Anda di halaman 1dari 6

1.

Di masa transisi dari Orde Baru ke Orde Reformasi, Bangsa Indonesia mengalami
disorientasi nilai dan disorientasi nasionalisme. Keduanya tergambarkan oleh menipisnya
kesediaan untuk hidup eksis bersama/kolektif bermasyarakat, serta hilangnya rasa saling
percaya antar sesama anak bangsa. Berikan contoh nyata/riil di lingkungan Anda terkait
fenomena tersebut serta jelaskan peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk
membangun kesadaran sebagai warga negara dalam menjaga persatuan dan kesatuan
NKRI!
2. Dari sudut pandang sejarah, Bangsa Indonesia lebih dulu ada melalui proses panjang
perkembangan masyarakat di nusantara yang diikuti dengan lahirnya Negara Indonesia
sebagai hasil perjuangan merebut kemerdekaan. Dalam beberapa hal, identitas nasional
yang menjadi karakteristik warga negara berbenturan dengan identitas primordial mereka
(suku, agama, ras dan golongan) sehingga menghasilkan konflik identitas. Berikan contoh
konflik tersebut dan jelaskan sikap yang akan Anda pilih!
3. Hubungan hak dan kewajiban antara negara dengan warga negara dapat diibaratkan sebagai
dua sisi mata uang. Di satu sisi, hak warga negara akan dianggap kewajiban di mata negara.
Sebaliknya, kewajiban warga negara dapat dipersepsikan sebagai hak oleh negara. Ketika
terjadi pertentangan antara negara dan warga negara dalam memandang suatu persoalan
sebagai hak ataukah kewajiban, misal kenaikan harga BBM, bagaimana sikap yang
kemudian akan Anda ambil? Jelaskan dari perspektif Pluralis, Marxis, dan Sintesis!

Jawab:

1. Distrosi nasionalisme; Dalam era modern saat ini, perkembangan media sosial begitu
tajam, warga dunia maya pun (netizen) semakin meningkat tajam. Kebebasan melahirkan
semacam etika kebebasan yang baru. Dimana masing-masing netizen bebas keluar masuk
beranda atau profil orang lain seenaknya (men-stalking). kecenderungan para pengguna
media sosial memiliki keberanian untuk mengkritik, bahkan sampai mem-bully orang lain.
Keberanian itu hadir karena keberpihakan seseoarang pada maraknya pendukung kritik
tanpa dasar. Disebabkan karena banyaknya (dominan) netizen yang telah dengan
mudahnya berkomentar, memberi dan merasakan kesan aman, sehingga mereka yang
terjebak dalam distorsi ini turut melakukan hal yang sama. Sehingga muncullah beberapa
bully-anberbentuk verbal yang tak berkesudahan di media sosial. Ketidakmampuan
seseorang untuk menggunakan pikiran secara kritis dalam melihat masalah yang terjadi,
dalam hal ini fenomena "viral" di media sosial. Dorongan untuk selalu ingin eksis
sebenarnya merupakan efek dari "kehausan" atas kreatifitas yang dangkal. Dengan
menghindari distorsi, memungkinkan seseorang untuk tumbuh dalam kepekaan sosial yang
lebih jujur. Mengambil tindakan yang tepat ketika menghadapi persoalan. Dan yang
terpenting adalah tidak peduli dengan kehidupan orang lain yang bukan menjadi urusan
kita (kepo) dan rasa nyaman yang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Tentu yang dimaksud
adalah kenyamanan di dunia nyata terlebih di dunia maya.

disorientasi nasionalisme: masyarakat desa sudah beralih Kemall untuk bebelanja


kepenuhan hidup sehari-hari. Sebagian besar warga desa telah berlalih membangun
perilaku berbelanja dari kebiasaan berbelanja di pasar tradisional menjadi kebiasaan
berbelanja di pasar modern. Warga desa meninggalkan ciri-ciri kerjasama dan kepercayaan
dalam tindakan sosial ekonomi melalui aktivitas di pasar tradisional yang mulai luntur,
cenderung berperilaku konsumtif, individualistis, sarat persaingan, tetapi inovasi dan
kreatif. Pola tindakan semacam ini dapat menjadi tindakan kolektif pada tataran makro
subjektif. Artinya bahwa perubahan perilaku individu warga desa pada tingkat tertentu
seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
akan berimplikasi pada perubahan sosial yang fundamental dalam struktur perilaku sosial
keseluruhan masyarakat. Suatu daerah tersebut kelak akan menjadi kota yang dihuni oleh
masyarakat modern dengan tindakan ekonomi berorientasi konsumsi atau lazim disebut
sebagai masyarakat konsumtif.

