BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan hidup merupakan salah satu sumber alam yang memiliki peran yang
sangat strategis terhadap kehidupan manusia. Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 sebagai aturan pokok menyebutkan pada Pasal 28 H ayat 1 bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Sebagai negara demokratis, Indonesia sangat menjunjung tinggi hak masyarakat tersebut.
Dalam Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup Kota
Surakarta dibentuk sebagai OPD yang mempunyai program pengendalian dan
konservasi ingkungan Hidup di Kota Surakarta. DLH Kota Surakarta yang beralamat di Jl.
Menteri Supeno No.10 Manahan, Surakarta. Penyelenggaraan pemerintah Daerah di
bidang lingkungan hidup yang meliputi Tata Lingkungan, Kebersihan, Pengelolaan
Sampah dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Ruang Terbuka Hijau dan
pertamanan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, penaatan Hukum dan
pengembangan Kapasitas Lingkungan.
Keberadaan kegiatan industri dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
Dampak positif dari adanya kegiatan industri adalah terbentuknya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar. Akan tetapi keberadaan kegiatan industri tentu memberikan dampak
negatif kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu dampak
negatif tersebut adalah potensial kerusakan lingkungan di sekitar tempat tinggal masyarakat.
Atas dasar tersebut maka peran partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga
kelestarian lingkungan di daerah karanganyar terutama bagi masyarakat yang wilayahnya
memiliki potensial dampak kerusakan lingkungan, terlebih yang berada di sekitar area
kegiatan industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau
pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-
maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan pelaksanaannya adalah “managing”
atau pengelolaan tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Lingkungan yaitu segala sesuatu disekitar subyek manusia yang terkait
dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan tanah, udara, air,
sumber daya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut
(Hermiyetti dan Poetri, 2010).
Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen
(termasuk perencanaan) yang menentukan dan membawa pada implementasi kebijakan
lingkungan (BBS 7750, dalam ISO 14001 oleh Sturm, 1998). Pengertian lainnya yaitu
Manajemen Lingkungan adalah suatu kerangka kerja yang dapat diintegrasikan ke dalam
proses-proses bisnis yang ada untuk mengenal, mengukur, mengelola dan mengontrol
dampak-dampak lingkungan secara efektif, dan oleh karenanya merupakan risiko-risiko
lingkungan. Manajemen lingkungan selama ini sebelum adanya ISO 14001 berada dalam
kondisi terpecah-pecah dan tidak memiliki standar tertentu dari satu daerah dengan daerah
lain, dan secara internasional berbeda penerapannya antara negara satu dengan lainnya.
Praktek manajemen lingkungan yang dilakukan secara sistematis, prosedural, dan dapat
diulang disebut dengan sistem manajemen lingkungan (EMS).
Sistem Manajemen Lingkungan merupakan bagian dari integral dari system
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan
secara sistematis yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, serta
sumber daya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh
perusahaan. Sistem manajemen lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan
menunjukkan formasi lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak
lingkungan dari kegiatan, produk, dan jasa. Sistem tersebut juga dapat digunakan untuk
mengatisipasi perkembangan tuntutan dan peningkatan performasi linngkungan dari
konsumen, serta untuk memenuhi persyaratan lingkungan hidup dari pemerintah
(Sembel,2015).
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,
pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program kegiatan yang didukung oleh
Sumber pencemaran udara lainnya disebakan dari berbagai kegiatan alam, seperti
kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara
tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara,yang berdampak negatif begi
kesehatan manusia. (Anggrani, dkk. 2016).
Pencemaran dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, yaitu (Sembel, 2015) :
A. Pencemaran Udara
digunakan untuk mengumpulkan dan merawat sejumlah besar air limbah untuk
masyarakat, sehingga memanfaatkan pipa besar, penggalian besar dan manholes untuk
akses air limbah. Di sisi lain, sistem penukaran terdesentralisasi memperlakukan air
limbah rumah tangga dan bangunan. Sedangkan sistem desentralisasi mengumpulkan,
merawat dan menggunakan kembali / membuang air limbah yang telah di treatment dekat
titik generasi, sistem terpusat sering digunakan kembali / buang jauh dari titik generasi
Sistem cluster, yang bisa juga terpusat atau terdesentralisasi, melayani lebih dari sekedar
rumah tangga tunggal mencapai 100 rumah dan lebih banyak lagi (Massound, dkk. 2009).
