Maksud :
Mengetahui kontruksi kain yang akan diuji dan mengetahui anyaman kain tersebut
Tujuan :
TEORI DASAR
Salah satu cara untuk mengetahui konstruksi kain adalah dengan dekomposisi kain.
Cara ini dilakukan apabila kita akan membuat kain tanpa disertai dengan catatan tentang
konstruksi kain tersebut yang ada hanya kain contoh dengan ukuran yang tidak
sebenarnya. Dari proses dekomposisi kain tersebut, kita akan memperoleh data-data
konstruksi kain. Sehingga dari data tersebut, kita dapat membuat rencana tenun, rencana
kebutuhan bahan baku dan proses, atau bahkan mengembangkan konstruksi kain
tersebut.
Untuk menyatakan anyaman suatu kain tenun dapat dilakukan dengan cara:;
2. Cara pengujian
A. Potong contoh uji sejajar dengan benang lusi dan benang pakan dengan
ukuran 20cm x 20cm
B. Ambil 20 helai benang lusi atau pakan dari kain diatas, masing-masing 10
helai dari kedua pinggirnya
C. Ukur panjang masing-masing benang lusi atau pakan dengan tegangan
benang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kendor dan hitung panjang rata-
ratanya
D. Hitung mengkret benang lusi atau pakan
4. Langkah kerja
1. Tentukan arah lusi dan arah pakan. Arah lusi beri tanda panah.
2. Hitung tetal lusi dan pakan pada 2 tempat yang berbeda, lalu cari nilai rata-
ratanya.
3. Kain contoh dipotong 20x20 cm. Kemudian ditimbang.
4. Tiras 10 helai lusi dan 10 helai pakan (masing-masing 5 helai kanan-kiri atas-
bawah)
5. Hitung panjang masing-masing dari 10 helai benang lusi dan pakan hasil tirasan
satu per satu.
6. Hitung berat masing-masing 10 helai benang lusi dan pakan
Hitung nomor benang lusi dan pakan.
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
a. Nm = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑏)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘)
b. Ne1 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑙𝑏𝑠)
1000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔)
c. Tex =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
9000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔)
d. TD = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
b. Cara perhitungan.
100
Tetal/cm × 100 (P) × 100 (L) ×
100-M
Perhitungan Benang Lusi/m2 = Nm x 100
100
Tetal/cm × 100 (P) × 100 (L) ×
100-M
Perhitungan Benang Pakan/m2 = Nm x 100
2
Berat kain per m = Berat lusi + Berat pakan
9. Hitung selisih berat dari hasil penimbangan. Berat kain hasil yang lebih besar
dikurang berat hasil yang lebih kecil lalu dibagi berat yang lebih besar dan dikali
100%.
Selisih berat kain = (I – H) / I x 100%
Data percobaan
Tetal Panjang
Tetal Lusi Panjang
No. Pakan Pakan
(hl/inchi) Lusi (cm)
(hl/inchi) (cm)
1. 116 73 20.0 19.9
2. 115 75 20.5 20.0
3. 114 77 20.5 20.0
4 20.5 20.5
5 21.5 20.6
6 20.9 20.6
7 19.5 20.0
8 20.0 19.9
9 20.0 20.0
10 20.0 20.0
11 21.0 19.9
12 21.5 20.5
13 21.8 20.7
14 20.5 20.5
15 20.5 20.0
16 21.0 19.9
17 19.9 20.6
18 20.0 20.5
19 20.5 19.9
20 20.5 20.0
345 225 409.8 404.6
20,49−20
= 20.49
x 100%
= 2,39 %
𝑃𝑏−𝑃𝑘
Pakan (𝑀𝑃 ) = 𝑃𝑏
x100%
20,23−20
= 20,23
x 100%
= 1,13 %
Pakan
Panjang 20 pakan setelah diluruskan = 404,6 cm = 4.046 m
Berat 20 pakan = 0,05731 gram
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚) 4,046
Nm = = = 70,59
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑏) 0.05731
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘) 4,046/768 0,0053
Ne1 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑙𝑏𝑠)
= 0,05731/453,6 = 0,0001 = 33
1000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔) 1000 𝑥 0,05731
Tex = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
= 4,046
= 14,16
9000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔) 9000 𝑥 0,05731
TD = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
= 4.046
= 127,48
10.000
= 4,081 x 400
= 4,081 x 25
= 102,025 g/ m2
= 181.10 𝑔/𝑚2
Pakan
100
Tetal/cm × 100 (cm) × 100 (cm) ×
100-MP
Berat pakan = Nm x 100
100
29,52 × 100cm × 100cm × 298.152
100-1,13
= 70,59x 100
= 7.059
= 42,23 𝑔/𝑚2
Selisih Penimbangan
𝐼−𝐻
Selisih berat kain (%) = 𝐼
x 100%
105,5−102,025
= x 100%
105,5
= 3,29 %
DISKUSI
Ketika kita menimbang dan mengukur, baik itu kain maupun benang, dibutuhkan ketelitian
ekstra agar penimbangan dan pengukuran yang dilakukan benar-benar akurat, begitu
juga dengan ketetilitian peralatannya. Sebab hasil penimbangan itu sangat berpengaruh
terhadap persentase selisih berat kain / m2 antara hasil penimbangan dengan hasil
perhitungan, juga terhadap nomor dari benang lusi dan benang pakan dan yang terjadi
saat penimbangan adalah kondisi angin yang berpengaruh pada timbangan sehingga
timbangan berganti-ganti angka, dan juga saat menimbang benang yang dipegang terlalu
lama sehingga keadaan benang basah dan menimbulkan perbedaan berat antara benang
dengan sama.
KESIMPULAN
Kain contoh dengan anyaman polos memiliki:
1. Tetal lusi (rata-rata) = 115 helai / inch
2. Tetal pakan (rata-rata) = 75 helai / inch
3. Mengkeret lusi = 2,39 %
4. Mengkeret pakan = 1,13 %
5. Nomor benang lusi:
a. Nm = 72,97
b. Ne1 = 53
c. Tex = 13,70
d. Td = 123,33
Maksud :
Mengukur volume udara yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas tertentu
dengan tekanan tertentu dengan melihat besarnya udara yang melewati kain, yang
langsung menggerakan manometer air
Tujuan :
Menghitung harga daya tembus udara pada kain contoh dan dapat menilai mutu
atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan nilai daya tembus udaranya
Teori dasar
Ada 2 istilah yang dipakai yang berhubungan dengan ruang udara pada kain yaitu
Daya tembus udara adalah laju aliran udara yang melewati suatu kain, dimana
tekanan pada kedua permukaan kain berbeda. Daya tembus udara dinyatakan dengan
volume udara (cm3) yang mengalir persatuan waktu (detik) melalui luas permukaan kain
tertentu (cm2) pada perbedaan tekanan udara tertentu pada kedua permukaan kain.
Daya Tembus Udara (Air Permeability) yaitu untuk menyatakan berapa volume udara
yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu, satuan
misalnya cm3/detik/cm2/I cm tekanan air.
Tekanan terhadap udara (Air Resistant) adalah untuk menyatakan berapa lama waktu
tiap volume udara tertentu dapat melalui kain tiap satuan luas tertentu dengan tekanan
tertentu pada tekanan udara tertentu, satuannya misalnya detik/m3/cm2/ I cm tekanan air.
- Rongga udara
Rongga udara adalah untuk menyatakan berapa persentase volume udara dalam kain
terhadap volume keseluruhan kain tersebut
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur daya tembus udara kain adalah alat
elison incline draft gage (buatan United States Testing Co.). Pada dasarnya alat uji daya
tembus udara mempunyai bagian-bagian penting yaitu :
Alat uji daya tembus udara yang digunakan pada praktikum ini ialah buatan United
States Company. Alat ini terdiri dari tabung yang salah satu ujungnya terdapat klem
pemegang contoh kain yang diuji dengan luas tertentu. Juga terdapat cicin klem dengan
beberapa ukuran yang disesuaikan dengan tebal kain yang diuji. Sisi lain dari tabung
dihubungkan dengan kipas penghisap udara yang dapat diatur kecepatan putarannyaoleh
sebuah rheostat. Ditengah tabung diberi sekat yang berlubang, dimana besar lubang
diatur dengan menggunakan mulut (orifice). Ada 8 orifice dari ukuran 2 mm – 16 mm
diameternya, disesuaikan dengan besar kecilnya daya tembus udara dari kain yang diuji.
Kapasitas alat dapat mengukur daya tembus udara 4,0 – 794 ft3/menit/ft2 dengan
tekanan udara 15 inchi tinggi air.
