Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ASFIKSIA

Oleh :

Made Alit Aryawan C2117057


Ni Kadek Dwi Artini C2117058
I Wayan Juliarta C2117059
Ni Wayan Leoni Pawitria C2117060
Ni Putu Ayu Oktari Anjasuandewi C2117061
I Putu Gede Wika Ady Setyawan C2117062
Kadek Dwi Agustika Yasa C2117063

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2018
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Asfiksia

Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan
CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada bayi
yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang
singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga
mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur -angsur dan bayi
memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Perlu diketahui bahwa kondisi
pernafasan megap -megap dan tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat - obat yang
diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama periode
apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut,
bayi akan menunjukkan pernafasan megap - megap yang dalam, denyut jantung terus
menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneayang disebut apnea
sekunder (Saifuddin,2009).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat,
atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Dengan demikian asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan.
B. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pda ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di rahim
ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat, dan bayi berikut ini :
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eclampsia
b. Pendarahan abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta )
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan
e. Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV )
f. Kehamilan lewat waktu ( sesudah 42 minggu kehamilan )
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur ( sebelum 38 minggu setelah kehamilan )
b. Persalinan dengan tindakan ( sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstrasi vakum,
ekstrasi forsep )
c. Kelainan bawaan ( kongenital )
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan )

C. Manifestasi klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda - tanda
klinis pada janin atau bayi berikut ini :
1. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot - otot
jantung atau sel - sel otak
6. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah
atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan
7. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru - paru atau nafas
tidak teratur/megap – megap
8. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
9. Penurunan terhadap spinkters
10. Pucat
(Depkes RI, 2007)

D. Patofisiologi
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat
antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh
serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
1. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan
paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit
yang disebut apnea primer.
2. Setelah waktu singkat - lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan
tindakan resusitasi yang sesuai – usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan
membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap
terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki
periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari
keadaan terminal ini tidak akan terjadi.
3. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100
kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah -
engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah - engah bayi, frekuensi
jantung terus berkurang. Keadaan asam - basa semakin memburuk, metabolism selular
gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
4. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan ketokolamin
dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan
frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal.
5. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan apnea
terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan
kondisi syok memburuk apnea terminal.

Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses
ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi nafas
pertama (primary gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat
asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya
karbondioksida diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka
metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga sumber glikogen
terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang terjadi akan
menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang akan disebabkan karena beberapa keadaan:
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi yang lain
mengalami ganguan.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob, tubuh bayi
akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan membrane sel
terutama sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan elektrolit berakibat
terjadinya hiperglikemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berlangsung selama 8 – 15 menit.
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan
iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia karena mengakibatkan perfusi jaringan
kurang baik. Pada iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pembuluh darah kecil setelah
mengalami asfiksia 5 menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun
tekanan perfusi darah sudah normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan penting
dalam menetukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksasi.
BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauterin
ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin
dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara
memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru.

E. Pathway (terlampir)

F. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 - 160 kali per menit; selama his
frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekeunsi turun sampai di bawah 100 per menit di luar his, dan lebih - lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin
digunakan untuk terus - menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi - sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi -
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi - kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk daapaat menyelamatkaan dan dengan
demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda - tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,
sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).

G. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai
pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi
yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu
sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama bayi memulai
pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun
singkat, dapat berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah
bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan
terjadinya kerusakan otak.
Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali
pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui pernapasan spontan
yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif menjadi
asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia
progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat - alat
vital lainnya (Saifuddin, 2009).
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang
yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai
resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau
orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara
komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat - obatan. Bila
dengan mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan alat
resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi
prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah
mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur
dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume
darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan
tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya
dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari
penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan
penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi
dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin
informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun
memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi
apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan
tindakan.
Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua bayi perlu
penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan benar dan efektif
sebelum ke langkah berikutnya. Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal
Langkah - langkah resusitasi neonates
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan:
- Apakah bayi cukup bulan?
- Apakah bayi bernapas atau menangis?
- Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini secara berurutan:
1. Langkah awal dalam stabilisasi
a. Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan
harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan
pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus
dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR.
Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar
posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah
dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum
suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini
tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. Cara
yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi
dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi
tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul
pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi
langkah - langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,
kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan
trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi
tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa
mekoneum.
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan
memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah
posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat,
maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak
kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi yang
berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara
bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan
reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau
gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus
menerusmemberikan rangsangan taktil. Keputusan untuk melanjutkan dari satu
kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara
simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah
adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah
berikutnya
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi
harus sesuai.
c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40 - 60 kali/menit.
d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30 - 40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15 - 20 cm
H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit paru - paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20 - 40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur
apabila digunakan balon yang mempunyai pengukuran tekanan.
e. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru - paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru - paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.
f. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi
yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.
Adanya suara nafas di kedua paru - paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
h. Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang, kurangi
tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan. Apabila dengan tahapan
diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakea dan ventilasi pipa – balon (Saifuddin,2009).
3. Kompresi dada
Teknik kompresi dada, ada 2 cara:
a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)
- Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang
punggung
- Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten
- Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner
b. Teknik dua jari
- Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan sternum, tangan
lainnya menopang punggung
- Tidak tergantung
- Lebih mudah untuk pemberian obat
c. Kedalaman dan tekanan
- Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada
- Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimum
d. Koordinasi VTP dan kompresi dada
1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik Frekuensi: 90 kompresi + 30
ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit) Untuk memastikan frekuensi
kompresi dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan “satu –dua –
tiga -pomp-...”
(Prambudi, 2013).
4. Intubasi Endotrakeal
Cara:
Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi
- Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah
- Berikan O2 aliran bebas selama prosedur
Langkah 2: Memasukkan laringoskopi
- Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah
- Geser lidah ke sebelah kiri mulut
- Masukkan daun sampai batas pangkal lidah
Langkah 3: Angkat daun laringoskop
- Angkat sedikit daun laringoskop
- Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
- Lihat daerah farings
- Jangan mengungkit daun
Langkah 4: Melihat tanda anatomis
- Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis (huruf “V”
terbalik)
- Tekan krikoid agar glotis terlihat
- Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi
Langkah 5: Memasukkan pipa
- Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa pada arah
horizontal
- Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka
- Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas pita suara
- Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan dan
berikan VTP)
Langkah 6: mencabut laringoskop
- Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langit - langit mulut bayi, cabut
laringoskop dengan hati - hati.
- Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet.
(Prambudi, 2013).
5. Obat - obatan dan cairan:
a. Epinefrin
- Larutan = 1 : 10.000
- Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan)
- Dosis : 0,1 - 0,3 mL/kgBB IV
- Persiapan = larutan 1: 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit lebih besar diperlukan
untuk pemberian melalui pipa ET.
- Dosis melalui pipa ET 0,3 - 1,0 mL/kg)
- Kecepatan = secepat mungkin
- Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV.
b. Bikarbonat Natrium 4,2%
c. Dekstron 10%
d. Nalokson
(Prambudi, 2013)
Pemeriksaan apgar untuk bayi :