Pencemaran air tanah dari tangki septik yaitu air tanah yang terkontaminasi dari
kotoran lalu juga tercemar dengan logam- logam, patogen, nitrogen, klorin. Air juga bisa
tercemar dari sampah domestik,pupuk pertanian, residu pestisida, tumpahan minyak
(Massound, dkk. 2009).
C. Pencemaran makanan
Sumber bahan pencemar utama pada makanan yaitu patogen-patogen penyakit,
residu pestisida, dan bahan tambahan pangan (pengawet, bahan pewarna makanan dan
bahan tambahan lainnya). Bakteri yang terdapat dalam makanan yaitu Salmonella spp.,
Compylobacter jejuni, Escherichia coli, Yersinia enterocolitica, Shigella spp., Vibrio
spp., Penicillium spp., dan Fusarium sp. Jenis parasit yang sering ada di makanan yaitu
Helminths dan Protozoa. Pencemaran makanan ini dapat mengakibatkan gangguan
pencernaan dan lain-lain.
D. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah terjadi akibat adanya bahan kimia yang mencampuri tanah
seperti pestisida, pupuk, logam-logam berat, limbah domestik, dan lain-lain.
E. Pencemaran cahaya
Pencemaran cahaya juga di kenal dengan pencemaran kilauan dan pencemaran
foto (photopollution) adalah adanya cahaya yang berlebihan, tidak terarah atau adanya
cahaya buatan yang mengganggu manusia. Pencemaran cahaya dapat disebabkan juga
oleh adanya iluminasi yang berlebihan, cahaya yang menyilaukan, cahaya yang kacau
(light clutter) dan cahaya langit (skygow). Iluminasi yang berlebih sangat memboroskan
karena menggunakan jutaan barel minyak yang merugikan.
F. Pencemaran bunyi
Pencemaran ini yang utama dari bunyi desingan kendaraan bermotor. Bisa juga
diakibatkan oleh bunyi ledakan gunung berapi. Pencemaran bunyi ini mengakibatkan
kehilangan pendengaran, tekanan darah meningkat,dan tekanan atau stress.
G. Pencemaran suhu
Pencemaran suhu ialah adanya perubahan suhu dalam kolam air alami yang di
sebabkan oleh manusia sebagai coolant dalam suatu industri besar.
H. Pencemaran visual
Pencemaran visual seperti pemasangan kabel-kabel listrik yang besar,pemasangan
gambar-gambar, baliho, dan poster di tepi-tepi jalan dapat mengganggu penglihatan dan
lingkungan sekitar.
menjamin kesinambungan pembangunan. Namun ternyata tidak semua kegiatan atau usaha
diwajibkan untuk menyususn atau membuat AMDAL, bagi kegiatan atau usaha yang tidak
diwajibkan untuk menyusun atau membuat AMDAL maka tetap diwajibkan untuk
menyususn UKL dan UPL, yaitu Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negera
Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 (Sari, 2011).
Adapun kegiatan atau usaha yang diwajibkan untuk menyusun UKL dan UPL ialah
kegiatan atau usaha yang dampaknya mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL
dan UPL tersebut juga sama seperti AMDAL yaitu sebagai instrumen dalam hukum
lingkungan atau dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan
menjadi dasar untuk menerbitkan izin mendirikan kegiatan atau usaha (Sari, 2011).
Kegunaan AMDAL (Sari, 2011) :
4. Klasifikasi ISO14000
b. ISO 14011-ISO 14013: Audit Lingkungan (catatan : ada 3 macam ISO 14011).
f. ISO 14031 dan ISO 14032 : Evaluasi Kinerja Lingkungan, terdiri atas
metodologi dan indicator bidang industri.
g. ISO 14040-ISO 14043: Analisis Mengenai Daur Hidup Produk.
dianalisis untuk memperoleh hasil statistik yang dapat diandalkan (Kaushal, Varghese, &
Chabukdhara, 2016).
