Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manajemen lingkungan saat ini telah banyak mengalami perubahan
yang cukup berarti terutama dimulai sejak awal 1990an. Penelitian mengenai efek
dan akibat penerapan manajemen lingkungan telah banyak dilakukan terutama sejak
munculnya ISO 14001 di tahun 1996. Penerapan manajemen lingkungan yang baik di
tingkat organisasi terutama akan memberi manfaat pada umumnya 3 elemen: 1. Perli
ndungan lingkungan secara fisik. 2. Membentuk budaya berkelanjutan dalam organis
asi. 3. Menanamkan nilai-nilai moral dan saling kepercayaan antar elemen organis
asi.
B. Rumusan Masalah Makalah ini disusun dengan maksud antara lain memberikan gamb
aran pada apa itu manajemen lingkungan, serta perkembangannya. Makalah ini akan
membahas beberapa permasalahan, antara lain: 1. Definisi manajemen lingkungan. 2
. Aspek lingkungan dan dampak lingkungan. 3. Kebijakan lingkungan dan perkembang
annya. 4. Manajemen lingkungan berbasis kualitas. 5. Pengukuran kualitas manajem
en lingkungan. 6. Peluang dan tantangan manajemen lingkungan. 7. Pengembangan be
rkelanjutan (sustainable development)
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Lingkungan Untuk menjelaskan definisi manajemen lingkungan
, kita lihat definisi manajemen secara umum sebagai berikut : 1. Manajemen menur
ut pengertian Stoner & Wankel (1986) adalah proses
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota org
anisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuantujuan
organisasi yang sudah ditetapkan, 2. Sedangkan menurut Terry (1982) manajemen a
dalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan
, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan ya
ng telah ditetapkan. Masih ada banyak definisi lain, namun pada intinya manajeme
n adalah sekumpulan aktifitas yang disengaja (merencanakan, mengorganisasikan, m
enggerakkan) yang terkait dengan tujuan tertentu. Lingkungan menurut definisi um
um yaitu segala sesuatu disekitar subyek manusia yang terkait dengan aktifitasny
a. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumb
erdaya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktorfaktor tersebut. Ti
tik sentral isu lingkungan adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan bisa diarti
kan sekumpulan aktifitas merencanakan, mengorganisasikan, dan
menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan kebi
jakan lingkungan yang telah ditetapkan. Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek
dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan dan mem
bawa pada implementasi kebijakan lingkungan (BBS 7750, dalam ISO 14001 oleh Stur
m, 1998). Manajemen lingkungan selama ini sebelum adanya ISO 14001 berada dalam
kondisi terpecah-pecah dan tidak memiliki standar tertentu dari satu daerah deng
an daerah lain, dan secara internasional berbeda penerapannya antara negara satu
dengan lainnya. Praktek manajemen lingkungan yang dilakukan secara sistematis,
prosedural, dan dapat diulang disebut dengan sistem manajemen lingkungan (EMS).
Menurut ISO 14001 (ISO 14001, 1996), sistem manajemen lingkungan (EMS) adalah:
2
that part of the overall management system which includes organizational structur
e planning, activities, responsibilities,practices, procedures, processes, and r
esources for developing, implementing, achieving, reviewing, and maintaining the
environmental policy. Jadi disimpulkan bahwa menurut ISO 14001, EMS adalah bagia
n dari sistem manajemen keseluruhan yang berfungsi menjaga dan mencapai sasaran
kebijakan lingkungan. Sehingga EMS memiliki elemen kunci yaitu pernyataan kebija
kan lingkungan dan merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan yang lebih
luas. Berdasarkan cakupannya, terdapat pendapat yang membagi manajemen lingkunga
n dalam 2 macam yaitu: 1. Lingkungan internal yaitu di dalam lingkungan pabrik /
lokasi fasilitas produksi. Yaitu yang termasuk didalamnya kondisi lingkungan ke
rja, dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas kes
ehatan, APD, asuransi pegawai, dll. 2. Lingkungan eksternal yaitu lingkungan di
luar lokasi pabrik / fasilitas produksi. Yaitu segala hal yang dapat menimbulkan
dampak pada lingkungan disekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabr
ik, dan pihak yang mewakilinya (Pemerintah, pelanggan, investor/pemilik). Aktifi
tas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, usaha-usaha pe
nanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian pada keseimbangan ekologis
dan ekosistem di sekitar pabrik, dll. Yang dimaksud dengan lingkungan pada tuli
san ini adalah yang dicakup dalam sistem manajemen lingkungan ISO 14001, yaitu y
ang berkaitan dengan lingkungan internal dan eksternal.
B. Aspek Lingkungan Diantara definisi aspek lingkungan adalah: 1. Aspek lingkung
an adalah elemen dari aktifitas organisasi, produk dan jasa yang dapat berintera
ksi dengan lingkungan. Contoh: konsumsi air, pengeluaran zat beracun ke udara (G
EMI,2001). 2. Elemen dari aktifitas, produk, atau jasa perusahaan yang mengakiba
tkan atau dapat mengakibatkan dampak lingkungan (EPA, 1999). Atau dapat dikataka
n bahwa aspek lingkungan dalam diagram input-output proses produksi adalah semua
elemen yang termasuk dalam non-produk atau by-produk.
3
Contoh kriteria aspek lingkungan dari Acushnet (EPA, 1999): 1. Biaya pembuangan
limbah 2. Dampak pada kesehatan manusia 3. Biaya material 4. Tingkatan toksisita
s 5. Konsumsi energy 6. Dampak pada sumberdaya, seperti buruh 7. Dll. Adapun def
inisi dampak lingkungan adalah : 1. Dampak lingkungan didefinisikan sebagai inte
raksi aktual dengan atau memberi dampak pada lingkungan (EPA, 1999). 2. Adalah s
etiap perubahan pada lingkungan, apakah menguntungkan atau merugikan, secara kes
eluruhan atau sebagian yang diakibatkan dari aktifitas organisasi, produk atau j
asanya. (GEMI, 2001).
Antara aspek dan dampak lingkungan terdapat hubungan sebab-akibat, dimana dampak
lingkungan berasal dari aspek lingkungan, namun aspek lingkungan tidak selalu b
erdampak lingkungan (EPA, 1999). Untuk mengukur aspek dan dampak lingkungan ini
dilakukan bermacam metoda. Salah satunya adalah metoda 6 langkah pemetaan proses
EPA (1999).
C. Kebijakan Lingkungan Dasar dari manajemen lingkungan seperti dijelaskan dalam
definisinya adalah adanya kebijakan lingkungan. Kualitas kebijakan lingkungan t
ergantung pada tinggi rendahnya orientasi. Yang telah dikenal selama ini yaitu o
rientasi kebijakan memenuhi peraturan lingkungan (compliance oriented), dan yang
berusaha melebihi standar peraturan tersebut (beyond compliance).
1. Evolusi kebijakan lingkungan Kebijakan-kebijakan lingkungan yang diadopsi ole
h negara-negara anggota OECD selama 25 tahun terakhir telah menunjukkan evolusi
yang tetap. Awalnya kebijakan difokuskan pada membersihkan polusi yang ada dan m
encoba untuk mengurangi polusi dari sumber titik di titik pembuangannya (ukuran
end-of pipe). Kemudian 4
strategi manajemen berpindah ke arah memodifikasi proses-proses produksi sehingg
a meminimalkan jumlah polusi yang dihasilkan di saat pertama (cleaner production
/ pollution prevention). Sementara masih banyak yang perlu dilakukan untuk meng
hilangkan masalah-masalah lingkungan jangka panjang di negara-negara OECD, dan u
ntuk tetap pada jalur (stay the course) dengan banyak strategi manajemen sebelum
nya, perspektif sustainable development yang telah diadopsi di Konferensi Rio (1
992), merangsang langkah lebih jauh menuju kebijakan berfokus pada pencegahan po
lusi, integrasi perhatian lingkungan dalam keputusan ekonomi dan sektoral, dan k
erjasama internasional (OECD, Environmenal Performance Reviews, 1997). Kebijakan
lingkungan pada awalnya selalu mengambil sikap reaktif, yaitu mengantisipasi da
mpak merugikan, yang dihasilkan dari suatu aktifitas kegiatan manusia. Ketika pe
ndekatan ini dirasa kurang menguntungkan terutama dari segi perkembangan ilmu li
ngkungan dekade terakhir ini (seperti menurunkan daya inovasi dan mengesampingka
n kegiatan pengelolaan lingkungan itu sendiri), kemudian beralih menjadi pendeka
tan lebih proaktif dalam menangani masalah lingkungan. Dalam hal ini fokus perha
tian pakar lingkungan adalah pada aspek yang menimbulkan dampak lingkungan, yang
menjadi pertanyaan adalah dalam hal apa dan bagaimana aspek lingkungan perusaha
an berperan atau diberdayakan. Sedikit mengenai perpindahan paradigma seperti di
lukiskan Ferron berikut ini. Di Amerika Serikat, fokus dominan adalah pada pemen
uhan dengan polusi end-of-pipe. Hal ini tidak menyediakan dasar kompetitif bagi
inovasi teknologi masa depan. Sebenarnya, terdapat kasus bahwa pendekatan ini pa
da perlindungan lingkungan telah mencapai puncak dan sekarang menghambat kreatif
itas teknologi di manajemen sektor swasta pada isu-isu lingkungan (Ferron dalam
Marcus et.al. (ed.),1997). Manajemen lingkungan menurut orientasi kebijakannya s
ecara umum dapat dibagi 2 yaitu manajemen berorientasi pemenuhan (regulation com
pliance) dan orientasi setelah pemenuhan (beyond compliance) (Marcus et.al., 199
7): a. Berorientasi pemenuhan (regulation compliance). Kebijakan ini merupakan a
wal pemikiran manajemen lingkungan di perusahaan. Berangkat dari murni pemikiran
akan akibat yang ditimbulkan aktifitas perusahaan jangan sampai merugikan keber
langsungan bisnis perusahaan yaitu dengan menaati peraturan pemerintah semaksima
l mungkin untuk menghindari 5
penalti denda lingkungan, klaim dari masyarakat sekitar, dll. Memakai metoda rea
ktif, ad-hoc, dan pendekatan end-of-pipe (menanggulangi masalah polusi dan limba
h pada hasil akhirnya, seperti lewat penyaring udara, teknologi pengolah air lim
bah, dll). b. Berorientasi setelah pemenuhan (beyond compliance). Berangkat dari
pemikiran bahwa cara tradisional menangani isu lingkungan dalam cara reaktif, a
dhoc, pendekatan end-of-pipe- telah terbukti tidak efisien. Seiring kompetisi ya
ng semakin meningkat dalam pasar global yang semakin berkembang, hukum lingkunga
n dan peraturan menerapkan standar baru bagi sektor bisnis diseluruh bagian duni
a. Terdapat pendapat bahwa kinerja lingkungan yang baik tidak hanya masalah huku
m dan moral. Mengurangi polusi berarti juga peningkatan efisiensi dan menghabisk
an lebih sedikit sumberdaya. Kondisi kesehatan dan keselamatan yang baik sehingg
a tenaga kerja dapat lebih produktif. Sesuai dengan perkembangan pemahaman manaj
emen lingkungan, orientasi setelah pemenuhan juga bermacam tahapnya, namun umumn
ya bermuara pada tahap pencapaian kondisi pengembangan berkelanjutan (sustainabl
e development) sekaligus integrasi bisnis lingkungan dalam konsep 'triple bottom
line', sesuai prinsip yang dinyatakan dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992. U
ntuk melangkah 'beyond compliance' umumnya perusahaan mengambil pendekatan kebij
akan proaktif untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, atau mulai menjalankan perangk
at manajemen atau system tertentu yang lebih baik. Perangkat manajemen lingkunga
n terdiri dari bermacam jenis dan cakupannya antara lain Env. Accounting (EA), D
fE, LCA, PP, dll. Perbedaan perangkat manajemen lingkungan dengan sistem manajem
en lingkungan adalah perangkat adalah salah satu bagian sistem sesuai tujuan sys
tem tersebut, sedangkan sistem merupakan bentuk integrasi bermacam perangkat lin
gkungan yang digunakan. Sedangkan sistem lingkungan proaktif yang mulai dikenal
salah satunya adalah pendekatan Total Quality Environmental Management (TQEM; GE
MI, 1994). Pendekatan ini terutama dikenal karena menjadi jalan menuju tahap 'su
stainable development/growth'
(pembangunan/pertumbuhan berkelanjutan), yang dianggap sementara kalangan kondis
i ideal.