2. Konflik Poso merupakan musibah demokrasi dan telah merusak nilai-nilai demokrasi di
Indonesia serta kerukunan antar umat beragama. Sebelum terjadi kerusuhan, Poso
merupakan sebuah kabupaten yang memiliki keberagaman penduduk dan tergolong daerah
yang cukup majemuk, selain terdapat suku asli yang mendiami Poso, suku-suku pendatang
pun banyak berdomisili di Poso, seperti dari Jawa, batak, bugis dan sebagainya.
Masyarakat Poso hidup rukun, damai, dan berdampingan. Kerusuhan Poso pertama pada
tahun 1998 terjadi bersamaan dengan transisi politik di Kabupaten Poso.
Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam bermula dari pertikaian
pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga karena sentimen kepercayaan
hingga merambah ke konflik etnis dan agama. Konflik Poso kian memanas ketika
provokasi akan adanya masjid yang dibakar oleh umat kristiani, agama memang sangat
rentan. Aparat Pemerintah bukanya sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini.
Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas
menguasai sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas.
Kemunculan konflik Poso pada tahun 1998 telah menyebabkan lebih dari 5.000 rumah
hangus dan ratusan orang tewas. Hingga pada tahun 2002 dan 2003, serangan antar dua
kelompok masih terjadi dan berdampak pada kericuhan diwilayah Poso. . Konflik Poso
telah terjadi sebanyak tiga kali. Yaitu Kerusuhan Poso I, Poso II, dan Poso III.
Secara umum konflik yang terjadi di Poso berlatar belakang agama, namun sebenarnya ada
berbagai kepentingan golongan yang mewarnai konflik tersebut. konflik Poso merupakan
akibat dari ketidakadilan sosial. Ketidakadilan ini berpangkal pada kebijakan pemerintah
pusat yang sentralistik dan diskriminatif1. Akibat dari rasa ketidakadilan yang telah
mendarah daging membuat konflik bermotif etnis dan agama dengan mudahnya merebak.

Sikap yang diambil dari konflik Poso ini dengan menjaga toleransi semua suku, ras, agama
dan dan agama. Peningkatan rasa kepercayaan terhadap antar golongan menjadi topik
utama yang harus diperhatikan untuk mewujudkan perdamaian di Poso. Serta mencoba
mengadakan perundingan pimimpin dari kelompok bertikai dan usaha memeberikan materi
tentang nilai-nilai toleransi perbedaan sangat penting dilakukan untuk memperlancar
proses perdamaian di wilayah Poso. Dengan demikian pemerintah juga turut andil dalam
menyelesaikan konflik Poso ini dan tidak belarut larut terkesan menyembunyikan
permasalahan yang terjadi. Masyarakat Poso yang mudah terprovokasi membuat konflik
layaknya api disiram bensin. Konflik Poso yang menjalar dengan cepat membuat
pemerintah sempat tidak tanggap dan tidak aspiratif terhadap kondisi riil masyarakat Poso.
Pergesekan sosial yang timbul merupakan efek dari kebijakan pemerintah yang kurang
tepat dengan kondisi masyarakat Poso. Sedangkan para ellit rakyat sebagai pemegang
mandate rakyat hanya sibuk memikirkan merebut serta mempertahankan kekuasaan, tanpa
memikirkan tanggungjawab mandate yang sedang diembannya.