Berdasarkan jurnal internasional yang di dapat di jelaskan bahwa, Ada signifikan dan
meningkatnya kesadaran akan masalah lingkungan global, di Indonesia khususnya berkaitan
dengan pemanasan global, penipisan ozon, keanekaragaman hayati, polusi, danpertumbuhan
populasi. Dengan kesadaran yang semakin meningkat ini muncul kesadaran bahwa dampak
potensial dari kegiatan pengembangan yang diusulkan perlu dinilai dan dipahami agar
strategi pengelolaan dan pengendalian yang tepat dapat diadopsi. Konstruksi merupakan
salah satu kegiatan yang diakui memiliki potensi nyata dan potensial efek pada lingkungan
dan kesejahteraan populasi dunia. Secara umum, konstruksi dan bangunan, khususnya,
berkontribusi terhadap krisis lingkungan hidup melalui penipisan sumber daya, konsumsi
energi, pencemaran udara dan penciptaan limbah. Bangunan "mengkonsumsi" proporsi yang
signifikan dari produksi energi tahunan dunia dalam konstruksi, operasi, perawatan,
renovasi, pembongkaran, dan pembuangannya. Sebagai konsekuensi dari konsumsi energi
ini, emisi gas rumah kaca terkait dengan menggunakan bahan bakar fosil memiliki dampak
lingkungan yang signifikan. Dari keduanya sudut pandang lingkungan dan ekonomi, adalah
logis bahwa pembangunan berkelanjutan prinsip diformulasikan yang berusaha
meminimalkan input energi daur hidup total dan sehingga membuat penggunaan sumber
daya energi yang lebih efisien. Untuk meningkatkan produksi bangunan dan infrastruktur
dan memperbaiki layanan bangunan, sambil menjaga degradasi lingkungan pada tingkat
rendah, teknologi yang digunakan di daerah ini harus memperbaiki secara substansial meski
penyebab degradasi lingkungan sudah diketahui, bisnisnya logika untuk perbaikan
lingkungan sebagian besar bersifat operasional dan teknis. Beberapa perusahaan telah
memasukkan keberlanjutan ke dalam pemikiran strategis mereka. Berkelanjutan bisnis harus
menggunakan posisinya yang unik untuk mengembangkan dan mencapai produksi yang
berkelanjutan dan konsumsi berkelanjutan pada saat bersamaan. Sistem yang bertanggung
jawab dan berkelanjutan pengelolaan lingkungan harus dimulai dengan pencegahan polusi
kemudian berkembang menjadi kontrol dan desain lingkungan.Strategi dikembangkan dalam
20 tahun terakhir untuk mengurangi energi operasional konsumsi bangunan sebagian besar
difokuskan pada penghematan energi potensial terkait dengan peningkatan efisiensi termal
dari sebuah amplop bangunan. Sementara ini adalah kemajuan positif, ini hanya membahas
satu bagian dari total keseimbangan energi siklus hidup bangunan jelaslah bahwa baik sektor
publik maupun swasta industri membuat pergeseran terhadap analisis siklus hidup konsumen
semakin menyadari dampaknya aktivitas konstruksi ada pada lingkungan. Akibatnya,
mereka menekan tombol industri untuk mengadopsi metode yang lebih berkelanjutan.
BAB III
DESKRIPSI INSTANSI
Visi dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta adalah: “Terwujudnya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteran dan
memajukan kota dilandasi spirit Solo sebagai Kota Budaya.”
Berdasarkan:
1. Peraturan Daerah Kota Surakarta No.10 tahun 2016 tantang Pembentukkan dan
Susunan Perangkat Daerah Kota Surakarta.