1. Manometer tegak (Manometer air) yang berupa pipa gelas yang diberi skala 2 –
15 inchi. Sisi atas dari manometer ini dihubungkan melalui pipa karet atau plastik
diruang tabung dekat kipas, sedang sisi bawah dari manometer dihubungkan ke
reservoir berisi air. Bagian atas reservoir yang berisi udara dihubungkan ke ruang
tabung yang drkat dengan klem contoh, sehingga didalam keadaan seimbang
tekanan udara di ruang ini sama dengan tekanan udara di dalam reservoir
tersebut.
2. Incline Manometer (Manometer minyak) yang juga berupa pipa gelas yang diberi
skala. Pada ujung atas dihubungkan dengan ruang udara pada reservoir berisi air,
sedang bafian bawah dihubungkan dengan reservoir berisi minyak. Ruang udara
dari reservoir minya tersebut dihubungkan dengan udara keluar. Tinggi rendahnya
minyak menunjukkan besarnya tekanan udara yang melalui kain dan dapat dilihat
pada skala.
Hasil pengujian dilihat pada skala manometer air. Pembacaan tersebut dilakukan
setelah keseimbangan dicapai , yaitu apabila skala manometer tetap menunjukkan skala
0,5.
Peralatan
- Alat uji daya tembus udara (air permeability tester) yang dilengkapi dengan :
Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.
Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.
Manometer air (Manometer Tegak).
Incline manometer (Manometer minyak), tinggi rendahnya minyak pada
alat ini menunjukkan besarnya tekanan udara yang melalui contoh kain.
Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.
Skala untuk mencatat hasilnya.
Oryfice sebanyak 8 buah dengan kapasitas daya tembus udara seperti
pada tabel
Cara pengujian
- Letakan mesin uji pada meja atur agar letaknya benar-benar horizontal
- Isi penampung air dengan air suling sehingga manometer air menunjukan skala 0
dan atur telak manometer agar benar-benar tegak
- Isi penampung minyak dengan minyak khusus dengan berat jenis 0,834 sehingga
manometer minyak menunjukan skala 0
- Pasang contoh uji pada lubang tempat contoh uji, dijepit dengan cincin yang
sesuai sehingga kain cukup tegang, dan kemudian lubang ditutup
- Pasang orriifice terpilih yang cocok untuk kain tersebut sehingga angka pada
manometer air berada diantara 4 sampai 14
- Hubungkan alat melalui ke sumber listrik dan kemudian kipas penghisap
dijalankan
- Atur rheostat agar tekanan udara sesuai dengan tekanan 12,7 mm (0,5 inci) air
dengan indicator baca pada manometer minyak menunjukan skala 0,5 dan tetap
- Baca manometer air dan hitung harga daya tembus udara
- Alat uji daya tembus udara (air permeability tester) yang dilengkapi dengan :
Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.
Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.
Manometer air (Manometer Tegak).
Incline manometer (Manometer minyak), tinggi rendahnya minyak pada
alat ini menunjukkan besarnya tekanan udara yang melalui contoh kain.
Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.
Skala untuk mencatat hasilnya.
Penjepit, sebagai penjepit contoh uji yang dilengkapi cincin penjepit.
1. Contoh uji : kain sisa pada 2 tempat yang berbeda
2. Mesin Daya Tembus Udara otomatis, dengan 5 lahan sisa kain.
Oryfice sebanyak 8 buah dengan kapasitas daya tembus udara seperti pada tabel
- Hidupkan mesin
- Masukan kain dan jepit kain
- Klik pemegang kain, sampai di layar timbul warna hijau
- Ulangi sampai mendapat 5 hasil
Data pengamatan
Hasil 1
7,2−2
𝑥̅ = 72 + { 15−2 𝑥 (197 − 72)}
= 72 + 0,4 x 125
= 197,4 Ft3/menit/Ft2
7,2−2
𝑥̅ = 72 + { 15−2 𝑥 (197 − 72)} x 0,508
= 97,4 Ft3/detik/cm2
Hasil 2
8,2−2
𝑥̅ = 72 + { 15−2 𝑥 (197 − 72)}
= 72 + 0,47 x 125
= 130,75 Ft3/menit/Ft2
8,2−2
𝑥̅ = 72 + { 15−2 𝑥 (197 − 72)} x 0,508
= 101,845 Ft3/detik/cm2
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 29,692
SD = √ 𝑛−1
=√ 5−1
= √7,423 = 2,72
𝑠𝑑 2,72
CV = x 100 % = x 100 % = 3,49 %
𝑥̅ 77,74
Diskusi
Prinsip pengujiannya adalah kain dengan luas tertentu dilewatkan udara dengan tekanan
tetap, dan laju aliran udara diukur dengan mengamati manometer air. Nilai DTU yang
didapatkan yaitu 197,4 cm3/detik/cm2. .
Pengujian dilakukan pada dua tempat yang berbeda dengan ukuran sesuai diameter
pada alatnya. Orifice pun disesuaikan dengan melihat kenaikan minyak dan air agar tidak
terlalu cepat ataupun tidak terlalu lambat sehingga kenaikannya bisa sejalan. Lubang
orifice yang terlalu kecil dan kurang sesuai akan menimbulkan suara yang lebih bising
dibanding lubang yang lebih besar sehingga lubang orifice yang digunakan harus diganti
menjadi lebih besar. Nilai DTU ini sangat dipengaruhi diameter orifice yang digunakan.
Semakin tinggi diameter orifice nya maka daya tembus udara nya pun makin banyak.
Selain diameter orifice, Daya tembus udara pada kain sangat dipengaruhi oleh konstruksi
kain tersebut. Konstruksi dalam hal ini adalah tetal benang dan jenis anyaman kain.
Semakin besar tetal benang maka semakin rapat kain tersebut dan semakin susah untuk
untuk ditembus oleh udara sehingga kemampuan tahan tembus udaranya besar,
begitupun dengan jenis anyaman. Semakin banyak anyaman memiliki benang yang rapat
semakin besar tetal kainnya dan semakin besar pula daya tahan tembus udaranya.
Pemilihan orifice harus benar-benar teliti dan dibutuhkan kesabaran, karena jika salah
hasilnya tidak akan menunjukan hasil yang akurat.Makin terbuka struktur suatu kain akan
makin besarlah daya tembus udaranya, sehingga udara dapat bebas masuk kedalam
serat dan berhembus. Selain daya penutup kain, faktor nomor benang dan twist faktor
benang yang dipakai,mempengaruhi daya tembus udara , Penambahan putaran fan
sebelum minyak dalam manometer berhenti akan menyebabkan skala yang dihasilkan
menjadi kurang tepat. Sebab skala manometer air yang ditunjukan bukan merupakan
skala dimana manometer minyak berhenti, Pengencangan kain oleh cincin klem
pemegang yang terlalu tegang menyebabkan kain menjadi tertarik terlalu kuat, sehingga
benang – benang yang beada dalam kain menjadi renggang. Sehingga aliran udara yang
melewati kain tersebut menjadi besar., Kondisi kain yang diuji mempunyai lipatan –
lipatan / kusut, sehingga besarnya udara yang melewati kain tersebut menjadi kurang
stabil.
Pengujian tembus udara biasanya dilakukan untuk kain tenda atau parasut yang biasa
digunakan berhubungan dengan udara atau pada kain yang telah dilakukan
penyempurnaan biasanya penyempurnaan tolak air atau tahan air.
Kesimpulan
SD = 2,72
CV = 3,49 %
Kemampuan kain untuk kembali kekusutan
3. Dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan sifat kemampuan
kembali dari sudut kusutnya.
Teori dasar
Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki
kekurangan ini banyak dilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat
yang elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi
dasar untuk mengukur sudut kembali dari kekusutan. Oleh karena itu, tahan kusut kain
dipengaruhi oleh konstruksi kain, jenis serat penyusun kain dan stabilitas dimensi
kain.Untuk kain-kain yang stabilitas dimensinya baik maka sifatnya akan lebih tahan kusut
dibandingkan dengan serat yang stabilitasnya jelek. Kemampuan kembali kain dari
kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkannya untuk kembali dari lipatan.
Ada dua istilah yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu ketahanan terhadap kekusutan
dan kembali dari kekusutan. Kalau suatu barang tekstil jelek crease resistencenya, maka
jelek pula crease recovery-nya,atau dengan kata lain kain tersebut mudah kusut. Masalah
ini penting karena menyangkut juga kenampakan / keindahan suatu kain.
Pengujian tahan kusut biasanya dilakukan untuk bahan pakaian selain uji kekakuan,
kenampakkan, kilau, kehalusan, kekasaran dan mutu drapernya juga. Sifat-sifat yang
disebutkan tadi merupakan sifat yang cukup penting untuk suatu pakaian ditinjau dari segi
kenyamanan tujuan akhir pemakai.
Pemilihan bahan tekstil (kain) pada perdagangan secara umum dilakukan dengan
memegang dan mencoba memakai kainnya, dan dengan memegang kain tersebut
sebenarnya sedang menilai beberapa sifat sekaligus secara subjektif berdasarkan
kepekaan tangan si pemegang. Karena kerelatifannya tersebut maka diciptakan sutau
standar pengukuran termasuk dalam hal kekakuan kain dan tahan kusut kain
Dalam prakteknya, praktikan diberikan kain contoh uji berupa kain tenun yang berasal
dari serat campuran. Namun jika dilihat kenampakannya kain contoh uji lebih banyak
terbuat dari serat selulosa. Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan
usaha-usaha untuk memperbaiki kekurangan ini banyak dilakukan dalam proses
penyempurnaan.
Istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan antara kain dengan kekusutan ada
dua istilah yaitu : ketahanan terhadap kekusutan (crease resistance) dan kemampuan
kembali dari kekusutan (crease recovery).
Sifat kain mengenai kemampuannya untuk kembali dari kekusutan akan mempengaruhi
kenampakan atau keindahan kain. Ada macam-macam alat yang dipakai untuk
menentukan kemampuan kembali kain dari kekusutan antara lain ialah dengan
menggunakan alat AATC.
Alat ini terdiri dari piringan busur derajat yang dapat diputar pada porosnya. Tepat pada
sudut 0 derajat dipasang penjepit dimana ujung penjepit tersebut berjarak 0,2 cm dari
poros piringan, pada dudukan terdapat lempeng penunjuk. Disamping itu terdapat pula
garis penunjuk untuk menunjukan sudut yang dibaca pada skala. Disamping alat tersebut
diperlukan beban 500 g/cm yang menggunakan alat pemberat.
Contoh dipotong tidak boleh kurang dari 1 cm dan tidak boleh lebih dari 1 inchi. Panjang
contoh dua kali lebarnya. Contoh kemudian dilipat, ujung dan ujung ditemukan kemudian
dijepit kemudian dibebani dengan beban 500 g/cm selama 5 menit. Setelah itu beban
diangkat dan contoh dipindahkan ke alat pengukur sudut crease recovery.
Pengujian dilakukan tidak boleh kurang dari 6 kali untuk masing-masing sisi dengan arah
lusi dan arah pakan. Setengah dari contoh uji dilipat ke arah bagian muka kain dan
setengahnya ke arah bagian belakang kain. Kemudian dari hasil pengujian ditentukan
hasil rata-ratanya untuk masing-masing arah. Jika dari hasil rata-rata terdapat perbedaan
sudut 10 derajat atau lebih antara hasil lipatan muka dan belakang maka perlu dicatat
hasil rata-rata untuk masing-masing arah lipatan.
Peralatan
Shirley crease recovery
- Bahan penekan 800 gram
- Busur derajat pengukur sudut kembali dari lipatan
- Lempeng pemegang contoh uji
- Jarum penunjuk skala
Gunting
Pinset
Mistar
Cara pengujian
Langkah kerja
111+117+115+106 449
4
= 4
= 112,25
Diskusi
Dari hasil praktikum didapatkan nilai derajat kekusutan untuk lusi yaitu 112.250 dan untuk
pakan yaitu 91,750. Nilai ini menunjukkan bahwa perbandingan nilai sudut Lusi dan Pakan
sangat berbeda jauh. Seharusnya nilai lebih besar di dapat oleh nilai sudut Lusi karena
pada sudut ini biasanya dilakukan pemberian resin pada tahap penyempurnaan,
sehingga kain yang telah mengalami proses penyempurnaan anti kusut akan mempunyai
ketahanan kusut yang baik.
Adapun faktor yang mempengaruhi sifat ketahanan kusut pada suatu kain, antara lain
adalah sifat serat yang digunakan pada pembuatan kain tersebut. Sifat serat akan
berpengaruh terhadap kain yang dihasilkannya. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam
melakukan praktik sehingga didapat hasil dengan perbandingan yang berbeda.
KESIMPULAN
MAKSUD
Melakukan pengujian ketahanan gosok yaitu kemampuan kain untuk menerima sejumlah
gosokan
TUJUAN
TEORI DASAR
Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak bisa
dipakai lagi karena suatu sifat penting telah rusak. Keawetan tergantung dari lamanya
dipakai atau jumlah kali pakai. Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan
kain karena serat-seratnya putus atau lepas. Dalam hal tertentu, keawetan dan
keusangan sama, tapi dalam hal lain berbeda. Keusangan juga merupakan suatu mutu
kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi disamping tidak dapat
diketahui secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.
Akibat adanya gosokan tersebut maka akan menimbulkan keausan pada kain, terutama
akibat dari gosokan antara kain dengan benda lain.
Gosokan dapat terjadi oleh karena friksi antara kain dan kain misalnya gosokan antara
lengan dan jas, friksi antara kain dengan benda lain misalnya pada bagian lutut celana,
dan friksi antara serat dan kotoran kain, menyebabkan putusnya serat. Pengujian gosok
hanyalah merupakan pengujian yang sederhana terhadap mutu kain. Mengenai
ketahanan kain kain terhadap kombinasi antara tekanan dan pemotongan serat, hasilnya
masih harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pengujian lain. Jadi pengujian
gosok tidak hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi keusangan dan keawetan
Gerakan gosokan pada waktu pengujian ini berputar berbagai arah dan contoh uji bebas
bergerak.
1. Gosokan datar (Plan or Flat abrasion), yaitu penggosokan pada permukaan datar
dari contoh.
2. Gosokan pinggir (Edge Abrasion), misalnya gosokan yang terjadi pada leher dan
lipatan kain.
3. Gosokan Tekuk (Flex Abrasion), dimana gosokan disertai dengan tekukan dan
lengkungan.
Pembagian tersebut adalah pembagian secara kasar saja, sebab sesungguhnya dijumpai
pula macam gosokan campuran yang rumit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengujian yaitu pemilihan cara
yang mungkin juga ditentukan oleh alat yang tersedia, ketelitian dan sebagainya. Dimana
faktor-faktor yang penting adalah sebagai berikut:
1. Keadaan Contoh, jika tidak ditentukan lain contah kain harus dikondisikan dalam
ruang standar atmosfir.
2. Pemilihan alat, tergantung pada karakter pengujian yang diperlukan, apakah
menggunakan gosokan datar, tekanan dan lain-lain.
3. Karakter gerakan, apakah arah gerakan bolak-balik, maju saja, memuatar atau
macam-macam gerakan.
4. Arah gosokan, dalam banyak hal gosokan dibedakan gosokan kearah lusi dan
kearah pakan. Tetapi bisa saja gosokan membentuk sudut terhadap arah lusi dan
pakan.
5. Pemilihan bahan penggosok
6. Pelapis contoh
7. Kebersihan contoh dan alat
8. Tegangan pada contoh
9. Tekanan antara penggosok dan contoh
LANGKAH KERJA
1. waktu penyimpanan contoh uji diluar ruangan standar, contoh uji tidak gampang
terkena debu atau kotoran lainnya serta tidak dalam posisi terlipat.
2. Menimbang berat contoh uji tersebut dengan menggunakan neraca analitik. Dan
untuk mengukur ketebalannya, digunakan thickness gauge.
3. Memasang contoh uji pada martindel abrasion tester. Pada peralatan tersebut
distel agar setelah 500 kali putaran alat tersebut berhenti berputar. Alat ini
merupakan jenis alat dengan gosokan datar, yang karakter gerakannnya Contoh
uji yang telah berbentuk bulatan dengan diameter 4 cm, dikondisikan dalam
ruangan standar. Untuk mencapai kelembaban standar suatu kain minimal
membutuhkan waktu ± 4 jam. Namun karena keterbatasan waktu, contoh uji
dikondisikan beberapa menit saja, tetapi pada berputar.
4. Setelah 500 kali putaran, alat akan berhenti. Maka contoh uji dilepaskan darinya,
kemudian contoh uji ditimbang dan diukur kembali tebalnya.
5. Melakukan pengujian untuk 2 contoh uji.
DATA PENGAMATAN
0,23+0,25 0,48
Tebal Akhir = 2
= 2
= 0,24 mm
𝑥̅ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑥̅ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Persentase pengurangan berat = 𝑥̅ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100 %
174,5−171
= 174,5
x 100 % = 2,00 %
0,24−0,245
= 0,245
x 100 % = -2,04 %
0,245−0,24
= 0,245
x 100 % = 2,04 %
DISKUSI
Dalam pengujian ketahan gosok berat kain berkurang dan tebal kain bertabah itu
dikarenakan sifat kain kapas yang mempunyai daya tahan gosok yang cukup baik. Dan
data pengamatan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh keadaan di sekitar saat
menimbang berat kain, adanya angin atau getaran saat menimbang.
