Rendahnya tingkat Optimistiq Quotiens(OQ) siswa saat ini dalam menghadapi hidup
cukup memprihatinkan terutama bagi kalangan pendidikan. Ini dicerminkan dengan begitu
banyaknya peristiwa yang mencerminkan keputusasaan dalam mengatasi kesulitan kemudian
melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Kondisi itu kebanyakan ditunjukkan oleh tanda-tanda; mudah putus asa, pesimistis,
kurang percaya diri dan daya juang (struggle for life) rendah, malas belajar, tidak antusias
bersekolah, gampang mengeluh, apatis, dan cenderung suka membolos, lari dari rumah jika
orang tua dipandang tak seperti yang dikehendaki. Atau bahkan ada yang sampai harus
mengakhiri hidupnya dengan cara yang tak waja.
. Harusnya fenomena itu tak perlu terjadi jika pada diri siswa itu ada OQ yang tinggi
pada siswa. Ini juga yang dipunyai oleh para tokoh yang berhasil dalam hidupnya seperti Dahlan
Iskan, Ciputra, Bob Sadino(Almarhum), Chairul Tanjung, Tantri Abeng, dan bahkan dua
orang presiden RI Suharto(Almarhum) dan Joko Widodo juga termasuk di dalamnya, dan
masih banyak lagi.
Tokoh-tokoh ini waktu kecilnya bukanlah orang berada, orang tuanya hidup serba
kekurangan, bukannya tanpa kesulitan, bahkan bisa dihatakan hidupnya tak pernah lepas dari
problema, namun bukan berarti mereka harus terus meratapi keadaan itu. Justru sebaliknya
kondisi itu melecut semangatnya untuk berjuang sekuat tenaganya untuk mengubah keadaannya
secara perlahan tetapi pasti dengan memanfaatkan kelebihan potensi dirinya seperti semangat
yang selalu kuat membara, tak pernah menyerah, optimis, berfikiran positif bahwa tak ada
sesuatu yang tak mungkin, semua persoalan pasti ada jalan keluarnya. Yakin bahwa Tuhan tak
akan memberikan cobaan kesulitan kecuali sebatas kemampuannya. Terus mencoba berusaha
keluar dari kesulitan yang menghimpitnya, sehingga melalui segala upayanya dari mulai
bekerja keras, membangun relasi, memupuk modal dan tak lupa selalu berdo’a kepadaNYA
sehingga akhirnya menjadikannya tokoh-tokoh yang berhasil di tanah air se[perti sekarang ini di
bidangnya masing-masing.
Lalu apa sebenarnya Optimistic Quotient(OQ) itu? Optimistic Quotient(OQ) itu adalah
Ketangguhan jiwa dalam menghadapi segala tantangan hidup. Ketangguhan jiwa sendiri bisa
dijelaskan sebagai kemampuan dalam menghadapi rintangan dan tantangan hidup penyebab
stres/ depresi, dan kemampuan bertahan di masa-masa sulit dalam menghadapi persoalan hidup
dengan tetap berkeyaikan bahwa pasti ada jalan keluar bagi persoalan yang dihadapinya dan dia
pasti berhasil. (Triantono Safari, Optimistic Quotient, 2009). Dan yang terpenting menurut hasil
penelitian Jim Wiltens (2008) orang yang optimistic quotiennya tinggi cenderung lebih
berbahagia dibanding yang rendah.Jika gagal membangun OQ-nya maka besar kemungkinan
dampaknya seperti terjadi di atas.
Jadi OQ itu sikap mental yang ada pada diri seseorang. Ia tak berdiri sendiri . Ia bukan
sesuatu yang dilahirkan, tetapi sesuatu yang tumbuh berkembang bersama-sama dengan tumbuh
kembangnya kedewasaan sesorang dalam menghadapi hidupnya. Pada tiap orang berbeda-beda
kondisinya , bahkan pada dua orang kembar sekalipun akan berbeda tingkatnya. Ada orang yang
sangat tinggi OQnya sehingga semua kesulitan hidup itu dihadapinya dengan segenap potensi
dan kemampuannya secara optimal sehingga bisa berhasil. Ada yang biasa-biasa saja, sehingga
kadang- kadang kadar antara optimism dan keputus asaan dalam menghadapi hidup itu silih
berganti datangnya dengan akibat yang juga bergantian.
Yang paling memprihatinkan adalah jika OQ nya rendah maka ciri sebagaimana disebut
di alinea kedua akan sangat lekat dengan hidupnya. Ini amat berbahaya jika terjadi pada
sesorang, Energi psikologisnya akan terkuras hanya untuk melawan keputus asaan , ketidak
mampuan mengatasi masalah, merasa lemah, merasa tak mampu, merasa kecil, merasa kalah,
merasa terpinggirkan, menyalahkan fihak lain terhadap kegagalan yang ada dirinya, mencari
pembenaran untuk menutupi ketidakmampuannya.
Kita termasuk yang mana? Apa yang ber- OQ tinggi, sedang- sedang saja, atau rendah?
Mari kita fahami sepintas ciri-ciri sesorang ber- OQ tinggi menurut beberapa ahli sebagaimana
paparan berikut:
Ciri OQ Tinggi
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Penn State University dan West Point ,
para siswa yang meraih nilai di atas rata-rata pada hasil test scholastik, rapor dan tes
prestasinya,ternyata mempunyai tingkat OQ di atas rata-rata dibanding siswa kebanyakan.
Siswa yang memiliki OQ tinggi itu menampakkan ciri-ciri antara lain :
1. Distorsi Kognitif.
Penemu konsep ini adalah Aaron T.Beck (2001) psikiater terkemuka Amerika yang
menciptakan Terapi Kognitif bagi kliennya yang mengalami depresi. Konsepnya situasi negatip
pada diri seseorang itu lebih banyak disebabkan oleh distorsi kognitif dalam diri seseorang ,
yakni sebuah interpretasi atau penafsiran yang irrasional/tidak masuk akal dan menyimpang,
yang disebut juga pikiran-pikiran negatip. .
Jadi menurut hukum ABCD ini penyebab beratnya tekanan emosional dalam diri siswa (
C) bukan disebabkan oleh peristiwa yang menimpanya (A) melainkan lebih pada cara
mengintepretasikan peristiwa itu (B). Maka jika siswa dilatih terus menerus untuk memberikan
intepretasi positip dan rasional (D), tekanan emosinya pun tak terlalu kuat mempengaruhinya.
Upaya terus menerus melatih intepretasi positip terhadap peristiwa yang dihadapi siswa
(D) agar optimistic quotiennya terbangun, perlu terus dilakukan hingga benar-benar sudah
menampakkan hasilnya.
2. Keyakinan Irrasional.
Pusat kendali diri didefinisikan atau locus of control, sebagai perkiraan sejauh mana
tindakan pribadi secara efektif menguasai dan mengendalikan lingkungan. Menurut Julian
Rotter (Rice,2002) pusat kendali diri ada dua dimensi yakni internal (internal locus of
control) yang memepersepsikan bahwa peristiwa positip dan negatip seluruhnya merupakan
akibat dari tindakan individu, dan eksternal ( eksternal locus of control) yang mempersepsi
semua peristiwa positip atau negatip itu sepenuhnya ditentukan dari luar individu..
4. Penalaran optimistic
5. Transedental Coping.
6. Kekuatan Visi,
Kekuatan Visi adalah dorong untuk mewujudkan impian di masa depan.Visi itu impian
masa depan, sedang misi adalah nilai-nilai pokok yang dikembangkan untuk menuju tujuan
digunakanlah strategi.
Visi yang efektif akan bisa mendorong siswa untuk meraih cita-citanya,memiliki cirri-
ciri: menghubungkan keadaan sekarang dengan masa dating (link the present to the future);
menggerakkan energi dan mengumpulkan komitmen; menggerakkan makna untuk berkarya;
membangun standard an keunggulan dan kualitas; berhubungan dengan perubahan; mendorong
keyakinan dan harapan; menggambarkan idealisme tertinggi; menentukan tujuan.(mars)
Cerita
Adi tak punya cita-cita, walau hanya sekedar mengungkapkannya pun ia tak berani. Takl
ada kepercayaan diri untuk mengungkapkan itu. Baginya hidup itu begitu gelap, berat dan tak
bermasa depan. Betapa tidak menujrtutnya apa yang akan bisa diperbuat oleh anak seorang ayah
yang tak punya pekerjaan tetap, ibunya sudah meninggal , adiknya dua orang masih kecil-kecil.
Ia hidup di rompok gubuk pinggir sungai , karena untguk sekedar bayar kos saja satu kamar
ayahnya tak punya keberanian.
Keadaan ayahnya ini nampaknya betul-betul mempengaruhi jiwa Adi , jiwanya lemah,
tak punya daya juang, tatapan matanya sering koosong , Itu pula yang kemudian menjadikan ia
malas masuk sekolah , karena sebenarnya yang diinginkan adalah keluar dari keadaan itu saat ini
, tak perlu belajar, sekolah apalagi harus berfikir.
Bahkan sangat sering terlintas keinginan untguk tidak sekolah, ingin pergi meninggalkan
keluarganya entah kemana . Tetapi kemana, harus bagaimana/ pertanyaan itu sering menggelayut
. Sering wali kelas dan guru BK membimbingnya untuk tegar. Saat diahadapan beliaui semangat
untuk berani menghadapi hidup, optimis itu ada . Tetapi kalau sudah pulang kembali ke rumah
berkumpul dengan adiknya dan ayahnya, keadaan kembali seperti semula, hidup ini sumpeg,
berat, tidak adil , begitu perasaan yang membebaninya . Mengapa Tuhan menjadikan saya seperti
ini / Begitu jerit hatinya. Entah sampai kapan ini berkhir.
Apalagi sebentar lagi kelas 9 ujian dan kemudian harus berfikir melanjutkan sekolah atau
tidak . Kalau melanjutkan bagaimana? Kalau tidak bagaimanja ? pertanyaan itu selalu
membayangi kemanapun dia berjalan .