2. Peraturan Wali Kota Surakarta No.27-C tahun 2016 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (DLH,2017).
Tahun 1990 BLH belum berdiri sendiri, karena masih dibawah Sekertaris Desa dengan
nama Bagian Lingkungan Hidup. Melihat besarnya peran dari bagian ini, akhirnya dibuat
berdiri sendiri dengan nama BAPELDALDA atau Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup Daerah.
Tahun 2003, BAPELDALDA berganti nama menjadi KLH atau Kantor Lingkungan
Hidup. Seiring perkembangannya, pada tahun 2009 berubah nama menjadi BLH atau Badan
Lingkungan Hidup.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta No.10 Tahun 2016, terdapat beberapa
dinas yang harus dilebur, seperti Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) yang disatukan kedalam
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Dinas Pengelolaan Pasar(DPP) akan melebur
dengan Dinas Perdagangan dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan(DKP) bersama Badan
Lingkungan Hidup (BLH) disatukan menjadi Dinas Lingkungan Hidup. Dinas Lingkungan
Hidup Kota Surakarta berkantor di Jalan Sudirman No.2 Kompleks Balai Kota Surakarta di
Gedung Bale Tawang Praja lantai 4.
Artinya masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan mansia sehinggga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan
2. Kerusakan lingkungan
Merupakan perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik,
kimia dan/atau hewani lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
Gambar 4. Alur pengelolaan limbah padat infeksius di Rumah Sakit Dr. Moewardi
b. Alur pengelolaan limbah padat non medis di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Gambar 5. Alur pengelolaan limbah padat non medis di Rumah Sakit Dr. Moewardi
tempatlampu
APD (digunakan dilapisi plastik jerigen
Aburesidu incinerator TL
tempat/ ember warna kuning
dilapisi plastik)
c. Alur pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Ditimbang
(Kg)
Dinas
MasukTPS Limbah B3
30
Laporan Praktikum Teknologi Pencegahan Pencemaran Dinas
Lingkungan Hidup Kota Surakarta
d. Alur pengelolaan limbah plabot infus, kemasan bekas B3 (botol handrub) dan jerigen
hemodialisa
Rumah Sakit Moewardi memiliki pengolahan limbah B3 yang cukup baik dan
sesuai dengan Permen No. 56 Tahun 2015. Limbah B3 yang dihasilkan oleh kegiatan
medis dalam Rumah Sakit Moewardi diolah dengan cara yang baik sehingga tidak
menimbulkan penyakit-penyakit dan masalah lain yang ditimbulkan dari limbah B3.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Klasifikasi Limbah B3 di Puskesmas Nusukan dan RS Dr. Moewardi
Klasifikasi limbah B3 yang berasal dari puskesmas dan RS Dr. Moewardi adalah:
1. Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang diduga mengandung patogen (bakteri,
virus, parasit, atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk
menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan. Limbah yang termasuk dalam
kategori ini meliputi :
a. Kultur dan stok agen infeksius dari aktivitas laboratorium.
b. Limbah buangan hasil operasi dan otopsi pasien yang menderita penyakit menular,
misalnya : jaringan dan materi atau peralatan yang terkena darah atau cairan tubuh
lain.
c. Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bangsal isolasi misalnya :
ekskreta, pembalut luka bedah, luka yang terinfeksi, pakaian yang terkena darah
pasien, atau cairan tubuh yang lain.
2. Limbah Patologis
Limbah patologis terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh, janin manusia dan
bangkai hewan, darah dan cairan tubuh.
3. Limbah Benda Tajam
Benda tajam merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka
tusuk antara lain jarum, jarum suntik, skalpel dan jenis belati lain, pisau, peralatan
infus, gergaji, pecahan kaca, dan paku. Baik terkontaminasi maupun tidak, benda
semacam itu biasanya dipandang sebagai limbah yang sangat berbahaya.
4. Limbah Farmasi
Limbah farmasi mencakup produk farmasi, obat-obatan, vaksin, dan serum
yang sudah kedaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi yang tidak
diperlukan lagi dan harus dibuang dengan tepat. Limbah ini juga mencakup barang
yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya
botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, slang penghubung, dan
ampul obat.
