Proses Transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketanagakerjaan
Transformasi adalah perubahan karakter, kelembagaan, dan mekanisme kerja badan penyelenggara jaminan sosial dari Persero menjadi BPJS. Transformasi ini melibatkan beberapa aspek yang terdiri dari filosofi, badan hukum, organ perusahaan, tata kelola dan budaya organisasi (Putri, 2014). Transformasi filosofi adalah perubahan pihak pelaksana dan penerima. PT Jamsostek menyelenggarakan jaminan sosial untuk mengatasi permasalahan kebutuhan oleh pemberi kerja terhadap tenaga kerja murah, disiplin, dan mempunyai produktivitas tinggi. Berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan yang mewakili negara dalam memberikan jaminan sosial yang menjadi hak setiap warga negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Transformasi badan hukum adalah perubahan Badan Usaha Milik Negara Persero menjadi Badan Hukum Publik Nirlaba. Perubahan ini menjadikan BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan yang berkedudukan langsung dibawah presiden, dan tidak lagi berada dibawah subsistem BUMN. Transformasi organ perusahaan menjadikan BPJS Ketenagakerjaan tidak lagi diselenggarakan berdasarkan kepemilikan saham dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Organ perusahaan terdiri dari dewan pengawas dan direksi yang diangkat dan diberhentikan langsung oleh presiden. PT Jamsostek menjalankan tata kelola berdasarkan pada UU BUMN dan UU Persero yang mana tujuan utamanya adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham, tetapi BPJS Ketenagakerjaan menjalankan prinsip prinsip tata kelola berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS dengan tujuan utama memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada peserta. Terakhir adalah transformasi budaya organisasi, fokus PT Jamsostek adalah melayani pelanggan dan pemegang saham, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan fokus pada warga negara. Putri (2014) menjelaskan bahwasanya proses transformasi PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari dua tahapan: 1. Tahap masa peralihan yang berlangsung dari 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama berakhir dengan berdirinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014 dan PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Penyelenggaraan tiga program Jamsostek, yaitu program kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian, dilanjutkan oleh BPJS Ketenagakerjaan paling lama 18 bulan kemudian (1 Januari 2014 – 3 Juni 2015) berdasarkan pada Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. 2. Tahap operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan yang diselenggarakan berdasarkan UU SJSN. Tahap ini berlangsung sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 paling lambat. Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direktur PT Jamsostek mendapat tugas untuk menyiapkan beberapa hal yang mencakup: 1. pengalihan program jaminan kesehatan; 2. pengalihan aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban kepada BPJS Kesehatan; 3. penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan dengan melakukan pembangunan sistem dan prosedur guna keperluan penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan kematian, serta sosialisasi program; serta 4. pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek kepada BPJS Ketenagakerjaan melalui penunjukan akuntan publik untuk melakukan audit atas 1. laporan keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) yaitu tahun 2013, 2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan, 3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan. Laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) disahkan oleh Menteri BUMN melalui Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. SK-50/MBU/2014 tentang Pengesahan Laporan Keuangan Penutup per 31 Desember 2013 PT Jamsostek (Persero). Sedangkan, laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan disahkan oleh Menteri Keuangan. Mulai 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi dengan melakukan penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, dan POLRI.
B. Pengaruh Transformasi terhadap Penerapan SAK dalam pembuatan
Laporan Keuangan Ketika terjadi transformasi, penerapan SAK dalam pembuatan laporan keuangan perlu ditinjau kembali. Apakah transformasi tersebut mengakibatkan adanya transaksi atau entitas unik (berbeda secara substansi dengan transaksi atau entitas lain) yang tidak diatur panduannya secara eksplisit maupun secara umum dalam standar akuntansi saat ini. Jika terdapat perbedaan, maka perlu adanya pengembangan standar akuntansi baru. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang akan dihasilkan nantinya relevan dan andal. Jika tidak terjadi perbedaan, maka penerapan SAK dalam pembuatan laporan keuangan dapat menggunakan standar akuntansi yang telah ada. Seperti pada transformasi PT Jamsostek ke BPJS Kesehatan tidak memerlukan standar khusus karena tidak terdapat keunikan transaksi, sehingga dalam pembuatan laporan keuangan dapat menggunakan SAK Umum. SAK Umum dapat digunakan untuk penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan karena BPJS Ketenagakerjaan merupakan entitas yang memiliki akuntabilitas publik yang signifikan sebagai pengelola dana jaminan sosial ketenagakerjaan (fungsi fidusia).
C. Penyajian Laporan Keuangan Program Jaminan Ketenagakerjaan dan
BPJS Ketenagakerjaan Dalam mengevaluasi bentuk penyajian laporan keuangan dari program jaminan ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan harus mempertimbangkan kondisi entitas pelaporan untuk program jaminan ketenagakerjaan, sebagai berikut: 1. Jika program jaminan ketenagakerjaan bukan sebagai entitas pelaporan, maka dilakukan evaluasi mengenai keberadaan aset dan liabilitas dari program jaminan ketenagakerjaan dalam laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan secara on balance sheet atau off balance sheet. 2. Jika program jaminan ketenagakerjaan merupakan entitas pelaporan, maka dilakukan evaluasi mengenai keberadaan pengendalian BPJS Ketenagakerjaan atas program jaminan ketenagakerjaan. (a) Penentuan entitas pelaporan Penerimaan peserta dan iuran, pengelolaan kepesertaan dan dana jaminan sosial termasuk pelaksanaan investasi pada berbagai jenis instrumen investasi, dan pembayaran manfaat atau jaminan kepada peserta atau pihak lain yang berhak adalah contoh aktivitas program jaminan ketenagakerjaan. Rangkaian aktivitas tersebut merupakan suatu bisnis sehingga masing-masing program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun masing-masing merupakan suatu bisnis yang terpisah. Kondisi itu dapat mencerminkan pemenuhan kriteria sebagai entitas pelaporan. Selain itu, kriteria sebagai entitas pelaporan dapat terpenuhi karena adanya UU BPJS yang mensyaratkan laporan keuangan tahunan penyelenggaraan jaminan ketenagakerjaan yang telah diaudit untuk disampaikan kepada Presiden RI paling lambat 30 Juni tahun berikutnya, serta dipublikasi melalui media elektronik dan media cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional. Ada pula PSAK 18: Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya yang menyatakan program manfaat purnakarya merupakan suatu entitas pelaporan, sehingga tanpa melakukan pengevaluasian - masing- masing program jaminan ketenagakerjaan dapat dikatakan sebagai suatu entitas pelaporan.