KESIMPULAN
Berat berkurang dengan presentase pengurangan berat sebesar 2,00 % dan tebal kain
dengan presentase pengurangan ketebalan kain sebesar 2,04 %\
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK
Maksud dari pengujian ini yaitu untuk mengukur kekuatan tarik dan mulur kain tenun
dengan cara pita potong, pita tiras dan cekau. Sedangkan tujuannya adalah mengetahui
cara yang tepat dalam menguji kekuatan tarik dan engetahui pertambahan mulur sebelum
putusnya serta dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil
pengujian kekuatan tariknya.
TEORI DASAR
Kekuatan kain dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok,yaitu kekuatan tarik dan daya
tahan terhadap tarikan, tahan sobek (daya tahan terhadap sobekan) dan kekuatan tahan
pecah (tahan terhadap gesekan/bursting). Masing-masing dari ketiga cara pengujian ini
mempunyai kegunaan masing-masing, dimana contoh-contoh uji dibuat khusus
tergantung pada jenis kain dan penggunannya. Kekuatan kain merupakan daya tahan
kain tarhadap tarikan pada arah lusi maupun pakan
Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan oleh suatu contoh uji kain
hingga kain tersebut putus. Mulur kain adalah pertambahan panjang kain pada saat kain
putus dibandingkan dengan panjang kain semula, dinyatakan dalam persen. Untuk
mengetahui kekuatan tarik kain, dipakai dengan tiga cara pengujian yaitu:
Pengujian dengan cara pita potong, contoh dipotong tepat pada lebar 2,5 cm dan
panjang 20 cm, sebanyak 3 sampel untuk lusi dan pakan 3 sampel. Sampel yang
telah dipotong langsung diuji. Cara ini pada umumnya dipakai untuk kain yang
dilapisi atau kain yang dikanji dengan tebal, yang sukar dan tidak mungkin untuk
diurai. Dalam pengujian ini contoh uji harus betul-betul sejajar dengan arah
benang yang memanjang.
Pengujian kekuatan tarik cara cekau lebih menyerupai pemakaian kain yang
sebenarnya.
Jadi, dalam perhitungan hasil pengujian yang dihitung adalah kekuatan serta
mulur dari kain yang diuji. Untuk menghindari perbedaan persepsi dari penerima
hasil pengujian maka setiap pengujian kekuatan tarik harus dicantumkan cara
mana yang dipakai.
Alat uji kekuatan tarik (dinamakan “Tensile Strength Tester”) ada tiga :
Peralatan
LANGKAH KERJA
DATA PERCOBAAN
Beban = 50 kg
Kekuatan Lusi
No Kekuatan (kg) (x-𝑥̅ ) (x-𝑥̅ )2
1 18 1,83 3,349
2 15 -1,17 1,369
3 15,5 -0,67 0,449
∑ = 48,5 -0,009 5,167
𝑥̅ = 16,17
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 5,167
SD = √ 𝑛−1
= √ 3−1 = √2,58 = 1,60
𝑆𝑑 1,60
CV = 𝑥̅
x 100 % = 16,17 x 100 % = 9,89%
Mulur Lusi
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 0,14
SD = √ =√ = √0,07 = 0,26
𝑛−1 3−1
𝑆 0,26
CV = 𝑥̅ x 100 % = 5,3
x 100 % = 4,99 %
Kekuatan Pakan
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 2,15
SD = √ 𝑛−1
= √3−1 = √1,075 = 1,03
𝑆 1,03
CV = 𝑥̅ x 100 % = 31,16 x 100 % = 3,30%
Mulur Pakan
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 0,06
SD = √ 𝑛−1
= √3−1 = √0,03 = 0,17
𝑆 0,17
CV = 𝑥̅ x 100 % = 3,3
x 100 % = 5,15 %
5,3
Lusi = 7,5
𝑥 100 = 70,66 %
3,3
Pakan = 7,5 𝑥 100 = 44 %
DISKUSI
Pengujian ini sangat penting untuk pengendalian mutu. Dalam perdagangan kain
diperlukan untuk mengetahui apakah kain yang dibuat sesuai atau tidak dengan yang
diinginkan atau tidak. Pengujian cara pita potong ini umumya dipakai untuk kain yang
dilapis atau kain yang dikanji tebal yang sulit untuk di urai atau di tiras. Pada prinsipnya
pengujian ini sama dengan pengujian pita tiras hanya berbeda pada contoh ujinya saja,
pada pita potong Pengujian ini kain tenun dipotong dengan ukuran (2,5 x 20) cm, pada
kedua ujung contoh uji dijepit dan diberi tegangan sampai kain tersebut menjadi putus.
Jadi yang diukur adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh kain, hingga kain
tersebut putus. Pada saat putus, kain tersebut mendapat pertambahan panjang yang
disebut mulur kain. Jadi kekuatan kain yang diukur merupakan kekuatan minimum dari
kain tersebut, baik untuk arah lusi maupun arah pakan. Sedangkan mulur yang diukur
merupakan mulur pada saat putus. Kekuatan yang terhitung berdasarkan hasil pengujian
kekuatan tarik lusi lebih besar dari pada kekuatan tarik pakan, hal ini mungkin
dikarenakan pada proses pertenunan nomor benang yang di pakai dalam lusi lebih besar
dari pada pakan. Mulur yang didapat dari hasil pengujian arah lusi maupun arah pakan
tidak begitu besar , tetapi hal ini menunjukkan pertambahan panjang ada dalam contoh uji
tersebut. Kesalahan pada pengukuran mulur kemungkinan karena penginjakan dynamo
yang terlalu lama sehingga pertambahan mulur yang sebenarnya tidak diketahui dengan
pasti.
kESIMPULAN
LANGKAH KERJA
1. Contoh uji digunting dengan ukuran (3 x 20) cm, lalu tiras arah panjang kain,
hingga lebar kain 2,5 cm. Besarnya tirasan di kedua pinggir hendaknya sama.
Hasil tirasan tidak digunting.
2. Contoh uji,dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (sebaiknya
dilakukan).
3. Jarak jepit diatur sehingga 7,5 cm.Beban dipasang sesuai dengan contoh uji.
4. Skala mulur harus dinolkan.
5. Jarum skala kekuatan diatur pada titik nol.
6. Kain contoh uji dipasang pada penjepit. Pada saat pemasangan contoh uji, pada
penjepit atas seluruh contoh uji boleh dipasangkan semuanya. Hal ini agar tidak
terlalu berulangnya bongkar-pasang contoh uji pada penjepit. Pemasangan
contoh uji yang sekaligus mengakibatkan mengecilnya kemungkinan contoh uji
untuk selip dari penjepit atas. Namun demikian bila pemasangannya kurang teliti,
yang terjadi malah sebaliknya.
7. Contoh uji bagian bawah dipasang pada penjepit bawah. Namun, pemberian
tegangan awal hendaknya tidak melebihi batas toleransi.
8. Motor dijalankan dengan menekan tombol penggerak motor ke atas.
9. Tombol penarik penjepit diputar bawah ke bawah. Pedal motor diinjak, maka
penjepit bergerak ke bawah. Ketika mulur tepat pada saat putus, pedal motor
dilepaskan.
10. Mengamati skala kekuatan dan mulur yang dihasilkan dari hasil pengujian. Pada
saat putus kedudukan ayunan terletak diantara 9 – 45o terhadap garis tegak lurus.
11. Untuk mengembalikan penjepit bawah ke posisi semula, dengan cara memutar
tombol penjepit bawah ke atas, dan pedal motor diinjak.
12. Pengujian dilakukan untuk 3 contoh uji. Masing – masing untuk arah lusi dan
pakan.
13. Membaca kekuatan tarik dalam satuan kilogram (Kg) dan mulur dalam
satuan centimeter (cm).
