurangan pasokan zat besi (Fe) yang

merupakan inti molekul hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah.

Akibat dari anemia gizi besi yaitu terjadi pengecilan ukuran hemoglobin,

kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel darah merah.

32
Anemia zat besi biasanya ditandai dengan penurunan kadar Hb total di bawah

nilai batas normal dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari kadar normal

(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menganggu metabolisme energi

yang dapat menurunkan produktivitas (Citrakesumasari, 2012).

Apabila pasokan zat besi dalam tubuh cukup maka kadar Hb menjadi

normal dan begitupun sebaliknya. Kurangnya pasokan zat besi bukan hanya

disebabkan oleh asupan zat besi kurang tetapi bisa jadi disebabkan oleh

gangguan penyerapan zat besi. Difisiensi vitamin C akan menyebabkan

gangguan penyerapan zat besi, vitamin C berperan pada penyerapan zat besi di

usus dan metabolisasi dari penyimpanan dalam feritin. Vitamin A juga

berperan pada penyerapan zat besi di usus (Briawan, 2012)

Selain anemia defisiensi zat besi, anemia yang terjadi akibat difisiensi zat

gizi juga di sebabkan oleh kurangnya asupan vitamin B12. Anemia ini disebut

anemia pernicious yaitu terjaigangguan pada sisitem pencernaan bagian

dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sele-sel otak dan asam lemak

menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel saraf berubah.

Dikhawatirkan penderita akan mengalami gangguan kejiwaan

(Citrakesumasari, 2012).

E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan

ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan,

33
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Nandra, 2015).

Pengetahuan itu adalah kesatuan subyek yang mengetahui dan objek yang

diketahui. Satu kesatuan dalam mana objek itu yang dipandang oleh subyek

sebagai diketahui. Pengetahuan manusia itu hasil dari berkontaknya dua

macam besaran, yaitu benda atau yang diperiksa,diselidiki, dan akhirnya

diketahu (objek), manusia yang melakukan sebagai pemeriksaan, penyelidikan

dan akhirnya mengetahu (mengenal) benda. Menurut Notoatmodjo (2010)

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat

yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan,

yaitu: :

1. Tahu (know)

Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur

bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

34
4. Analisa (analisys)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang yaitu:

1. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup.

35
3. Media masa / sumber informasi

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

4. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

5. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

F. Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Status Gizi

Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalamilmu gizi adalah

untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau

masyarakat. PSG penting karena terjadinya kesakitan dan kematian terkait

dengan status gizi maka dengan melakukan PSG para individu atau

masyarakat kita akan dapat mengetahui kelainan tersebut (Departemen Gizi

Dan Kesehatan Masyarakat, 2013).

Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi

yang diperoleh melalui penilaian antropometri, komsumsi makanan, biokimia,

dan klinik. Informasi ini digunakan untuk menetapkan status kesehatan

prorangan atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh komsumsi zat-zat

36
gizi (Almatsier, dkk., 2011). Namun yang akan dibahas berikut ini yaitu

pengukuran antropometri dan pengukuran kadar hemoglobin.

1. Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh

dan komposisi tubuh. Antropometri adalah pengukuran yang paling sering

digunakan sebagai metode PSG secara langsung untuk menilaia dua

masalah gizi utama yaitu kurang enenrgi protein khususnya pada anak-

anak dan ibu hamil dan obesitas pada semua kelompok umur (Departemen

Gizi Dan Kesehatan Masyarakat, 2013).

a. Indek Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat

badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan

hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang

dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada

bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu

pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)

lainnya seperti adanya edema, asistes, dan hematomegali

(Supariasi,dkk., 2013).

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai beriku (Sirajuddin, dkk.,

2014):

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑚 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

37
Klasifikasi IMT berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian

di beberapa negara berkembang dengan ketentuan sebagai berikut

(Sirajuddin, dkk., 2014):

Klasifikasi BMI (kg/m2)


Underweight < 18,50
- Severe thinness < 16,00
- Moderate thinness 16, 00 – 16, 99
- Mild thinness 17,00 – 18, 49
Normal 18,50 – 24, 99
Overweight ≥ 25,00
- Pre – obesitas 25,00 – 29,99
Obesitas ≥ 30,00
- Obesitas kelas I 30,00 – 34,99
- Obesitas kelas II 35,00 – 39,99
- Obesitas kelas III ≥ 40,00
Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004.

b. Pengukuran tinggi badan

Pengukuran berat badan dapat menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, pertumbuhan tinggi

badan akan beriringan bersama dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap maslah

defisiensi zat gizi. Istilah tinggi badan digunakan ketika mengukur

tinggi badan anak di atas 2 tahun, sedangkan istilah panjang badan

ketika mengukur tinggi badan anak dibawah usia 2 tahun. Adapun alat

yang digunakan dalam mengukur tinggi badan adalah microtoise,

(Proverwati dan Erna, 2011).

38
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan cara berikut

(Supariasi, dkk., 2012) :

1) Subjek tidak mengenakan alas kaki. Diposisikan subjek tepat di

bawah microtoice.

2) Reponden diminta berdiri tegak dengan posisi kaki rapat, lutut

lurus. Tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding vertikal.

3) Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu

menyentuh dinding vertical. Tangan lepas kesamping badan dengan

telapak tangan menghadap paha.

4) Subjek diminta menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa

mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang.

Diusahakan bahu tetap santai.

5) Tarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara

horizontal. Pengukuran tinggi badan dilakukan saat menari nafas

maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk

angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Kemudian dicatat

tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

c. Pengukuran berat badan

Berat badan adalah pengukuran antropometri yang paling sering

digunakan meskipun sering terjadi kesalahan dalam pengukuran. Berat

badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral

tulang. Pada orang dewasa terdapat peningkatan jumlah lemak

sehubungan dengan umur dan terjadi penurunan protein otot. Berat

39
badan sewaktu lahir dapat digunakan sebagai indikator status gizi

dengan cut off point ˂ 2.500 gram dikatakan sebagai bayi dengan

BBLR. Untuk menilai status gizi biasanya berat badan dihubungkan

dengan pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan (Syafiq, dkk.,

2013).

Prosedur Pengukuran Berat Badan (Sirajuddin, dkk., 2014):

1) Timbangan injak yang digunakan sebaiknya dikalibrasi terlebih

dahulu.

2) Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang

minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.

3) Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka

0,0.

4) Subjek diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar

merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus

ke depan. Usahakan tetap tenang. Diusahakan agar subjek tetap

tenang.

5) Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 kg

terdekat.

d. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Lingkar lengan atas (LiLA) biasa digunakan pada anak balita

serta wanita usia subur. Pengukuran LiLA dipilih karena pengukuran

relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data umur

untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang

40
tepat. LiLA mencerminkan cadangan energi sehingga pengukuran ini

dapat mencerminkan KEP (kurang energi dan protein) pada balita atau

KEK (kurang energi kronik) pada ibu WUS dan ibu hamil. Pengukuran

LiLA pada WUS dan ibu hamil adalah untuk mendeteksi risiko

terjadinya kejadian bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah). Cut

off point untuk balita yang menderita KEP adalah <12.5 cm sedangkan

risiko KEK untuk WUS dan bumil adalah <23.5 cm. LiLA/U (lingkar

lengan atas terhadap umur) (Syafik, dkk., 2013).

Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LiLA) (Sirajuddin, dkk., 2014):

Klasifikasi Batas Ukur


Wanita usia subur
KEK <23,5 cm
Normal ≥23,5 cm
Bayi usia 0-30 hari
KEK <9,5 cm
Normal ≥9,5 cm
Balita
KEK <12,5
Normal ≥12,5
Prosedur Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) sebagai

berikut (Sirajuddin, dkk., 2014):

1) Menentukan titik mid point pada lengan.

 Responden diminta untuk berdiri tegak.

 Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang

menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan

kanan).

 Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak

tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan

41
menentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri

dan siku.

 Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.

2) Mengukur Lingkar Lengan Atas

 Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping

badan, telapak tangan menghadap ke bawah.

 Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita

LILA menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita

menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.

 Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.

2. Pengukuran Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang terdiri atas hemin dan globin. Hemin

adalah senyawa asam amino yang mengandung zat besi (Fe). Globin

adalah protein yang terdiri dari dua rantai alfa dan bua rantai beta.

Hemoglobin mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Tim Kreatif Biologi,

2009).

1. Mengangkut oksigen, Hb yang mengikat oksigen (HbO2) disebut

oksihemoglobin. Hb mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap

oksigen.

2. Mengangkut karbon dioksida (CO2), Hb yang mengangkut CO2 disebut

karbominohemoglobin.

3. Menjaga keseimbangan asam dan basa, Hb2 dan HbO2 adalah senyawa

yang mudah mengikat alkali. Jika kadar senyawa asam dalam darah

42
meningkat, hemoglobin, dan oksihemoglobin akan melepas alkalinya.

Dengan demikian, senyawa asam tadi akan dinetralkan.

Hemoglobin adalah metaloprotein, pengangkut oksigen yang

mengandung besi dalam sel darah merah dalam darah mamalia dan hewan

lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, empat gugus

heme, dan suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen

protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun

yang disebut hemoglobinopati, diantaranya yang paling sering ditemui

adalah anemia sel sabit dan talasemia (Price dan Lorraine, 2014).

Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah hemoglobin/100

ml dalam darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas sebagai O2 pada

darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian

mengindikasikan anemia (Almatsier, dkk.., 2009).

Adapun prosedur pengukuran Hb (Sirajudin, dkk., 2014):

1) Disiapkan peralatan

2) Bersihkan jari yang akan diambil darahnya terlebih dahulu dengan kapas

mengandung alkohol.

3) Gunakan auto lancet untuk mengambil darah pada jari yang telah diolesi

alkohol.

4) Dibuang darah pertama yang menetes, selanjutnya tetesan darah kedua

diambil dengan menggunakan microcuvet.

5) Dilakukan pemeriksaan pada alat hemocue. Hasilnya kemudian dibandingkan

dengan kadar Hb normal yakni untuk pria 13-16 g/dl dan untuk wanita 12-14

g/dl.

43
G. Kerangka Teori

Pendapatan
Keluarga  Komsumsi
faktor
penghambat Absorbsi
dan pendorong Fe
Kurangnya
absorbsi besi
pengetahuan
 Komsumsi
mengenai
besi (Fe)
anemia

Body image ,
Pola makan
diet,dan Anemia
gangguan
makan

 Pendarahan kronis
 Parasit Kehilangan darah
 Infeksi
 Pelayanan kesehatan rendah

Sumber: Modifikasi Husaini (1989), Junedi (1995), WHO (2005)

Gambar 1
Kerangka Teori Penenlitiaan

44
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti


Anemia merupakan masalah gizi pada remaja putri. Anemia disebabkan

oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%,

dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-

laki dan 23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia

berumur 5-14 tahun yaitu sebesar 26,4% dan yaitu sebesar 18,4% pada

kelompok umur 15-24 tahun .

Salah satu kelompok usia yang rentang menderita anemia yaitu remaja,

khususnya remaja putri. Remaja putri rentang menderita anemia karena

mereka cenderung lebih memperhatikan penampilan mereka dan mengabaikan

asupan makanannya. Remaja putri sering menghindari beberapa jenis

makanan seperti telur dan susu. Susu dianggap minuman anak-anak atau

dihubungkan dengan kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani,

sehingga tidak dapat tumbuh atau mencapai tinggi yang optimal dan

kekuranga asupan zat besi. Kadang standar langsing tidak jelas untuk remaja

putri. Banyak remaja putri menganggap dirinya kelebihan berat badan atau

mudah menjadi gemuk sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar

seperti mambatasi atau mengurangi frekuensi makan, memuntahkan makanan

yang sering dimakan, sehingga lama-lama tidak ada nafsu makan (

proverawati dan Erna, 2011).

45
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada

kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya. Kekurangan besi dapat

menimbulkan anemia dan keletihan. Remaja memerlukan lebih banyak besi

dan wanita membutuhkan lebih banyak lagi untuk mengganti besi yang hilang

bersama darah haid (Wijayanti, 2011).

Selain zat besi, asupan zat gizi mikro lain juga berperan dalam terjadinya

anemia. Absorpsi besi yang efektif dan efisien memerlukan suasana asam dan

adanya reduktor, seperti vitamin C. Sifat yang dimiliki vitamin C adalah

sebagai promotor terhadap absorpsi besi dengan cara mereduksi besi ferri

menjadi ferro. Vitamin A memiliki peran dalam hematopoiesis dimana

defisiensi vitamin A menyebabkan mobilisasi besi terganggu dan simpanan

besi tidak dapat dimanfaatkan untuk eritropoesis. Selain vitamin B12 juga

merupakan salah satu bahan pembentukan sel darah merah. Kekurangan

vitamin B12 juga dapat menyebabkan anemia (Subagio, 2008).

46
B. Kerangka Konsep

Pengetahuan

Berasosiasi Berpengaruh

 Asupan zat
gizi mikro Fe,
Body Image vitamin C,
Pola Makan vitamin A, Kadar Hb
vitamin B12)
 protein

Perilaku Diet

Keterangan:
: variabel independen

: variabel dependen

: variabel pengganggu

: variabel yang diteliti


: variabel yang tidak diteliti

Gambar 2
Kerangka Konsep Penelitian

47
C. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
Variabel Dependen

Definisi
Variabel Instrumen Kriteria Objektif
operasional
Body Image Pandangan subjek Kuesioner  Puas terhadap tubuh
tentang kepuasan body image yang dimiliki sekarang
terhadap bentuk yaitu body apabila skor: +1 SD.
tubuhnya sendiri shape  Sedang apabila skor:
questionnaire rata-rata.
(Cooper at al,  Tidak Puas terhadap
1987). tubuh yang dimiliki
sekarang apabila skor:
-1 SD.
Zat Gizi
Mikro
Asupan Fe Asupan Fe: jumlah Kuesioner Klasifikasi tingkat
semua asupan besi recall 24 jam. kecukupan Fe sebagai
responden perhari berikut (Gibson, 2005):
yang bersumber 1. Cukup:≥77% AKG
dari makanan 2. Kurang:<77% AKG
maupun minuman.

Asupan Asupan vitamin C: Kuesioner Klasifikasi tingkat


Vitamin C jumlah semua recall 24 jam kecukupan Vitamin C
asupan besi sebagai berikut (Gibson,
responden perhari 2005):
yang bersumber 1. Cukup:≥77% AKG
dari makanan 2. Kurang:<77% AKG
maupun minuman.

Asupan Asupan vitamin A: Kuesioner Klasifikasi tingkat


Vitamin A jumlah semua recall 24 jam kecukupan Vitamin A
asupan besi sebagai berikut (Gibson,
responden perhari 2005):
yang bersumber 1. Cukup:≥77% AKG
dari makanan 2. Kurang:<77% AKG
maupun minuman.

Asupan Asupan vitamin Kuesioner Klasifikasi tingkat


Vitamin B12 B12: jumlah semua recall 24 jam kecukupan Vitamin B12
asupan besi sebagai berikut (Gibson,
responden perhari 2005):
yang bersumber 1. Cukup:≥77% AKG
dari makanan 2. Kurang:<77% AKG

48
maupun minuman

Protein Asupan Protein: Kuesioner Klasifikasi tingkat


jumlah semua recall 24 jam kecukupan Vitamin B12
asupan sumber sebagai berikut (Gibson,
protein responden 2005):
perhari yang 3. Cukup:≥77% AKG
bersumber dari 4. Kurang:<77% AKG
makanan maupun
minuman
Variabel Dependen

Definisi
Variabel Instrumen Kriteria Objektif
operasional
Kadar Hb Kadar Hb remaja Alat ukur Hb Nominal:
putri yang 1. Anemia: Hb<12 g/dl
diapatkan denga 2. Normal: Hb≥12 g/dl
cara (Citrakesumasari,
membandingkan 2012).
kadar Hb sampel
dengan nilai
normalnya
Variabel Pengganggu

Definisi
Variabel Instrumen Kriteria Objektif
operasional
Pengetahuan Tingkat Kuesioner 1.Baik: skor yang
pengetahuan remaja diperoleh ≥ 80% dari
putri tentang total skor
pengertian anemia, 2.Kurang: skor yang
penebab anemia, diperoleh < 80% dari
cara mengetahui total skor
anemia, sumber zat
besi, gejalah
anemia, dampak
anemia, akibat yang
ditimbulkan, zat
penghambat
absorbsi Fe, cara
mencegah anemia,
dan cara mengobati
anemia.

49
D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro(Fe, vitamin C,

vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN 21

Makassar

2. Ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan

vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21

Makassar

Adapun hipotesis nol dari penelitian ini adalah:

1. Tidak ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro (Fe,

vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN

21 Makassar

2. Tidak ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan

vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21

Makassar

50
BAB IV

METODE PENELIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik. Desain yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian

dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel

yang termasuk efek diobservasi dalam waktu yang sama, yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan body image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C,

vitamin A, dan vitamin B12) dan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21

Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Adapun lokasi penelitian yaitu bertempat di SMAN 21 Makassar.

2. Waktu penelitian

Waktu dilaksanakannya penelitian yaitu pada bulan april-mei 2017.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki

kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya. Populas dalam penalitian ini adalah seluruh siswi kelas X

51
dan XI di SMAN 21 Makassar. Jumlah populasi dalam penelitian ini

adalah 623 orang yang diperoleh dari data sekunder SMAN 21 Makassar.

2. Sampel

a. Besar Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan

subjek dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sisiwi di SMAN 21

Makassar. Untuk menentukan besar sampel penelitian, maka

digunakan rumus Lameshow, yaitu :

N . Z2 . P . Q
n=
d 2 N−1 +Z 2 .P.Q

Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besar populasi

Z : Tingkat kemaknaan (1,96)

P : Perkiraan proporsi sampel 18,4 % =0,184 (Prevalensi anemia

menurut Riskesdas, 2013)

Q : 1-P : 1-0,184 : 0,816

d : Tingkat kesalahan 7% = 0,07

Dimana :

623 . 1,962 . 0,184 . 0,816


n=
0,07 2 623−1 + 1,962 . 0,184 . 0,816

359,342158
n=
3,0478 +0,57679319

52
359,34215762
n=
3,62459319

n = 99,139997

n = 100

Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 100

sampel.

Adapun kriteria sampel sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu

dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai

sampel. Kriteria tersebut adalah:

 Berstatus sebagai siswi kela X dan XI di SMAN 21 Makassar

 Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat diikut sertakan

dalam penelitian. Kriteria tersebut adalah:

 Sedang dalam keadaan menstruasi

 Sedang sakit.

 Menjalani program diet tertentu

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara pengambilan sampel secara acak sistematik

(systematic random sampling) dimana jumlah atau anggota populasi

53
dibagi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya

adalah interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar

elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai banyaknya

anggota populasi. Kemudia dibagi dengan jumlah sampel yang

diinginkan hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang terkena

sampel adalah setiap kelipatan X tersebut (Sugiyono, 2014).

Rumus:

I: N
n

I: 623 = 6
100
Jadi populasi yang terpilih sebagai sampel adalah kelipatan 6

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Data Primer

a. Body image

Data body image diperoleh dengan menggunakan kuesioner Body

Shape Questionnaire (BSQ) yang diberikan kepada responden untuk

diisi. Kuesioner ini dikembangkan oleh Cooper at al tahun 1987 dan

berisi 34 pertanyaan. semakin tinggi skor BSQ maka semakin buruk

kepuasan seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan semakin rendah

skor BSQ maka semakin baik kepuasan seseorang terhadap bentuk

tubuhnya. selain kuesioner BSQ, juga digunakan figure rerate scale

yang dkembangkan oleh Tunkard pada tahun 1983 untuk mengetahui

bentuk tubuh yang diinginkan responden dan bentuk tubuh responden.

54
Dilakukan juga pengukuran IMT untuk melihat apakah responden

yang memiliki kepuasan buruk terhadap bentuk tubuhnya memiliki

IMT normal atau tidak dan begitu juga dengan responden yang

memiliki kepuasan yang baik terhadapa bentuk tubuh

b. Asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan

protein.

Data asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin

B12) dan protein, diperoleh dengan melakukan recall 24 jam sebanyak

3 kali tanpa berturut-turut yakni hari weekday dan weekend.

Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24

jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran

asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar

tentang asupan harian indvidu (Gibson 2005). Dalam melakukan recall

24 jam, responden diwawancarai mengenai makanan yang dia

komsumsi selama 24 jam kemarin kemudian pewawancara mengisi

kuesioner recall sesuai dengan apa yang dikatakan oleh responden.

c. Pengetahuan

Data pengetahuan diperoleh dengan menggunakan kuesioner

pengetahuan tentang anemia yang dikembangkan oleh Nursyahidah

Imran pada tahun 2014, kuesioner tersebut berisi 15 pertanyaan.

Kuesioner kemudian dibagikan kepada responden untuk diisi sesuai

dengan pengetahuan mereka.

55
d. Kadar Hb

Berikut ini prosedur pemeriksaan kadar Hb dengan

hemoglobinmeter merk HemoCue:

1. Nyalakan β- Hemoglobin Hemoque dengan menekan tombol ON.

Tunggu hingga layar berkedip-kedip.

2. Bersihkan ujung jari yang akan di ambil darahnya dengan larutan

kapas beralkohol.

3. Letakkan ujung softlicks pada jari yang akan di ambil darahnya,

kemudian tekan softlicks hingga darah keluar, bersihkan darah.

4. Sampel darah dalam tabung kapiler dimasukkan secara cermat ke

dalam mikrocuvet.

5. Sampel darah akan bercampur dengan pereaksi kering secara

spontan. mikrocuvet dimasukkan ke dalam alat HemoCue

photometer untuk dilakukan pembacaan pada panjang gelombang

565 dan 880 nm.

6. Alat akan menghitung sendiri sehingga angka yang muncul pada

layar pembacaan adalah kadar Hb darah yang diperiksa.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari SMAN 21 Makassar yaitu berupa jumlah

siswa. Jumlah siswa perempuan kelas X dan kelas XI di SMAN 21

Makassar sebanyak 623 orang yang terbagi dalam 24 kelas.

Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrument penelitian yang digunakan adalah:

56
1. Kuesioner body image

2. Kuesioner recall 24

3. Kuesioner pengetahuan tentang anemia

4. Hemoque

5. Microcuvet

6. Kapas dan Alkohol

7. Microtoise

8. Timbangan berat badan

9. Program computer

E. Pengolahan Dan Analisi Data


1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, recall

24 jam dan tes kadar Hb dibuat dalam master tabel, kemudian diolah

dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis. Adapun prosedurnya

yaitu sebagai berikut:

a. Editing / Pengeditan

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah

terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

b. Coding / Pemberian kode

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat

57
dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau

identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

c. Entry Data / Pemberian Skor

Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput data

pada masing-masing variabel. Urutan data yang diinput berdasarkan

nomor responden pada kuesioner.

d. Cleaning Data

Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning data

dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel untuk

melihat ada tidaknya missing data. Data yang missing dibersihkan

sehingga dapat dilakukan proses analisis.

e. Tabulasi Data

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah

diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.Dalam melakukan

tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan.Tabulasi

dilakukan untuk memudahkan pengelolaan data kedalam suatu tabel.

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan

software SPSS dan Microsoft Office.

2. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan data tentang

distribusi frekuensi responden dari masing-masing variabel, kemudian

58
data ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis

terhadap hasil tersebut. Analisi univariat menggambarkan karakteristik

responden, gambaran body image, gambaran asupan zat gizi mikro dan

protein, dan gambaran kadar Hb.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui (cross

tabulation) dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package

for Social Science). Analisis hubungan akan dilakukan menggunakan

tabulasi silang dan uji statistik chi-squaretest yang bertujuan untuk

melihat apakah ada hubungan body image dengan asupan zat gizi

mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein pada

remaja putri di SMAN 21 Makassar dan apakah ada hubungan asupan

zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein

dengan kadar hb pada remaja putri di SMAN 21 makassar.

F. Penyajian Data
Data yang telah melalui proses analisis kemudian disajikan dalam bentuk

tabel dan narasi untuk membahas hasil dari penelitian.

59
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 21 Makassar merupakan salah satu SMA yang terdapat

di kota makassar, sekolah ini terletak di jalan Tamalanrea Raya NO. 1A

BTP Makassar. Berikut merupakan profil sekolah SMA Negeri 21

Makassar:

a. Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMA Negeri 21 Makassar

Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 301196013021

NPSN : 403119

Alamat : Jl. Tamalanrea Raya No. 1 A

Kelurahan : Tamalanrea

Kecamatan : Tamalanrea

Kota : Makassar

Provinsi : Sulawesi Selatan

Kode Pos : 90245

Telepon/Faximile : 0411 4774421

Email : smaN21mks@yahoo.co.id

Website : www.sman21makassar.sch.id

Akreditasi Sekolah : A (Amat Baik)

Nama Kepala Sekolah : Armin Amri, S.Pd. M.M

60
b. Visi dan Misi Sekolah

1. Visi

Berprestasi dalam imtek dan imtaq yang berwawasan

teknologi informasi dan bahasa inggris.

2. Misi

 Mewujudkan proses belajar mengajar yang berkualitas, efektif,

dan menenangkan sebagai upaya meningkatkan mutu

pendidikan, sumber daya manusia, yang beriman, berperilaku

luhur, maju, cerdas, sehat, disiplin, dan bertanggung jawab.

 Mewujudkan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler; pramuka,

KIR, PMR, keagamaan, olahraga, dan seni.

 Membekali siswa dengan berbagai keterampilan, keterampilan

computer dan bahasa inggris (life skill)

 Mewujudkan lingkungan sekolah yang indah, sehat, dan aman

dalam nuangsa 7K untuk mendukung kelancaran proses belajar

mengajar.

c. Data Siswa

Pada tahun pelajaran 2016/2017 jumlah seluruh kelas yang

terdapat di SMA Negeri 21 Makassar sebanyak 1.510 siswa yang

terdiri dari kelas X, XI, dan XII. Berikut penjelasan lebih lengkapnya:

 Kelas X, Laki-laki=225, Perempuan= 374 Berjumlah = 599 Siswa

 Kelas XI Jurusan IPA Laki-laki=122, Perempuan= 218 Berjumlah

= 340 Siswa

61
 Kelas XI Jurusan IPS Laki-laki=80, Perempuan= 71 Berjumlah =

151 Siswa

 Kelas XII Jurusan IPA Laki-laki=106, Perempuan= 201 Berjumlah

= 307 Siswa

 Kelas XII Jurusan IPS Laki-laki=53, Perempuan= 60 Berjumlah =

113 Siswa

d. Data Guru/Pegawai

 Jumlah tenaga pendidikan (guru) berjumlah 70 orang, 61 guru tetap

(PNS), 9 orang guru tidak tetap (guru honor), dengan kualifikasi

sarjana S1 sejumlah 43 guru, sarjana S2 sejumlah 26 orang guru

dan 1 orang guru S3 di Malaysia selesai tahun 2014.

 Tenaga kependidikan (tenaga administrasi) berjumlah 14 orang, 6

orang PNS tenaga tata usaha, 3 orang PNS tenaga pustakawan, 3

orang honor tenaga cleaning servis sekolah, 1 orang honor tenaga

keamanan/satpam sekolah dan 1 orang honor tenaga penjaga

sekolah.

e. Hubungan Kerjasama Dengan Komite Sekolah Dan Orang Tua Siswa

Kerjasama sekolah dengan komite sekolah dan orang tua peserta

didik. Ada lima peran untuk pengembangan sekolah, yaitu sebagai

berikut :

1. Donatur dalam menunjang kegiatan sekolah dan sarana sekolah

2. Mitra sekolah dalam pembinaan pendidikan

3. Mitra dalam membimbing kegiatan peserta didik

62
4. Mitra dialog dalam peningkatan kualitas pendidikan

5. Sumber belajar

2. Analisi Univariat

a. Karakteristik Responden

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
SMA Negeri 21 Makassar Tahun 2017
Variabel n %
Usia (n=100)
15 tahun 27 27,0
16 tahun 52 52,0
17 tahun 21 21,0
Kelas (n=100)
XI 78 78,0
XII 22 22,0
Suku (n=100)
Bugis 58 58,0
Bugis Makassar 2 2,0
Bugis Mandar 1 1,0
Jawa 7 7,0
Makassar 20 20,0
Manado 1 1,0
Sunda 1 1,0
Toraja 10 10,0
Kecamatan (n=100)
Biringkanaya 36 36,0
Bontoala 1 1,0
Makassar 4 4,0
Manggala 1 1,0
Panakukkang 1 1,0
Tamalanrea 57 57,0
Pekerjaan Ayah (n=100)
Buruh Tani 3 3,0
Jasa (Ojek/Supir) 1 1,0
Petani Pemilik 1 1,0
PNS/TNI 40 40,0
Pegawai Swasta 34 34,0
Dagang/Wiraswasta 21 21,0

63
Pekerjaan Ibu (n=100)
Ibu Rumah Tangga 56 56,0
PNS/TNI 32 32,0
Pegawai Swasta 8 8,0
Dagang/Wiraswasta 4 4,0
Pendidikan Ayah (n=100)
Tamat SD 1 1,0
Tamat SMP 5 5,0
Tamat SMA 31 31,0
Diploma 1/2/3 4 4,0
S1/S2/S3 59 59,0
Pendidikan Ibu (n=100)
Tamat SMP 8 8,0
Tamat SMA 35 35,0
Diploma 1/2/3 8 8,0
S1/S2/S3 49 49,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia siswi yang paling

banyak menjadi responden yaitu siswi yang berusia 16 tahun sebanyak

52 orang, sedangkan yang paling sedikit menjadi responden yaitu siswi

yang berusia 17 tahun sebanyak 21 orang. Selain itu terdapat juga

responden yang berusia 15 tahun sebanyak 27 orang.

Berdasarkan kelas, siswi yang paling banyak menjadi responden

yaitu siswi kelas XI sebanyak 78 orang, sedangkan siswi yang paling

sedikit menjadi responden yaitu siswi kelas XII sebanyak 22 orang

Berdasarkan suku, siswi yang paling banyak menjadi responden

yaitu siswi yang bersuku Bugis sebanyak 58 orang, sedangkan siswi

yang paling sedikit menjadi responden yaitu siswi yang bersuku Bugis

Mandar, Toraja, dan Sunda sebanyak masing-masing 1 orang.

64
Sementara itu sisiwi yang bersuku Bugis Makassar sebanyak 2 orang,

Jawa sebanyak 7 orang, Makassar 20 orang, dan Toraja 10 orang.

Berdasarkan Kecamatan, siiswi yang paling banyak menjadi

responden yaitu siswi yang bertempat tinggal di daerah kecamatan

Tamalanrea sebanyak 57 orang, sedangkan siswi yang paling sedikit

menjadi responden yaitu siswi yang bertempat tinggal di kecamatan

Bontoala, Manggala dan Panakkukkang masing-masing sebanyak 1

orang. Sementara itu, siswa yang bertempat tinggal di Kecamatan

Makassar sebanyak 4 orang dan Biringkanaya sebanyak 36 orang.

Berdasarkan pekerjaan ayah, responden yang paling banyak

adalah siswi yang pekerjaan ayahnya PNS/TNI yaitu sebanyak 40

orang, sedangkan pekerjaan ayah siswi yang paling sedikit adalah jasa

(ojek/supir) dan petani pemilik masing-masing sebanyak 1 orang.

Sementara itu, pekerjaan ayah siswi sebagai Dagang Wiraswasta

Sebanyak 21 orang, Pegawai Swasta 34 orang, dan Buruh Tani 3

orang.

Berdasarkan Pekerjaan ibu, responden yang paling banyak adalah

siswi yang pekerjaan ibunya sebagai ibu rumah tangga sebanyak 56

orang, sedangkan pekerjaan ibu siswi yang paling sedikit adalah

pedagang/wiraswasta sebanyak 4 orang. Sementara itu, pekerjaan ibu

siswi sebagai PNS/TNI 32 orang dan Pegawai Swasta 8 orang.

Berdasarkan pendidikan ayah, responden yang paling banyak

adalah siswi yang pendidikan ayahnya S1/S2/S3 sebanyak 59 orang,

65
sedangkan responden dengan pendidikan ayah yang paling sedikit

adalah tamat SD sebanyak 1 orang. Sementara itu, pendidikan ayah

tamat SMA 31 orang, tamat SMP 5 orang, Diploma 1/2/3 sebanyak 4

orang.

Berdasarkan pendidikan ibu, responden yang paling banyak adalah

siswi yang pendidikan ibunya S1/S2/S3 yaitu sebanyak 49 orang,

sedangkan responden dengan pendidikan ibu yang paling sedikit

adalah tamat SMP dan Diploma 1/2/3, masing-masing sebanyak 8

orang. Sementara itu, pendidikan ibu tamat SMA 35 orang.

b. Pengukuran Body Image

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Body Image Responden
Jumlah
Body Image
N %
Puas 61 61,0
Tidak Puas 39 39,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.2, kategori body image digolongkan menjadi

2 kategori yaitu puas dan tidak puas. Tabel di atas menunjukkan

bahwa jumlah siswi yang merasa puas dengan bentuk tubuh mereka

yaitu sebanyak 61 orang dan jumlah siswa yang tidak puas dengan

bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 39 orang.

66
Deskripsi Bentuk Tubuh Aktual

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh
Aktual
Jumlah
Body Image
N %
Sangat kurus 1 1,0
Kurus 19 19,0
Langsing 24 24,0
Normal 25 25,0
Berisi 14 14,0
Sedikit gemuk 12 12,0
Gemuk 3 3,0
Sangat gemuk 2 2,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa deskripsi bentuk tubuh

aktual menurut para siswi, yang paling banyak yaitu normal sebanyak

25 orang dan yang paling sedikit yaitu sangat kurus sebanyak 1 orang.

Sementara itu siswi yang yang mendeskripsikan bentuk tubuh mereka

langsing 24 orang, kurus 19 orang, berisi 14 orang, sedikit gemuk 12

orang, gemuk 3 orang, dan sangat gemuk 2 orang.

Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal
Jumlah
Body Image
N %
Sangat kurus 1 1
Kurus 11 11
Langsing 50 50
Normal 28 28
Berisi 8 8
Sedikit gemuk 2 2
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

67
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa deskripsi bentuk tubuh

ideal menurut para siswi, yang paling banyak yaitu langsing sebanyak

50 orang dan yang paling sedikit yaitu sangat kurus sebanyak 1 orang.

Sementara itu siswi yang yang mendeskripsikan bentuk tubuh mereka

normal 28 orang, kurus 11 orang, berisi 8 orang, dan sedikit gemuk 2

orang. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa 50% sampel

menginginkan tubuh yang langsing

Tabel 5.5
Distribusi responden berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh aktual
terhadap Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal
Deskripsi Tubuh Ideal
Deskripsi Sangat Sedikit total
Tubuh Kurus Langsing Normal Berisi
Kurus Gemuk
Aktual
n % n % n % n % n % n % n %
Sangat
0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0
Kurus
Kurus 0 0,0 3 3,0 10 10,0 5 5,0 1 1,0 0 0,0 19 100,0
Langsing 0 0,0 4 4,0 15 15,0 5 5,0 0 0,0 0 0,0 24 100,0
Normal 0 0,0 4 4,0 11 11,0 10 10,0 0 0,0 0 0,0 25 100,0
Berisi 0 0,0 0 0,0 7 7,0 5 5,0 2 2,0 0 0,0 14 100,0
Sedikit
0 0,0 0 0,0 5 5,0 3 3,0 2 2,0 2 2,0 12 100,0
Gemuk
Gemuk 1 1,0 0 0,0 1 1,0 0 0,0 1 1,0 0 0,0 3 100,0
Sangat
0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 2,0 0 0,0 2 100,0
Gemuk
Sumber: Data primer, 2017

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai

bentuk tubuh yang sangat kurus dan menginginkan bentuk tubuh

langsing sebanyak 1 orang. Responden responden yang mempunyai

bentuk tubuh yang kurus dan menginginkan bentuk tubuh kurus

sebanyak 3 orang, langsing 10 orang, normal 5 orang dan berisi 1

orang. Responden yang mempunyai bentuk tubuh langsing dan

68
menginginkan bentuk tubuh kurus sebanyak 4 orang, langsing 15

orang dan normal 5 orang. Responden yang mempunyai bentuk tubuh

berisi dan ingin langsing sebanyak 7 orang, normal 5 orang, dan berisi

2 orang.

Pada responden yang mempunyai bentuk tubuh sedikit gemuk dan

menginginkan bentuk tubuh langsing sebanyak 5 orang, normal 3

orang, berisi 2 orang, dan sedikit gemuk 2 orang. Responden yang

mempunyai bentuk tubuh gemuk dan menginginkan bentuk tubuh

kurus sebanyak 1 orang, langsing 1 orang, dan berisi 1 orang.

Responden yang mempunyai bentuk tubuh yang sangat gemuk dan

menginginkan bentuk tubuh berisi 2 orang.

Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh
Aktual dan Ideal dengan Body Image
Body Image
Gambaran Gambaran Total
Tubuh Aktual Tubuh Ideal Puas Tidak Puas
n % n % n %
Kurus 2 66,7 1 33,3 3 100,0
Kurus
Normal 14 87,5 2 12,5 16 100,0
Gemuk 1 100,0 0 0,0 1 100,0
Kurus 5 62,5 3 37,5 8 100,0
Normal
Normal 30 73,2 11 26,8 41 100,0
Normal 9 45,0 11 55,0 20 100,0
Gemuk
Gemuk 0 0,0 6 100,0 6 100,0
Kurus 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Obesitas Normal 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Gemuk 0 0,0 3 100,0 3 100,0
Sumber: Data primer, 2017

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tubuh

kurus dan ingin tetap kurus merasa puas dengan bentuk tubuhnya

sebanyak 2 orang (66,7%) dan tidak puas sebanyak 1 orang (33,3%).

69
Responden yang mempunyai tubuh kurus dan ingin normal merasa

puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 14 orang (87,5) dan tidak puas

sebanyak 2 orang (12,5%). Responden yang mempunyai tubuh kurus

dan ingin gemuk merasa puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 1

orang (100%). Responden yang mempunyai tubuh normal dan ingin

kurus merasa puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 5 orang (62,5%)

dan tidak puas sebanyak 3 orang (37,5%). Responden yang

mempunyai tubuh normal dan ingin tetap normal merasa puas dengan

bentuk tubuhnya sebanyak 30 orang (73,2%) dan tidak puas sebanyak

11 orang (26,8%).

Tabel diatas juga menunjukkan responden yang mempunyai tubuh

gemuk dan ingin normal merasa puas dengan bentuk tubuhnya

sebanyak 9 orang (45%) dan tidak puas sebanyak 11 orang (55%).

Responden yang mempunyai tubuh gemuk dan ingin gemuk merasa

tidak puas sebanyak 6 orang (100%). Responden yang mempunyai

tubuh obesitas dan ingin kurus merasa tidak puas sebanyak 1 orang

(100%). Responden yang mempunyai tubuh obesitas dan ingin normal

merasa tidak puas sebanyak 1 orang (100%). Responden yang

mempunyai tubuh obesitas dan ingin gemukmerasa tidak puas

sebanyak 3 orang (100%).

70
c. Pengukuran Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,

dan Vitamin B12) dan Protein

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein

Variabel (n=100) n %
Asupan Fe
Cukup 9 9,0
Kurang 91 91,0
Asupan Vitamin C
Cukup 17 17,0
Kurang 83 83,0
Asupan Vitamin A
Cukup 11 11,0
Kurang 89 89,0
Asupan Vitamin B12
53 53,0
Cukup
47 47,0
Kurang
Asupan Protein
44
Cukup 44,0
56
Kurang 56,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.7 kategori asupan zat gizi mikro dan protein

dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu cukup: ≥77%AKG dan kurang:

<77%AKG. Tabel diatas menunjukkan bahwa, siswi yang asupan Fe

cukup yaitu sebanyak 9 orang, sedangkan siswi yang asupan Fe kurang

yaitu sebanyak 91 orang. Asupan vitamin C pada siswa yaitu 17 orang

yang memiliki asupan vitamin C cukup dan 83 orang yang memiliki

asupan vitamin C kurang. Asupan vitamin A pada siswa yaitu 11 orang

yang memiliki asupan vitamin A cukup dan 89 orang yang memiliki

asupan vitamin A kurang. Asupan vitamin B12 pada siswa yaitu 53

orang yang memiliki asupan vitamin B12 cukup dan 47 orang yang

71
memiliki asupan vitamin B12 kurang. Sedangkan asupan protein siswa

yaitu 44 orang yang memiliki asupan protein cukup dan 56 orang yang

memiliki asupan protein kurang.

d. Pengukuran Kadar Hb

Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hb
Jumlah
Kadar Hb
N %
Anemia
51 51,0
(Kadar Hb <12 g/dl)
Tidak Anemia
49 49,0
(Kadar Hb >12 g/dl)
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.8 kategori anemia dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu anemia apabila kadar Hb<12 g/dl dan tidak anemia

apabila Hb≥12 g/dl. Tabel di atas menunjukkan bahwa siswi yang

mengalami anemia yaitu sebanyak 51 orang dan tidak anemia yaitu

sebanyak 49 orang.

e. Pengukuran Pengetahuan

Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Jumlah
Pengetahuan
N %
Baik 50 50,0
Kurang 50 50,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.9 kategori pengetahuan dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu pengetahuan baik apabila skor yang diperoleh

≥60 % dari total skor dan pengetahuan dikatakan kurang apabila skor

72
yang diperoleh <60% dari skor total. Tabel di atas menunjukkan

bahwa siswi yang memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 50 orang

dan siswa yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 50 orang

juga.

f. Pengukuran IMT

Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan IMT
Jumlah
IMT
N %
Kurus 30 30,0
Normal 59 59,0
Obesitas 11 11,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).

Berdasarkan tabel 5.10 kategori IMT dikelompokkan menjadi 3

kategori yaitu underweight, normal, dan obesitas. Tabel di atas

menunjukkan bahwa status gizi siswi yang paling banyak yaitu status

gizi normal sebanyak 59 orang dan status gizi yang paling sedikit yaitu

obesitas sebanyak 11 orang. Sementara itu status gizi siswi yang

underweight yaitu sebanyak 30 orang.

73
3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,

Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein

Tabel 5.11
Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein
Body Image
Asupan Zat Gizi Puas Tidak Total p
Mikro dan Protein Puas
n % n % N %
Fe
Cukup 8 88,9 1 11,1 9 100,0 0,086
Kurang 53 58,2 38 41,8 91 100,0
Vitamin C
Cukup 15 88,2 2 11,8 17 100,0 0,012
Kurang 46 55,4 37 44,6 83 100,0
Vitamin A
Cukup 9 81,8 2 18,2 11 100,0 0,194
Kurang 52 58,4 37 41,6 89 100,0
Vitamin B12
Cukup 36 67,9 17 32,1 53 100,0 0,132
Kurang 25 53,2 22 46,8 47 100,0
Protein
Cukup 29 65,9 15 34,1 44 100,0 0,372
Kurang 32 57,1 24 42,9 56 100,0
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan

Fe kurang sebanyak 58,2% puas dengan body image yang dimiliki dan

terdapat 41,8% tidak puas dengan body image yang dimilki. Uji Fisher

yang dilakukan terhadap asupan Fe dengan body image didapatkan p

value sebesar 0,086 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan Fe dengan body image pada siswi

di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

74
Siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak 55,4% puas

dengan body image yang dimiliki dan terdapat 44,6% tidak puas

dengan body image yang dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan

terhadap vitamin C dengan body image didapatkan p value sebesar

0,012 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara asupan vitamin C dengan body image pada siswi di

SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 58,4% puas

dengan body image yang dimiliki dan terdapat 41,6% tidak puas

dengan body image yang dimilki. Uji Fisher yang dilakukan terhadap

asupan protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,194

(p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan

antara asupan vitamin A dengan body image pada siswi di SMAN 21

Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan vitamin B12 kurang sebanyak 53,2% puas

dengan body image yang dimiliki dan terdapat 46,8% tidak puas

dengan body image yang dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan

terhadap vitamin B12 dengan body image didapatkan p value sebesar

0,132 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara asupan vitamin B12 dengan body image pada siswi

75
di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 57,1% puas dengan

body image yang dimiliki dan terdapat 42,9% tidak puas dengan body

image yang dimilki. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan

protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,372 (p >

0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan

antara asupan protein dengan body image pada siswi di SMAN 21

Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat.

b. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan


Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb
Tabel 5.12
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan
Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb
Kadar Hb
Asupan Zat Gizi Mikro Anemia Tidak Total p
dan Protein Anemia
n % n % n %
Fe
Cukup 8 88,9 1 11,1 9 100,0 0,031
Kurang 43 47,3 48 52,7 91 100,0
Vitamin C
Cukup 3 17,6 14 82,4 17 100,0 0,003
Kurang 48 57,8 35 42,2 83 100,0
Vitamin A
Cukup 2 18,2 9 81,8 11 100,0 0,021
Kurang 49 55,1 40 44,9 89 100,0
Vitamin B12
Cukup 27 50,9 26 49,1 53 100,0 0,990
Kurang 24 51,1 23 48,9 47 100,0
Protein
Cukup 21 47,7 23 52,3 44 100,0 0,562
Kurang 30 53,6 26 46,4 56 100,0
Sumber: Data Primer 2017

76
Berdasarkan tabel 5.12 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan

Fe kurang sebanyak 47,3% anemia dan terdapat 52,7% tidak

mengalami anemia. Uji Fisher yang dilakukan terhadap asupan Fe

dengan kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,031 (p < 0,05),

sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

asupan Fe dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini

berarti, ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak 57,8% anemia

dan terdapat 42,2% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang

dilakukan terhadap asupan vitamin C dengan kadar Hb didapatkan p

value sebesar 0,003 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar Hb pada

siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 55,1% anemia

dan terdapat 44,9% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang

dilakukan terhadap asupan vitamin A dengan kadar Hb didapatkan p

value sebesar 0,021 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb pada

siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan vitamin B12 kurang sebanyak 51,1% anemia

dan terdapat 48,9% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang

77
dilakukan terhadap asupan vitamin B12 dengan kadar Hb didapatkan

p value sebesar 0,990 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kadar Hb

pada siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat.

Siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 53,6% anemia dan

terdapat 46,4% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang

dilakukan terhadap asupan protein dengan kadar Hb didapatkan p

value sebesar 0,562 (p > 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan protein dengan kadar Hb pada

siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat.

4. Analisis Confounding Pengetahuan sebagai Variabel Pengganggu

Tabel 5.13
Body Image dan Asupan Fe dengan Pengetahuan sebagai variabel
pengganggu
Asupan Fe 95%
Total Crude OR
Pengetahuan Body image Cukup Kurang p CI
OR MH
n % n % n %
Puas 2 6,5 29 93,5 31 100,0 0,72
Baik
Tidak puas 0 0,0 19 100,0 19 100,0 0,13 6,33 4-
5,736
Puas 6 20,0 24 80,0 30 100,0 9 3 55,3
Kurang
Tidak puas 1 5,0 19 95,0 20 100,0 65
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 2,192 degan nilai p

value 0,139 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan Fe.

78
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 5,736 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 6,333 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

10,4% (>10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan adalah

variabel confounding pada hubungan antara asupan Fe dengan body

image.

Tabel 5.14
Body Image dan Asupan Vitamin C dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Vitamin C 95%
Total Crude OR
Pengetahuan Body image Cukup Kurang p CI
OR MH
n % n % n %
Puas 7 22,6 24 77,4 31 100,0 1,31
Baik
Tidak puas 0 0,0 19 100,0 19 100,0 0,02 3-
6,033 6,25
Puas 8 26,7 22 73,3 30 100,0 4 30,1
Kurang
Tidak puas 2 10,0 18 90,0 20 100,0 73
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 5,080 degan nilai p

value 0,024 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin C.

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 6,033 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 6,259 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

4,3% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin C

dengan body image.

79
Tabel 5.15
Body Image dan Asupan Vitamin A dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Vitamin A 95%
Total Crude OR
Pengetahuan Body image Cukup Kurang p CI
OR MH
n % n % n %
Puas 6 19,4 25 80,6 31 100,0 0,64
Baik
Tidak puas 1 5,3 18 94,7 19 100,0 0,25 3,17 8-
3,202
Puas 3 10,0 27 90,0 30 100,0 1 3 15,5
Kurang
Tidak puas 1 5,0 19 95,0 20 100,0 36
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 1,313 degan nilai p

value 0,251 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin

A.

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 3,202 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 3,173 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

0,91% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin A

dengan body image.