6
Ada bermacam alasan mengapa kondisi 'sustainable development' tidak langsung men
jadi tujuan perusahaan yang ingin bergerak setelah pemenuhan, antara lain sepert
i dikemukakan Sammalisto (2001) sebagai berikut : "Jika kita mengasumsikan tujua
n lingkungan akhir bagi perusahaan adalah pengembangan berkelanjutan (sustainabl
e development) di semua operasi perusahaan, kita harus peduli pada fakt a bahwa
adalah tidak mungkin bagi perusahaan untuk mencapai tujuan berkelanjutan tersebu
t dalam masyarakat non-sustainable dan jika hanya sedikit perusahaan mulai berpi
kir tentang pentingnya kondisi lingkungan setelah EMS atau ISO (beyond EMS). Seh
ingga langkah paling logis dan efektif yang dapat dilakukan perusahaan sebagai s
alah seorang pelaku dalam masyarakat adalah melakukan langkah integrasi kebijaka
n lingkungan dalam bisnisnya dengan prinsip kualitas" Perbedaan orientasi kebija
kan lingkungan tersebut saat ini telah diteliti oleh Brown (1996), Hedborg (1996
), dan Hillary (2000), masing-masing di Australia, Swedia, dan Inggris. Dari has
il penelitian tersebut, mereka membagi praktek manajemen lingkungan ke dalam ber
bagai tingkatan mulai dari yang minimalis, hanya bertujuan memenuhi peraturan sa
mpai yang berwawasan kedepan melebihi apa yang dituntut dari segi peraturan menu
ju penerapan kualitas total dan pengembangan / pertumbuhan berkelanjutan (sustai
nable development / growth). Dalam penelitian mereka ISO 14001 ditemukan sebagai
pembentuk sistem yang mewadahi macammacam orientasi kebijakan lingkungan terseb
ut. Namun orientasi kebijakan ini harus dilihat secara menyeluruh, dan tidak pad
a pendekatan isu lingkungan tunggal. Akan terdapat pendekatan yang berbeda karen
a satu perusahaan dapat bersikap reaktif, antisipatif, atau proaktif pada isu-is
u lingkungan yang berbeda tergantung pada sentralitasnya pada bisnis, masyarakat
, minat penegak hukum, dll. (Hillary, 2000). Orientasi kebijakan perusahaan dala
m mengimplementasikan ISO 14001 dibedakan dalam 5 tingkatan dari sudut kedekatan
nya dengan prinsip TQEM yaitu : a. Pendekatan reaktif. Mereka mempersepsikan dam
pak lingkungan mereka marjinal sehingga tidak perlu diperhatikan. Mereka tidak a
kan mencari sertifikat selain karena keperluan pelanggan, yang mana akan sangat
terbatas. EMS tidak digunakan sepenuhnya, dan kecenderungan perusahaan ini menge
mbangkan menuju TQEM sangat minimal. Perubahan dalam perusahaan ini dilakukan de
ngan pemenuhan standar minimum dan karena itu disebut minimalis. b. Pendekatan k
oaktif. Mereka mensertifikasi kerja lingkungan terdokumentasi mereka dan merasa
puas dengan komitmen minimum pada pemenuhan hukum dan 7
keperluan pemenuhan lainnya. EMS diimplementasikan dengan cara 'mengecek item da
lam standar' dan tetap sebagai fail dokumen, yang diperbaharui bila dianggap per
lu. Ciri yang lain adalah pelatihan lingkungan sebagian besar terdiri dari infor
masi pada masalah lingkungan (lokal, regional, dan global) yang lebih dominan da
ripada pelatihan menggunakan alat bagi karyawan untuk beraksi dalam pekerjaan se
hari-hari. Perusahaan tidak melihat implementasi EMS sebagai proses belajar, yan
g mana berarti bahwa sistem ini tidak digunakan secara optimum, namun lebih cend
erung untuk mampu menunjukkan sertifikat. Namun perusahaan yang mengimplementasi
EMS dengan pendekatan ini juga ditemukan mendapatkan peningkatan pesat dalam ak
tifitas lingkungan mereka. Oleh sebab itu sangat mungkin diharapkan perusahaan s
emacam ini untuk mengembangkan pemikiran mereka lebih jauh dari koaktif menuju o
rientasi-proses. c. Pendekatan convert ('dipaksa' ISO, dan menuju TQEM) melangka
h setelah tingkat pendekatan koaktif. Perusahaan ini 'dipaksa' sertifikasi pada
standar EMS, mereka berkonversi selama proses, melihat manfaatnya dan bergerak m
enuju TQEM. Mereka bersesuaian dengan perusahaan yang memulai sebagai koaktif da
n bergerak melewati pendekatan berorientasi proses menjadi commited (Brown et.al
.,1996). d. Pendekatan berorientasi proses (process oriented). Jika visi lingkun
gan diimplantasikan dalam perusahaan berorientasi proses, kemungkinan
mengembangkan komitmen menuju TQEM menjadi sangat mungkin. Bagi mereka sistem st
andarisasi hanya alat untuk mencapai sasaran lain bagi pengembangan perusahaan.
Staf dalam perusahaan ini cenderung telah dilibatkan karena mereka dapat mempeng
aruhi pekerjaan mereka sendiri dan mendapat informasi bagi keseluruhan perusahaa
n, yang mana akan memberi mereka perasaan berada dalam keluarga perusahaan. e. P
endekatan commited (pandangan kualitas lebih lebar atau sukarela EMS dan TQEM) d
alam penelitian di Australia, yaitu ketika perusahaan melihat standar sebagai ca
ra untuk memperbaiki operasi bisnis. Motif bagi implementasi dalam pendekatan in
i sebagian besar internal dengan sistem terstandarisasi sebagai alat dalam prose
s. Pendekatan ini berfokus pada aspek proses 'soft' dari usaha kualitas dan memp
unyai potensi untuk mengembangkan lebih jauh menuju TQEM, meskipun banyak konsep
TQEM tidak terartikulasi di dalamnya dan mungkin perusahaan tetap tidak menyada
rinya. 8
Perbedaan tingkat orientasi kebijakan perusahaan dalam mengimplementasi sistem m
anajemen lingkungan (ISO 14001) berdasarkan prinsip TQEM juga dikemukakan oleh G
lobal Environmental Management Initiatives (GEMI) dengan mengemukakan 4 fase per
kembangan menuju TQEM yaitu (GEMI, 1994): a. Tingkat 1 Orientasi pemenuhan. Peru
sahaan mempunyai kebijakan pemenuhan peraturan. Pada tingkat awal pengembangan,
tujuan utama manajemen lingkungan adalah mencapai pemenuhan dengan kebutuhan kes
ehatan, keselamatan, dan lingkungan yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah d
an perundangan. b. Tingkat 2 Orientasi pengembangan sistem dan implementasi. Tah
ap ini ditandai oleh pengembangan dan implementasi EMS formal. Sistem formal ter
sebut menyediakan metoda pemenuhan manajemen dan juga memfasilitas usaha perusah
aan untuk mencapai kinerja lingkungan beyond compliance (setelah pemenuhan perat
uran), untuk memenuhi tuntutan kebijakan perusahaan lebih komprehensif. menawark
an Sistem ini juga mengidentifikasi peluang-peluang keuangan yang dengan pengemb
alian investasi lingkungan atau
memperhatikan biaya dan manfaat. c. Tingkat 3 Orientasi integrasi ke dalam fungs
i bisnis. Perusahaan telah mempunyai sistem formal untuk mengintegrasikan perhat
ian manajemen lingkungan kedalam fungsi manajemennya dan bisnis umum yang dilaku
kan secara teratur. Perhatian dan informasi lingkungan digabungkan ke dalam semu
a fungsi perencanaan bisnis yang relevan, termasuk kebijakan perusahaan, anggara
n modal, perancangan produk, pengembangan manufaktur, disposisi, strategi pemasa
ran, pembuatan keputusan, implementasi program dan pelaporan. Perhatian pada lin
gkungan meliputi dampak lingkungan langsung maupun tak langsung pada produk, ope
rasi, dan jasa, yang dikembangkan setelah pemenuhan peraturan. d. Tingkat 4 Orie
ntasi pendekatan kualitas total. Pada tingkat tertinggi, integrasi EMS diaplikas
ikan pada operasi secara global, dan secara terus-menerus dievaluasi bagi peluan
g-peluang perbaikan. Perbaikan diimplementasikan menggunakan teknologi terkini d
an praktek-praktek manajemen terbaik jika memungkinkan. Terdapat metoda untuk se
cara terus-menerus memperbaiki pengetahuan perusahaan dan mencegah atau menguran
gi potensi dampak lingkungan merugikan karena operasinya. Seluruh fase siklus hi
dup produk,
9
operasi, dan jasa dievaluasi dalam sistem usaha ini, termasuk efek langsung maup
un tak langsung pada lingkungan.