Klinis 0 1 2

Detak Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit


jantung
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin


saat jalan
nafas
dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstrimitas gerak aktif
(lemah)
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah
ekstrimitas biru seluruh
tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Norma
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum. Persalinan pada umur kehamilan yang belum
cukup umur akan mengakibatkan asfiksia karena organ-organ yang terbentuk belum
sempurna. Selain itu, umur ibu yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun resiko
tinggi terhadap kehamilannya akibatnya dapat terjadi asfiksia bayi yang dilahirkan.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki
atau sungsang. Perlu untuk diketahui apakah ibu pada saat persalinan mengalami ruptur
uteri, jika mengalami ruptur uteri akan menyebabkan asfiksia karena kontraksi uterus
yang terus menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu
Menanyakan apakah ibu mempunyai penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan,
dan tekanan darah rendah karena kalau mempunyai penyakit tersebut bisa
menyebabkan bayinya asfiksia
b. Riwayat kesehatan sekarang (bayi)
Menilai apakah bayi tidak menangis, sianosis, dan tidak ada reaksi jika ada tanda
tersebut maka bayi dikatakan asfiksia.
5. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama
lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan
belum sempurna
c. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan
tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan
yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
i. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi
d. Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan
Analisa data
Data subjektif Data objektif Penyebab Masalah
Keperawatan
- - Perubahan Eksudat dalam Ketidakefektifan
frekuensi nafas alveoli bersihan jalan nafas
- Terdengar suara
nafas tambahan
- Perubahan pola
nafas
- Dyspnea
- - Bradipnea Imaturitas Ketidakefektifan pola
- Penggunaan otot neurologis nafas
bantu pernapasan
- Pernafasan bibir
- Pernafasan
cuping hidung
- Perubahan pola
nafas
- Retraksi dinding
dada
- - Pernafasan Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran
cuping hidung ventilasi perfusi gas
- Warna kulit
sianosis
- Kesadaran
somnolen
- Perubahan pola
pernafasan
- pH arteri
abnormal
- Gas darah arteri
abnormal
- Diaphoresis
- - Badan kadang Fluktuasi suhu Ketidakefektifan
terasa hangat lingkungan termoregulasi
kadang terasa
dingin
- Akral teraba
dingin
- Peingkatan suhu
tubuh
- Penurunan suhu
tubuh
- Fluktuasi suhu
tubuh diatas dan
dibawah kisaran
normal
- Kulit kemerahan
- Pengisian ulang
kapiler yang
lambat
- Takikardia
- Mengatakan - Terlihat Kematian orang Risiko duka cita
sedih atas menangis terdekat terganggu
kematian anaknya - Terlihat sedih
- Mengatakan tidak memandangi
percaya bahwa tubuh anaknya
anaknya telah - Gelisah
meninggal
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksudat dalam alveoli
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
5. Risiko duka cita terganggu berhubungan dengan kematian orang terdekat

C. Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label: manajemen jalan
bersihan jalan nafas selama … x 24 jam diharapkan nafas
ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Buka jalan nafas
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Posisikan pasien untuk
NOC label: status pernafasan: memaksimalkan
kepatenan jalan nafas ventilasi
- Frekuensi pernafasan 3. Auskultasi suara nafas
ditingkatkan menjadi skor 5 dan lakukan
(tidak ada deviasi dari kisaran pencatatan
normal) 4. Monitor status
- Irama pernafasan ditingkatkan pernafasan dan
menjadi skor 5 (tidak ada oksigenasi
deviasi dari kisaran normal) NIC label: Monitor
- Kedalaman inspirasi pernapasan
ditingkatkan menjadi skor 5 5. Monitor kecepatan,
(tidak ada deviasi dari kisaran irama, kedalaman, dan
normal) kesulitan bernafas
- Suara nafas tambahan 6. Catat pergerakan dada,
ditingkatkan menjadi skor 5 ketidaksimetrisan,
(tidak ada) penggunaan otot – otot
- Pernafasan cuping hidung bantu nafas, dan
ditingkatkan menjadi skor 5 retraksi otot
(tidak ada) pernafasan
- Penggunaan otot bantu nafas 7. Monitor suara nafas
ditingkatkan menjadi skor 5 tambahan
(tidak ada) 8. Monitor pola nafas
9. Monitor saturasi
oksigen
10. Berikan bantuan
resusitasi jika
diperlukan
Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label: Monitor
pola nafas selama …. x 24 jam diharapkan pernapasan
ketidakefektifan pola nafas teratasi 1. Monitor kecepatan,
dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
Noc label: status pernafasan kesulitan bernafas
- Frekuensi pernafasan ditingkatkan 2. Catat pergerakan dada,
ke skor 5 (tidak ada deviasi dari ketidaksimetrisan,
kisaran normal) penggunaan otot – otot
- Irama pernafasan ditingkatkan ke bantu nafas, dan
skor 5 (tidak ada deviasi dari kisaran retraksi otot
normal) pernafasan
- Saturasi oksigen ditingkatkan ke 3. Monitor suara nafas
skor 5 (tidak ada deviasi dari kisaran tambahan
normal) 4. Monitor pola nafas
- Penggunaan otot bantu nafas 5. Monitor saturasi
ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada oksigen
deviasi dari kisaran normal) 6. Kolaborasi pemberian
- Retraksi dinding dada ditingkatkan oksigen
ke skor 5 (tidak ada deviasi dari suplementasion
kisaran normal)
- Sianosis ditingkatkan ke skor 5
(tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
- Suara nafas tambahan ditingkatkan
ke skor 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal)
- Pernafasan cuping hidung
ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label: Monitor
pertukaran gas selama … x 24 jam diharapkan pernapasan
gangguan pertukaran gas teratasi 1. Monitor kecepatan,
dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
NOC label: status pernafasan: kesulitan bernafas
pertukaran gas 2. Monitor saturasi
- Tekanan parsial oksigen di oksigen
darah arteri ditingkatkan ke 3. Kolaborasi pemberian
skor 5 (tidak ada deviasi dari oksigen
kisaran normal) suplementasion
- Tekanan parsial karbondioksida 4. Monitor hasil foto
di darah arteri ditingkatkan ke thorax
skor 5 (tidak ada deviasi dari NIC label: monitor asam
kisaran normal) basa
- pH arteri ditingkatkan ke skor 5 5. Ambil specimen yang
(tidak ada deviasi dari kisaran diminta untuk
normal) pemeriksaan
- saturasi oksigen ditingkatkan ke laboratorium
skor 5 (tidak ada deviasi dari keseimbangan asam
kisaran normal) basa
- hasil rontgen dada ditingkatkan 6. Analisa
ke skor 5 (tidak ada deviasi dari kecenderungan serum
kisaran normal) pH pasien
- keseimbangan ventilasi dan 7. Analisa terjadinya
perfusi ditingkatkan ke skor 5 asidosis metabolic
(tidak ada deviasi dari kisaran dan/ atau respiratorik
normal) 8. Analisa adanya