5. Limbah Genotoksik
Limbah genotoksik sangat berbahaya dan bersifat mutagenik, teratogenik, atau
karsinogenik. Limbah genotoksik mencakup obat-obatan sitotoksik tertentu,
muntahan, urin atau tinja pasien yang diterapi dengan obat-obatan sitotoksik (sering
dipakai dalam terapi kanker), zat kimia, maupun radioaktif.
6. Limbah Kimia
Limbah kimia mengandung zat kimia yang berbentuk padat, cair maupun gas
yang berasal, misalnya dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari
pemeliharaan kebersihan, aktivitas keseharian, dan prosedur pemberian desinfektan
dan limbah laboratorium.
7. Limbah Kemasan Bertekanan
Berbagai jenis gas digunakan dalam kegiatan puskesmas dan kerap dikemas
dalam tabung, cartridge, dan kaleng aerosol. Banyak diantaranya, begitu kosong dan
tidak terpakai lagi walau mungkin masih mengandung residu yang dapat digunakan
kembali tetapi ada beberapa jenis yang harus dibuang, misalnya kaleng aerosol.
8. Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif juga mencakup benda padat, cair dan gas yang terkontaminasi
radionuklida. Limbah yang dihasilkan berupa peralatan gelas, spuit, kertas isap, larutan,
ekskreta pasien yang menjalani pengobatan atau pemeriksaan dengan radionuklida
terbuka.
5.2 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Menurut Undang-
Undang
Menurut Keputusan Bapedal Nomor : Kep-03/Bapedal/09/1995 tanggal 5
September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3, Pengolahan limbah
B3 adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi
tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang).
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia,
2. Infeksius Kuning
3. Sitotoksis Ungu
Limbah jangan menumpuk pada satu titik pengumpulan yang telah dipilah.
Limbah dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang ditetapkan).
3. Tahap Pengangkutan
Limbah harus diangkut di dalam puskesmas atau ke fasilitas lain dengan
menggunakan troli, container atau gerobak khusus yang tidak digunakan untuk
tujuan lain.
Kendaraan pengangkut limbah harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan
desinfektan yang tepat.
4. Tahap Penampungan
Lokasi penampungan harus dirancang agar berada di dalam wilayah Puskesmas
yang ditempatkan secara khusus.
Limbah baik dalam kantong maupun container, harus ditampung di area, ruangan,
atau bangunan yang terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas limbah yang
dihasilkan dan frekuensi pengumpulannya.
5. Pemusnahan dan Pembuangan Akhir
Limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan, maka dilakukan
pengolahan atau pemusnahan disesuaikan dengan kemampuan puskesmas dan jenis
limbah yang dihasilkan, yaitu dengan pemanasan menggunakan autoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan incinerator.
Metode pengolahan limbah untuk puskesmas saat ini yang masih banyak
dipakai adalah insinerasi. Insinerasi merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi
yang dapat mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi
bahan anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang
sangat signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih
untuk mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau
dibuang di lokasi landfill.
5.3 Kenyataan Penanganan Limbah Medis pada Puskesmas Nusukan
Pada kenyataannya, masih banyak terjadi kesalahan dan kekurangan dalam
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di rumah sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang, kesalahan pewadahan limbah B3 dan Non B3 serta pencampuran limbah
obat/farmasi dengan limbah Non B3 tidak sesuai dengan PerMen LHK No. 56 Tahun
2015. Hal serupa juga terjadi di Puskesmas Nusukan. Kendala yang ada yaitu kurangnya
kesadaran petugas dalam membuang limbah sesuai kategorinya. Belum ada program
khusus untuk pemilahan limbah farmasi sehingga piihak sanitasi belum mengajukan
pengadaan kantong plastik cokelat. Menurut Pruss (2005), banyak zat kimia dan bahan
farmasi berbahaya yangdigunakan dalam layanan kesehatan seperti zat yang bersifat
toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar, reaktif, mudah meledak, atau sifat yang
sensitif terhadap guncangan.