Perangkat pendukung manajemen lingkungan berfokus aset fisik untuk meningkatkan
kualitas manajemen lingkungan dan melangkah 'beyond compliance', yang sudah dike
nal dan banyak digunakan antara lain : a. Berorientasi pada proses produksi : ya
ng cukup dikenal adalah Produksi Bersih (Cleaner Production / Pollution Preventi
on), dan Eko-efisiensi (UNEP, 1998). b. Berorientasi pada produk akhir: seperti
Penanganan Siklus Hidup (Life Cycle Assessment / LCA), dan Perancangan bagi Ling
kungan (Design for Environment), c. Usaha integrasi ke bahasa keuangan: metode A
kuntansi Lingkungan
(Environmental Accounting) bersama-sama Pembiayaan Berbasis Aktifitas (Activity
Based Costing / ABC) (EPA, 1998). 2. Green Wall Effect Banyak pemimpin lingkunga
n dan ahli strategi lingkungan perusahaan menemukan dalam pekerjaannya yang dise
but efek Green Wall (Shelton dalam Piasecki et.al. (1999), yaitu titik dimana ke
seluruhan organisasi menolak untuk maju kedepan dengan program manajemen lingkun
gan strategisnya, dan inisiatif lingkungan berhenti mati di jalurnya, seperti me
nabrak dinding. Gejala menabrak Green Wall antara lain keputusan negatif atau me
nurun karena kurangnya dukungan manajemen bagi konsep dan program manajemen ling
kungan; program lingkungan, kesehatan, dan keselamatan (EH&S) yang terasa kurang
fokus, dan ketidak mampuan untuk menunjukkan pada fungsi bagian lain di organis
asi, tingkat pengembalian yang menarik pada investasi (ROI) dari program program
lingkungan yang akan dijalankan. Akibat efek Green Wall antara lain : a. Progra
m lingkungan terasing dari program-program lain di perusahaan b. Program lingkun
gan sering dipinggirkan atau dianggap sebagai program terakhir, tidak dipriorita
skan c. Pola kerjasama bidang lingkungan dengan bidang-bidang lainnya sering ber
jalan sendiri-sendiri, tidak menunjukkan keterkaitan yang erat. d. Pertimbangan
bidang lingkungan jarang dimasukkan sebagai saran pertimbangan kebijakan perusah
aan. 10
Penyebab efek Green Wall antara lain : a. Sebagai akibat penerapan kebijakan lin
gkungan satu arah yaitu penekanan pada memenuhi aspek peraturan lingkungan, seba
gai konsekuensi strategi end-ofpipe. b. Bagian lingkungan kurang mampu mengkomunik
asikan tugas-tugas dan menunjukkan hasil pekerjaannya dalam bahasa yang dimenger
ti elemen bisnis lain di perusahaan (bahasa lingkungan vs bahasa bisnis). c. Kur
angnya pemahaman elemen organisasi lain pada fungsi bagian lingkungan dan tugas-
tugasnya di perusahaan, selain sebagai penjaga peraturan. d. Orientasi jangka pend
ek, pada pemenuhan peraturan Pemerintah, dalam arah strategi kebijakan lingkunga
n perusahaan.
Untuk mengatasi atau meminimalkan efek Green Wall ini, ahli strategi lingkungan
menyarankan bentuk integrasi manajemen lingkungan kedalam strategi bisnis, dalam
bentuk mendukung core competence perusahaan, memasukkan pertimbangan lingkungan k
edalam fungsi bisnis utama perusahaan (pemasaran, produksi, pembelian, garis ran
tai suplai), dan merubah cara pandang aspek lingkungan sebagai senjata peluang m
embuka celah pasar yang baru, yang mengarah pada bentuk manajemen lingkungan int
eraktif. (Shelton dalam Piasecki et.al., 1999).
3. Kebijakan Lingkungan dan Pasar Bebas James E.Rogers (Marcus et.al., 1997, p.9
) menyatakan bahwa pasar bebas baik bagi aspek lingkungan karena: a. Pasar yang
kompetitif menginginkan efisiensi, memaksa produsen mengurangi limbah b. Pasar b
ebas didorong konsumen, konsumen menginginkan tanggung jawab lingkungan c. Pasar
bebas menyediakan model dan dasar bagi peraturan lingkungan yang efektif biaya.
Ada 2 pendekatan karakteristik kepemimpinan lingkungan: beyond command and cont
rol dan beyond compliance. Dari sudut pandang perusahaan, keberhasilan beyond co
mmand and control adalah menyeimbangkan peraturan lingkungan yang merefleksikan
pemikiran terbaik saat ini, yang mendorong inovasi.
11
Michael Porter dari Harvard Business School menyatakan bahwa peraturan lingkunga
n tidak akan melanggar daya saing / competitiveness, malah jadi sumber persainga
n. Kurangnya standar lingkungan punya efek sama dengan hambatan perdagangan (pro
tective trade barrier) akan menyebabkan perusahaan domestik tertinggal dalam inov
asi dan efisiensi. Kemampuan memenuhi standar lingkungan yang ketat menjadi prod
uk yang bisa diexport. Contohnya perusahaan listrik AS telah mampu mengoperasika
n fasilitas di negara lain dengan keunggulan standar lingkungan. (Marcus et.al.,
1997). Peraturan lingkungan agar efektif harus berfokus pada kinerja daripada k
eperluan hardware tertentu; jadi peraturan lingkungan harus: a. Memungkinkan per
usahaan memenuhi standar lewat P2 daripada kontrol end-ofpipe. b. Menggunakan me
kanisme berbasis pasar yang memotivasi perusahaan untuk memenuhi tujuan-tujuan l
ingkungan dengan biaya minimal c. Mendirikan tujuan dan memberikan perusahaan pe
luang untuk mencapai tujuan tersebut lewat usaha sukarela Dari sudut pandang per
usahaan, kuncinya beyond compliance? terdapat kecenderungan bahwaperusahaan mult
inasional akan mendirikan operasinya di negara dengan peraturan lingkungan lebih
ketat. Ciri pendekatan beyond compliance: a. Komitmen perusahaan b. Pelaporan d
an pengukuran kinerja lingkungan c. Pencegahan polusi dan minimasi limbah d. Pel
atihan dan tanggungjawab karyawan e. Pengurusan lingkungan 4. Struktur Organisas
i Penanggung Jawab Kebijakan Lingkungan Perusahaan yang tidak memberikan priorit
as yang tinggi terhadap praktek manajemen lingkungan tidak akan mengorganisasika
n dalam cara y ang sama dengan perusahaan yang memberikan prioritas tinggi pada
program-program lingkungan. Bagaimana perusahaan mengorganisasi dan menstrukturk
an manajemen lingkungan berpengaruh pada evaluasi keseluruhan sistem manajemen l
ingkungan perusahaan.
12
Struktur organisasi adalah spesifik masing-masing perusahaan, namun secara umum
tanggungjawab pengelolaan lingkungan eksternal berada pada bagian antara lain (H
eidenmark, 1999) : a. Tanggungjawab direktur pemasaran/CEO berimplikasi bahwa ha
nya direktur pemasaran/CEO yang bertanggungjawab pada isu lingkungan eksternal.
Pada beberapa kasus, CEO menunjuk seseorang yang bertanggung jawab pada masalah
pemeliharaan dan pemurnian dan sistem pengolahan yang telah ada. Tingkat manajem
en lingkungan tergantung pada sampai sejauh mana komitmen direktur pemasaran pad
a isu lingkungan. Struktur ini adalah struktur tradisional dari perkembangan kep
edulian lingkungan awal di dunia industri. b. Tanggungjawab departemen perawatan
. Tanggungjawab bagi isu-isu lingkungan didelegasikan pada seseorang diluar gari
s produksi; seringkali staf perawatan. Karyawan bertanggungjawab pada penghilang
an emisi dari sumber-sumber yang tak dapat dia pengaruhi. Dalam prakteknya hanya
solusi filter (end of pipe, kontrol polusi) adalah solusi yang mungkin bagi ben
tuk organisasi ini. Dari perspektif lingkungan, bentuk organisasi ini tidak meng
arah pada ukuran manajemen lingkungan konkrit, dengan pengecualian yang mungkin
dari pembuangan limbah. Struktur ini perkembangan lebih lanjut dari kepedulian l
ingkungan tingkat pertama / tradisional. Di Swedia dalam penelitian 1998 jarang
ditemukan pada perusahaan menengah besar, dibanding tahun 1991. c. Tanggungjawab
manajer produksi. Manajer produksi bertanggungjawab pada isuisu lingkungan.ekst
ernal. Tergantung pada tingkatan ambisi perusahaan, dan minat manajer produksi,
mereka mungkin meminta pertolongan dari pihak lain dalam organisasi untuk mengur
angi dampak lingkungan. Tipe organisasi ini mungkin adalah tipe paling efisien d
ari perusahaan menengah kecil yang tidak mampu menyewa seseorang untuk bekerja p
enuh menangani isu lingkungan perusahaan. Manajer produksi mempunyai kesempatan
untuk menangani masalah di sumbernya dan mengambil ukuran seketika. d. Divisi li
ngkungan, kesehatan dan keselamatan (environment, health, & safety). Manajemen l
ingkungan eksternal berada dalam tanggungjawab bagian organisasi kesehatan dan k
eselamatan yang ada. Bagian yang bertanggungjawab adalah manajer yang berada dal
am komite keselamatan dan kesehatan, atau teknisi keselamatan. Bagian ini sering
kali mempunyai pengetahuan penanganan bahan
13
kimia yang baik, namun jarang punya pengaruh pada produksi dan karenanya mempuny
ai kesulitan membawa perubahan. e. Tanggungjawab manajer lini produksi / line ma
nager (dengan dibantu staf). Tanggungjawab mencapai dan menjaga sasaran perusaha
an meliputi produksi, kualitas, tingkat emisi, dll., yang tergantung pada manaje
r lini produksi. Perusahaan seringkali menambahkan koordinator lingkungan pada s
tafnya. Karyawan ini tidak punya kontrol langsung pada emisi, namun punya porsi
manajemen lingkungan dalam perusahaan dan berhubungan dengan otoritas pemerintah
, mengumpulkan informasi, koordinasi proses pengembangan proyek, administrasi da
n pendidikan manajemen lingkungan, dll. Jika manajer operasi dan koordinator lin
gkungan sukses berkolaborasi, hasilnya akan sangat baik bagi organisasi. f. Tang
gungjawab manajer lini produksi / operasi. Tipe organisasi ini adalah kelanjutan
dari tipe yang disebutkan sebelumnya. Perbedaan termasuk distribusi tanggungjaw
ab yang lebih teliti, dan system metodologi pengumpulan data. Tren perusahaan me
nengah besar di Swedia agaknya menuju ke arah ini,
5. Manajemen Lingkungan Perusahaan Praktek manajemen lingkungan perusahaan dituj
ukan agar menyatu dengan praktek manajemen bisnis umum, seperti telah dinyatakan
oleh ISO 14001. Praktek manajemen lingkungan perusahaan sendiri perkembangannya
banyak diinspirasikan oleh evaluasi implementasi ISO 14001. Seperti saat ini ba
nyak bermunculan unit-unit belajar di perguruan tinggi seluruh dunia yang khusus
mempelajari Corporate Environmental Management, seperti di MIT, Harvard Univers
ity, Lund University, dan berbagai kampus ternama lainnya. Alasan manajemen ling
kungan banyak dipelajari adalah karena perkembangan keilmuan manajemen lingkunga
n yang dianggap banyak kalangan akademisi ternyata sangat penting dalam ikut men
entukan perkembangan bisnis dunia dimasa mendatang. Aspek manajemen lingkungan y
ang berfokus fisik seperti definisi lingkungan secara tradisional, ternyata berp
engaruh pula secara non-fisik dalam hal moralitas dan aspek modal spiritual manu
sia pelakunya. Pertanyaan yang terkait dengan ini adalah: Bukankah manajemen lin
gkungan berfokus pada fisik dalam bentuk perlindungan lingkungan? Lalu apa hubun
gannya dengan aspek non-fisik?