DATA PERCOBAAN
Beban = 50 kg
Kekuatan Lusi
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 4,06
SD = √ 𝑛−1
= √3−1 = √2,03 = 1,4247
𝑆𝑑 1,4247
CV = 𝑥̅
x 100 % = 15,35
x 100 % = 9,28 %
Mulur Lusi
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 2,084
SD = √ 𝑛−1
= √ 3−1 = √1,042 = 1,020
𝑆 1,020
CV = x 100 % = x 100 % = 37,36 %
𝑥̅ 2,73
Kekuatan Pakan
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 24,5
SD = √ 𝑛−1
= √3−1 = √12,25 = 3,5
𝑆 3,5
CV = 𝑥̅ x 100 % = 30
x 100 % = 11,66 %
Mulur Pakan
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 0,09
SD = √ 𝑛−1
= √3−1 = √0,045 = 0,212
𝑆 0,212
CV = 𝑥̅ x 100 % = 3,5
x 100 % = 6,05 %
2,73
Lusi = 𝑥 100 = 36,4 %
7,5
3,5
Pakan = 7,5 𝑥 100 = 46,6 %
DISKUSI
Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian cara uji dengan standar pengujian
diantaranya karena penirasan yang kurang baik sehingga benang paling pinggir menjadi
bengkok dan mempengaruhi hasil pengujian, jarak jepit karena jarak jepit akan
mempengaruhi mulur yang dihasilkan, jarak jepit yang tinggi atau besar akan
menghasilkan mulur yang tinggi pula, kemudian yang kedua di pengaruhi oleh kecepatan
dimana kecepatan berbanding lurus dengan mulur, dan berbanding terbalik dengan
kekuatan tarik artinya jika kecepatan tinggi akan menghasilkan mulur yang tinggi
sedangkan kekuatan tarik akan menurun.
KESIMPULAN
LANGKAH KERJA
DATA PERCOBAAN
Beban 50 kg
Kekuatan Lusi
𝑆 0,758
CV = 𝑥̅ x 100 % = 40,16 x 100 % = 1,88 %
Kekuatan Pakan
𝑆 0,7
CV = x 100 % = x 100 % = 2,76 %
𝑥̅ 25,36
DISKUSI
Dalam percobaan menggunakan cara cekau, berbeda seperti cara kekuatan tarik lainnya
yang menggunakan dinamometer. Dalam percobaan cara cekau, ukuran penjepit lebih
kecil, dan kain contoh uji lebih lebar dan ditarik oleh mesin tidak menggunakan kecepatan
tekanan, sehingga di dapat hasil yang berbeda.
KESIMPULAN
Dala pengujian kekuatan tarik dan mulur di dapat hasil yang berbeda-beda, padahal beban
yang digunakan sama sebesar 50 kg,.Hal ini dikarenakan penggunaan alat yang berbeda,
pada dinmamoeter alat tersebut di gunakan menggunakan kecepatan tekanan, dan data
yang muncul adalah seberapa cepat tekanan itu diberikan, apabila tekanan itu terlalu lama
maka mulur yang di dapat pun besar, dan sebaliknya jika tekanan itu di tekan dengan lama.
Dalam pengujian pita tiras saat diuji terdapat tirasan, sehingga saat ada penarikan, benang-
benang pakan dapat berpegangan pada tirasan di pinggir kain tersebut, pada cara cekau
ukuran contoh uji pun berbeda lebarnya 10 sedangkan pada pita potong dan pita tiras
lebarnya 2.5 hal ini mepengaruhi saat pengujian, dan penjepit yang digunakan pun
kecil,diletakkan ditengah kain hal ini dapat mepengaruhi tarikan, saat dilakukannya penarikan
serat-serat dapat berpegangan ke pinggir kain, dan yang menarik perlahan adalah mesin, itu
dapat menjadikan data yang akurat, dan pada kehidupan sehari-hari cara cekaulah yang
sering terjadi.
Kekauan kain
MAKSUD
Menguji kekakuan kain pada kain contoh uji dengan mengunakan “Shirley” Stiffness Tester.
TUJUAN
Menghitung kekakuan kain pada sebuah kain contoh uji yang terdiri dari kekakuan lusi,
kekakuan pakan dan kekakuan total.
TEORI DASAR
Sifat- sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik kain,
mulur kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain
yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka seperti kenampakan, kehalusan atau
kekasaran, kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-
sifat kain diatas diperlukan dalam pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal dilakukan seperti memegang, mencoba, kemudian
menentukan mana yang sesuai dengan penggunaanya. Dengan memegang dan merasakan
kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subjektif. Menurut Pierce
apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau
lunak, dan kasar atau halus.
Untuk menetukan besarnya kekakuan dan drape ternayata terdapat beberapa kesulitan.
Penelitian dilakukan untuk menentukan metode yang bisa mengatasi kesulitan dalam
penentuan pegangan dan drape. Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :
1. Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan drape, dan desain
instrumen yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
2. Menentukan teknik staistik untuk menetukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil
pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.
Pengalaman menunjukan bahwa kesimpulan dari Pierce adalah dalam sasaran bahwa
kekakuan merupakan kunci dalam mempelajari pegangan dan drape.
Kekakuan pada kain merupakan salah satu sifat dari kain yang susah ditentukan dalam
angka pada suatu pengujian. Dan definisi tentang kekakuan ada beberapa macam, yaitu :
a) Kekakuan lentur (flexual rigidity) ialah besarnya momen pada ujung kain dengan lebar
kain tertentu membentuk lengkungan tertentu. Dasar kekakuan lentur dinyatakan
dalam mg/cm. Kekakuan lentur berhubungan dengan rasa pegangan. Kain dengan
kekakuan lentur tinggi cenderung mempunyai rasa pegangan kaku.
b) Panjang lengkung (bending length) ialah panjang kain damal cm membentuk
lengkungan sampai mencapai sudut 7,1o. Untuk mendapatkan ketelitian yang baik
maka dalam pelaksanaan pengujian panjang lengkungan dihitung setelah panjang
kain membentuk lengkungan pada 41,5o.
c) Kekakuan lentur lusi atau panjang lengkung lusi ialah lenturan atau lengkungan yang
hanya disebabkan benang lusi.
d) Kekakuan lentur pakan atau panjang lengkung pakan ialah lenturan atau lengkungan
yang hanya disebabkan benang pakan.
Prinsip penentuan kekakuan kain dengan Shirley Stiftness Tester adalah contoh uji kain
dengan ukuran 20 X 2,5 cm yang disangga oleh bidang datar bertepi. Pita kain tersebut
digeser kearah memanjang dan ujung pita melengkung karena beratnya sendiri. Setelah
ujung pita kain sampai pada bidang yang miring dengan sudut 41,5 o terhadap bidang datar,
maka dari panjang kain yang menggantung tadi dan sudut dapat dipertimbangkan
parameter-parameter :
Cara pengujian
Data pengamatan
X = 1,23
X = 1,57
= 2,34 mg/cm
= 4,89 mg/cm
Kekakuan total
GT = √𝐺𝐿 𝑥 𝐺𝑃
= √2,34 𝑥 4,89
= √11,44
= 3,38 mg/cm
Bending Modulus
DISKUSI
Dalam pengujian kekakuan ini, satu contoh uji diuji sebanyak 4 kali, bagian bagian depan,
belakang, atas dan bawah kain. Walau sifat serat mepengaruhi dari jenis kain yang diuji,
tetapi hasil dari perbandingan sesama Lusi dan sesama Pakan seharusnya tidak terlalu jauh
karen asih satu kain contoh uji yang sama, tetapi ini bisa saja terjadi karena contoh uji yang
diujikan tidak dala keadaan rapi ontoh uji dimungkinkan terkena lipatan saat sebelu diujikan,
dan ontoh uji tidak disetrika terlebih dahulu. Kekakuan yang baik ditunjukkan apabila
kekakuannya lebih relatif kecil. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh penyusun seratnya serta
konstruksi kain yang digunakan. Selain itu kain pun dapat dibuat menjadi kaku agar udah di
bentuk dan udah dirapikan.
KESIMPULAN
MAKSUD
Maksud dari pengujian ini yaitu untuk mengukur kekuatan sobek kain tenun dengan cara
Trapesium, cara Lidah dan cara Elmendorf sesuai standar pengujian
TUJUAN
Mengetahui cara yang paling tepat untuk menguji dari penerusan sobek.
TEORI DASAR
Pengujian kekuatan sobek adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian
kekuatan sobek kain sangat penting untuk kain – kain militer seperti kain untuk kapal
terbang, payung udara dan juga untuk kain sandang. Pengujian kekuatan sobek dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
Pengujian cara trapesium ini meniru keadaan Cara trapesium adalah kekuatan tarik
kain yang telah diberi sobekan awal diantara dua penjepit yang membentuk bangun
trapesium terhadap arah tarikan sedemikian rupa sehingga sobekan awal terletak
ditengah diantara dua penjepit.
Kekuatan tarik kain cara lidah adalah kain yang telah digunting terlebih dahulu kearah
lusi atau pakan; wale atau course, sehingga berbentuk seperti lidah dan ditarik pada
kedua ujung sobekan.
Kekuatan sobek lusi adalah kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai
benang lusi putus. Kekuatan sobek pakan adalah kekuatan yang diperlukan untuk
menyobek kain sampai benang pakan putus.
Pengujian dengan cara lidah tidak dapat dilakukan pada kain tidak seimbang. Kain
dengan tetal lusi lebih besar dari tetal pakan, apabila disobek pada arah lusi, maka
arah sobekan pada saat pengujian akan berubah kea rah pakan yang lebih lemah.
5. Cara Elmendorf/Pendulum
Kekuatan sobek cara Elmendorf adalah kekuatan kain yang telah diberi sobekan awal
dengan jarak yang telah ditentukan. Metoda pendulum balistik (Elmendorf) digunakan
untuk penentuan gaya sobek kain. Metoda ini menetapkan gaya sobek yang
diperlukan untuk meneruskan sobekan pada kain dengan panjang tertentu jika diberi
gaya mendadak. Gaya sobek dikualifikasikan sebagai “menyobek lusi” atau “
menyobek pakan” atau (benang lusi sobek) atau (benang pakan sobek). Uji ini khusus
digunakan pada kain tenun, bisa juga nir tenun dengan batasan yang sama seperti
kain tenun. Penting untuk pengujian bahan pekaian seperti kemeja, blus, kain lapis,
dan kain militer (misalnya parasut).
Uji sobekan ini tidak cocok untuk kain rajut, kain tenun elastic, kain yang sangat
isotrop atau kain yang anyamannya memiliki jarak yang jika disobek arah sobekan
akan berpindah kearah yang lain.
Prinsip Pengujian
Gaya yang diperlukan untuk meneruskan sobekan pada kain ditentukan dengan mengukur
kerja yang dilakukan dalam penyobekan kain dengan jarak yang ditentukan. Alat terdiri dari
pendulum beserta penjepit yang satu garis dengan penjepit kedudukan tetap saat pendulum
pada posisi dinaikkan, posisi awal dengan energi potensial maksimum.
Contoh uji dikencangkan dalam penjepit dan sobekan dimulai dengan memotong kain contoh
uji di antara penjepit. Pendulum kemudian dilepaskan dan penjepit menyobek contoh uji
seluruhnya saat penjepit bergerak dari penjepit kedudukan tetap. Gaya sobek tersebut
diukur.
Kekuatan tarik kain yang telah digunting terlebih dahulu kearah lusi atau pakan, sehingga
berbentuk lidah dan ditarik kedua ujung sobekan. Kekuatan lusi adalah kekuatan yang
diperlukan untuk menyobek kain sampai benang lusi putus. Kekuatan pakan adalah
kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai benang pakan putus.
Contoh uji diberi suatu garis sehingga membentuk trapesium sama kaki sehingga sisi yang
tidak sejajar dijepit pada alat uji. Gaya diberikan untuk rnenyobek contoh uji yang telah diberi
sobekan awal sepanjang 15 mm. Kekuatan sobek dapat dihitung dari diagram beban dan
mulur.
KEKUATAN SOBEK KAIN ELMENDORF
1. Pendulum (Elemendorf) pengujian sobek dengan kapasitas alat 1600 gram, 3200
gram dan 6400 gram.
2. Gunting.
3. Contoh uji: kain contoh uji sebanyak masing-masing 3 buah baik untuk arah pakan
maupun arah lusi dengan ukuran.
LANGKAH KERJA
∑ = 3.456 0 6.144
X = 1.152
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 6.144
SD = √ 𝑛−1
= √ 3−1 = √3072 = 55,42
𝑆 55,42
CV = 𝑥̅ x 100 % = 1.152 x 100 % = 4,8 %
∑ = 5.376 0 14.336
X = 1.792
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 14.336
SD = √ 𝑛−1
=√3−1
= √7.168 = 84,66
𝑆 84,66
CV = 𝑥̅ x 100 % = 1.792 x 100 % = 4,7 %
DISKUSI
Prinsip pengujian tahan sobek kain tenun dengan Elmendorf yaitu gaya impact/ dorong rata-
rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal, diperoleh
dengan mengukur kerja yang dilakukan dalam penyobekan pada jarak yang sudah
ditentukan. Alat uji ini terdiri dari pendulum berbentuk sektor yang dilengkapi dengan penjepit
pada pendulum harus satu garis dengan penjepit yang kedudukannya tetap. Kedudukan ini
mempunyai energi potensial maksimum. Contoh uji dipasang pada kedua penjepit, kemudian
diberi sobekan awal di antara kedua penjepit tersebut. Pendulum dibebaskan mengayun
sehingga penjepit pada pendulum bergerak menyobek contoh uji.
Kekuatan sobek kain yaitu kemampuan minimum dari kain untuk menahan beban maksimum
yang mengenai kain tersebut. Metode pendulum digunakan untuk penentuan gaya sobek
kain. Metoda ini menetapkan gaya sobek yang diperlukan untuk meneruskan sobekan pada
kain dengan panjang tertentu jika diberi gaya mendadak. Gaya sobek dikualifikasikan
sebagai menyobek lusi atau menyobek pakan. Uji ini khusus digunakan pada kain tenun,bisa
juga nir tenun dengan batasan yang sama seperti kain tenun.
Didapatkan hasil uji rata-rata kekuatan sobek antara pakan dan lusi berbeda. Pada pakan
kekuatannya yaitu 1.792 gram sedangkan pada lusi 1.152 gram. Kekuatan benang pakan
lebih kuat dari pada benang lusi karena benang pakan yang sebelumnya diperkuat pada
proses pertenunan agar tahan terhadap gesekan-gesekan sehingga kekuatannya lebih besar
tidak hanya kekuatan tariknya tapi juga kekuatan sobeknya. Skala kekuatan sobek pakan
dan lusi yang terbaca sesuai dengan standar yaitu diantara 20-80 dengan beban yang
digunakan 3200 gram untuk pakan dan 3200 gram untuk lusi. Beban yang digunakan
berbeda tergantung kain uji.
Pengujian ini menyesuaikan dengan standar pengujian SNI ISO 13937-1(E)-2010. Ada
beberapa hal yang berbeda antara apa yang dilakukan dengan pengujian seharusnya.
Contoh uji yang dilakukan tidak dilakukan persiapan contoh uji yaitu sampai pada kondisi
standar RH 65 2 % dan suhu 27 2 C, sehingga RH dan suhu yang tidak sesuai kemungkinan
akan mempengaruhi hasil pengujian. Ukuran contoh uji kurang sesuai dengan standar
pengujian yang seharusnya 10 cm x 7,5 cm tetapi menjadi 10,2 cm x 7,5 cm, selain itu
ukuran lubang berukuran awal kurang sesuai dengan standar yang berukuran 1,5 cm x 1,2
cm karena pengukuran pada saat pengujian bukan lubang atau sobekannya yang diukur,
tetapi jarak dari pinggir kain, baru dibuat sobekan persegi 4 seperti pada gambar contoh uji
diatas. Pengambilan contoh uji pun dilakukan hanya pada 3 contoh uji dengan pengambilan
pada pakan atau lusi yang sama karena keterbatasan kain contoh uji.
Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008),
kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-
2004).
KESIMPULAN
SD Lusi = 55,42
SD Pakan = 84,66
CV Lusi = 4,8 %
CV Pakan = 4,7 %
KEKUATAN SOBEK KAIN CARA LIDAH
1. Alat uji kekuatan tarik sistem laju mulur tetap yaitu Instron dengan beban sebesar 10
kg, jarak jepit 7,5 cm, kecepatan penarikan 30+(-/cm/menit).
2. Instron / alat kekuatan tarik sistem laju tarik tetap yang dilengkapi:
Dengan diagram pencatat skala.
Penjepit atas dan penjepit bawah (klem) ukuran 2,5cm x 7,5cm
3. Gunting, mistar, grafik dan pensil/pena.
4. Bahan yang digunakan yaitu dengan ukuran (7,5 x 20) cm.
LANGKAH KERJA
1. Memotong kain contoh uji dengan panjang 20 cm dan lebar 7,5 cm.
2. Memotong kain ke arah memanjang sepanjang 7,5 cm mulai dari tengah – tengah
salah satu tepi yang pendek pada kain contoh uji.
3. Membuat 1 contoh uji ke arah lusi dan arah pakan.
4. Contoh ujidikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya
dilakukan).
5. Mengatur kedudukan jarak jepit (7,5 cm).
6. Memilih beban yang sesuai dengan kekuatan kain yang akan diuji (10 kg).
7. Alat – alat pencatat pembebanan pada kertas grafik supaya pada kedudukan yang
tepat.
8. Memasangkan contoh uji pada penjepit ataslalu penjepit bawah.
9. Mesin dijalankan. Data percobaan dilihat pada grafik.
Sobek LusI
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 0,28
SD = √ 𝑛−1
= √5−1 = √0,007 = 0,26
𝑆 0,26
CV = 𝑥̅ x 100 % = 2,62 x 100 % = 19,84 %
Sobek Pakan
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 0,888
SD = √ =√ = √0,22 = 0,46
𝑛−1 5−1
𝑆 0,46
CV = x 100 % = x 100 % = 11,55 %
𝑥̅ 3,98
DISKUSI
Pengujian dilakukan dengan standar pengujian cara uji kekuatan sobek cara lidah, SNI 0521-
2008. Pengujian ini dilakukan pada kain yang tidak seimbang baik itu arah lusi dan pakan
yang berbeda jenis seratnya atau misalnya kain yang coating yang tidak dapat dilakukan
dengan cara elmendorf.
Penjepitan contoh uji pada penjepit atas maupun bawah, harus benar – benar kuat. Sebab
bila terjadi penarikan, bila penjepitan kurang kuat, akan menyebabkan kekuatan sobek
contoh uji akan lebih besar dari yang semestinya. Kedudukan alat pencatat, harus tepat pada
grafik skalanya. Hal ini untuk menghindari terbentuknya kesalahan grafik yang disebabkan
oleh labilnya pencatat skala. Kelembaban contoh uji, harus diperhatikan. Sebab hal ini akan
mempengaruhi kekuatan dari kain terpal tersebut. Untuk kain – kain tertentu, makin tinggi
regainnya akan makin kuat atau sebaliknya. Tentunya hal ini bila dilakukan penyobekan akan
berpengaruh pada ketahanan sobek kainnya. Ketelitian skala yang terbatas serta kesalahan
dalam pembacaan skala ikut mempengaruhi hasil pengujian.
Pada pengujian dengan cara lidah prinsipya mengukur beban maksimal yang dapat ditahan
oleh kain contoh uji sehingga kain tersebut putus seratnya. Sedangkan yang dimaksud
kekuatan sobek cara lidah adalah kekuatan tarik kain yang telah digunting terlebih dahulu ke
arah lusi ataupun pakan, sehingga berbentuk seperti lidah dan ditarik pada kedua ujung
sobekan. Kekuatan sobek pakan lebih kecil dari lusi karena benang lusi pada proses
pertenunan sudah diperkuat.
Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008),
kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-
2004).
KESIMPULAN
SD Lusi = 0,08
SD Pakan = 0,46
CV Lusi = 19,84 %
CV Pakan = 11,55 %
KEKUATAN SOBEK KAIN TRAPESIUM
1. Alat Uji Tarik Sistem Laju Mulur Tetap (Instron), dengan syarat :
Penjepit bawah
Penjepit atas yang bisa bergerak keatas atau kebawah.
Beban yang digunakan = 20 dan 10 kg
Kertas grafik kekuatan.
Jarak jepit 2,5 cm.
Kecepatan penarikan = 30 ± 1cm/menit
Ukuran klem 7,5 cm x 2,5 cm
2. Gunting, kertas grafik, pena/tinta.
3. Contoh Uji: kain uji sebanyak 1 buah untuk arah lusi dan 1 buah untuk arah pakan
dengan bentuk dan ukuran 7,5 cm x 15 cm.
LANGKAH KERJA
DATA PERCOBAAN
Skala 10
𝑆 4,14
CV = x 100 % = x 100 % = 112,5 %
𝑥̅ 3,68
Skala 10
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 36,29
SD = √ =√ = √9,07 = 3,01
𝑛−1 5−1
𝑆 3,01
CV = x 100 % = x 100 % = 110,66 %
𝑥̅ 2,72
DISKUSI
Kekuatan sobek kain yaitu kemampuan minimum dari kain untuk menahan beban maksimum
yang mengenai kain tersebut. Pengujian disesuaikan dengan SNI 08-1269-1989 yaitu
pengujian kekuatan sobek kain baik kearah lusi maupun pakan diperlukan untuk kain – kain
yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi. Pengujian dengan cara
trapesium ini meniru keadaan dari kejadian dimana sepotong kain ditarik dengan gunting
pada bagian pinggir kain, dan contoh dipegang dengan kedua tangan, lalu disobek mulai dari
tarikan yang telah dibuat.
Faktor alat yang mempengaruhi hasil pengujian yaitu diantaranya; ketika proses penarikan
berlangsung, kain slip dari penjepit yang disebabkan oleh kondisi penjepitnya yang sudah
longgar. Dalam pemasangan kain pada penjepit, bila kurang kencang akan mennyebabkan
kain slip pada saat penarikan. Pemasangan pencatat skala dan kertas grafik yang kurang
tepat akan berpengaruh pada grafik yang terbentuk. Pembacaan skala pada grafik dan
pembuatan contoh uji merupakan faktor yang mempengaruhi hasil pengujian.
Alat yang digunakan untuk uji ini yaitu instron. Jika ada kesalahan perlakuan maka salah
pula terhadap hasil uji. Saat proses penarikan berlangsung, karena gerakan ujung pena yang
kurang stabil. Dalam pemasangan kain pada penjepit, bila kurang kencang akan
mennyebabkan kain slip pada saat penarikan, kemungkinan juga kain tergelincir sehingga
menyebabkan slip dan akan mempengaruhi terhadap hasil. Dan perbedaan peasangan skala
pada lusi dan pakan , karena saat lusi memakai skala 20 tidak memenuhi standar, hasil
sangat kecil. Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI
0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI
08-1515-2004). Kain tidak disesuaikan dengan standar lain karena bentuk kain yang tidak
sesuai misal untuk kain terpal dan jok mobil.
KESIMPULAN
Hasil dari pengujian kekuatan sobek didapat hasil yang berbeda-beda, perbedaan pun jauh,
itu dikarenakan saat proses melakukan pengujian dan dapat terjadi karena proses skala atau
beban yang digunakan berbeda-beda. Dalam percobaan cara Elemendorf menggunakan
Pendulum, gaya yang diberikan bukan gaya tarik melaikan gaya dorong, sedangkan yang
menggunakan alat dinamometer diberikan gaya penarikan, perbedaan terletak di sobekan
awal yang diberikan, cara lidah diberikan sobekan awal yang cukup panjang, sehingga
didapatkan hasil ang berbeda dalam hasil perhitungan. Twist juga berpengaruh pada
kekuatan benang, jika diberikan twist yang tinggi maka kekuatan pun pasti besar. Selain twist
jumlah kerapatan benang/ tetal benang berpengaruh pada proses penarikan, jika benang
yang mepunyai jumlah tetal yang banyak, kerapatan kain pun seakin bagus dan penarikan
pun akan semakin sulit.
PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN
CARA DIAFRAGMA
MAKSUD
TUJUAN
Untuk menentukan besarnya kekuatan atau gaya yang diperlukan untuk menjebol atau
memecahkan kain rajut.
TEORI DASAR
Kain rajut adalah kain yang dibentuk dengan cara membentuk jeratan dengan alat yang
terdiri dari jarum-jarum rajut. Pada dasarnya kain rajut terdiri dari :
Kekuatan jebol adalah tekanan maksimum yang diperlukan untuk menjebol kain rajut dan
dinyatakan dengan Kpa atau Kg/cm.Untuk menghitung ketahanan jebol ini digunakan alat uji
kekuatan jebol yang dilengkapi dengan diagframa dari karet dan penunjuk tekanan dalam
satuan Kg/cm.Alat ini memberikan tekanan pada kain rajut sampai kain rajut tersebut jebol
atau berlubang.
Pengujian tahan jebol atau tahan pecah dilakukan terhadap beberapa jenis kain yang
memperhatikan ketahanan pecah. Selain itu diperlukan pula untuk pengujian tahan pecah
kertas.
Dalam praktek pengujian dilakukan dengan penarikan tetap dengan bola penekan.
Pengujian ini dilakukan dengan tipe pendulum yang dilengkapi dengan bola baja yang
mendorong contoh penjepit yang berbentuk cincin untuk menegengkan contoh uji.
Peralatan ini terpasang pada alat pendulum sedemikiam rupa sehingga pada saat jalan bola
akan mendorong kain ke atas. Beban yang diperlukan untuk memecahkan/menjebol kain
oleh bola menunjukan kekuatan pecah/jebol suatu contoh uji.