5.4 Kenyataan Penanganan Limbah Medis pada Rumah Sakit Dr. Moewardi
1. Proses Pengolahan Limbah Cair di RSU Dr. Moewardi
Limbah cair yang berasal dari pelayanan umum dan medis umum di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta disalurkan melalui bak pengumpul 1 guna pemisahan dengan
sampah (limbah padat) baru kemudian disalurkan ke bak pengumpul 2, sedangkan
limbah cair yang berasal dari ruangan laundry langsung disalurkan melalui bak
pengumpul 2, dan limbah cair yang berasal dari ruangan dapur/ gizi disalurkan
melalui bak penangkap lemak baru kemudian disalurkan ke bak pengumpul 2. Bak
pengumpul 2 merupakan bak utama yang mengumpulkan keseluruhan limbah cair
yang berasal dari berbagai ruangan di rumah sakit, baik ruang pelayanan medis
maupun non medis dan ruangan umum serta seluruh area ruangan di dalam rumah
sakit.
5.5 Kesesuaian Limbah di Rumah Sakit Dr. Moewardi dengan Baku Mutu
Cara pegolahan limbah cair di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilakukan oleh
pihak sanitasi. Hasil limbah cair dari berbagai ruangan langsung dibuang ke IPAL melalui
perpipaan. Pemeliharaan untuk keseluruhan bak, dilaksanakan sesuai dengan pedoman
P2K3RS. Sedangkan sebagian besar kriteria bangunan telah memenuhi syarat sesuai
Kepmenkes RI No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 58/ Men/ LK/
RI/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit seperti pada bak
penangkap lemak, bak penyaring, bak floatasi, bak sedimentasi, bak biodetok, bak
desinfeksi, bak uji hayati dan bak pengering lumpur karena masing-masing bak telah
disertai dengan adanya penutup, bangunannya kedap air, dan aliran airnya lancar. Bak
juga sudah sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 58/ Men/ LK/ RI/ 1995 antara lain bak pengumpul 1 dan
2, bak equalisasi, dan bak kontak desinfeksi sudah dilengkapi dengan penutup bak dan
terdapat alat khusus pengukur debit air. Hasil pemeriksaan limbah olahan di RSUD Dr.
Moewardi sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Jawa
Tengah Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Baku mutu air limbah .
Berikut ini merupakan baku mutu dari air limbah pada fasilitas pelayanan kesehatan:
Gambar 9. Baku Mutu Air Limbah Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014
Sedangkan Kualitas Air Limbah RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah sebagai berikut:
No. Parameter Limbah Cair RSUD Dr. Moewardi
Inlet Outlet
1. Suhu 24 26
2. Ph 7,8 7,4
3. BOD5 24,1 12,6
4. COD 48 24
5. TSS 2 1
6. NH3 bebas 0,05 0,41
7. PO4 7,9 6,8
Sumber: RSUD Dr. Moewardi 2017
Tabel 4. Kualitas Air Limbah RSUD Dr. Moewardi Surakarta
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diberi kesimpulan sebagai berikut:
1. Manajemen Lingkungan yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota
Surakarta untuk menangani limbah cair B3 di Puskesmas Nusukan sudah baik.
Pihak DLH melakukan monitoring dan terjun langsung ke lapangan untuk
memantau pengolahan limbah B3 di Puskesmas Nusukan. Hasilnya berupa
evaluasi yang sangat bermanfaat bagi kemajuan pengelolaan limbah dan
manajemen lingkungan di tingkat puskesmas.
2. Pelaksanaan pengelolaan limbah medis di Puskesmas Nusukan belum memenuhi
standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri LHK No. 56 Tahun 2015.
Beberapa hal yang kurang terpenuhi dengan sempurna antara lain belum
terdapatnya koordinat lokasi pada logo limbah berbahaya yang dipasang pada
ruang penyimpanan limbah, belum dipasangnya mesin pendingin pada ruang
penyimpanan limbah, belum tersedianya APAR dan kran air serta pengemasan
limbah infeksius yang belum memenuhi standar.
3. Pada Puskesmas Nusukan, belum terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
secara mandiri sehingga pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan diserahkan
kepada pihak ketiga yaitu PT. Arah Environmental Indonesia dengan periode
pengangkutan tiap bulan dengan berat limbah 10 kg agar limbah tidak melampaui
baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan aman dibuang ke lingkungan.
4. Pelaksanaan pengelolaan limbah pada RSUD Dr. Moewardi telah memenuhi
syarat sesuai Kepmenkes RI No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Peraturan Menteri LHK No. 56 Tahun
2015 karena telah terdapat bak penangkap lemak, bak penyaring, bak floatasi, bak
sedimentasi, bak biodetok, bak desinfeksi, bak uji hayati dan bak pengering
lumpur karena masing-masing bak telah disertai dengan adanya penutup,
bangunannya kedap air, dan aliran airnya lancar.
6.2 Saran
1. Perlu sosialisasi SOP (Standart Operating Procedure) yang jelas di Puskesmas
Nusukan oleh Kepala Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
2. Pihak Puskesmas perlu meningkatkan pengadaan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan dalam pengelolaan limbah medis seperti peningkatan jumlah
tempat sampah, pengadaan kantong plastik, pengadaan alat pengangkut
limbah berupa gerobak/troli dan melakukan koordinasi dengan petugas yang
menangani limbah medis secara langsung.
3. Pihak sanitasi (sanitarian) perlu mengevaluasi dan memperbaiki prosedur tetap
mengenai pengelolaan limbah medis sehingga petugas perawat dan pengelola
sampah (cleaning service) melaksanakan pengelolaan limbah medis secara
maksimal.
4. Memberikan penyuluhan khusus bagi petugas sanitasi untuk lebih memperhatikan
kesehatan pribadi pada saat kontak langsung dengan IPAL dan perlunya
peggunaan APD sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit akibat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Geumala Meuthia, Agung Putri Harsa Satya Nugraha, Yanna Eka Pratiwi. (2017). Managemen
Kesehatan Lingkungan. Universitas Merdeka Surabaya. Surabaya
Hermiyetti, dan Poetri, A. S. (2010). Analisa Pelaksanaan Audit Lingkungan Atas Pengolahan
Limbah Cair Padat PT. Chevron Pacific Indonesia (Studi Kasus Limbah Air Terproduksi
Lapangan Minas, Propinsi Riau). Jurnal Investasi, 6(2). 124-139.
Justitia, F., Ilmu, J., & Volume, H. (2012). Issn 1978-5186, 6(1), 324–329.
Kaushal, R. K., Varghese, G. K., & Chabukdhara, M. (2016). Municipal Solid Waste
Management in India- Current State and Future Challenges : A Review Municipal Solid
Waste Management in India-Current State and Future Challenges : A Review, (May).
Merina, E. (2004). Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Pada Perusahaan Perikanan
(Suatu Contoh Kajian Kemungkinan Penerapan di PT Indoneptune Net Mfg. Co). Bandung
: Institut Pertanian Bogor.
Pertiwi Vinidia, Joko Tri, dan Dangiran Hanan Lantang. 2017. Evaluasi Pengolahan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(3):420-430
Sari, A. G. (2011). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Serta Upaya Penegakan Hukum
Lingkungan Dalam Perspektif Yuridis Normatif. Jurnal Berkala Universitas Kediri.
Zhu, Q., Cordeiro, J., & Sarkis, J. (2013). Institutional pressures, dynamic capabilities and
environmental management systems: Investigating the ISO 9000 - Environmental
management system implementation linkage. Journal of Environmental Management, 114,
232–242. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2012.10.006
Pertiwi Vinidia, Joko Tri, dan Dangiran Hanan Lanang. 2017. “EVALUASI PENGOLAHAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI RUMAH SAKIT
ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG”. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2017.
5(3):420-
LAMPIRAN
2. Limbah B3 Non-Infeksius
3. Limbah Medis B3
PENAMP
LIMBAH
UNGAN
B3