14
Memang praktek manajemen lingkungan selama ini berfokus pada perlindungan lingku
ngan dan memang berakar dari sasaran fisik lingkungan tersebut. Namun pada prakt
eknya, pada perusahaan yang telah mengimplementasikan ISO 14001, bila melakukann
ya dengan baik, akan ditanggapi karyawan dengan lebih banyak menyebutkan dampak
intangible-nya yaitu peningkatan motivasi kerja (karena keamanan dan keselamatan
kerja diperhatikan perusahaan), peningkatan kepercayaan karyawan terhadap kebij
akan yang ditempuh manajemen, peningkatan citra perusahaan dikalangan karyawan,
dst. (Hillary, 2000; Purwanto, 2002). Aspek-aspek peningkatan citra dan kepastia
n kelangsungan bisnis inilah yang juga menjadi sebab utama banyak perusahaan men
cari sertifikasi ISO 14001, dan memang terbukti berpengaruh demikian. Jadi prakt
ek manajemen lingkungan yang baik akan selalu terkait dengan aspek intangible mi
salnya citra perusahaan dan kepercayaan karyawan. Dalam hal lain justru inilah y
ang diperlukan bila perusahaan dituntut untuk menjadi sistem organisasi belajar
(learning organization) yang diperlukan sistem perusahaan era informasi masa dep
an. Bila kita mengenal perangkat manajemen lingkungannya yang berfokus mengelola
aset fisik beyond compliance seperti adalah LCA, PP, DfE, Env.Acc., Ecoefficien
cy, dll. Maka dengan menerapkan program dan perangkat peduli lingkungan seperti
diatas, dampak tidak langsungnya akan berupa pemberdayaan aset virtual seperti:
a. Training kompetensi SDM lingkungan terkait dengan upaya inovatif Pencegahan P
olusi menuju Sustainable Development lewat Manajemen Lingkungan Terintegrasi, b.
Pemberdayaan karyawan (lewat alokasi tanggung jawab dan otoritas keputusan), c.
Upaya peningkatan ketrampilan dan kompetensi pengawasan lingkungan, d. Pengharg
aan pada kebersihan, keteraturan, kedisiplinan, e. Upaya mengasah inovasi produk
dan proses ramah lingkungan, lewat komunikasi yang erat dengan interested parti
es Praktek perlakuan terhadap karyawan yang lebih baik terbukti terjadi setelah
perusahaan mendapat ISO 14001 (menurut hasil penelitian dengan ukurannya perseps
i karyawan). Hal ini akan sangat menguntungkan bila perusahaan mampu melihatnya
sebagai peluang pemberdayaan karyawan. (Purwanto, 2002). Gambaran pengaruh manaj
emen lingkungan bila diterapkan di 3 jenis perusahaan; (a) Jasa; (b) Investasi k
euangan; (c) Manufaktur. 15
a.
Jasa Contohnya hotel --> aktifitas terkait jasa kepuasan konsumen yang menginap
di hotel tersebut Pengaruh penerapan manajemen lingkungan yang baik: 1) Fisik --
> dampak lingkungan kecil: a) limbah cair rumah tangga b) energy c) limbah dapur
d) dst. 2) Virtual --> manajemen lingkungan bisa menimbulkan kebetahan dari pel
anggan terhadap suasana ramah lingkungan, suasana dekat dengan alam, mendorong k
esatuan dengan alam lewat keteraturan, disiplin, dan pelayanan yang tulus dari k
aryawan hotel.
Sasaran lingkungan dapat meliputi: a) meminimalkan dampak lingkungan b) kenyaman
an lingkungan pada tamu c) moral yang tinggi dari karyawan hotel bisa tercermin
dan dirasakan tamu (seperti kepercayaan, keteraturan, disiplin, customer oriente
d services).
b. Keuangan / investasi Aktifitas manajemen lingkungan terkait dengan jasa kepua
san konsumen --> besar dana, ketepatan pembayaran, konsultan finansial, dst. Ter
kait langsung dengan tingkat kepercayaan antara institusi pemodalan dan pelangga
n. Tindakan mengawasi permodalan untuk tindakan melindungi lingkungan dan perhat
ian pada karyawan akan membuahkan rasa Saling percaya (mutual trust) antara mana
jemen dan karyawan. Kebutuhan karyawan tersebut bisa dari segi keselamatan dan k
esehatan kerja, kenyamanan dan keamanan kerja. Di Jepang bahkan termasuk masalah
keluarga, suami / istri, anak, juga diperhatikan oleh atasannya di perusahaan.
Bila manajemen ingin karyawan lebih berprestasi, kembali ke prinsip inner-outer
--> upaya harus dari pembenahan diri sendiri dulu menunjukkan prestasi, baru dis
ebarkan keluar (prinsip inner-outer Covey(1997), dan manajemen kalbu Aa Gym).
16
Tingkat kepercayaan (saling percaya) antara karyawan dan manajemen juga dapat di
tingkatkan lewat kesadaran karyawan bahwa upaya manajemen adalah termasuk memper
hatikan generasi mendatang termasuk anak-anak mereka lewat upaya perlindungan li
ngkungan. Terbukti dalam penelitian sebelumnya, bila pihak manajemen mempraktekk
an hal ini dan disadari karyawan, maka tingkat kepercayaan karyawan semakin besa
r. (Purwanto, 2002). Sasaran lingkungan: 1) fisik --> meminimalkan dampak lingku
ngan --> operasional dan perawatan gedung, penggunaan dana untuk merusak lingkun
gan baik langsung maupun tak langsung 2) virtual --> membangun rasa saling perca
ya bila perusahaan mengetahui penggunaan dana untuk tujuan melindungi lingkungan
, teratur, disiplin, meningkatkan motivasi kerja karyawan. Konsumen lingkungan a
dalah juga dikenal sebagai interested parties, minimal 5 aktor: pelanggan, karya
wan, Pemerintah, investor, masyarakat. lingkungan keuangan bila dikaitkan dengan
konsumen
c. Manufaktur Bila menggunakan pertimbangan siklus hidup akan membawa pada pengu
rusan produk / product stewardship yang melibatkan peran serta dari masyarakat d
an interested parties lebih besar, dan peningkatan imej perusahaan dapat efektif
dilakukan. Sasaran lingkungannya: 1) fisik --> meminimalkan dampak lingkungan l
ewat PP, DfE, Product Stewardship, dst., meminimalkan dampak kesehatan dan kesel
amatan pekerja. 2) virtual --> meningkatkan motivasi kerja, keteraturan, kedisip
linan, dan kepercayaan karyawan dan interested parties terhadap apa yang dilakuk
an perusahaan. Imej bisa diarahkan pada pembentukan celah pasar / segmen pasar b
aru.
17
D. Manajemen Lingkungan Berbasis Kualitas 1. Definisi ISO 8402 (1986) mendefinis
ikan kualitas sebagai : totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang
bersandar pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau diimp
likasikan. Manajemen lingkungan berbasis kualitas, atau sering kita sebut Total
Quality Environmental Management (TQEM), sesuai dengan definisi diatas adalah pr
aktek manajemen lingkungan yang mampu memberikan nilai tambah pada produk atau j
asa akhir perusahaan, yang sesuai dengan keinginan konsumen lingkungan.
2.