3. Plularis: dengan naiknya harga bbm, maka harga barang kebutuhan sehari-hari dan tarif
transportasi umum pun naik. Sebagian besar naik secara perlahan, sebagian lagi langsung
melonjak ke angka yang tinggi. Ditambah lagi kondisi yang mendekati bulan puasa ataupun
lebaran, tentu tidak akan mudah bagi rakyat kecil untuk membeli kebutuhan sehari-hari
mereka. ke opini masyarakat dalam menanggapi isu kenaikan harga BBM, pemikiran ini
menjadi fatal. Dampaknya, bukan cuma tidak akan ada lagi unjuk rasa yang menentang
kenaikan harga BBM, namun juga tidak ada yang akan bersuara lantang mendukung isu
ini. Ketakutan terbesar saya bukanlah seluruh rakyat memberontak pemerintahan yang
sedang berlangsung, melainkan sikap apatis masyarakat yang akan terus berkembang.
Perlu adanya pendidikan tentang politik untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama rakyat
yang sangat jauh dari hingar-bingar politik. Jangan hanya sosialisasi saat mendekati
pemilihan umum, tapi juga penjelasan tentang hak dan kewajiban mereka sebagai Warga
Negara Indonesia. Kekuatan bangsa ini ada di tangan masyarakat sendiri. Kenaikan gaji
standar PNS tidak di ikuti dengan kenaikan gaji masyarakat yang berkeja swasta yang tidak
berkerja di bawah naungan pemerintah. Masrakat pesimis terhadap kenaikan BBM karena
mereka takut akan ketidak adilan dalam aya kehidan sehari padahal gaji masyrakat yang
non-pegawai resmi pemerintah tidak mendapat upah/gaji yang setimpal dengan kenaikkan
BBM sekarang ini. Untuk masyarakat Jangan terlalu pesimis menilai bangsa ini, kita harus
optimis dalam menghadapi segala perubahan.
Jadikan perubahan ini untuk mengembangkan diri kita menjadi warga negara yang lebih
baik dan menghargai apa yang telah pemerintah upayakan untuk kita. Tolak dengan tegas
apa yang buruk bagi kita, upayakan apa yang memang seharusnya menjadi hak kita.
Kurangi sikap-sikap anarkis yang merusak bangsa kita sendiri dalam proses penyampaian
penolakan atau dukungan atas hal tersebut. Pertimbangkan berbagai perbedaan dalam
bangsa ini, dan cari titik tengahnya secara bijaksana. Kita memang berbeda, terdiri dari
berbagai lapisan masyarakat dan kondisi daerah yang berbeda-beda pula. Tapi jika kita
memiliki satu tekad yang sama untuk memperbaiki bangsa ini, kita akan menjadi bangsa
yang makmur dan sejahtera, dimanapun kita berada di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Marxis: Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu
dekat ini terus menuai aksi unjuk rasa masyarakat, baik di ibukota maupun di berbagai
daerah lain. Hal ini wajar, mengingat kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan
efek ganda (efek domino) pada kehidupan riil masyarakat, sebab BBM merupakan alat
pertahanan ekonomi yang paling vital bagi seluruh lapisan masyarakat bangsa. Dampak
buruk yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah naiknya harga kebutuhan hidup,
seperti sembako. Pemerintah tentunya juga tidak menginginkan adanya kenaikan harga
BBM bersubsidi jika tidak ada kenaikan harga minyak bumi di dunia. Kebijakan kenaikan
harga BBM bersubsidi tentunya merupakan satu-satunya obsi terbaik dari beberapa obsi
untuk mengamankan kondisi keuangan negara dan menyelamatkan perekonomian
Indonesia. Hal inilah yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh sebagian masyarakat,
yang tetap bersikeras menentang kebijakan kenaikan harga BBM. Beberapa oknum nakal
yang berasal dari pemerintah sendiri memanfaatkan keaadaan ini sebagai ladang
pengambilan untung dengan cara yang tak halal. Mereka melakukan kejahatan korupsi ini
tidak bertanggungjawab sehingga menambah kerugian negara. Melalui berbagai aksi
demontrasinya. Bahkan aksi demontrasi menolak kenaikan harga BBM tersebut kini
berkembang menjadi wacana untuk menggulingkan pemerintahan.

Sintesis: Beberapa kali pemerintah menaikkan BBM karena alasan pertimbangkan


menyelamatkan APBN, namun pada kesempatan lain atas desakan kuat dari masyarakat
akhirnya kenaikkan BBM dibatalkan. Konsumsi BBM yang tinggi serta harga minyak
mentah yang kian tinggi disinyalir merupakan faktor penyebab membengkaknya anggaran
negara untuk mensubsidi BBM. Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak
banyak memberikan dampak signifikan baik pada masyarakat maupun penyelamatan
anggaran negara yang kerap jebol akibat subsidi BBM berlebihan sehingga sangat
membebani APBN. Kebijakan kenaikan harga BBM dan pemberian dana kompensasi
untuk melindungi penduduk miskin merupakan gabungan yang paling rasional untuk
dilakukan saat ini dalam rangka merespons lonjakan harga minyak dunia. Jika dua hal itu
mampu dilakukan pemerintah dengan baik dan cermat, maka potensi gejolak sosial dan
keuangan sosial akan dapat diminimalisasi.

Anda mungkin juga menyukai