Tabel 5.16
Body Image dan Asupan Vitamin B12 dengan Pengetahuan
sebagai variabel pengganggu
Vitamin B12 95%
Total Crude OR
Pengetahuan Body image Cukup Kurang p CI
OR MH
n % n % n %
Puas 19 61,3 12 38,7 31 100,0 0,81
Baik
Tidak puas 11 57,9 8 42,1 19 100,0 0,20 1,85 9-
1,864
Puas 17 56,7 13 43,3 30 100,0 3 7 4,21
Kurang
Tidak puas 6 30,0 14 70,0 20 100,0 1
Sumber: Data Primer 2017

80
Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 1,622 dengan nilai p

value 0,203 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin

B12.

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 1,864 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 1,857 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

0,38% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin

B12 dengan body image.

Tabel 5.17
Body Image dan Asupan Protein dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Protein 95%
Total Crude OR
Pengetahuan Body image Cukup Kurang p CI
OR MH
n % n % n %
Puas 16 51,6 15 48,4 31 100,0 0,63
Baik
Tidak puas 9 47,4 10 52,6 19 100,0 0,51 1,44 3-
1,450
Puas 13 43,3 17 56,7 30 100,0 0 3 3,28
Kurang
Tidak puas 6 30,0 14 70,0 20 100,0 9
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,435 degan nilai p

value 0,510 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin

protein.

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 1,450 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 1,443 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

81
0,48% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan protein

dengan body image

Tabel 5.18
Asupan Fe protein dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Kadar Hb
Tidak Total Crude OR C1
Pengetahuan Asupan Fe Anemia p
Anemia OR MH 95%
n % n % n %
100,
Cukup 2 0 0,0 2 100,0 1,21
Baik 0
Kurang 25 23 47,9 48 100,0 0,03 10,8 8-
52,1 8,930
1 89 97,3
Cukup 6 85,7 1 14,3 7 100,0
Kurang 57
Kurang 18 41,9 25 58,1 43 100,0
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.18 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 4,636 degan nilai p

value 0,031 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 8,930 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 10,889 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

21,9% (>10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan adalah

variabel confounding pada hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb.

82
Tabel 5.19
Asupan Vitamin C dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Kadar Hb
Asupan Tidak Total Crude OR C1
Pengetahuan Anemia p
Vitamin C Anemia OR MH 95%
n % n % n %
Cukup 1 14,3 6 85,7 7 100,0 0,04
Baik
Kurang 26 60,5 17 39,5 43 100,0 0,00 0,16 3-
0,156
Cukup 2 20,0 8 80,0 10 100,0 7 0 0,59
Kurang
Kurang 22 55,0 18 45,0 40 100,0 9
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.19 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 7,242 degan nilai p

value 0,007 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar Hb

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,156 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 0,160 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

2,56% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin C

dengan kadar Hb.

Tabel 5.20
Asupan Vitamin A dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Kadar Hb
Asupan Tidak Total Crude OR C1
Pengetahuan Anemia P
Vitamin A Anemia OR MH 95%
n % n % n %
Cukup 1 14,3 6 85,7 7 100,0 0,03
Baik
Kurang 26 60,5 17 39,5 43 100,0 0,04 0,17 7-
0,181
Cukup 1 25,0 3 75,0 4 100,0 1 8 0,86
Kurang
Kurang 23 50,0 23 50,0 46 100,0 0
Sumber: Data Primer 2017

83
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 4,147 degan nilai p

value 0,041 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,181 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 0,178 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

1,66% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin A

dengan kadar Hb.

Tabel 5.21
Asupan Vitamin B12 dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Kadar Hb
Asupan Tidak Total Crude OR C1
Pengetahuan Anemia P
Vitamin B12 Anemia OR MH 95%
n % n % n %
Cukup 16 53,3 14 46,7 30 100,0 0,43
Baik
Kurang 11 55,0 9 45,0 20 100,0 0,91 0,96 4-
0,995
Cukup 11 47,8 12 52,2 23 100,0 7 1 2,12
Kurang
Kurang 13 48,1 14 51,9 27 100,0 9
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,011 degan nilai p

value 0,917 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kadar Hb

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,995 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 0,961 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

3,42% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

84
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin

B12 dengan kadar Hb.

Tabel 5.22
Asupan Protein dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Kadar Hb
Asupan Tidak Total Crude OR C1
Pengetahuan Anemia P
Protein Anemia OR MH 95%
n % n % n %
Cukup 13 52,0 12 48,0 25 100,0 0,34
Baik
Kurang 14 56,0 11 44,0 25 100,0 0,62 0,76 4-
0,791
Cukup 8 47,7 11 52,3 31 100,0 5 5 1,70
Kurang
Kurang 16 53,6 15 46,6 50 100,0 1
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.22 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel

diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,203 degan nilai p

value 0,625 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar Hb

Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,791 dengan OR Mantel

Hanszel sebesar 0,765 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar

3,29% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan

merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan protein

dengan kadar Hb.

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Renponden

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas XI dan XII.

Pada tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa berdasarkan usia, remaja putri

yang paling banyak menjadi responden adalah yang berusia 16 tahun.

85
Berdasarkan suku, remaja putri yang bersuku bugis adalah yang paling

banyak menjadi responden dan paling banyak bertempat tinggal di

Kecamatan Tamalanrea. Pekerjaan ayah remaja putri yang paling banyak

adalah PNS/TNI, sedangkan pekerjaan ibu remaja putri yang paling

banyak adalah ibu rumah tangga. Sementara itu, pendidikan ayah dan

pendidikan ibu remaja putri yang paling banyak adalah S1/S2/S3.

2. Body Image

Pengukuran body image dilakukan dengan menggunakan kuesioner

Body Shape Questionnaire (BSQ) yang berisi 34 pertanyaan negatif.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula rasa

ketidakpuasan remaja putri terhadap bentuk tubuh mereka. Pada penelitian

ini, kuesioner dibagikan kepada siswa dengan cara mengunjungi kelas satu

persatu lalu membagikan kuesioner kepada siswi yang terpilih menjadi

sampel penelitian berdasarkan siswi yang sudah melakukan tes kadar Hb

dan IQ. Kendala yang terjadi pada saat penelitian yaitu siswi sulit

dikumpulkan dalam 1 ruangan jadi kuesioner tidak bisa dibagikan kepada

responden secara bersamaan, sehingga peneliti harus mengunjungi satu

persatu kelas responden dan menunggu apabila responden sedang belajar.

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa siswi yang merasa puas

dengan bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 61 orang dan jumlah siswa

yang tidak puas dengan bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 39 orang.

Pada masa remaja pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Remaja

umumnya bertambah dalam tinggi dan berat badan hingga enam tahun

86
setelah mencapai menarche (kedatangan haid pertama). Kebanyakan masa

remaja, khususnya remaja putri ingin tampil langsing dengan cara

melakukan diet. Remaja merasa tidak puas terhadap keadaan dirinya

sendiri. Masalah body image ini dianggap sebagai perkara besar yang tak

henti-hentinya dipikirkan (Anwar, 2006).

Menurut Germov dan Wiliams (2004), body image adalah gambaran

seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya

tentang bentuk tubuhnya serta harapan tentang bentuk dan ukuran tubuh

yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuati dengan kondisi

tubuh aktualnya, maka hal ini di anggap sebagai body image yang negetif.

Schilder mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh yang

kita bentukdalam pikiran kita. Body image dalam pengertian ini mengacu

pada pengalaman psikologis dan berfokus pada perasaan seseorang dan

perilakunya terhadap tubuh mereka (Almatsier, 2010).

3. Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B 12)

dan Protein

Pengukuran asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan

vitamin B12) dan protein dilakukan dengan cara melakukan recall 24 jam

sebanyak 3 kali tanpa berturut-turut dalam kurung waktu 2 minggu. Pada

penelitian ini, recall 24 jam dilakukan dengan cara mengunjungi kelas satu

persatu lalu melakukan recall 24 jam dengan siswi. Recall 24 jam

dilakukan di lingkungan sekolah seperti kelas, taman, dan teras kelas.

87
Asupan Fe

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa siswi yang asupan Fe cukup

yaitu sebanyak 9 orang, sedangkan siswi yang asupan Fe kurang yaitu

sebanyak 91 orang. Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak

terdapat dalam tubuh manusi dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh

manusia dewasa. Besi mempunyai beberapafungsi esensial di dalam tubuh

yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai

alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai

reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Unsur besi

tersedia dalam tubuh bersumber dari sayur-sayuran, daging,dan ikan yang

dikomsumsi setiap harinya (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).

Asupan Vitamin C

Pada tabel 5.5 juga dapat dilihat asupan vitamin C pada siswa yaitu 17

orang yang memiliki asupan vitamin C cukup dan 83 orang yang memiliki

asupan vitamin C kurang. Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan

diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan

monosakarida. Asam askorbat terutama ditemukan dalam sayuran dan

buah-buahan yang segar.sumber terbaiknya adalah jeruk, jambu, mangga,

tomat dan sayuran seperti bayam, sawi dan lain-lain (Beck, 2011).

Fungsi vitamin C yaitu produksi kolagen, pencernaan, pembentukan

tulang dan gigi yang halus, penyimpanan yodium, pertumbuhan jaringan,

penyembuhan, pembentukan sel darah merah, dan kekebalan terhadap

infeksi (Nugroho dan Santoso, 2013).

88
Asupan Vitamin A

Asupan vitamin A pada siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 11 orang

yang memiliki asupan vitamin A cukup dan 89 orang yang memiliki

asupan vitamin A kurang. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang

banyajk ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang

menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang

mempunyai aktivitas biologis sebagai retinil (Almatsier, 2010). Manusia

memperoleh vitamin tersebut sebagian dari karoten yang terdapat dalam

sayuran, buah-buahan, serta produk hewani (Beck, 2011).

Asupan Vitamin B12

Asupan vitamin B12 pada siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 53 orang

yang memiliki asupan vitamin B12 cukup dan 47 orang yang memiliki

asupan vitamin B12 kurang. Vitamin B12 merupakan salah satu vitamin

larut air yang berfungsi dalam menjaga aktivitas saraf pusat, sintesis DNA

dan asam lemak, pembelahan sel, metabolisme sel dalam pelepasan energi

dan pembentukan darah. Selain itu berperan dalam metabolisme asal folat

dan vitamin B6 untuk mengontrol kadar homosisteine. Kelebihan

homosisteine meningkatkan resiko penyakit jantung koroner,stroke, dan

penyakit-penyakit lain seperti osteoporosis dan alzheimer. Kekurang

vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa dan gejalah kelelahan

(Sandjaja, dkk., 2010). Sumber-sumber vitamin B12 yaitu hati, ginjal dan

jantung merupakan sumber vitamin B12 yang amat baik dan dengan jumlah

yang cukup banyak (Beck, 2011).

89
Asupan Protein

Asupan protein siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 44 orang yang

memiliki asupan protein cukup dan 56 orang yang memiliki asupan protein

kurang. Secara kimiawi protein merupakan senyawa polimer yang tersusun

atas satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Berbagai bahan

makanan dapat digunakan sebagai sumber protein, baik berasal dari bahan

hewani maupun bahan nabati, seperti daging berwarna merah termasuk

daging sapi, kambing, daging ayam, telur ikan, susu, keju dianggap

mengandung komplet protein efisien untuk tubuh; dan golongan kacang-

kacangan seperti legume, kacang keelai, kacang hijau, khusus untuk

kedelai yang dapat dibuat sebagai tahu, tempe (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, 2013)

4. Kadar Hb

Pengukuran kadar Hb dilakukan sebelum melakukan recall 24 jam dan

pembangian kuesioner body image dan kuesioner pengetahuan. Penelitian

ini dilakukan pada hari jumat pukul 11.00 WITA-13.00 WITA. Alat yang

digunakan pada penelitian ini yaitu Hemocue 201. Kendala yang terdapat

pada saat penelitian yaitu siswi sulit untuk dikumpulkan dalam 1 ruangan

sehingga penelitian dilakukan di kelas yang siswi sedang tidak belajar.

Dimana seharusnya teknik pengambilan sampel menggunakan systematic

random sampling tidak diterapkan karena sekolah tidak memiliki ruangan

luas seperti aula dan sulit untuk meminta izin kepada guru saat pelajaran

90
sedang berlangsung. Jadi, sampel penelitian ini adalah siswi yang tidak

sedang belajar selama penelitian berlangsung.

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa siswi yang mengalami

anemia yaitu sebanyak 51 orang dan tidak anemia yaitu sebanyak 49

orang. Hal ini menjukkan bahwa lebih banyak siswi yang menderita

anemia dibandingkan dengan yang tidak anemia. Hemoglobin merupakan

suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat molekul bukan protein,

yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin mempunyai

dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni

pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer dan

pengangkutan karbondioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke

organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar (Murray, dkk.,

2009).

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya

konsentrasi hemoglobing (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang

batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah

merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis),

atau kehilangan darah yang berlebihan (Citrakesumasari, 2012).

Junedi (1995) mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

timbulnya anemia, yang pertama yaitu sebab langsung karena

ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit, kurangnya zat besi dalam

tubuh disebabkan karena kurangnya asupan makanan yang mengandung

zat besi, makanan cukup, namun bioavailabilitas rendah, serta makanan

91
yang dimakan mengandung zat penghambat absorbsi besi. Infeksi penyakit

yang umunya memperbesar resiko anemia adalah cacing dan malaria.

Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,

aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana

ibu dan anak wanita tidak menjadi priorits. Dan sebab mendasar yaitu

masalah ekonomi, antara lain rendahnya pendidikan, rendahnya

pendapatan, status social yang rendah dan lokasi geografi yang sulit.

5. Pengetahuan

Pengukuran tentang anemia dilakukan dengan menggunakan

kuesioner yang berisi 15 pertanyaan tentang anemia. Semakin tinggi skor

yang diperoleh maka semakin tinggi pula pengetahuan remaja putri

tentang anemia. Pada penelitian ini, kuesioner dibagikan kepada siswi

dengan cara mengunjungi kelas satu persatu lalu membagikan kuesioner

kepada siswi yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan siswi

yang sudah melakukan tes kadar Hb dan IQ. Kendala yang terjadi pada

saat penelitian yaitu siswi sulit dikumpulkan dalam 1 ruangan jadi

kuesioner tidak bisa dibagikan kepada responden secara bersamaan,

sehingga peneliti harus mengunjungi satu persatu kelas responden dan

menunggu apabila responden sedang melakukan proses belajar.

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa siswi yang memiliki

pengetahuan baik yaitu sebanyak 50 orang dan siswa yang memiliki

pengetahuan kurang yaitu sebanyak 50 orang juga. Hal ini berarti bahwa

92
pengetahuan tentang anemia yang dimiliki responden kurang baik karena

50% dari responden memiliki pengetahuan kurang.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pengindraan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebgaian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior) (Efendi dan Mkhfudli, 2009).

Menurut Wawan dan Dewi (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan dibedakan menjadi faktor internaldan faktor eksternal :

a) Faktor internal: Pendidikan, dapat mempengaruhi perilaku seseorang

terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi

pendidikan seseorang makan semakin mudah untuk menerima

informasi. Pekerjaan, merupakan suatu cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan

untuk menunjang kehidupan pribadimaupun keluarga. Bekerja

dianggap kegiatan menyita . Umur, adalah usia yang terhitung mulai

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b) Faktor eksternal: lingkungan sekitar dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika

lingkungan mendukung kea rah positif, maka individu maupun

93
kelompok tersebut akan berprilaku kurang baik. Social budaya yang

ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan

informasi.

6. Indeks Massa Tubuh

Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dilakukan bersamaan dengan

pengukuran kadar Hb. Pada pengukuran IMT dilakukan dua penguran

yaitu penguran berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan

dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoice. Hasil dari

pengukuran berat badan dan tinggi badan itulah yang dihitung berdasarkan

rumus IMT sehingga diperoleh hasil IMT yang kemudian disesuaikan

dengan kategori status gizi untuk melihat status gizi remaja putri.

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa status gizi siswi yang

paling banyak yaitu status gizi normal sebanyak 59 orang dan status gizi

yang paling sedikit yaitu obesitas sebanyak 11 orang. Sementara itu status

gizi siswi yang underweight yaitu sebanyak 30 orang. Indeks massa tubuh

(IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang

dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan

seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang

(Supariasi,dkk., 2013).

Status gizi merupakan akibat jangka panjang dari keadaan konsumsi

makanan setiap hari. Seberapa jauh seseorang memperhatikan jumlah

94
mutu gizi dari makanan yang dikonsumsinya akan tercemin dalam status

gizi atau tingkat kesehatannya.

7. Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin

C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara body

image dengan asupan Fe, Vitamin A, Vitamin B12 dan protein.

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan Fe kurang

sebanyak 58,2% puas dengan body image yang dimiliki dan terdapat

41,8% tidak puas dengan body image yang dimilki. Uji Fisher yang

dilakukan terhadap asupan Fe dengan body image didapatkan p value

sebesar 0,086 (p > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara asupan Fe dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Pada siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 58,4% puas

dengan body image yang dimiliki dan terdapat 41,6% tidak puas dengan

body image yang dimilki. Uji Fisher yang dilakukan terhadap asupan

protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,194 (p > 0,05),

hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin A

dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar. Siswi dengan

asupan vitamin B12 kurang sebanyak 53,2% puas dengan body image

yang dimiliki dan terdapat 46,8% tidak puas dengan body image yang

dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan terhadap vitamin B12 dengan

body image didapatkan p value sebesar 0,132 (p > 0,05), hal ini

95
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12

dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Pada siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 57,1% puas

dengan body image yang dimiliki dan terdapat 42,9% tidak puas dengan

body image yang dimilki. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan

protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,372 (p > 0,05),

hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein

dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Sedangkan pada siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak

yaitu sebanyak 55,4% puas dengan body image yang dimiliki dan 44,6%

siswi tidak puas dengan body image yang dimilki . berdasarkan uji Chi

Square yang dilakukan terhadap vitamin C dengan body image didapatkan

p value sebesar 0,012 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara asupan vitamin C dengan body image pada siswi di

SMAN 21 Makassar.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan

bahwa tidak ada hubungan antara body mage dengan asupan zat gizi.

Asupan zat gizi pada siswi SMA 21 Makassar dipengaruhi oleh faktor lain

seperti uang jajan mereka. Berdarkan hasil wawancara langsung dengan

para siswi didapat bahwa rata-rata uang jajan siswi yaitu sebanyak Rp.

10.000- Rp 15.000 per hari, hanya sedikit siswi yang memiliki uang jajan

di atas Rp.20.000 per hari.

96
Konsep body image yang sudah melekat pada diri seseorang diduga

akan berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya.

Seseorang yang menginginkan agar tubuhnya tetap menarik dan indah

dipandang mata (berat badan dan tinggi badan ideal) seringkali menjaga

perilaku makan dan perilaku sehatnya. Namun apabila konsep body

image ini mengarah pada yang negatif, remaja pada umumnya cenderung

menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh penampilan fisik

yang menarik. Diet yang dilakukan tanpa pengetahuan gizi yang benar

serta aktivitas fisik yang berlebihan senantiasa dilakukan agar tubuhnya

sesuai dengan yang diinginkan. Minimnya asupan makanan tersebut dapat

menimbulkan defisiensi zat gizi dan mikronutrient (Anggraeni, 2013).

Studi di Amerika Serikat mengenai body image pada remaja

menunjukkan hasil bahwa hampir 70% remaja wanita yang diteliti

mengungkapkan keinginan mereka untuk mengurangi berat badannya

karena mereka merasa kurang langsing. Padahal hanya 15% diantara

mereka yang menderita obesitas (kegemukan). Body image ini banyak

dipengaruhi oleh media massa. iklan-iklan tentang berbagai metode

penurunan berat badan sangat berperan dalam menarik kaum

remaja,khususnya wanita yang ingin langsing. Tidak semua iklan

mengakibatkan hal negarif. Namun sebaliknya tidak menutup

kemungkinan, remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam

iklan malah kekurangan gizi (Khomas, 2003).

97
Jika dibandingkan dengan teori, hasil penelitian tidak sesuai dengan

teori pada hubungan body image dengan asupan Fe, vitamin A, vitamin

B12, dan protein karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak

40,3% sampel merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya dan sebagian

besar subjek (56,9%) belum menjalankan perilaku makan yang baik. Hal

ini menunjukkan body image dapat mempengaruhi keputusan remaja

dalam memilih makanan yang akan berpengaruhi ke asupan zat gizi

remaja (Widianti dan Aryu, 2012).

Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas

konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika

konsumsi energi dan protein terpenuhi dan beragam jenis pangan, maka

kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi. Energi merupakan kebutuhan

utama setiap manusia, karena kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai

yang dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan zat gizi lain juga tidak terpenuhi

seperti protein, vitamin dan mineral termasuk diantaranya adalah Fe,

Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12.

8. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan

Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb

Asupan Fe

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan Fe kurang

sebanyak 47,3% anemia dan terdapat 52,7% tidak mengalami anemia. Uji

Fisher yang dilakukan terhadap asupan Fe dengan kadar Hb didapatkan p

98
value sebesar 0,031 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

antara asupan Fe dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada

penelitian yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar

diperoleh hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi zat besi, Dimana

terlihat bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi

memiliki risiko lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada

remaja putri dengan konsumsi zat besi kurang (75,0%) (Syatriani dan

Astrina, 2010).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswi

kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada Mahasiswi

Kebidanan Di Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa asupan Fe pada mahasiswi kebidanan di asrama

STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang dari AKG yang dianjurkan.

Hal ini disebabkan oleh intake Fe dari makanan yang dikonsumsi masih

rendah dan terdapat hubungan asupan fe dengan status anemia pada

mahasiswi kebidanan di asrama stikes respatiyogyakarta (Wahyuningsih,

2011). Penelitian yang dilakukan oleh Midret (2017) pada Pada Remaja

Putri di SMP Negeri 9 Kendari Tahun 2017 juga menunjukkan hasil

bahwa terapat hubungan asupan zat besi (p=0,026) dengan kejadian

anemia.

Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan

sel darah merah. Selain itu zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial

99
dalam tubuh, yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan

tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian

terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010).

Zat besi terkandung dalam berbagai bahan makanan, antara lain hati,

daging sapi, kambing, ikan, telur, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan

susu. Sayuran hijau seperti sayur bayam, kangkung, katuk, dan bluntasjuga

merupakan sumber zat besi utama dalam makanan, dengan kandungan

antara 2,5 sampai 5,6 mg/100 g. Zat besi dalam bahan makanan dapat

berbentuk besi heme, yaitu senyawa besi yang berikatan dengan protein

dan ada dalam bentuk besi anorganik atau besi non heme. Jadi,

ketersediaan besi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi

non heme (Anwar, 2009).

Asupan Vitamin C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan vitamin C

kurang sebanyak 57,8% anemia dan terdapat 42,2% tidak mengalami

anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin C dengan

kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,003 (p < 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar

Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada Siswi

Salah Satu SMP di Kota Makassar diperoleh hasil bahwa terapat hubungan

antara komsumsi vitamin C dengan kejadian anemia. Dimana terlihat

bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi memiliki

100
risiko lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada remaja putri

dengan konsumsi vitamin C kurang 72,7% (Syatriani dan Astrina, 2010).

Hal ini juga sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan pada

mahasiswi kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada

Mahasiswi Kebidanan Di Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa asupan vitamin C pada mahasiswi

kebidanan di asrama STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang dari

AKG yang dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh intake vitamin C dari

makanan yang dikonsumsi masih rendah dan terdapat hubungan asupan

vitamin C dengan status anemia pada mahasiswi kebidanan di asrama

stikes respatiyogyakarta (Wahyuningsih, 2011).

Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai

karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat

disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan

sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu

L-asam askorbat dan L-asam dehidro askorbat (Almatsier, 2010).

Interaksi antara mineral besi dan vitamin C terkait tidak hanya untuk

efek vitamin pada penyerapan zat besi non heme pada usus, tetapi juga

pada distribusi zat besi dalam tubuh ( Groff JL dan Gropper SS, 2000).

Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non hem sampai empat

kali lipat, yaitu dengan merubah besi feri menjadi fero dalam usus halus

sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat

pada pangan nabati, yaitu sayur dan buah (Almatsier, 2009).

101
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-

buahan terutama buah-buahan segar. Karena itu vitamin C disebut Fresh

Food Vitamin. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin

C nya. Jadi, buah yang segar dan salad memiliki kandungan vitamin C

yang lebih baik dibandingkan makanan nabati yang matang. Makanan

kering telah kehilangan vitamin C aslinya. Dalam bahan makanan hewani

seperti daging yang merupakan bagian otot hewan, tidak terdapat vitamin

C, tetapi hati dan ginjal masih mengandung sekitar 10 g vitamin C/100 g

makanan (tergantung pada metode pemasakannya) ( Mann J dan Truswell

AS, 2012).

Asupan Vitamin A

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Siswi dengan asupan vitamin A

kurang sebanyak 55,1% anemia dan terdapat 44,9% tidak mengalami

anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin A dengan

kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,021 (p < 0,05), hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb pada siswi

di SMAN 21 Makassar.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di di SMA N 2

Semarang yang menunjukkan bahwa semua variabel asupan zat gizi

berhubungan dengan kejadian anemia dan memiliki korelasi positif. Hal

ini menunjukkan semakin tinggi asupan vitamin A, maka semakin tinggi

pula nilai kadar hemoglobin yang berarti kejadian anemia semakin rendah.

Asupan zat gizi pada siswi tergolong baik karena kebanyakan dari mereka

102
asupannya berda di batas normal dan bahkan ada yang melebihi

kecukupan dan mereka tidak mengalami anemia (Kirana, 2011).

Vitamin A merupakan istilah generik yang digunakan untuk

mencakup retinol serta struktur terkait dengan 20 atom karbon dan

karotenoid pro-vitamin A dengan 40 atom karbon. Struktur vitamin A

sebelum terbentuk meliputi senyawa trans retinol (Vitamin A1, bentuk

alkohol), trans retinal (bentuk aldehida), dan 3-dehidroretinol (Vitamin A2)

( Mann dan Truswell, 2012).

Berdasarkan teori, status zat besi dan vitamin A juga saling terkait.

Efeknya mungkin dimediasi melalui peran yang dimainkan oleh vitamin A

dalam hematopoiesis. Kekurangan vitamin A dikaitkan dengan penurunan

penggabungan besi ke dalam sel darah merah dan mengurangi mobilisasi

besi dari tempat penyimpanannya. Dengan demikian, kekurangan vitamin

A dapat dikaitkan dengan anemia defisiensi besi mikrositik ( Groff dan

Gropper, 2000).

Defisiensi vitamin A pada manusia dan hewan percobaan telah secara

konsisten memiliki keterkaitan dengan anemia dan hasil penelitian telah

menunjukkan bahwa, baik vitamin A maupun besi diperlukan untuk

meningkatkan respons hematologis yang penuh. Peranan vitamin A dalam

hemopoiesis belum sepenuhnya dimengerti, tetapi efek anti inflamasi yang

ditimbulkan oleh suplemen vitamin A dapat menstimulasi penggunaan

kembali besi dan absorpsinya secara tidak langsung dengan mengurangi

insidens infeksi dan inflamsi (Mann dan Truswell, 2012).

103
Asupan Vitamin B12

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan vitamin

B12 kurang sebanyak 51,1% anemia dan terdapat 48,9% tidak mengalami

anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin B12

dengan kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,990 (p > 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12

dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada penelitian

yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar diperoleh

hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi B12 dengan kejadian

anemia. Dimana terlihat bahwa para remaja yang mengalami kekurangan

konsumsi gizi memiliki risiko lebih besar untuk mengalami anemia.

Prevalensi pada remaja putri dengan konsumsi vitamin B12 kurang

sebanyak 71,4% (Syatriani dan Astrina, 2010).

Vitamin B12 atau kobalamin merupakan senyawa berwarna merah

yang mengandung cincin korinoid dengan satu atom kobalt pada bagian

tengahnya (Mann dan Truswell, 2012). Berdasarkan teori, defisiensi folat

dan vitmin B12 dapat mengganggu pembelahan sel normal. Sel darah

merah dapat menjadi besar, cacat, dan kadang-kadang berinti (Groff JL,

2008). Vitamin B12 merupakan unsur esensial untukperkembangan sel-sel

darah merah yang normal. Vitamin ini ternyata menjadi faktor non-anemia

yang pertama-tama diisolasi dari ekstraksi hati dan dipakai dalam

pengobatan anemia pernisiosa (Beck, 2011).

104
Asupan Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan protein

kurang sebanyak 53,6% anemia dan terdapat 46,4% tidak mengalami

anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan protein dengan

kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,562 (p > 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan

kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Restuti dkk

(2016) uji hubungan antara asupan protein didapatkan nilai p > 0,05

artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Hal ini juga didukung dengan

penelitian pada siswa SMAN 10 Makassar, dimana analisis hubungan antara

asupan protein dengan status Hb dilakukan dengan menggunakan uji fisher

exact test. Dari analisis yang dilakukan diperoleh p = 0,399. Berdasarkan

uji fisher maka p value lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan signifikan asupan protein dengan status

hemoglobin (Marina, 2014).

Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang

dikandungnya. Protein komplet atau dengan nilai biologi tinggi atau

bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino

esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein

hewani, kecuali gelatin, merupakan protein komplet. Protein tidak komplet

atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau

mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial.

105
Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan

lain merupakan protein tidak komplet (Sediaoetama, 2004).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam

jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.

Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe

dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Padi-padian dan hasilnya relatif

rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak,

memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari.

Menurut Sediaoetama (1993), protein nabati mempunyai mutu yang

lebih rendah dibanding protein hewani karena protein nabati sulit dicerna

oleh pencernaan. Beberapa pangan sumber protein nabati mengandung

senyawa yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti kandungan

asam fitat di dalam kacang-kacangan dan kedelai (Sediaoetama, 2004).

Secara kesuluruhan jika dilihat dari hubungan asupan zat gizi mikro

(Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb,

maka hanya asupan Fe, vitamin C, dan vitamin A yang berhubungan

dengan kadar Hb, sementara itu asupan vitamin B12 dan protein tidak

berhubungan dengan kadar Hb. Hal ini disebabkan karena anemia yang

terjadi pada remaja putri di SMAN 21 Makassar adalah anemia difisiensi

besi (Fe).

Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul

hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi

terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah,

106
serta pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya

ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal

(hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal

(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme

energi yang dapat menurunkan produktivitas. Fasilitator absorpsi zat besi

yang paling terkenal adalah asam askorbat (vitamin C) yang dapat

meningkatkan absorpsi zat besi non heme secara signifikan. Jadi, buah

kiwi, jambu biji, dan jeruk merupakan produk pangan nabati yang

menigkatkan absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang ada di dalam daging

juga memudahkan absorpsi besi nonheme (Citrakesumasari, 2012).

9. Analisis Confounding (Regresi Linear Ganda) Pengetahuan sebagai

Variabel Pengganggu

Berdasarkan hasil analisis confounding dengan menggunakan analisis

mantel hanszel diperoleh hasil bahwa pengetahuan memiliki pengaruh

sebagai variabel pengganggu pada hubungan body image dengan asupan

Fe dan hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pengindraan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebgaian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting (Efendi dan Mkhfudli, 2009).

107
Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu

dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Nandra, 2015).

Pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya

kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang

benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur

pola konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak

kekurangan, dan tidak kelebihan (Prety, 2013).

Pengetahuan gizi pada setiap individu dinilai menjadi salah satu faktor

yang penting dalam konsumsi pangan dan status gizi. Hal tersebut

berhubungan dengan pemberian menu, pemilihan bahan makanan,

pemilihan menu, pengolahan pangan, dan menentukan pola konsumsi

pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu

yang bersangkutan (Prety, 2013).

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat

gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman

dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah

makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta

bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003).

108
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan body image, asupan zat

gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan protein dengan

kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar Tahun 2017, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Body image remaja putri di SMAN 21 Makassar yaitu ada remaja putri

yang merasa puas dengan bentuk tubuh (61%) dan yang tidak puas dengan

bentuk tubuh mereka (49%).

2. Asupan Fe kurang (91%), asupan vitamin C kurang (83%), asupan vitamin

A kurang (89%), asupan vitamin B12 cukup (53%), asupan protein kurang

(56%).

3. Remaja putri yang mengalami anemia yaitu sebanyak (51%) dan tidak

anemia yaitu sebanyak (49%).

4. Tidak ada hubungan antara body image dengan asupan Fe, vitamin A,

vitamin B12, dan protein remaja putri di SMAN 21 Makassar dan ada

hubungan antara body image dengan asupan vitamin C di SMAN 21

Makassar.

5. Ada hubungan antara asupan Fe, vitamin C, dan vitamin A dengan kadar

Hb remaja putri di SMAN 21 Makassar dan tidak ada hubngan antara

asupan vitamin B12 dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN

21 Makassar.

109
B. Saran

1. Untuk Siswa

Berdasarkan hasil penelitian banyak siswi yang mengalami anemia

karena disebabkan oleh asupan kurang. Jadi sebaiknya siswi lebih

memperhatikan asupan mereka terutama asupan zat gizi yang berhubungan

dengan anemia seperti Fe, vitamin C, dan Vitamin A.

2. Untuk Guru

Memberikan pemahaman kepada siswi bahwa pengetahuan yang

cukup saja tidak akan berguna apabila tidak diaplikasikan. Karena

pengetahuan siswi SMA 21 mengenai anemia sangat baik tapi masih

banyak yang mengalami anemia.

3. Untuk Sekolah

Perlu dilakukan perbaikan status Hb kepada siswi SMAN 10

Makassar, seperti memberikan suplementasi tablet zat besi untuk

pengobatan jangka pendek bagi remaja yang diketahu menderita anemia

110
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Almatsier, Sunita, Dkk.. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.

Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada
Remaja. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara. 2010.

Anggraeni, Luky Diah.2013.Hubungan Body Image Dengan Anemia. FKM.


Universitas Jember. (http://lukydiah111.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-
body-image-dengan-anemia.html)

Anwar. 2006. Gizi Seimbang Untuk Remaja Dan Wanita Usia Subur dalam buku
Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT
Primamedia Pustaka. 108-120.

Anwar PDIF, Khomsan PDIA. Makan Tepat Badan Sehat. Jakarta: PT Mizan
Publika; 2009.

Ariana. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia


Remaja Putri Di Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor Tahun 2010. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arisman, MB. 2002. Gizi Dalam Daurkehidupan Edisi Kedua.Jakarta: EGC.

Beck, Mari E. 2011. Ilmu Gizi Dan Diet. Yogyakarta: Penertbit Andi Pusaka

Briawan, Dodik. 2012. Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Putri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi Masalah Dan Pencegahannya. Yogyakarta:


Kalika.

Cusuwa N Dan O’Dea JA. 2010. Body Image And Eating Japanese Adolescents.
54:5-15.

Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. 2013. Gizi Dan Kesehatan


Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Gibson RS. Principal Of Nutritional Assessment. British: Oxford University


Press; 2005.

111
Kartasapoetra, G Dan H. Marsetyo. 2002. Ilmu Gizi: Kolerasi Gizi, Kesehatan,
Dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Pt. Rineka Cipta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.

Kirana, Dian Purwitaningtyas. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Pola
Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Sma N 2
Semarang. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro . Semarang. 2011.

Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut


Pertanian Bogor.

Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Edisi ke-25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.

Nugroho, Aryandhito Windhi Dan Santoso Niko. 2013. Ilmu Gizi Menjadi Sangat
Mudah. Jakarta: Penertbit Buku Kedokteran EGC.Nursari, Dilla.2009.
Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor
Tahun 2009. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Nurvita, Victoria Dan Muryantinah Mulyo Handayani. 2015. Hubungan Aantara


Self-Esteem Dengan Body Image Pada Remaja Awal Yang Mengalami
Obesitas. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Parakkasi, Aminuddin.1990. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak. Bandung: Angkasa.

Poedjiadi, Anna Dan F.M. Titin Supriyanti.2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Prety, Dinda. 2013. Analisis Tentang Pengetahuan Gizi Mempengaruhi


Pola Konsumsi Ibu Dan Remaja. http://diendaprety2. blogspot.co.id/2013/05/
analisis-tentang-pengetahuan-gizi_9715.html

Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2014. Makassar: Dinas Kesehatan 2014.

Proverawati, Atikah Dan Erna Kusumawati. 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan
Dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rombe, 2014. Hubungan Body Image Dan Kepercayaan Diri Dengan Perilaku
Konsumtif Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 5 Samarinda. Ejournal
Psikologi, 2014,2(1): 76-91

Riset Kesehatan Dasar 2013.

112
Robertson Jf. 2004. Instruments For Clinical Health-Care Research Sudbury:
Jones And Bartlett.

Sandjaja, Dkk. 2010. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:


Penerbit Buku Kompas.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabe

Syatriani, S. & Aryani, A. 2010. Konsumsi Makanan Dan Kejadian Anemia Pada
Siswi Salah Satu SMP Di Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. 4 (6).

Savitri, Wulan.2015. Hubungan Body Image,Pola Komsumsi, Dan Aktivitas Fisik


Dengan Status Gizi Siswi Sman 63 Jakarta. Universitasislam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2015.

Siswanti. 2007. Hubungan Body Image Dengan Perilaku Makan, Perilaku Sehat,
Status Gizi dan Kesehatan Mahasiswa. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tritanto, Muhammad. 2013. Hubungan Konsumsi Protein, Zat Besi, Vitamin C


Dan Vitamin A Dengan Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia Subur Di
Kecamatan Cangkringan, Sleman. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.2013.

Tri, Na’imah Dan Pambudi Rahardjo. 2008. The Influence Of Social Comparison
To Public Figures In Mass Media On The Body Image Of Early Adolescents
In Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Utami, Dkk.2015. Hubungan Pola Makan Dan Pola Menstruasi Dengan Kejadian
Anemia Remaja Putri. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal Of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015.

Wahyuningsih, Siti. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi (Protein,


Fe,Asamfolat,Vitamin C) Dengan Status Anemia Pada Mahasiswi Kebidanan
Di Asrama Stikes Respati Yogyakarta. STIKES Respati. Yogyakarta.

Wibowo, Dkk. 2013. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Anemia Pada Remaja
Putri Di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang. Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013.

Widianti, Nur dan Aryu Candra K. 2012. Hubungan Antara Body Image dan
Perilaku Makan dengan Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana
Semarang. Journal of Nutrition College. Volume 1, Nomer 1, Tahun 2012,
Halaman 398-404.

Yuniastuti, Ari.2008. Gizi Dan Kesehatan. Yogyakarta: Graham Ilmu.

113
LAMPIRAN

111111
KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kode sampel :

A. Identitas Responden

Nama :

NIS :

Kelas :

Alamat :

Kecamatan : Biringkanaya Rappocini

Bontoala Tallo

Makassar Tamalanrea

Mamajang Tamalate

Manggala Ujung Pandang

Mariso Ujung Tanah

Panakukkang Wajo

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Tempat Lahir :

Tanggal lahir : - -

Suku :

Umur : Tahun

Tinggi Badan : Cm

Berat Badan : Kg

Kadar Hb : mg/dL
B. Identitas Orangtua

Pekerjaan Ayah : Tidak bekerja Petani pemilik

Buruh tani PNS/TNI

Jasa (Ojek/supir) Pegawai swasta

Petani Penggarap Dagang/wiraswata

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Petani pemilik

Buruh tani PNS/TNI

Jasa (Ojek/supir) Pegawai swasta

Petani Penggarap Dagang/wiraswata

Pendidikan Ayah : Tidak Sekolah Tidak tamat SMA

Tidak Tamat SD Tamat SMA

Tamat SD Diploma 1/2/3

Tidak tamat SMP S1

Tamat SMP S2/S3

Pendidikan Ibu : Tidak Sekolah Tidak tamat SMA

Tidak Tamat SD Tamat SMA

Tamat SD Diploma 1/2/3

Tidak tamat SMP S1

Tamat SMP S2/S3


Body Shape Quessonaire

Kami ingin tahu bagaimana perasaanmu tentang penampilanmu selama 4


bulan terakhir. Bacalah pertanyaan di bawah ini dan pilihlah jawaban sesuai
perasaanmu! (Cooper at al, 1987).

Nama :
Umur :
(1) (3) (5)
(2) (4) (6)
No. Selama 4 bulan ini… Tidak Kadang- Sangat
Jarang Sering Selalu
pernah kadang sering
Pernahkah anda merasa
bosan sehingga
1 membuatmu khawatir
tentang bentuk
tubuhmu?
Pernahkah merasa
sangat khawatir
tentang bentuk
2
tubuhmu sehingga
merasa ingin
melakukan diet?
Pernahkah berfikir
bahwa paha, pinggul
atau bokongmu terlalu
3
besar dan tidak sesuai
dengan bagian
tubuhmu yang lain?
Pernahkah merasa
takut kalau tubuhmu
4 berubah
menjadi gemuk?
Pernahkah anda merasa
khawatir bila tubuhmu
5
menjadi kendur/tidak
langsing?
Pernahkah anda merasa
kegemukan sewaktu
6 anda
dalam keadaan
kenyang?
Pernahkah anda
menangis karena
7 menganggap bentuk
tubuhmu terlalu
gemuk?
Pernahkah menolak
berlari karena
beranggapan akan
8
membuat tubuh atau
lemak anda
bergoyang?
Pernahkah anda merasa
tidak percaya diri
9 ketika berada bersama
dengan seorang yang
langsing?
Pernahkah merasa
pahamu seolah-olah
10 akan
pecah/terbagi sewaktu
anda duduk?
Pernahkah merasa akan
menjadi gemuk
11 padahal
waktu itu anda hanya
makan sedikit?
Pernahkah anda merasa
tidak puas dengan
bentuk
12
tubuh ketika melihat
bentuk tubuh orang
lain?
Pernahkah konsentrasi
anda terganggu dalam
melakukan aktivitas
13 sehari-hari terganggu
karena
fikiran anda tentang
bentuk tubuh anda?
Dalam keadaan tanpa
busana (misalnya saat
14
mandi) pernahkah anda
merasa kegemukan?
15 Pernahkah menghindar
dari pakaian tertentu
yang
membuat anda teringat
pada bentuk tubuh
anda?
Pernahkah anda ingin
menyingkirkan anggota
16
tubuh anda yang anda
merasa terganggu?
Pernahkah anda
memakan kue,
manisan, dan makanan
17
berkalori tinggi lainnya
membuat anda merasa
gemuk?
Pernahkah anda
memutuskan untuk
tidak
bergaul/bersosialisasi
18
hanya karena merasa
tidak
puas dengan bentuk
tubuh anda?
Pernahkah merasa
19
gemuk dan bulat?
Pernahkah merasa
dipermalukan oleh
20 tubuh
anda?
Apakah anda khawatir
dengan bentuk
tubuhmu,
21
sehingga melakukan
diet?
Pernahkah merasa
senang dengan bentuk
tubuhmu
22
ketika perut anda
kosong (misalnya pagi
hari)?
Pernahkah anda merasa
bentuk tubuh anda
23
sekarang dikarenakan
kurangnya control diri
anda terhadap pola
makan?
Pernahkah anda merasa
khawatir ketika orang
lain
24 memeperhatikan lipan
lemak pada area perut
atau
pinggang anda?
Pernahkah anda merasa
tidak adil jika ada
25
wanita/pria lain lebih
langsing dari anda?
Pernahkah anda
26 muntah agar merasa
lebih langsing?
Sewaktu anda duduk
bersama orang lain,
apakah
anda merasa
27
mengambil tempat
duduk yang terlalu
banyak (sofa, tempat
duduk di bus, dll)
Pernahkah merasa
khawatir bila tubuh
28
menjadi cekung
(kendur)?
Pernahkah anda buruk
ketika melihat
29
bayangan
diri anda di cermin?
Pernahkah anda
menarik bagian tubuh
anda yang
anda merasa banyak
30
timbunan lemak untuk
melihat seberapa
banyak timbunan
lemak disana?
Pernahkah anda
menghindari situasi
dimana
31
orang lain dapat
dengan jelas melihat
bentuk tubuh
anda (misalnya di
ruang ganti, kolam
renang, dll)?
Pernahkah anda makan
laxatives (semacam
32
pencuci peurt misalnya
vegeta, herbal, dll)?
Pernahkah anda
teringat bentuk tubuh
anda (baik
33
atau buruk) ketika anda
dalam sekelompok
orang?
Pernahkah merasa
khawatir dengan
34 bentuk tubuhmu
sehingga merasa ingin
latihan (olah raga)?
Figure Rating Scale
(Tunkard, 1983)

Nama :
Umur :

\\

Perhatiakan gambar di atas, lalu pilihlah gambar yang menurut anda


paling mendekati bentuk tubuh anda sekarang! (lingkari jawaban anda)

Perhatiakan gambar di atas, lalu pilihlah gambar yang merupakan bentuk


tubuh yang anda inginkan! (lingkari jawaban anda)
Kuesioner Recall 24 Jam

No. Responden :
Nama Lengkap :
Kelas :
Umur :

Bahan
Menu/Jenis Pengolahan/cara
Waktu Kegiatan Makanan/ URT Gram
Makanan memasak
komposisi
Makan
Pagi

Selingan
Pagi

Makan
Siang

Selingan

Makan
Malam
Kuesioner Pengetahuan tentang Anemia

Pilihlah jawaban yang anda anggap benar,berilah tanda (X)

1. Apakah yang dimaksud dengan anemia?


a. Kurangnya kadar Hb dalam darah
b. Tekanan darah rendah dalam tubuh
c. Darah kotor dalam tubuh
d. Penyakit kelainan darah
2. Menurut kamu bagaimana cara mengetahui anemia?
a. Periksa darah untuk mengetahui kadar Hb
b. Mengecek apakah ada bintik-bintik merah di kulit
c. Memeriksa tekanan darah
d. Menghitung datakjantung
3. Sebutkan dampak anemia
a. Kurus
b. Kurang konsentrasi
c. Haid tidak lancar
d. Susah tidur
4. Di bawah ini merupakan gejalah anemia, kecuali?
a. Wajah terlihat pucat
b. Rasa pahit di mulut
c. Mata berkunang-kunang
d. Kelopak mata dan kulit berwarna putih pucat
5. Apa saja tanda-tanda seseorang menderita anemia?
a. Diare, kejang
b. Pegal, kaki kram
c. Lemah, letih, lesu
d. Sering berkeringat, haus
6. Menurut kamu siapa yang lebih beresiko terkena anemia?
a. Remaja putri
b. Remaja putra
c. Pria dewasa
d. Wanita usia lanjut
7. Menurut kamu berapa kadar Hb seorang remaja putri dikatakan anemia?
a. <11gr/dl
b. <12 gr/dl
c. <13 gr/dl
d. <14 gr/dl
8. Menurut kamu apa penyebab anemia?
a. Kurangnya makan yang manis-manis
b. Kurang mengkomsumsi makanan yang mengandung zat besi
c. Terlalu banyak makan makanan berlemak
d. Kurang mengkomsumsi makanan berserat
9. Sumber makanan apa yang paling baik mengandung zat besi (Fe)?
a. Tahu, kacang-kacangan
b. Ayam, daging, hati, telur
c. Jagung, ubi kayu
d. Ubi jalar, kentang
10. Buah apa yang paling baik membantu penyerapan zat besi?
a. Pepaya
b. Kelapa
c. Jeruk
d. Durian
11. Minuman apa yang menghambat penyerapan zat besi?
a. Air gula
b. Air jeruk
c. Teh, kopi
d. Air madu
12. Untuk mencegah anemia dapat minum
a. Gula-gula/permen
b. Cokelat
c. Teblet zat besi
d. Tablet kalsium
13. Di bawah ini merupakan cara mencegah terjadinya anemia, kecuali
a. Mengkomsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
b. Istirahat cukup
c. Makan sayur, dan buah yang banyak mengandung vitamin C
d. Rutin minum the setelah makan
14. Menurut kamu bagaimana cara mengobati anmeia?
a. Tidur yang banyak
b. Mengkomsi makanan berserat
c. Mengkomsumsi tablet zat besi
d. Makan yang banyak
15. Dibawah ini yang merupakan salah satu faktor terjadinya anemia
a. Menstruasi pada wanita setiap bulan
b. Terlalu banyak membaca
c. Mandi tidak teratur
d. Banyak mengkomsusi sayuran hijau
OUTPUT HASIL ANALISIS