TQEM TQEM dapat didefinisikan sebagai : a. Identifikasi, pengkajian, dan perbaik
an terus-menerus atribut-atribut lingkungan yang berkontribusi pada kualitas tot
al dari produk dan operasi perusahaan. (Fiksel, 1996, p.41). b. Cara pemikiran s
istem lingkungan lebih holistik, melalui pengambilan tanggungjawab lingkungan di
seluruh rantai operasi-operasi bisnis (Sammalisto, 2001). TQEM berangkat dari pa
ndangan bahwa limbah atau polusi dapat dilihat sebagai inefisiensi atau kecacata
n di dalam proses yang berakibat rendahnya kinerja lingkungan perusahaan. Perang
kat dan filosofi Total Quality Management (TQM) dapat digunakan untuk memperbaik
i kinerja lingkungan dengan menghilangkan limbah atau mengurangi dampaknya. Apli
kasi perangkat ini dan filosofinya untuk memperbaiki kinerja lingkungan dikenal
sebagai Total Quality Environmental Management (TQEM). TQEM pertama kali diluncu
rkan oleh Global Environment Management Initiatives (GEMI, suatu asosiasi lebih
dari 30 perusahaan besar dunia yang menitik beratkan pada kerjasama dalam bidang
pengelolaan lingkungan di perusahaan, 2000), di tahun 1993, yang idenya sebagia
n diinspirasikan dari keberhasilan TQM di awal tahun 1990an. TQEM secara umum ad
alah sistem pengelolaan lingkungan dengan menerapkan prinsip-prinsip kualitas to
tal. Prinsip kualitas yang dimaksud adalah: a. Fokus pada pelanggan. b. Perbaika
n terus-menerus. c. Kerja tim 18
d. Sistem manajemen. Perangkat TQEM identik dengan yang digunakan dalam setiap p
rogram TQM, meliputi perangkat Statistical Process Control (SPC) 7 tools (Pareto
Chart, Diagram cause and effect, control chart, dll). Dalam program TQEM setiap
perangkat berfungsi dengan kegunaan yang berbeda. Ketika digunakan dikombinasik
an dengan lainnya, perangkat itu berfungsi: a. Mengidentifikasi peluang pencegah
an polusi b. Menentukan kemungkinan penyebab polusi c. Mendirikan tingkat polusi
yang diharapkan dari proses, dan d. Merencanakan aksi mencegah polusi tersebut
TQEM menyarankan kesulitan lingkungan dikomunikasikan melalui
perwakilan di masyarakat. Banyak perusahaan yakin bahwa begitu mereka membangun
hubungan yang kuat dengan perwakilan masyarakat, secara tidak langsung akan memb
eri nilai pada organisasi dengan mengurangi biaya pemenuhan dan meningkatkan day
a saingnya. Cara pandang holistik kualitas terhadap lingkungan adalah cara meman
dang masalah lingkungan secara lebih luas, dengan mengkaji semua aktor yang berm
ain didalamnya (seperti prinsip 5M; manusia, material, mesin, metoda, modal), un
tuk memastikan bahwa organisasi memenuhi atau mendekati keinginan kebutuhan ling
kungan dari interested parties. Fokus konsumen dan perbaikan terus-menerus biasa
nya dicapai dengan kerja tim (teamwork), kolaborasi antara grup yang berbeda dal
am organisasi, melewati batasan sub-unit (untuk mendapat manfaat bagi keseluruha
n organisasi dibandingkan sekedar sub-optimalisasi) dengan konsumen, dan dengan
bagian lain yang berkepentingan (sinergi; Sammalisto, 2001). 3. Perbedaan EMS /
ISO 14001 dan TQEM Standar ISO 14001 disusun dengan tujuan menyediakan pendekata
n terstruktur untuk mengelola kualitas dan lingkungan, untuk menjamin produk dan
jasa yang memenuhi kebutuhan bagi kualitas atau menjaga kebijakan lingkungan (O
llila A., 1995). Filosofi TQEM menurut Oliver (1996), pada dasarnya serupa denga
n konsep TQM yaitu memenuhi harapan konsumen. Namun TQEM mengidentifikasi dan me
masukkan 5 golongan konsumen lingkungan dalam definisi pelanggannya. Prinsip uta
ma TQEM adalah pencapaian manajemen sumberdaya berkelanjutan secara efektif deng
an mentransformasikannya ke dalam organisasi belajar (learning organization). 19
Karena itu pendekatan TQEM secara radikal berlainan dari sisi pendekatan sistem,
yaitu merubah fokus organisasi dari menuruti peraturan atau pandangan pemegang
saham, menuju ke budaya proaktif mengelola sumberdaya bagi kepentingan masyaraka
t. Perbedaan EMS dan TQEM antara lain (Oliver J., 1996): a. EMS menolong organis
asi untuk secara sukarela mengintegrasikan praktek lingkungan ke dalam sistem op
erasi mereka. Batasan pengaruh EMS lebih kecil daripada TQEM karena cenderung me
mpunyai keperluan terstruktur bagi hanya kinerja lingkungan dengan integrasi yan
g kecil dengan dimensi kemasyarakatan lainnya. Dalam bentuk yang sekarang, EMS h
anya menuntut perbaikan terusmenerus pada tujuan dan sasaran lingkungan setelah
memasukkan pertimbangan terhadap peraturan, dampak yang dipunyai produk terhadap
lingkungan, tujuan organisasi, dan pandangan pihak lain yang relevan (lihat Gam
bar 8). b. Filosofi TQEM satu sinergi dengan TQM yaitu prinsip-prinsipnya dikemb
angkan untuk mencapai manajemen sumberdaya berkelanjutan untuk memastikan memenu
hi kebutuhan masyarakat, baik sekarang dan dimasa depan. Hal ini dicapai dengan
lebih mempromosikan komitmen 'pengembangan berkelanjutan' daripada pemenuhan per
aturan spesifik tertentu. c. TQEM bukan perangkat (tool) namun filosofi manajeme
n radikal yang mana organisasi perlu mempertimbangkan kinerja sosial, ekonomi, d
an lingkungan untuk menciptakan budaya perbaikan terus-menerus secara intra dan
antar komunitas belajar. d. Baik TQEM maupun EMS sama-sama mengarah pada isu-isu
lingkungan. Namun pendekatan TQEM pada dasarnya berbeda karena menantang prinsi
p-prinsip organisasi, terutama yang berhubungan dengan tanggungjawab sosial. Kar
ena itu, TQEM dengan pandangan holistiknya: memenuhi kebutuhan masyarakat, memerl
ukan struktur baru, dari bawah keatas bagi terjadinya proses belajar inovatif. Da
lam jangka menengah dan jangka panjang, TQEM akan mempunyai pengaruh yang lebih
besar pada sustainable development' karena pendekatan filosofi dan dimensi kemasy
arakatannya yang lebih tinggi.
20
4. Pengukuran Kualitas Manajemen Lingkungan Manajemen lingkungan berbasis berkua
litas seperti telah dijelaskan diatas adalah sistem pengelolaan yang bertujuan m
emuaskan harapan dan keinginan para konsumennya (dalam arti luas; 5 golongan kon
sumen lingkungan). Konsep total dimaksudkan mengacu pada usaha memaksimalkan ket
erkaitan semua bagian sistem proses operasional untuk memuaskan keinginan konsum
en keseluruhan. Untuk mengukur sejauh mana pencapaian kualitas manajemen lingkun
gan, para ahli lingkungan menyarankan menggunakan perangkat antara lain dengan m
elakukan perbandingan (benchmarking) dengan perusahaan lain atau 'gap-analysis'
pada standar kualitas manajemen lingkungan tertentu seperti: a. Standar peratura
n lokal dan internal perusahaan mengenai lingkungan. Audit lingkungan mengenai i
ni dikenal sebagai audit pemenuhan (compliance audit) dan audit sistem manajemen
. b. Standar internasional dan regional seperti ISO 14000 dan EMAS (EMS khusus
negara-negara Eropa). Terutama bertujuan agar EMS perusahaan sejalan dengan mode
l yang diakui secara internasional dan sesuai dengan sistem manajemen lingkungan
internasional. Audit lingkungan yang terkait dengan ini dikenal sebagai audit s
istem manajemen (management system audit) dan audit pemenuhan (compliance audit)
(Willig, 1995). c. Standar regional atau sekelompok perusahaan berfokus hal yan
g disepakati bersama, seperti TQEM, dan sustainable development. Terutama bertuj
uan perbaikan lebih jauh dalam implementasi system manajemen lingkungan menuju s
asaran tertentu. Contohnya antara lain matriks penerapan TQM European Quality Aw
ard, Environmental Self-Assessment Program (ESAP) GEMI, dan matriks penerapan TQ
EM CGLI. Proses memastikannya dengan management system audit (Willig, 1995).
a. Gap analysis / Self-Assessment Metoda gap analysis adalah metoda untuk mencar
i kesesuaian kondisi dan situasi aktual perusahaan dengan kondisi yang digambark
an dalam suatu standar tertentu. Tujuannya adalah untuk menilai apa yang telah d
ilakukan perusahaan dibandingkan dengan bentuk pola kondisi penerapan tertentu m
enuju system tujuan, misalnya kualitas atau 'green company'. Metoda gap analysis
ini sudah sering digunakan kalangan peneliti dan auditor internal terutama dala
m proses 21
awal mengkaji kesesuaian dengan standar tertentu seperti ISO 14001 atau standar
lain. Self assessment pada prinsipnya sama dengan Perbedaan antara gap analysis
/ self assessment dengan audit adalah bila audit dilakukan untuk mencari kesesua
ian yang dikatakan dengan yang dilakukan, maka evaluasi diri adalah membandingka
n apa yang dilakukan dengan pola tindakan tertentu yang menjadi ukuran, untuk me
ncari kesenjangan.
b.
Audit Lingkungan Audit ditafsirkan bermacam-macam oleh beragam orang untuk berba
gai kepentingan. Definisi yang paling terbatas adalah proses periodik dimana per
usahaan mendokumentasikan bahwa perusahaan melakukan apa yang dikatakan dilakuka
nnya (documents that it is doing what it says it's doing)(Wells, Willig (ed), 19
95, h.13). Terdapat 2 macam audit lingkungan yaitu : 1) Audit pemenuhan (complia
nce audit), adalah pola audit yang umum dikenal perusahaan. Biasanya dilakukan s
aat proses implementasi ISO 14001, yaitu untuk memastikan perusahaan memenuhi ke
butuhan peraturan yang berkaitan dalam bidangnya. Audit pemenuhan menyediakan me
kanisme bagi manajemen untuk mendapatkan penghargaan obyektif dari kinerja
perusahaaan dalam memenuhi keperluan peraturan sebelum pelanggaran menjadi subye
k aksi peraturan. 2) Audit sistem manajemen berfokus pada keseluruhan struktur m
anajemen. Untuk memahaminya kita lihat ilustrasi di Gambar 9 (dalam konteks Eval
uasi Kinerja Lingkungan / EPE). Audit system manajemen berupaya menjawab bagian
Proses / prosedur, yaitu apakah organisasi telah mempunyai proses dan prosedur y
ang diperlukan dan telah dilakukannya. Audit sistem manajemen mempunyai tiga keg
unaan kunci : 1) Indikator kinerja leading, tidak seperti pengukuran Lingkungan
Hasil dan Pengukuran Kepuasan Konsumen, audit sistem manajemen adalah indikator
kinerja leading. Audit ini penting untuk mencegah akibat tiba-tiba dan tak teren
cana dengan konsekuensi gawat. 2) Alat diagnostik, kegunaan kedua adalah sebagai
alat diagnostik. Ketika hasil lingkungan atau kepuasan konsumen tidak memenuhi
kebutuhan, kita harus melihat sistem manajemen untuk mengidentifikasi akar penye
bab kinerja 22
tersebut. Apakah ada prosedur yang dapat diperbaiki? Audit sistem manajemen dapa
t sebagai alat yang efektif untuk mengidentifikasi akar penyebab kesenjangan kin
erja lingkungan. 3) Benchmark sistem manajemen. Karena perubahan yang begitu cep
at, perusahaan sering memastikan mereka berada pada jalur menuju proses 'bestin-
class'.
E. Peluang dan Tantangan Manajemen Lingkungan 1. Strategi Perusahaan Menghadapi
Perubahan Setiap orang tidak dapat membayangkan dan mengetahui dengan pasti apa
yang akan terjadi di masa mendatang. Banyak usaha untuk meramalkan masa itu, tet
api opini yang dibuat masing-masing sangat besar perbedaannya sehingga sulit unt
uk mempercayainya. Beberapa karakteristik umum dapat digambarkan dengan melihat
prediksi paling populer. Survey Manufaktur Masa Depan tahun 1992 oleh Kim dan Mi
ller (Rolstadas, 1995) di AS menghasilkan gambaran antisipasi manajer mengenai p
erubahan dalam lingkungan bisnis (dalampersentase responden yang menyebutkan mas
alah ini) : a. Bertambahnya kompetisi pasar dan kerjasama global (37%) b. Lebih
berfokus pada harapan konsumen untuk mutu dan waktu (24%) c. Perubahan alamiah t
enaga kerja: tugas, perilaku, harapan, dan kemampuan mereka (19%) d. Bertambahny
a perhatian dan peraturan untuk masalah lingkungan (13%) e. Berkurangnya atau ti
dak tumbuhnya pasar domestik (12%) f. Perubahan teknologi yang pesat dan siklus
hidup produk (produk life cycle) yang lebih pendek (10%) g. Bertambahnya tingkat
persaingan (9%) h. Informasi yang tersedia lebih cepat dengan cakupan yang lebi
h luas (6%)
Gambaran mengenai prediksi situasi masa depan yang dapat dijadikan pertimbangan
bagi penentuan arah kebijakan strategi perusahaan, termasuk bidang lingkungan, a
ntara lain (Mahayana, 1998) : a. b. Masa penyusutan (downsizing) besar organisas
i Organisasi lebih ramping (lean) dan datar (flat)
c. Organisasi lebih bersih (clean) 23
d. Masa maraknya paham 'sustainable development', pengembangan / pertumbuhan den
gan visi berkelanjutan. e. Tuntutan konsumen diberbagai wilayah akan produk green
sangat tinggi. f. Segi teknologi, masa penggunaan IT sangat intens dan tinggi, h
ampir semua data tersedia dalam bentuk digital. g. Persaingan antar perusahaan s
angat kuat, sebagai imbas sangat luasnya saluran informasi mengenai, produk dan
jasa. h. Budaya yang dianut organisasi adalah budaya informasi, banyak keputusan
didasarkan keakuratan dan kecepatan informasi. i. 'Borderless competitiveness'
dimana persaingan terjadi tanpa dibatasi sekat negara dan wilayah.