2. Contoh uji
LANGKAH KERJA
Σ (𝑥−𝑥̅ )2 10
S=√ 𝑛−1
= √4−1 = √3,33 = 1,82
𝑆 1,82
CV = 𝑥̅ x 100 % = 6
x 100 % = 30,33%
DISKUSI
Setelah dilakukan percobaan,ternyata hasilnya tidak begiu jauh yaitu kisaran 9,0 sampai 10
untuk sudut-sudut kain yang berbeda, walaupun nilai yang didapat menunjukan bahwa
ketahanan jebol kain contoh uji berkisar kurang baik sampai sedang.
Pada pengujian yang harus diperhatikan meliputi :
Kencangan dalam memasang contoh uji, ketegangan Pada contoh uji yang diberikan pada
saat pemasangannya dan tekanan yang digunakan.Bila hal itu semua diabaikan maka
dapatlah dipastikan bahwa hasil pengujian tersebut akan tidak akurat lagi untuk dijadikan
sebagai standar.
Bila kain sudah mengalami pecah maka dengan segera alat dikembalikan seperti keadaan
semula agar bola karet yang digunakan tidak ikut pecah, dimana hal itu juga termasuk
pengendalian dalam hal pemeliharaan alat.
Pemasangan kain rajut pada penjepit yang berbentuk cincin, dilakukan dengan memberikan
tegangan awal yang sama. Sebab hal ini akan menentukan daya tahan jebol kain terhadap
diafragma. Bila tegangan yang diberikan terlalu kecil, maka tahan jebol kain menjadi lebih
besar dari yang semestinya, begitu sebaliknya. Jadi penarikan kain ketika dipasang pada
cincin penjepit akan menentukan hasil pengujian dan koefisien variasi-nya.
Diafragma yang digunakan terus menerus akan mengakibatkan kondisinya akan makin
mengendor. Bila hal ini terjadi maka kemampuan menekan contoh uji pun akan makin
melemah.Sehingga hasil pengujian akan makin rendah.
Kecepatan pemompaan glycerine, akan menetukan kecepatan memuainya diafragma. Hal ini
kan menentukan ketahanan jebol kain rajut tersebut. Sedangkan pemompaan ini serta
kaitannya dengan kecepatan motor.
Pada pengujian tahan jebol kain rajut pada alat Buersting tester yang perlu diperhatikan
adalah :
1. Pahan yang dijepitkan diusahakan serata mungkin
2. Pengencang harus benanr-benanr kuat sehingga tidak ada perubahan awal
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pada uji tahan jebol adalah dari data yang diperoleh
diantaranya :
Rata-rata kekuatan jebol = 6 kg/cm2
SD = 1,82
CV = 30,33 %
Kain contoh uji sesuai untuk digunakan handuk mandi (> 4,7 kg/cm2), kain rajut untuk
pakaian olahraga wanita dewasa dan anak-anak ( > 2,5 kg/cm2 untuk kain sheer dan > 5,5
kg/cm2 untuk kain non sheer), kain rajut polos kapas (>5 kg/cm2), kain selimut (>2,0 kg/cm2)
dan kain rajut pakan untuk kemeja dan blus (> 7 kg/cm2).
PENGUJIAN KELANGSAIAN KAIN
(DRAPE)
Mengetahui pengujian drape kain dengan alat alat software drape tester
TEORI DASAR
Kelangsaian (drape) adalah variasi dari betuk atau banyaknya lekukan kain yang disebabkan
oleh sifat kekerasan , kelembutan, berat kain, dan sebagainya apabila kain digantungkan.
Drape factor adalah perbandingan selisih luas proyeksi vertical dengan luas landasan contoh
uji, terhadap selisih contoh uji dengan luas landasan contoh uji.
The Fabric Research Laboratories of USA telah mengembangkan suatu metode untuk
mengukur drape, hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan karakteristik lusi dan pakan
menghasilkan suatu tekukan seperti terlihat di took apabila suatu kain digantung pada
gantungan bulat.
1. Drape tester
2. Alat pengukur contoh uji
3. Gunting
4. Computer
5. Alat tulis
LANGKAH KERJA
1. Membuat pola lingkaran dengan diameter 25,4 cm pada kain contoh uji
2. Menggunting pola tersebut, dan tengah – tengah contoh uji dibuat lubang
3. Menyalakan computer
4. Menyalakan drape tester dengan cara membuka kaca (menekannya lalu tarik),
kemudian menekan tombol POWER di kanan bawah sampai lampunya menyala
5. Double klik ikon drape tester, sampai menu drape tester keluar
6. Memasang contoh uji (bagian muka) pada piringan
7. Meng-klik reset, menunggu sampai lampu merah menyala
8. Mengetik nama contoh uji dan nama operator
9. Mengklik mulai untuk memulai, menunggu hingga selesai (untuk men-stop ditengah
jalan, klik stop)
10. Mengulangi langkah 4 s/d 8 untuk contoh uji bagian belakang
DATA
PERCOBAAN
27.206.71−12.468.98
= 50..670.75−12.468.98 x 100 %
14.737.73
= 38.201.77 x 100 %
= 38,58 %
Belakang
27.514.55−1.468.98
= x 100 %
50.670.75−12.468.98
15.045.57
= x 100 %
38.201.77
= 39,38 %
DISKUSI
Hasil dari percobaan diatas dapat diketahui bahwa kelangsaian adalah bawaan sifat fisika
dari kain yang di uji. Seperti yang sudah diketahui bahwa serat kapas dapat untuk digunakan
setiap jenis pakaian yang mebutuhkan banyak fleksibilitas dan drape yang ukup baik. 38,58
% untuk permukaan atas dan 39,38 % untuk permukaan belakang, hal itu menunjukan
permukaan belakang kain sedikit lebih tinggi tingkat langsainya hal itu dikarenakan hasil dari
peletakan kain yang di deteksi memakai sinar infrared pada permukaan depan
bersinggungan dengan batas piringan yang ada dalam alat uji.
KESIMPULAN
Dari hasil perobaan diatas di dapat persentase drape 38,58 % untuk perukaan depan dan
39,38 % untuk permukaan belakang.
PENGUJIAN PILLING KAIN
TEORI DASAR
Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena adanya piling
yaitu gundukan serat- serat yang mengelompok di permukaan kain yang menyebabkan tidak
baik dilihat. Piling akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat- serat
lepas yang menonjol di permukaan kain akibat gosokan.
Pilling kain telah lama dianggap cacat pada kain rajut karena benang rajut dibuat dari
benang- benang rendah twist , pilling ini akan lebih parah lagi jika timbul pada serat buatan.
Intepretasi hasil pengujian pilling adalah:
1. Banyaknya pilling diperhatikan oleh standar yang diperuntukan, tidak akan dihasilkan
tiap orang, tetapi hanya oleh orang yang bekerja dan menggunakan baju itu.
2. Pilling hanya muncul di bagian tertentu saja seperti siku, lipatan, leher dan
sebagainya
1. Alat uji pilling buatan ICI Piling and Snagging Tester, berupa kotak ukuran 9x9x9 inch
dengan pintu bagian dalam dilapisi lempeng gabus dengan tebal 1/8 inch, kotak
diputar dengan kecepatan 60 putaran/menit
2. Tabung karet atau poliuretan diameter luar 1,25 inc, panjang 6 inch dan tebal 1/8
inchi
3. Gunting
4. Mistar
5. Alat pembuat ukuran contoh uji
LANGKAH KERJA
1. Potong kain dengan ukuran 5x5 inch, kemudian dijahit agar terkunci
2. Masukan tabung dari karet ke dalam contoh uji yang berbentuk silinder
3. Tutup ujung potongan kain dengan cellophane
4. Masukan empat tabung karet beserta contoh uji ke dalam satu
5. Putar alat dengan kecepatan 60 putaran/menit
6. Untuk pakaian pengujian dapat dilakukan pada kain asli dan kain setelah pencucian
sebanyak pencucian yang ditetapkan. Pencucian dipakai standar cara pencucian
yang berlaku
7. Bandingkan secara visual kenampakan pilling yang timbul pada contoh uji dengan
foto standar.
Pilling tersebut dapat diuji dengan nomor 3
DISKUSI
Penentuan grade dalam pengujian pilling tidak asal memilih mengikuti gambar karena
perbedaan yang timbul antara kain sebelum dimasukkan kedalam mesin berbeda tipis,
penerawangan pun dibutuhkan dalam melihat timbulnya pilling, dan kain yang digunakan
adalah kain katun, hal ini berpengaruh pada sifat kain yang terbuat dari serat kapas yang
berjenis filamen.Serat yang panjang dimungkinkan sukar terkena pilling.
KESIMPULAN
Pada percobaan pengujian pilling, grade yang dipilih pada kain katun adalah grade no 3