Kelas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
XI IPS 4 12 12.0 12.0 12.0
XI MIPA 66 66.0 66.0 78.0
Valid XII IPA 1 1.0 1.0 79.0
XII MIPA 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kecamatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Biringkanaya 36 36.0 36.0 36.0
Bontoala 1 1.0 1.0 37.0
Makassar 4 4.0 4.0 41.0
Valid Manggala 1 1.0 1.0 42.0
Panakukkang 1 1.0 1.0 43.0
Tamalanrea 57 57.0 57.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Suku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Bugis 58 58.0 58.0 58.0
Bugis Makassar 2 2.0 2.0 60.0
Bugis Mandar 1 1.0 1.0 61.0
Jawa 7 7.0 7.0 68.0
Valid Makassar 20 20.0 20.0 88.0
Manado 1 1.0 1.0 89.0
Sunda 1 1.0 1.0 90.0
Toraja 10 10.0 10.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

umur responden (tahun)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
15 27 27.0 27.0 27.0
16 52 52.0 52.0 79.0
Valid
17 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

pekerjaan ayah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruh Tani 3 3.0 3.0 3.0
Jasa (Ojek/Supir) 1 1.0 1.0 4.0
Valid
Petani Pemilik 1 1.0 1.0 5.0
PNS/TNI 40 40.0 40.0 45.0
Pegawai Swasta 34 34.0 34.0 79.0
Dagang/Wiraswasta 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

pekerjaan ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ibu Rumah Tangga 56 56.0 56.0 56.0
PNS/TNI 32 32.0 32.0 88.0
Valid Pegawai Swasta 8 8.0 8.0 96.0
Dagang/Wiraswasta 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

pendidikan ayah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tamat SD 1 1.0 1.0 1.0
Tamat SMP 5 5.0 5.0 6.0
Tamat SMA 31 31.0 31.0 37.0
Valid
Diploma 1/2/3 4 4.0 4.0 41.0
S1/S2/S3 59 59.0 59.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

pendidikan ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tamat SMP 8 8.0 8.0 8.0
Tamat SMA 35 35.0 35.0 43.0
Valid Diploma 1/2/3 8 8.0 8.0 51.0
S1/S2/S3 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kategori BI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Puas 61 61.0 61.0 61.0

Valid Tidak puas 39 39.0 39.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Asupan Fe * Kategori BI
Crosstab

Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Asupan Fe Cukup Count 8 1 9


% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%

Count 53 38 91
Kurang
% within Asupan Fe 58.2% 41.8% 100.0%
Count 61 39 100
Total
% within Asupan Fe 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.233 1 .072
b
Continuity Correction 2.074 1 .150
Likelihood Ratio 3.802 1 .051
Fisher's Exact Test .086 .06
Linear-by-Linear Association 3.201 1 .074
N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.51.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan vitamin C * Kategori BI


Crosstab

Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 15 2 17
Cukup
% within Asupan vitamin C 88.2% 11.8% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 46 37 83
Kurang
% within Asupan vitamin C 55.4% 44.6% 100.0%
Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin C 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.386 1 .012
b
Continuity Correction 5.081 1 .024
Likelihood Ratio 7.350 1 .007
Fisher's Exact Test .013 .00
Linear-by-Linear Association 6.322 1 .012
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.63.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan vitamin B12 * Kategori BI


Crosstab

Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 36 17 53
Cukup
% within Asupan vitamin B12 67.9% 32.1% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 25 22 47
Kurang
% within Asupan vitamin B12 53.2% 46.8% 100.0%
Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin B12 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.273 1 .132
b
Continuity Correction 1.696 1 .193
Likelihood Ratio 2.277 1 .131
Fisher's Exact Test .154 .09
Linear-by-Linear Association 2.250 1 .134
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan protein * Kategori BI


Crosstab

Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 29 15 44
Cukup
Asupan protein % within Asupan protein 65.9% 34.1% 100.0%

Kurang Count 32 24 56
% within Asupan protein 57.1% 42.9% 100.0%
Count 61 39 100
Total
% within Asupan protein 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .796 1 .372
b
Continuity Correction .470 1 .493
Likelihood Ratio .800 1 .371
Fisher's Exact Test .414 .24
Linear-by-Linear Association .788 1 .375
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.16.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan vitamin A * Kategori BI


Crosstab

Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 9 2 11
Cukup
% within Asupan vitamin A 81.8% 18.2% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 52 37 89
Kurang
% within Asupan vitamin A 58.4% 41.6% 100.0%
Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin A 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.252 1 .133
b
Continuity Correction 1.376 1 .241
Likelihood Ratio 2.479 1 .115
Fisher's Exact Test .194 .11
Linear-by-Linear Association 2.229 1 .135
N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan Fe * Kadar Hb responden

Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Count 8 1 9
Cukup
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Asupan Fe
Count 43 48 91
Kurang
% within Asupan Fe 47.3% 52.7% 100.0%
Count 51 49 100
Total
% within Asupan Fe 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.681 1 .017
b
Continuity Correction 4.137 1 .042
Likelihood Ratio 6.433 1 .011
Fisher's Exact Test .031 .01
Linear-by-Linear Association 5.625 1 .018
N of Valid Cases 100
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin C * Kadar Hb responden

Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Count 3 14 17
Cukup
% within Asupan vitamin C 17.6% 82.4% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 48 35 83
Kurang
% within Asupan vitamin C 57.8% 42.2% 100.0%
Count 51 49 100
Total
% within Asupan vitamin C 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.117 1 .003
b
Continuity Correction 7.580 1 .006
Likelihood Ratio 9.728 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .00
Linear-by-Linear Association 9.026 1 .003
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan vitamin B12 * Kadar Hb responden

Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Count 27 26 53
Cukup
% within Asupan vitamin B12 50.9% 49.1% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 24 23 47
Kurang
% within Asupan vitamin B12 51.1% 48.9% 100.0%
Count 51 49 100
Total
% within Asupan vitamin B12 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .000 1 .990
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 .990
Fisher's Exact Test 1.000 .57
Linear-by-Linear Association .000 1 .990
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.03.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan protein * Kadar Hb responden

Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Count 21 23 44
Cukup
% within Asupan protein 47.7% 52.3% 100.0%
Asupan protein
Count 30 26 56
Kurang
% within Asupan protein 53.6% 46.4% 100.0%
Count 51 49 100
Total
% within Asupan protein 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .337 1 .562
b
Continuity Correction .143 1 .705
Likelihood Ratio .337 1 .562
Fisher's Exact Test .687 .35
Linear-by-Linear Association .333 1 .564
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.56.
b. Computed only for a 2x2 table

Asupan vitamin A * Kadar Hb responden

Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Count 2 9 11
Cukup
% within Asupan vitamin A 18.2% 81.8% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 49 40 89
Kurang
% within Asupan vitamin A 55.1% 44.9% 100.0%
Count 51 49 100
Total
% within Asupan vitamin A 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.327 1 .021
b
Continuity Correction 3.953 1 .047
Likelihood Ratio 5.690 1 .017
Fisher's Exact Test .026 .02
Linear-by-Linear Association 5.274 1 .022
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.39.
b. Computed only for a 2x2 table

Pengetahuan
Pengetahuan responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Baik 50 50.0 50.0 50.0


Kurang 50 50.0 50.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

IMT
Kategori IMT * Body image Crosstabulation
Body image Total
Puas Tidak puas
Count 23 7 30
Underweight
% within Kategori IMT 76.7% 23.3% 100.0%
Count 27 32 59
Kategori IMT Normal
% within Kategori IMT 45.8% 54.2% 100.0%
Count 3 8 11
Obesitas
% within Kategori IMT 27.3% 72.7% 100.0%
Count 53 47 100
Total
% within Kategori IMT 53.0% 47.0% 100.0%

Asupan zat gizi


Asupan Fe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 9 9.0 9.0 9.0
Valid Kurang 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Asupan vitamin C
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 17 17.0 17.0 17.0
Valid Kurang 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Asupan vitamin B12


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 53 53.0 53.0 53.0
Valid Kurang 47 47.0 47.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Asupan protein
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 44 44.0 44.0 44.0
Valid Kurang 56 56.0 56.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Asupan vitamin A
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Cukup 11 11.0 11.0 11.0
Valid Kurang 89 89.0 89.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kadar Hb responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Anemia 51 51.0 51.0 51.0
Valid Tidak Anemia 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kategori BI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Puas 64 64.0 64.0 64.0
Valid Tidak puas 36 36.0 36.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Underweight 30 30.0 30.0 30.0
Normal 59 59.0 59.0 89.0
Valid
Obesitas 11 11.0 11.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Analisis gambar

Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Sangat kurus 1 1.0 1.0 1.0

Kurus 19 19.0 19.0 20.0

Valid Langsing 24 24.0 24.0 44.0

Normal 25 25.0 25.0 69.0

Berisi 14 14.0 14.0 83.0


Sedikit gemuk 12 12.0 12.0 95.0

Gemuk 3 3.0 3.0 98.0

Sangat gemuk 2 2.0 2.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Gambar bentuk tubuh yang diinginkan :

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Sangat kurus 1 1.0 1.0 1.0

Kurus 11 11.0 11.0 12.0

Langsing 50 50.0 50.0 62.0

Valid Normal 28 28.0 28.0 90.0

Berisi 8 8.0 8.0 98.0

Sedikit gemuk 2 2.0 2.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Cross tab bentuk tubuh sekarang dengan bentuk tubuh ideal


Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang : * Gambar bentuk tubuh yang
diinginkan : Crosstabulation
Gambar bentuk tubuh yang diinginkan : Total
Sanga Kurus Langsin Norma Berisi Sediki
t kurus g l t
gemu
k
Count 0 0 1 0 0 0 1
% within
Gambar
Gambar
yang
yang
paling Sangat paling
mendekat kurus 100.0
mendekat 0.0% 0.0% 100.0% 0.0% 0.0% 0.0%
i bentuk %
i bentuk
tubuh
tubuh
sekarang
sekarang
:
:
Kurus Count 0 3 10 5 1 0 19
% within
Gambar
yang
paling
15.8 100.0
mendekat 0.0% 52.6% 26.3% 5.3% 0.0%
% %
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 0 4 15 5 0 0 24
% within
Gambar
yang
Langsin paling
g 16.7 100.0
mendekat 0.0% 62.5% 20.8% 0.0% 0.0%
% %
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 0 4 11 10 0 0 25
% within
Gambar
yang
Normal paling
16.0 100.0
mendekat 0.0% 44.0% 40.0% 0.0% 0.0%
% %
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 0 0 7 5 2 0 14
% within
Gambar
yang
Berisi paling
100.0
mendekat 0.0% 0.0% 50.0% 35.7% 14.3% 0.0%
%
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 0 0 5 3 2 2 12
% within
Gambar
yang
Sedikit paling
gemuk 100.0
mendekat 0.0% 0.0% 41.7% 25.0% 16.7% 16.7%
%
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 1 0 1 0 1 0 3
% within
Gambar
yang
Gemuk paling
100.0
mendekat 33.3% 0.0% 33.3% 0.0% 33.3% 0.0%
%
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 0 0 0 0 2 0 2
% within
Gambar
yang
Sangat paling
gemuk 100.0 100.0
mendekat 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
% %
i bentuk
tubuh
sekarang
:
Count 1 11 50 28 8 2 100
% within
Gambar
yang
Total paling
11.0 100.0
mendekat 1.0% 50.0% 28.0% 8.0% 2.0%
% %
i bentuk
tubuh
sekarang
:

Analisis Confounding Mantel Haenzel OR

Asupan Fe * Kategori BI * Pengetahuan responden

Crosstab

Pengetahuan responden Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 2 0 2
Cukup
% within Asupan Fe 100.0% 0.0% 100.0%
Asupan Fe
Count 29 19 48
Baik Kurang
% within Asupan Fe 60.4% 39.6% 100.0%

Count 31 19 50
Total
% within Asupan Fe 62.0% 38.0% 100.0%
Count 6 1 7
Cukup
% within Asupan Fe 85.7% 14.3% 100.0%
Asupan Fe
Count 24 19 43
Kurang Kurang
% within Asupan Fe 55.8% 44.2% 100.0%
Count 30 20 50
Total
% within Asupan Fe 60.0% 40.0% 100.0%
Count 8 1 9
Cukup
Total Asupan Fe % within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%

Kurang Count 53 38 91
% within Asupan Fe 58.2% 41.8% 100.0%

Count 61 39 100
Total
% within Asupan Fe 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 1.277 1 .258
b
Continuity Correction .149 1 .699

Likelihood Ratio 1.963 1 .161


Baik
Fisher's Exact Test .519

Linear-by-Linear Association 1.251 1 .263

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square 2.243 1 .134
b
Continuity Correction 1.170 1 .279
Likelihood Ratio 2.532 1 .112
Kurang
Fisher's Exact Test .219
Linear-by-Linear Association 2.198 1 .138
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 3.233 1 .072
b
Continuity Correction 2.074 1 .150

Likelihood Ratio 3.802 1 .051


Total
Fisher's Exact Test .086

Linear-by-Linear Association 3.201 1 .074

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.51.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .76.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Baik For cohort Kategori BI = Puas 1.655 1.316 2.081


N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan Fe
4.750 .526 42.907
(Cukup / Kurang)
For cohort Kategori BI = Puas 1.536 1.027 2.297
Kurang
For cohort Kategori BI = Tidak
.323 .051 2.047
puas
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan Fe
5.736 .688 47.795
(Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.526 1.143 2.038


Total
For cohort Kategori BI = Tidak
.266 .041 1.716
puas

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 3.454 1 .063


Mantel-Haenszel 2.192 1 .139

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin C * Kategori BI * Pengetahuan responden

Crosstab

Pengetahuan responden Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 7 0 7
Cukup
% within Asupan vitamin C 100.0% 0.0% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 24 19 43
Baik Kurang
% within Asupan vitamin C 55.8% 44.2% 100.0%

Count 31 19 50
Total
% within Asupan vitamin C 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang Asupan vitamin C Cukup Count 8 2 10
% within Asupan vitamin C 80.0% 20.0% 100.0%
Count 22 18 40
Kurang
% within Asupan vitamin C 55.0% 45.0% 100.0%
Count 30 20 50
Total
% within Asupan vitamin C 60.0% 40.0% 100.0%
Count 15 2 17
Cukup
% within Asupan vitamin C 88.2% 11.8% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 46 37 83
Total Kurang
% within Asupan vitamin C 55.4% 44.6% 100.0%

Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin C 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 4.989 1 .026
b
Continuity Correction 3.290 1 .070

Likelihood Ratio 7.378 1 .007


Baik
Fisher's Exact Test .035

Linear-by-Linear Association 4.889 1 .027

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square 2.083 1 .149
b
Continuity Correction 1.172 1 .279
Likelihood Ratio 2.242 1 .134
Kurang
Fisher's Exact Test .279
Linear-by-Linear Association 2.042 1 .153
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 6.386 1 .012
b
Continuity Correction 5.081 1 .024

Likelihood Ratio 7.350 1 .007


Total
Fisher's Exact Test .013

Linear-by-Linear Association 6.322 1 .012

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.63.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.66.
d. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Kategori BI = Puas 1.792 1.373 2.338


Baik
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
3.273 .616 17.385
C (Cukup / Kurang)
For cohort Kategori BI = Puas 1.455 .958 2.209
Kurang
For cohort Kategori BI = Tidak
.444 .123 1.608
puas
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
6.033 1.296 28.072
C (Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.592 1.228 2.064


Total
For cohort Kategori BI = Tidak
.264 .070 .992
puas

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 6.505 1 .011


Mantel-Haenszel 5.080 1 .024

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan vitamin B12 * Kategori BI * Pengetahuan responden

Crosstab

Pengetahuan responden Kategori BI Total

Puas Tidak puas


Count 19 11 30
Cukup
% within Asupan vitamin B12 63.3% 36.7% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 12 8 20
Baik Kurang
% within Asupan vitamin B12 60.0% 40.0% 100.0%

Count 31 19 50
Total
% within Asupan vitamin B12 62.0% 38.0% 100.0%
Count 17 6 23
Cukup
% within Asupan vitamin B12 73.9% 26.1% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 13 14 27
Kurang Kurang
% within Asupan vitamin B12 48.1% 51.9% 100.0%
Count 30 20 50
Total
% within Asupan vitamin B12 60.0% 40.0% 100.0%
Count 36 17 53
Cukup
% within Asupan vitamin B12 67.9% 32.1% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 25 22 47
Total Kurang
% within Asupan vitamin B12 53.2% 46.8% 100.0%

Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin B12 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square .057 1 .812
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .056 1 .812


Baik
Fisher's Exact Test 1.000 .522

Linear-by-Linear Association .055 1 .814

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square 3.435 1 .064
b
Continuity Correction 2.446 1 .118
Likelihood Ratio 3.506 1 .061
Kurang
Fisher's Exact Test .086 .058
Linear-by-Linear Association 3.367 1 .067
N of Valid Cases 50
a
Total Pearson Chi-Square 2.273 1 .132
b
Continuity Correction 1.696 1 .193

Likelihood Ratio 2.277 1 .131

Fisher's Exact Test .154 .096

Linear-by-Linear Association 2.250 1 .134

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan vitamin


1.152 .360 3.683
B12 (Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.056 .673 1.655


Baik
For cohort Kategori BI = Tidak
.917 .449 1.871
puas

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
3.051 .921 10.114
B12 (Cukup / Kurang)
For cohort Kategori BI = Puas 1.535 .968 2.433
Kurang
For cohort Kategori BI = Tidak
.503 .231 1.095
puas
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
1.864 .827 4.202
B12 (Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.277 .922 1.769


Total
For cohort Kategori BI = Tidak
.685 .417 1.126
puas

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 2.231 1 .135


Mantel-Haenszel 1.622 1 .203
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan protein * Kategori BI * Pengetahuan responden


Crosstab

Pengetahuan responden Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 16 9 25
Cukup
% within Asupan protein 64.0% 36.0% 100.0%
Asupan protein
Count 15 10 25
Baik Kurang
% within Asupan protein 60.0% 40.0% 100.0%

Count 31 19 50
Total
% within Asupan protein 62.0% 38.0% 100.0%
Count 13 6 19
Cukup
% within Asupan protein 68.4% 31.6% 100.0%
Asupan protein
Count 17 14 31
Kurang Kurang
% within Asupan protein 54.8% 45.2% 100.0%
Count 30 20 50
Total
% within Asupan protein 60.0% 40.0% 100.0%
Count 29 15 44
Cukup
% within Asupan protein 65.9% 34.1% 100.0%
Asupan protein
Count 32 24 56
Total Kurang
% within Asupan protein 57.1% 42.9% 100.0%

Count 61 39 100
Total
% within Asupan protein 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square .085 1 .771
Baik
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .085 1 .771

Fisher's Exact Test 1.000

Linear-by-Linear Association .083 1 .773

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square .905 1 .341
b
Continuity Correction .428 1 .513
Likelihood Ratio .918 1 .338
Kurang
Fisher's Exact Test .387
Linear-by-Linear Association .887 1 .346
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square .796 1 .372
b
Continuity Correction .470 1 .493

Likelihood Ratio .800 1 .371


Total
Fisher's Exact Test .414

Linear-by-Linear Association .788 1 .375

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.16.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan protein


1.185 .378 3.718
(Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.067 .691 1.647


Baik
For cohort Kategori BI = Tidak
.900 .443 1.830
puas

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan protein
1.784 .538 5.914
(Cukup / Kurang)
For cohort Kategori BI = Puas 1.248 .802 1.941
Kurang
For cohort Kategori BI = Tidak
.699 .325 1.506
puas
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan protein
1.450 .640 3.285
(Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.153 .845 1.574


Total
For cohort Kategori BI = Tidak
.795 .478 1.325
puas

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's .764 1 .382


Mantel-Haenszel .435 1 .510

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin A * Kategori BI * Pengetahuan responden

Crosstab

Pengetahuan responden Kategori BI Total

Puas Tidak puas

Count 6 1 7
Cukup
% within Asupan vitamin A 85.7% 14.3% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 25 18 43
Baik Kurang
% within Asupan vitamin A 58.1% 41.9% 100.0%

Count 31 19 50
Total
% within Asupan vitamin A 62.0% 38.0% 100.0%
Count 3 1 4
Cukup
% within Asupan vitamin A 75.0% 25.0% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 27 19 46
Kurang Kurang
% within Asupan vitamin A 58.7% 41.3% 100.0%
Count 30 20 50
Total
% within Asupan vitamin A 60.0% 40.0% 100.0%
Count 9 2 11
Cukup
% within Asupan vitamin A 81.8% 18.2% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 52 37 89
Total Kurang
% within Asupan vitamin A 58.4% 41.6% 100.0%

Count 61 39 100
Total
% within Asupan vitamin A 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 1.943 1 .163
b
Continuity Correction .949 1 .330

Likelihood Ratio 2.199 1 .138


Baik
Fisher's Exact Test .229

Linear-by-Linear Association 1.904 1 .168

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square .408 1 .523
b
Continuity Correction .011 1 .915
Kurang
Likelihood Ratio .431 1 .511
Fisher's Exact Test .641
Linear-by-Linear Association .399 1 .527
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 2.252 1 .133
b
Continuity Correction 1.376 1 .241

Likelihood Ratio 2.479 1 .115


Total
Fisher's Exact Test .194

Linear-by-Linear Association 2.229 1 .135

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.66.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.60.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan vitamin


4.320 .478 39.066
A (Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.474 .993 2.188


Baik
For cohort Kategori BI = Tidak
.341 .054 2.167
puas

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
2.111 .204 21.873
A (Cukup / Kurang)
For cohort Kategori BI = Puas 1.278 .690 2.365
Kurang
For cohort Kategori BI = Tidak
.605 .107 3.421
puas
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
3.202 .654 15.687
A (Cukup / Kurang)

For cohort Kategori BI = Puas 1.400 1.008 1.946


Total
For cohort Kategori BI = Tidak
.437 .122 1.569
puas

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence


Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)

Cochran's 2.219 1 .136


Mantel-Haenszel 1.319 1 .251

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan Fe * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden


Crosstab

Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total

Anemia Tidak Anemia

Count 2 0 2
Cukup
% within Asupan Fe 100.0% 0.0% 100.0%
Asupan Fe
Count 25 23 48
Baik Kurang
% within Asupan Fe 52.1% 47.9% 100.0%

Count 27 23 50
Total
% within Asupan Fe 54.0% 46.0% 100.0%
Count 6 1 7
Cukup
% within Asupan Fe 85.7% 14.3% 100.0%
Asupan Fe
Count 18 25 43
Kurang Kurang
% within Asupan Fe 41.9% 58.1% 100.0%
Count 24 26 50
Total
% within Asupan Fe 48.0% 52.0% 100.0%
Count 8 1 9
Cukup
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Asupan Fe
Count 43 48 91
Total Kurang
% within Asupan Fe 47.3% 52.7% 100.0%

Count 51 49 100
Total
% within Asupan Fe 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 1.775 1 .183
b
Continuity Correction .370 1 .543

Likelihood Ratio 2.536 1 .111


Baik
Fisher's Exact Test .493 .287

Linear-by-Linear Association 1.739 1 .187

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square 4.638 1 .031
b
Continuity Correction 3.048 1 .081
Likelihood Ratio 5.027 1 .025
Kurang
Fisher's Exact Test .045 .039
Linear-by-Linear Association 4.546 1 .033
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 5.681 1 .017
b
Continuity Correction 4.137 1 .042

Likelihood Ratio 6.433 1 .011


Total
Fisher's Exact Test .031 .018

Linear-by-Linear Association 5.625 1 .018

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .92.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.36.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Kadar Hb responden


1.920 1.464 2.519
Baik = Anemia

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan Fe
8.333 .922 75.359
(Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
Kurang 2.048 1.287 3.257
= Anemia
For cohort Kadar Hb responden
.246 .039 1.535
= Tidak Anemia
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan Fe
8.930 1.073 74.339
(Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


1.881 1.370 2.583
Total = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


.211 .033 1.351
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 6.402 1 .011


Mantel-Haenszel 4.636 1 .031

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan vitamin C * Kadar Hb responden * Pengetahuan


responden
Crosstab

Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total

Anemia Tidak Anemia

Count 1 6 7
Cukup
% within Asupan vitamin C 14.3% 85.7% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 26 17 43
Baik Kurang
% within Asupan vitamin C 60.5% 39.5% 100.0%

Count 27 23 50
Total
% within Asupan vitamin C 54.0% 46.0% 100.0%
Count 2 8 10
Cukup
% within Asupan vitamin C 20.0% 80.0% 100.0%
Asupan vitamin C
Kurang Count 22 18 40
Kurang
% within Asupan vitamin C 55.0% 45.0% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan vitamin C 48.0% 52.0% 100.0%
Count 3 14 17
Cukup
% within Asupan vitamin C 17.6% 82.4% 100.0%
Asupan vitamin C
Count 48 35 83
Total Kurang
% within Asupan vitamin C 57.8% 42.2% 100.0%

Count 51 49 100
Total
% within Asupan vitamin C 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 5.168 1 .023
b
Continuity Correction 3.476 1 .062

Likelihood Ratio 5.540 1 .019


Baik
Fisher's Exact Test .039 .030

Linear-by-Linear Association 5.065 1 .024

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square 3.926 1 .048
b
Continuity Correction 2.649 1 .104
Likelihood Ratio 4.176 1 .041
Kurang
Fisher's Exact Test .077 .050
Linear-by-Linear Association 3.848 1 .050
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 9.117 1 .003
b
Continuity Correction 7.580 1 .006

Likelihood Ratio 9.728 1 .002


Total
Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 9.026 1 .003

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22.
d. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan vitamin


.109 .012 .987
C (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.236 .038 1.474
Baik = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


2.168 1.345 3.495
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.205 .039 1.087
C (Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
.364 .102 1.296
Kurang = Anemia
For cohort Kadar Hb responden
1.778 1.120 2.822
= Tidak Anemia
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.156 .042 .585
C (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.305 .108 .866
Total = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.953 1.398 2.729
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 8.916 1 .003


Mantel-Haenszel 7.242 1 .007
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan vitamin B12 * Kadar Hb responden * Pengetahuan


responden
Crosstab

Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total

Anemia Tidak Anemia

Count 16 14 3
Cukup
% within Asupan vitamin B12 53.3% 46.7% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 11 9 2
Baik Kurang
% within Asupan vitamin B12 55.0% 45.0% 100.0%

Count 27 23 5
Total
% within Asupan vitamin B12 54.0% 46.0% 100.0%
Count 11 12 2
Cukup
% within Asupan vitamin B12 47.8% 52.2% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 13 14 2
Kurang Kurang
% within Asupan vitamin B12 48.1% 51.9% 100.0%
Count 24 26 5
Total
% within Asupan vitamin B12 48.0% 52.0% 100.0%
Count 27 26 5
Cukup
% within Asupan vitamin B12 50.9% 49.1% 100.0%
Asupan vitamin B12
Count 24 23 4
Total Kurang
% within Asupan vitamin B12 51.1% 48.9% 100.0%

Count 51 49 10
Total
% within Asupan vitamin B12 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square .013 1 .908
Baik
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .013 1 .908

Fisher's Exact Test 1.000 .569

Linear-by-Linear Association .013 1 .909

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square .001 1 .982
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .001 1 .982
Kurang
Fisher's Exact Test 1.000 .603
Linear-by-Linear Association .001 1 .982
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square .000 1 .990
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 .990


Total
Fisher's Exact Test 1.000 .575

Linear-by-Linear Association .000 1 .990

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.03.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.04.
Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan vitamin


.935 .300 2.912
B12 (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.970 .577 1.629
Baik = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.037 .559 1.923
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.987 .324 3.005
B12 (Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
.993 .557 1.773
Kurang = Anemia
For cohort Kadar Hb responden
1.006 .590 1.716
= Tidak Anemia
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.995 .454 2.183
B12 (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.998 .679 1.466
Total = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.002 .672 1.497
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's .009 1 .922


Mantel-Haenszel .011 1 .917

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan protein * Kadar Hb responden * Pengetahuan
responden

Crosstab

Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total

Anemia Tidak Anemia

Count 13 12 2
Cukup
% within Asupan protein 52.0% 48.0% 100.0%
Asupan protein
Count 14 11 2
Baik Kurang
% within Asupan protein 56.0% 44.0% 100.0%

Count 27 23 5
Total
% within Asupan protein 54.0% 46.0% 100.0%
Count 8 11 1
Cukup
% within Asupan protein 42.1% 57.9% 100.0%
Asupan protein
Count 16 15 3
Kurang Kurang
% within Asupan protein 51.6% 48.4% 100.0%
Count 24 26 5
Total
% within Asupan protein 48.0% 52.0% 100.0%
Count 21 23 4
Cukup
% within Asupan protein 47.7% 52.3% 100.0%
Asupan protein
Count 30 26 5
Total Kurang
% within Asupan protein 53.6% 46.4% 100.0%

Count 51 49 10
Total
% within Asupan protein 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square .081 1 .777
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .081 1 .777


Baik
Fisher's Exact Test 1.000

Linear-by-Linear Association .079 1 .779

N of Valid Cases 50
d
Kurang Pearson Chi-Square .427 1 .514
b
Continuity Correction .131 1 .718
Likelihood Ratio .428 1 .513
Fisher's Exact Test .570
Linear-by-Linear Association .418 1 .518
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square .337 1 .562
b
Continuity Correction .143 1 .705

Likelihood Ratio .337 1 .562


Total
Fisher's Exact Test .687

Linear-by-Linear Association .333 1 .564

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.56.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.12.

Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan protein


.851 .280 2.591
(Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.929 .556 1.550
Baik = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.091 .598 1.991
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan protein
.682 .216 2.156
(Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
.816 .435 1.528
Kurang = Anemia
For cohort Kadar Hb responden
1.196 .705 2.030
= Tidak Anemia
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan protein
Total .791 .359 1.745
(Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
.891 .601 1.321
= Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.126 .756 1.677
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's .434 1 .510


Mantel-Haenszel .203 1 .652

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.

Asupan vitamin A * Kadar Hb responden * Pengetahuan


responden
Crosstab

Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total

Anemia Tidak Anemia

Count 1 6 7
Cukup
% within Asupan vitamin A 14.3% 85.7% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 26 17 43
Baik Kurang
% within Asupan vitamin A 60.5% 39.5% 100.0%

Count 27 23 50
Total
% within Asupan vitamin A 54.0% 46.0% 100.0%
Count 1 3 4
Cukup
% within Asupan vitamin A 25.0% 75.0% 100.0%
Asupan vitamin A
Count 23 23 46
Kurang Kurang
% within Asupan vitamin A 50.0% 50.0% 100.0%
Count 24 26 50
Total
% within Asupan vitamin A 48.0% 52.0% 100.0%
Total Asupan vitamin A Cukup Count 2 9 11
% within Asupan vitamin A 18.2% 81.8% 100.0%

Count 49 40 89
Kurang
% within Asupan vitamin A 55.1% 44.9% 100.0%

Count 51 49 100
Total
% within Asupan vitamin A 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
c
Pearson Chi-Square 5.168 1 .023
b
Continuity Correction 3.476 1 .062

Likelihood Ratio 5.540 1 .019


Baik
Fisher's Exact Test .039 .030

Linear-by-Linear Association 5.065 1 .024

N of Valid Cases 50
d
Pearson Chi-Square .921 1 .337
b
Continuity Correction .192 1 .661
Likelihood Ratio .966 1 .326
Kurang
Fisher's Exact Test .611 .336
Linear-by-Linear Association .903 1 .342
N of Valid Cases 50
a
Pearson Chi-Square 5.327 1 .021
b
Continuity Correction 3.953 1 .047

Likelihood Ratio 5.690 1 .017


Total
Fisher's Exact Test .026 .022

Linear-by-Linear Association 5.274 1 .022

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.39.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92.
Risk Estimate

Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Asupan vitamin


.109 .012 .987
A (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.236 .038 1.474
Baik = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


2.168 1.345 3.495
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.333 .032 3.446
A (Cukup / Kurang)
For cohort Kadar Hb responden
.500 .089 2.797
Kurang = Anemia
For cohort Kadar Hb responden
1.500 .795 2.831
= Tidak Anemia
N of Valid Cases 50
Odds Ratio for Asupan vitamin
.181 .037 .888
A (Cukup / Kurang)

For cohort Kadar Hb responden


.330 .093 1.173
Total = Anemia

For cohort Kadar Hb responden


1.820 1.269 2.612
= Tidak Anemia

N of Valid Cases 100

Tests of Conditional Independence

Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-


sided)

Cochran's 5.671 1 .017


Mantel-Haenszel 4.157 1 .041

Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is


asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
FOTO PENELITIAN

A. Pembagian Kuesioner

B. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan

Tinggi Badan
Berat Badan

C. Pengukuran Kadar Hb
RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi
1. Nama : Haslindah
2. Tempat / Tgl Lahir : Galla Lau / 27 April 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Suku / Bangsa : Bugis/ Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : BTN Musdalifah Blok B1 No. 7 Daya
7. E-mail : haslindah503@gmail.com
8. No. HP : 0822-9359-1930
9. Riwayat Pendidikan :
a. SDN 21 Galla Raya, Pangkep Sulawesi Selatan
b. SMPN 01 Mandalle, Pangkep Sulawesi Selatan
c. MA Ar-Rahman DDI Galla Raya, Pangkep Sulawesi Selatan
d. Jurusan Ilmu Gizi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan

Anda mungkin juga menyukai