Yang menarik adalah bagi kalangan pebisnis Jepang, faktor kompetisi terpenting a
dalah keandalan produk disusul penyerahan produk tersebut yang terpercaya mutuny
a, sedangkan di Eropa dan AS, factor kompetisi lebih dipandang pada kesesuaian m
utu produk baru disusul penyerahan produk yang terpercaya mutunya. Untuk mengant
isipasi perubahan tersebut, jalan yang ditempuh perusahaan yang hendak bertahan
dalam persaingan global antara lain dengan berusaha memperoleh pengakuan atas si
stem yang dikelolanya secara internasional agar produk mereka tetap diterima dan
diakui pasar sebagai produk yang bermutu dan sistem yang dijalankan telah mempe
rhatikan standar internasional. ISO 14000 sejak diluncurkan tahun 1996, mengikut
i kesuksesan peluncuran ISO 9000 telah menjadi acuan di banyak negara dalam meng
ukur tingkat kesadaran dalam pengelolaan lingkungan di suatu perusahaan. Selain
itu telah menjadi syarat di beberapa wilayah dalam penerapan kebijakan perdagang
annya. Melihat gambaran perubahan masa depan diatas yang memerlukan bentuk perus
ahaan yang mampu beradaptasi secara cepat, dibutuhkan bentuk perusahaan yang mam
pu belajar dengan cepat. Karena itu bentuk organisasi belajar (learning organiza
tion) merupakan pilihan yang relevan untuk menjawab tantangan semacam ini. Ini s
esuai dengan tuntutan era bisnis masa depan yang dikenal pula sebagai era ekonom
i pengetahuan. Jalur informasi yang semakin terbuka dan tanpa batas memungkinkan
perkembangan infomasi dan pengetahuan aktor bisnis semakin cepat. Batasan fisik
24
sudah semakin berkurang, seiring tuntutan pelanggan yang semakin besar. Untuk me
ngantisipasinya perusahaan banyak berpaling pada bentuk mengelola asset nonfisik
dari manusia yaitu pengetahuannya. Ini tentu masuk akal karena yang dibutuhkan
dan bernilai bagi perusahaan dalam diri manusia adalah pengetahuannya karena per
an fisik sudah banyak diambil alih teknologi pembantu aktifitas manusia. Sehingg
a timbul faham mengelola bisnis dalam cara lain yang disebut manajemen pengetahu
an (knowledge management; Pojasek, 2001). Uraiannya sebagai berikut. Mengelola P
engetahuan (knowledge management) adalah upaya mengelola modal virtual yang dimi
liki para anggota organisasi (termasuk pengalaman, ketrampilan, data, dan inform
asi), sehingga tujuan organisasi dapat terwujud. Perspektif kerangka kerja ini a
dalah memandang semua prosesproses organisasional sebagai proses pengetahuan. Ka
ryawan dijelaskan sebagai pekerja pengetahuan yang ditugaskan menyaring isi dan
meningkatkan nilai proses pengetahuan dalam organisasi. Semua karyawan dapat men
gkomunikasikan isi yang bernilai karena mereka berbagi konteks organisasional ya
ng sama. (Pojasek, 2001). Knowledge Management (KM) adalah kerangka kerja yang s
ekarang banyak dipakai organisasi untuk menerjemahkan isi / content kedalam nila
i pemegang saham (Pojasek, 2001). KM adalah bentuk yang sesuai dengan era ekonom
i pengetahuan di abad informasi mendatang. (Baca KM dariwww.sveiby.com). Paham i
ni tumbuh syaratnya ditunjang arus informasi yang diberi fasilitas sangat tinggi
/ difasilitasi sangat baik oleh perusahaan, dan dilandasi semangat moral kerjas
ama, kepercayaan, dan sinergi yang tinggi pula. Contoh organisasi KM antara lain
konsultan manajemen, IT, perusahaan yang mengandalkan jasa IT, dsb. (spt. Micro
soft, IBM, Intel, Arthur Andersen Consulting, dsb.) 2. Perubahan paradigma strat
egi lingkungan perusahaan Sekarang ini, manajer lingkungan jarang berpikir bahwa
mereka sebagai pemimpin teknologi dalam area produk dan proses. Inti tantangan
bagi semua manajer adalah untuk memposisikan perusahaan sehingga dapat memperbai
ki, berinovasi, dan menciptakan nilai pada produk atau jasa. Karena lingkungan d
itakdirkan untuk bermain dengan peran yang meningkat berpusat pada proses, manaj
er lingkungan harus berpikir peran baru mereka (Ferron dalam Marcus et.al. (ed.)
, 1997, p.80). Dari sisi perkembangan manajemen lingkungan sendiri, manajemen
lingkungan sebagai bagian dari praktek manajemen bisnis keseluruhan dituntut unt
uk bersikap proaktif dalam mendukung aktifitas bisnis perusahaan. Aktifitas bisn
is hanya memiliki 2 fungsi dasar yaitu pemasaran dan inovasi (Drucker). Sehingga
inovasi dan pemasaran harus menjadi bagian dari manajemen lingkungan bila tidak
ingin tersingkir dari pertimbangan bisnis.Inovasi lingkungan
25
termasuk tidak hanya teknologi baru, namun juga sistem manajemen baru yang mungk
in dipandang remeh oleh manajer lingkungan dengan perspektif tradisional. Inovas
i lingkungan sekarang mulai menunjukkan arah dalam perancangan produk baru (DFE,
penggunaan energi dan material lebih efisien), proses manufakturing baru (manuf
akturing sadar lingkungan), pendekatan baru pada akunting (eco-accounting), pema
saran produk dalam cara baru (pemasaran green and clean), dan inisiatif manajeme
n baru ISO 14001 dan TQEM. (Sammalisto, 2001). Inovasi lingkungan selalu berfoku
s meningkatkan nilai tambah pada pemilik saham. Bentuknya dapat berfokus proses
disebut inovasi proses produksi, dan lainnya berfokus inovasi pemasaran, bertuju
an meningkatkan nilai lingkungan pada produk dalam persepsi pelanggan. Sehingga
pelanggan mau member nilai lebih pada produk yang ditawarkan dan berpeluang menc
iptakan pangsa pasar tersendiri (GEMI,2001). Untuk melangkah berfokus proses, pr
ofesional lingkungan perlu
mempertimbangkan 5 langkahlangkah dasar berikut: a. Fokus ke core-competence, vi
si dan misi perusahaan secara keseluruhan. b. Fokus ke proses. Ke penyebab masal
ah lingkungan dan limbah, dengan pertolongan perangkat kualitas TQEM. c. Fokus k
e nilai tambah lingkungan. Mengetahui nilai tambah lingkungan. Pertanyaan dasar:
apa yang dapat diberikan aspek-aspek lingkungan sebagai nilai tambah pada pemeg
ang saham perusahaan? d. Menyusun optimalisasi nilai tambah yang dapat dilakukan
dalam bentuk strategi lingkungan perusahaan. e. Komunikasi hasilnya secara efek
tif dengan menggunakan sebanyak mungkin bahasa moneter dan kuantifikasi aspek ku
alitatif. Keseluruhan pilihan manajemen lingkungan beyond compliance apakah inov
asi proses atau pemasaran, terangkum dalam strategi manajemen lingkungan perusah
aan. Perumusan strategi manajemen lingkungan tersebut memerlukan perubahan orien
tasi pemikiran menuju beyond compliance. Perubahan paradigma kebijakan lingkunga
n tersebut dinyatakan secara lebih jelas oleh Lynn Johannson : 'Sesuai dengan pe
rkembangan teknologi, terdapat perubahan cara pandang dalam perumusan kebijakan
lingkungan dan implementasinya di perusahaan, yang terutama dipicu setelah adany
a ISO 14000 di pertengahan 1990an, di Amerika dan Eropa' (Johannson dalam Marcus
et.al.(ed), 1997, p.22). 26
Dikaitkan dengan munculnya ISO 14001 ditahun 1996, dapat ditarik kesimpulan bahw
a dengan adanya ISO 14001 telah mendorong perubahan orientasi pengelolaan lingku
ngan di perusahaan seluruh dunia. Dari mulai pemenuhan sampai membuka jalan menu
ju beyond compliance. Kesimpulan pergeseran peran profesional lingkungan (GEMI,
1998) adalah: a. Peran professional lingkungan perusahaan bergeser dari spesiali
s teknis menjadi konsultan lintas fungsional, pengoptimal proses, dan pemecah ma
salah bisnis (business problem solver). Memfokuskan pada nilai bisnis dari siste
m manajemen lingkungan menjadi prioritas tinggi bagi para professional lingkunga
n. b. Perubahan kenyataan bisnis telah merubah fokus departemen lingkungan dari
mengelola konsekuensi menjadi mengelola sumberdaya c. Terdapat tanda2x terjadi p
ergeseran sikap tersebut. Eksekutif dari perusahaan besar telah semakin meningka
t berbicara mengenai nilai strategis dan operasional dari aktifitas lingkungan.
Vernon R.Loucks Jr, CEO Baxter International Inc. menyatakan : Di Baxter, kita te
lah menemukan bahwa program lingkungan perusahaan seperti pada area kesehatan da
n keselamatan (E H&S), menghasilkan manfaat keuangan penting. Pengalaman kita me
nghasilkan argumen bottom-line bagi perilaku perusahaan yang bertanggungjawab se
cara EH&S, yang juga dapat dilakukan bahkan oleh perusahaan yang belum mempunyai
kebijakan EH&S sebagai prioritas. Contohnya inisiatif lingkungan Baxter pada 7
tahun terakhir telah menghasilkan penghematan lebih dari $100 juta. d. Dalam seja
rahnya banyak eksekutif percaya bahwa aktifitas lingkungan hanya punya pengaruh
sedikit pada kinerja keuangan perusahaan kecuali di industri beresiko tinggi. e.
Apakah keuntungan dari aktifitas lingkungan perusahaan berakibat pada perbaikan
keuntungan dan peningkatan harga saham? Dari survey penelitian di 300 perusahaa
n publik oleh ICF Kaiser ditemukan bahwa mereka yang memperbaiki sistem manajeme
n lingkungannya mengalami peningkatan harga saham sebesar 5%. (Stanley et.al., 1
996). Studi lain menunjukkan bahwa portofolio diversifikasi perusahaan-perusahaa
n Eco-eficient rata-rata dapat diharapkan melebihi
kompetitor less efficient antara 240 dan 290 basis point pertahun. (Kiernan et.a
l., 1997) f. Terdapat korelasi positif antara kinerja lingkungan dan kinerja keu
angan. Banyak pakar keuangan percaya bahwa manajemen lingkungan proaktif menyedi
akan 27
indikator memimpin bagi praktek2x manajemen umum yang baik dalam perusahaan. Per
usahaan yang secara sistematis berusaha mengoptimalkan efisiensi sumberdayanya d
an meminimalkan limbah sering mengintegrasikan aktifitas lingkungan ke dalam pro
ses-proses bisnis inti dan berfokus pada perbaikan terusmenerus.
3. Pandangan Integrasi Lingkungan - Bisnis Integrasi lingkungan bisnis didefinis
ikan sebagai koordinasi manajemen lingkungan dengan fungsifungsibisnis yang lain
seperti proses manufaktur, pembelian, dan pemasaran (Haveman et.al., 1999). Pad
a prakteknya adalah memasukkan
pertimbangan lingkungan ke dalam proses pengambilan keputusan fungsi bisnis lain
, seperti proses produksi manufaktur dan pembelian material, dengan memperhatika
n kemampulabaan dan core-competence perusahaan. Fungsi ini adalah perkembangan d
ari cara pandang manajemen lingkungan lama yang hanya sekedar meminimalkan perta
nggungan lingkungan dan resiko lingkungan. Dengan begitu diharapkan aspek lingku
ngan juga akan mempunyai nilai tambah dalam aktivitas bisnis perusahaan. Apa yan
g menghambat integrasi bisnis? studi oleh konsultan Arthur D.Little terhadap eks
ekutif EH&S (Environment Health & Safety) di Amerika tahun 1995, dan laporan Ste
ven A. Melnyk tahun 1996, menyebutkan (Piasecki, 1999) : a. Terdapatnya budaya E
H&S yang terpisah dengan budaya perusahaan b. Kurangnya penerimaan isu-isu EH&S
oleh staf bisnis perusahaan c. Banyak manajer bisnis kurang mengerti kegunaan gre
en manufacturing, komponennya dan dampaknya pada kinerja perusahaan. Hubungan ant
ara green manufacturing dan ukuran kinerja bisnis umum --seperti biaya, kualitas,
lead time, fleksibilitas-- kurang dimengerti. Terdapat 2 tingkatan integrasi bis
nis (Haveman et.al., 1999): a. Melibatkan kepedulian karyawan dan akuntabilitas
pada isu-isu lingkungan, manajer bisnis diasumsikan ikut bertanggung jawab menca
pai tujuan lingkungan, seperti memenuhi peraturan, mengurangi pengeluaran limbah
beracun,
meningkatkan efisiensi penggunaan material. Program lingkungan seperti pencegaha
n polusi penting sukses di tahap ini. Elemen-elemen penting pada tingkatan ini a
ntara lain: 1) Mendapatkan komitmen manajemen senior 28
2) Penataan tujuan (goal-setting), memberi penjelasan harapan spesifik dan ukura
n kemajuan 3) Keterlibatan dan tanggungjawab karyawan, mengurangi hambatan
organisasional dan meningkatkan komitmen 4) Ukuran kinerja, memberikan kejelasan
pada karyawan hasil usaha 5) Pembiayaan lingkungan, meyakinkan bahwa manajer bi
snis membuat keputusan dengan informasi yang lengkap b. Integrasi aktual pertimb
angan lingkungan ke dalam sistem bisnis dan proses utama, melibatkan memasukkan
pertimbangan lingkungan kedalam sistem bisnis dan disain proses, sehingga perbai
kan lingkungan terjadi hampir secara alami. Akhirnya tingkatan ini mengurangi ke
tergantungan pada program-program dan strategi perlindungan lingkungan terpisah
seperti pencegahan polusi, juga fungsifungsi EH&S lainnya. Aturan umumnya antara
lain: 1) Mendefinisikan kembali isu-isu manajemen lingkungan sebagai isu-isu pe
nggunaan material. Perusahaan belajar melihat bahan sisa dan limbah sebagai isu
penggunaan material yang tidak efektif. 2) Mengarahkan isu-isu lingkungan dengan
tujuan bisnis kunci. Berarti pemikiran kembali dan perancangan ulang tujuan bis
nis untuk
mengakomodasi tujuan lingkungan 3) Merancang secara konsisten kedalam sistem man
ajemen. Isu kuncinya adalah meyakinkan perbaikan lingkungan sesuai / compatible
dengan tujuan manajemen lain.
Dari pengalaman perusahaan manufaktur SC Johnson (Haveman et.al., 1999), sukses
perusahaan mengintegrasikan lingkungan dapat diarahkan lebih pada ketrampilannya
memasukkan pertimbangan lingkungan dalam pemasaran (sebagai core-competencenya)
daripada di manufakturing. Riset pasar dan analisanya, pengembangan produk, dan
manajemen produk adalah tulang punggung perusahaan dan punya pengaruh besar dal
am pembuatan keputusan perusahaan. Staf lingkungan menyadari usaha integrasi yan
g sukses harus berhubungan dengan fungsi-fungsi bisnis inti ini. Bagi integrasi
bisnis yang sukses, staf lingkungan harus mendemonstrasikan nilai tambah dari me
masukkan isu lingkungan diantara tujuan bisnis yang ada.
29
F. Pengembangan Berkelanjutan (Sustainable Development) Sebenarnya tidak ada def
inisi secara global bagi Sustainable Development (SD) saat ini. Juga cenderung t
idak akan ada definisi global mengenai konsep-konsep ini, karena konteks sustain
abilitas berbeda-beda diseluruh dunia. Masalah definisi dasar seperti ini seharu
snya tidak digunakan sebagai dalih untuk tidak melakukan proses kerja sustainabi
litas, karena perbedaan-perbedaan kecil tidak mempengaruhi semua implikasi prakt
is. Titik awal dari pembahasan ini adalah definisi yang digunakan komisi Brundtl
and. Pengembangan berkelanjutan (sustainable development, sering diterjemahkan p
embangunan bila berbicara dalam konteks negara) seperti didefinisikan oleh Unite
d Nations Commision on Environment and Development (UNCED) atau komisi Brundtlan
d, adalah : 'meeting the basic needs of all the world's people today without com
promising the ability of future generations to meet their needs'. (GEMI, 1998).
Definisi lain: adalah suatu kondisi kemajuan industri yang memenuhi kebutuhan ma
sa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebut
uhannya (Fiksel, 1996, p.4). Kondisi ini diasumsikan dicapai setelah terlebih du
lu pertimbangan aspek lingkungan telah terikat erat dengan kegiatan bisnis utama
perusahaan, menjadi sistem organisasi belajar, dimana proses perbaikan dan penc
arian kesempurnaan berlangsung secara otomatis terus menerus, didasarkan filosof
i kualitas total yaitu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Alan AtKisson
dalam Believing Cassandra (2000) menyatakan bahwa pengembangan tidak sama dengan
pertumbuhan. Terutama jika pertumbuhan berarti peningkatan ever-increasing throu
gh-put of stuff. Gerakan ke arah kehidupan berkelanjutan akan memerlukan ketrampi
lan dan fasilitas pasar (dan menyediakan potensi menghasilkan keuntungan yang ti
nggi). Untuk bergerak kedepan perlu secara efektif menyadari bahwa : 1. Krisis p
enggunaan berlebihan sumberdaya telah terjadi dan nyata dan menunjukkan jumlah p
eningkatan dari waktu ke waktu 2. Terdapat tren sistematis jangka panjang dan ba
hkan aksi yang kuat dan seketika tidak cukup untuk mencegah konsekuensi serius d
i dekade mendatang atau abad mendatang. Terdapat resiko nyata system yang ada ak
an runtuh, namun terdapat alasan untuk optimis bahwa hal itu dapat dihindari dan
pembangunan dapat terus berlanjut jika kita melakukan hal-hal tertentu.
30
3.
Solusi hidup yang mudah --mengurangi kebutuhan kita dan beralih dari teknologi d
an pasar tertentu-- tidak punya harapan untuk sukses, terutama dengan kenyataan ba
hwa sejumlah besar masyarakat dunia ketiga telah teraspirasi pada kenyamanan gay
a hidup barat.
4. Solusi terletak lebih kepada mengarahkan kembali pasar menuju cara berkelanju
tan dalam memproduksi kebutuhan kita, menggunakan teknologi yang secara luas tel
ah tersedia, dan pendekatan pada aspek produksi, distribusi, dan pemasaran yang
telah diaplikasikan secara sukses --dan sangat menguntungkan-- oleh organisasi-o
rganisasi tertentu (perusahaan yang tidak memproduksi limbah). Untuk keluar dari
keruntuhan sistem alami global, diperlukan ide yang adalah visioner dan mengunt
ungkan, solusi yang dapat dilaksanakan seseorang yang mementingkan orang lain da
n juga pelaku kapitalis. Sumber harapan yang juga peluang bisnis, investasi yang
juga bermuatan idealis. Dan itu semua terangkum dalam kata 'berkelanjutan' (sus
tainable). (AtKisson, 2000).
Lebih jauh AtKisson menyebutkan tujuh prinsip pengembangan berkelanjutan: 1. Ber
pikir jangka panjang 2. Mengerti sistem dan dinamikanya 3. Mengenali batas-batas
. Pertumbuhan eksponensial telah membawa kita dekat pada atau melebihi batasbata
s alami. 4. Melindungi alam, yang telah menyediakan jumlah tak ternilai pelayana
n secara gratis (pelayanan yang tak tergantikan) 5. Mentransformasi bisnis 'doin
g it as usual' seperti saat ini, dimana saat ini masih sangat sedikit yang telah
dikerjakan masyarakat industri. Yaitu apa yang kita kerjakan seharusnya berkela
njutan dan masuk akal secara ekonomi. 6. Berlaku adil. Bila kita berlaku adil pa
da alam, pada sesama, dan pada generasi mendatang, berkelanjutan akan terjadi se
cara otomatis. 7. Mengembangkan kreatifitas. Berkelanjutan perlu perubahan yang
besar, kita perlu menjadi inovatif, kreatif, dan senang bermain, slogan kemanusi
aan yang masih berlaku hingga saat ini, yaitu pertumbuhan atau mati, dirubah mulai
sekarang dan seterusnya adalah Menjadi kreatif atau jatuh.
31
Mengerti difusi inovasi adalah kritis dalam menyebarkan konsep dan praktek berke
lanjutan. Strateginya tidak rumit, temukan agen perubahan dan bekerja melalui me
reka. Perlu mengerti sistem untuk membuat perubahan terasa mudah dengan menguran
gi persepsi biaya perubahan. Untuk berubah dari cara non-berkelanjutan pada hidu
p dan bekerja berkelanjutan tidak berarti pengurangan bisnis. Hal ini memerlukan
usaha ekonomi berpotensi untung --contohnya adalah penggantian kendaraan berbah
an bakar fosil dengan kendaraan ditenagai sel hidrogen-- yang terutama memerluka
n perubahan arah pemikiran. Dari sudut pandang perusahaan, tahap Sustainable Dev
elopment tersebut menurut Ranganathan (1998) dapat dicapai dengan memfokuskan se
cara seimbang 3 pilar prinsip kebijakan manajemen perusahaan, yaitu: ekonomi, li
ngkungan, dan sosial. Ketiga hal ini disebut triple bottom line oleh para ahli man
ajemen lingkungan (Ranganathan, 1999). Sehingga peran ideal bagi para manajer pr
ofesional perusahaan, termasuk profesional lingkungan adalah yang mampu mengopti
malkan dan menjaga keseimbangan antara ketiga pilar tersebut.
32
BAB III PENUTUP Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi
manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan dan membawa pada implementasi k
ebijakan lingkungan. Aspek lingkungan adalah elemen dari aktifitas organisasi, p
roduk dan jasa yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Contoh: konsumsi air,
pengeluaran zat beracun ke udara Adapun dampak lingkungan adalah setiap perubaha
n pada lingkungan, apakah menguntungkan atau merugikan, secara keseluruhan atau
sebagian yang diakibatkan dari aktifitas organisasi, produk atau jasanya. Dasar
dari manajemen lingkungan seperti dijelaskan dalam definisinya adalah adanya keb
ijakan lingkungan. Kualitas kebijakan lingkungan tergantung pada tinggi rendahny
a orientasi. Yang telah dikenal selama ini yaitu orientasi kebijakan memenuhi pe
raturan lingkungan (compliance oriented), dan yang berusaha melebihi standar per
aturan tersebut (beyond compliance). Perkembangan kebijakan lingkungan mengalami
perubahan-perubahan diantaranya berawal dari; (tingkat 1) orientasi pemenuhan;
(tingkat 2) orientasi pengembangan sistem dan implementasi; (tingkat 3) orientas
i integrasi ke dalam fungsi bisnis; dan (tingkat 4) orientasi pendekatan kualita
s total. Manajemen lingkungan menurut orientasi kebijakannya secara umum dapat d
ibagi 2 yaitu manajemen berorientasi pemenuhan (regulation compliance) dan orien
tasi setelah pemenuhan (beyond compliance). Manajemen lingkungan berbasis kualit
as, atau sering kita sebut Total Quality Environmental Management (TQEM), adalah
praktek manajemen lingkungan yang mampu memberikan nilai tambah pada produk ata
u jasa akhir perusahaan, yang sesuai dengan keinginan konsumen lingkungan. Untuk
mengukur sejauh mana pencapaian kualitas manajemen lingkungan, para ahli lingku
ngan menyarankan menggunakan perangkat antara lain dengan melakukan
perbandingan (benchmarking) dengan perusahaan lain atau 'gap-analysis' pada stan
dar kualitas manajemen lingkungan Gambaran mengenai prediksi situasi masa depan
yang dapat dijadikan pertimbangan bagi penentuan arah kebijakan strategi perusah
aan, termasuk bidang lingkungan, antara lain (Mahayana, 1998) : 1) Masa penyusut
an (downsizing) besar organisasi 2) Organisasi lebih ramping (lean) dan datar (f
lat) 3) Organisasi lebih bersih (clean) 33
4) Masa maraknya paham 'sustainable development', pengembangan / pertumbuhan den
gan visi berkelanjutan. 5) Tuntutan konsumen diberbagai wilayah akan produk green
sangat tinggi. 6) Segi teknologi, masa penggunaan IT sangat intens dan tinggi, h
ampir semua data tersedia dalam bentuk digital. 7) Persaingan antar perusahaan s
angat kuat, sebagai imbas sangat luasnya saluran informasi mengenai, produk dan
jasa. 8) Budaya yang dianut organisasi adalah budaya informasi, banyak keputusan
didasarkan keakuratan dan kecepatan informasi. 9) 'Borderless competitiveness'
dimana persaingan terjadi tanpa dibatasi sekat negara dan wilayah. Untuk mengant
isipasi perubahan tersebut, jalan yang ditempuh perusahaan yang hendak bertahan
dalam persaingan global antara lain dengan berusaha memperoleh pengakuan atas si
stem yang dikelolanya secara internasional agar produk mereka tetap diterima dan
diakui pasar sebagai produk yang bermutu dan sistem yang dijalankan telah mempe
rhatikan standar internasional. ISO 14000 sejak diluncurkan tahun 1996, mengikut
i kesuksesan peluncuran ISO 9000 telah menjadi acuan di banyak negara dalam meng
ukur tingkat kesadaran dalam pengelolaan lingkungan di suatu perusahaan. Selain
itu telah menjadi syarat di beberapa wilayah dalam penerapan kebijakan perdagang
annya. Definisi Pengembangan Berkelanjutan (Sustainable Development) adalah suat
u kondisi kemajuan industri yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorba
nkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengembangan
berkelanjutan dapat dicapai dengan memfokuskan secara seimbang 3 pilar prinsip k
ebijakan manajemen perusahaan, yaitu: ekonomi, lingkungan, dan sosial.
34
DAFTAR PUSTAKA AtKisson, Alan, Believing Cassandra: an Optimist look at a Pessim
ist World, Chelsea Green Publishing Co., Vermont, USA, 2000 Brown, Alan, Ton, va
n der Wiele, A typology of approaches to ISO certification and TQM, Australian J
ournal of Management, 21, 1, 57-73, 1996 Covey, Stephen, 7 Habit of Highly Effec
tive People, 1997 Fiksel, J., Design for Environment: Creating Eco-efficient Pro
ducts and Process, McGrawHill, USA, 1996 Global Environmental Management Initiat
ives, Environmental Self-Assessment Program, GEMI, Washington DC, 1994 Global En
vironmental Management Initiatives, Environmental Value to Business, GEMI, Washi
ngton DC, 1998 Global Environmental Management Initiatives, Environment Value to
The Top Line, GEMI, Washington DC, 2001 Hardjono, T.W., Ten Have, S., Ten Have,
W.D., The European Way to Excellenc: How 35 European Manufacturing, Public & Se
rvices Organization Made Use of Quality Management, Directorate-General III Indu
stry & European Commission, 1996 Haveman, Mark; Dorfman, Mark, Breaking Down the
Green Wall: Early Efforts at Integrating Business and Environment at SC Johnson
, Corporate Environmental Strategy Article, vol. 6, no. 1, Elsevier Science Inc.
, Winter 1999 Hedborg, Thorolf, Implementation and application of ISO 9000, Stoc
kholm, Sweden, 1996 Hillary, Ruth, Environmental management standards: What do t
he SMEs think? In Sheldon Christopher (ed.), ISO 14001 and beyond (333 -358). Gr
eenleaf, Sheffield, UK., 1997 Heidenmark, Pia, Environment Management in Swedish
Manufacturing Industries, IIIEE Reports 2000:14, Lund University, Sweden, 1999
International Organization for Standardization. Committee Draft ISO/CD 14031:
Environmental Management - Environmental Performance Evaluation - Guidelines. Dr
aft Date: January 1997, ASTM, West Conshohocken, PA (ASTM PCN: 34 -114031-65) In
ternational Organization of Standardization, Environmental management systems Sp
ecification with guidance for use (ISO 14001:1996). West Conshohocken, PA: ASTM,
1996. PCN: 34 -01402365 35
OECD, Cleaner production in OECD countries, Journal of Industry and Environment
17, 1997 Karlsson, Marten, Green Concurrent Engineering: a Model for DfE Managem
ent Programs, Dissertation, Lund University, Sweden, 2001 Kinlaw, D., Competitiv
e and Green: Sustainable Performance in the Environmental Age. San Diego. Pfeiff
er and Company,1993, pp. 28-29. Kiernan, Mathew J., Jonathan Levinson, Environme
nt Drives Financial Performance: The Jury is In, Environmental Quality Managemen
t, Winter 1997 Kuisma, Jaakko, Backcasting for Sustainable Strategies in the Ene
rgy Sector, Thesis, IIIEE Reports 2000:18, Lund University, Sweden, 2000 Marcus,
Phillip A., Willig, John T., Moving Ahead with ISO 14000: Improving Environment
al Management and Advancing Sustainable Development, John Wiley & Son, Inc., New
York, 1997. Ollila, Antero, Quality improvements through ISO 9000 standards, AB
B Service., Finland, 1995 Oliver, J., Sustainable Development Achievable by Syst
ems or by Management Philosophy, Helsdale Quality Management, 1996 Piasecki, Bru
ce W., Fletcher, Kevin A., Mendelson, Frank J., Environmental Management and Bus
iness Strategy: Leadership Skills for the 21st Century, John Wiley & Sons Inc.,
1999 Pojasek, Robert B.; Garn, John; Papadopoulus, Nick, Knowledge Management an
d Visual Context, Environmental Quality Management Journal, John Wiley & Son, Au
tumn 2001 Purwanto, Andie T., Analisa Pengaruh Implementasi ISO 14001 Terhadap I
ndikator Kinerja Lingkungan Kuantitatif dan Kualitatif Menggunakan Pengembangan
Model EPE ISO 14031, Thesis, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 2002 Rangana
than, Janet, Sustainability Rulers: Measuring Corporate Environmental & Social Pe
rformance, Sustainable Enterprise Perspectives, WRI, May 1999 Rolstadas, A. (ed.)
, Performance Management: A Business Process Benchmarking Approach, First Editio
n, Chapman & Hall, London, 1995 Manajemen Lingkungan, Andie Tri Purwanto, Hal. 2
8 Sammalisto, Kaisu, Developing TQEM in SMEs, Dissertation, Lund University, Swe
den, 2001
36
Senge, Peter M., Charlotte Roberts, Richard B.Ross, Brian J.Smith, Art Kleiner,
The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and tools for builing a learning orga
nization, New York: Doubleday, 1994 Stanley J.Feldman, Peter A.Soyka, and Paul A
meer, Does Improving a Firm's Environmental Management System and Environmental
Performance Result in a Higher Stock Price?, ICF Kaiser International: November
1996 Stoner, James A.F., Wankel, C., Management, Third Edition, Englewood Cliffs
:Prentice Hall International, 1986 Sturm, Andreas, ISO 14001: Implementing an E
nvironmental Management System, Ellipson AG, Switzerland, 1998 Terry, George R.,
Franklin, S.G., Principles of Management, Eight Edition, Homewood : Richard Irw
in, Inc., 1982 US EPA, Process Mapping Tool, Washington, April 1999 Willig, John
T. (ed.), Auditing for Environmental Quality Leadership, John Wiley & Son, Cana
da, 1995
37

Anda mungkin juga menyukai