- Sianosis ditingkatkan ke skor 5 alkalosis metabolic
(tidak ada) dan/ atau respiratorik
- Gangguan kesadaran 9. Monitor tanda dan
ditingkatkan ke skor 5 (tidak gejala
ada) ketidakseimbangan
asam-basa
10. Monitor penyebab atau
factor risiko
ketidakseimbangan
asam basa
Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label: pengaturan suhu
termoregulasi selama … x 24 jam diharapkan 1. Monitor suhu setiap
ketidakefektifan termoregulasi teratasi 2 jam, sesuai
dengan kriteria hasil: kebutuhan
NOC label: termoregulasi: baru lahir 2. Monitor suhu bayi
- Thermogenesis yang tidak baru lahir sampai
menggigil ditingkatkan ke skor stabil
5 (tidak terganggu) 3. Pasang alat monitor
- Mengambil postur retensi panas suhu inti secara
untuk hipotermia ditingkatkan kontinu, sesuai
ke skor 5 (tidak terganggu) kebutuhan
- Mengambil postur kehilangan 4. Monitor suhu dan
panas untuk hipertermia warna kulit
ditingkatkan ke skor 5 (tidak 5. Monitor dan
terganggu) laporkan adanya
- Penyapihan dari incubator ke tanda dan gejala
boks bayi ditingkatkan ke skor dari hipotermia dan
5 (tidak terganggu) hipertermia
- Keseimbangan asam/ basa 6. Tingkatkan intake
ditingkatkan ke skor 5 (tidak cairan dan nutrisi
terganggu) adekuat
- Suhu tidak stabil ditingkatkan 7. Selimuti bayi
ke skor 5 (tidak ada) 8. Tempatkan bayi
- Hipertermia ditingkatkan ke baru lahir dibawah
skor 5 (tidak ada) penghangat, jika
- Hipotermia ditingkatkan ke diperlukan
skor 5 (tidak ada) 9. Pertahankan
- Nafas tidak teratus ditingkatkan kelembaban pada
ke skor 5 (tidak ada) 50% atau lebih
- Takipnea ditingkatkan ke skor 5 besar dalam
(tidak ada) incubator untuk
- Perubahan warna kulit mencegah
ditingkatkan ke skor 5 (tidak hilangnya panas
ada) 10. Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kebutuhan pasien
11. Berikan pengobatan
antipiretik yang
tepat
12. Informasikan
mengenai indikasi
adanya hipotermia
dan hipertermia dan
penanganan
emergensi yang
tepat
13. Ajarkan perawatan
metode kangguru
Risiko duka cita Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label: fasilitasi proses
terganggu selama … x 24 jam diharapkan risiko berduka
duka cita terganggu teratasi dengan 1. Identifikasi
kriteria hasil: kehilangan
NOC label: resolusi berduka 2. Bantu pasien untuk
- Menyampaikan perasaan akan mengidentifikasi
penyesalan mengenai reaksi awal
kehilangan ditingkatkan ke skor terhadap kehilangan
5 (secara konsisten 3. Dukung pasien
menunjukan) untuk
- Mengekspresikan pandangan mengekspresikan
spiritualnya mengenai kematian perasaan mengenai
ditingkatkan ke skor 5 (secara kehilangan
konsisten menunjukan) 4. Dengarkan ekspresi
- Menyatakan fakta tentang berduka
kehilangan ditingkatkan ke skor 5. Buat pernyataan
5 (secara konsisten empatik mengenai
menunjukan) duka cita
- Menyatakan menerima 6. Berikan instruksi
kehilangannya ditingkatkan ke dalam proses fase
skor 5 (secara konsisten berduka dengan
menunjukan) tepat
- Menjelaskan arti kehilangan 7. Dukung kemajuan
ditingkatkan ke skor 5 (secara untuk melalui tahap
konsisten menunjukan) berduka pribadi
8. Bantu
mengidentifikasi
- Mencari dukungan social strategi – strategi
ditingkatkan ke skor 5 (secara koping pribadi
konsisten menunjukan) 9. Identifikasi sumber
- Membagi perasaan kehilangan dukungan di
dengan orang lain ditingkatkan komunitas
ke skor 5 (secara konsisten 10. Dukung usaha
menunjukan) untuk
- Melewati fase berduka menyelesaikan
ditingkatkan ke skor 5 (secara konflik
konsisten menunjukan) 11. Bantu
- Mengekspresikan harapan mengidentifikasi
positif mengenai masa depan kebutuhan untuk
ditingkatkan ke skor 5 (secara modifikasi gaya
konsisten menunjukan) hidup

D. Evaluasi

Diagnosa Keperawatan Evaluasi

Ketidakefektifan - Frekuensi pernafasan ditingkatkan menjadi skor 5 (tidak


bersihan jalan nafas ada deviasi dari kisaran normal)
- Irama pernafasan ditingkatkan menjadi skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
- Kedalaman inspirasi ditingkatkan menjadi skor 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal)
- Suara nafas tambahan ditingkatkan menjadi skor 5 (tidak
ada)
- Pernafasan cuping hidung ditingkatkan menjadi skor 5
(tidak ada)
- Penggunaan otot bantu nafas ditingkatkan menjadi skor
5 (tidak ada)
Ketidakefektifan pola - Frekuensi pernafasan ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
nafas deviasi dari kisaran normal)
- Irama pernafasan ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi
dari kisaran normal)
- Saturasi oksigen ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi
dari kisaran normal)
- Penggunaan otot bantu nafas ditingkatkan ke skor 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal)
- Retraksi dinding dada ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
- Sianosis ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
- Suara nafas tambahan ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
- Pernafasan cuping hidung ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
Gangguan pertukaran - Tekanan parsial oksigen di darah arteri ditingkatkan ke
gas skor 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
- Tekanan parsial karbondioksida di darah arteri
ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
- pH arteri ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal)
- saturasi oksigen ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada deviasi
dari kisaran normal)
- hasil rontgen dada ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
- keseimbangan ventilasi dan perfusi ditingkatkan ke skor
5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
- Sianosis ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Gangguan kesadaran ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
Ketidakefektifan - Thermogenesis yang tidak menggigil ditingkatkan ke
termoregulasi skor 5 (tidak terganggu)
- Mengambil postur retensi panas untuk hipotermia
ditingkatkan ke skor 5 (tidak terganggu)
- Mengambil postur kehilangan panas untuk hipertermia
ditingkatkan ke skor 5 (tidak terganggu)
- Penyapihan dari incubator ke boks bayi ditingkatkan ke
skor 5 (tidak terganggu)
- Keseimbangan asam/ basa ditingkatkan ke skor 5 (tidak
terganggu)
- Suhu tidak stabil ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Hipertermia ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Hipotermia ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Nafas tidak teratus ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Takipnea ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
- Perubahan warna kulit ditingkatkan ke skor 5 (tidak ada)
Risiko duka cita - Menyampaikan perasaan akan penyesalan mengenai
terganggu kehilangan ditingkatkan ke skor 5 (secara konsisten
menunjukan)
- Mengekspresikan pandangan spiritualnya mengenai
kematian ditingkatkan ke skor 5 (secara konsisten
menunjukan)
- Menyatakan fakta tentang kehilangan ditingkatkan ke
skor 5 (secara konsisten menunjukan)
- Menyatakan menerima kehilangannya ditingkatkan ke
skor 5 (secara konsisten menunjukan)
- Menjelaskan arti kehilangan ditingkatkan ke skor 5
(secara konsisten menunjukan)
- Mencari dukungan social ditingkatkan ke skor 5 (secara
konsisten menunjukan)
- Membagi perasaan kehilangan dengan orang lain
ditingkatkan ke skor 5 (secara konsisten menunjukan)
- Melewati fase berduka ditingkatkan ke skor 5 (secara
konsisten menunjukan)
- Mengekspresikan harapan positif mengenai masa depan
ditingkatkan ke skor 5 (secara konsisten menunjukan)
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2006). Asfiksia Neonatorum. In Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bulechek, Gloria. M, et al (2013), Nursing Interventions Classification (NIC) 6th ed. Alih Bahasa:
Nurjana, I. USA: Elsevier Mosby Inc
Desfauza, E. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia Neonatorum pada
bayi baru lahir yang di rawat di RSU Dr. Pringadi medan. Dipublikasikan di http:/
/repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/6736/1/09E01322. pdfdiaksstanggal 5 Maret
2011
Dewi, V.N.L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Djaja, S., Hapsari, D., Sulistyawati, N., & Lolong, B.d. (2009). Peran Faktor Sosio Ekonomi
Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal.
Guyton, A., & Hall. J. E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11, Jakarta: EGC
Handini, P.S.N. (2010). Hubungan Anemia Gravidarum pada Kehamila Aterm dengan Asfiksia
Neonatorum Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dipubilkaikan di http://:
digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/123840108201002061.pdf diakses tanggal 5 Juni 2011
Hassan,R.,& Alatas H. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Hedman, T Heather. (2016), Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Alih
Bahasa: Keliat, A.B dkk. Jakarta: EGC
Judith M. Wilkinson. Nancy R, Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue., Johnson Marion., Mass Meridean, L., Swanson, Elisabeth, 2013, Nursing
Outcomes Classification (NOC) fifth edition, United States of America, Elsevier
Sulistyawati, A., & Nugraheny, E. (2010) Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta :
Salemba medika
Suradi R.dkk. (2008). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai