Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TANAMAN KUMIS KUCING


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini yang berjudul “TANAMAN KUMIS KUCING “ dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
A. Deskripsi Kumis Kucing ................................................................................................. 3
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tradisi mengkonsumsi tumbuhan obat atau rempah-rempah dalam bentuk ramuan
jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat, baik untuk maksud
pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan penyakit (preventif),
pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Namun sayangnya
tidak semua masyarakat menyukai ramuan jamu tradisional karena citarasa jamu yang
diidentikkan dengan aroma tajam dan rasa pahit sehingga menurunkan nilai palatabilitas
minuman tersebut. Akibatnya, tidak semua masyarakat mendapatkan khasiat kesehatan
dari ramuan jamu tradisional.
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati terbesar kedua setelah Brazil
dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar 1.000
spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional, terutama untuk jamu.
Sumber daya alam yang melimpah ini semestinya menjadi salah satu keunggulan
komparatif bagi daya saing Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk pangan
fungsional.
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis
tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena di dalamnya
banyak mengandung senyawa flavonoid lipofilik yang berfungsi sebagai antioksidan.
Budidaya kumis kucing di kebun pembibitan tanaman meningkat secara pesat dengan
persentase pertumbuhan mencapai sekitar 90-95%, terutama ketika diketahui bahwa
ekstrak daun kumis kucing dapat dimanfaatkan sebagai aktivator pembusukan sampah
daun mahoni menjadi pupuk kompos yang dapat meningkatkan produktivitas hutan
damar (Agathis loranthifolia). Kumis kucing juga banyak dibudidayakan dengan sistem
tumpang sari dengan tanaman palawija (misalnya jagung) untuk memberi keseimbangan
nutrien tanah sehingga dapat meningkatkan produktivitas hutan damar.
Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya
adalah flavonoid. Penelitian terhadap flavonoid dari beberapa tanama nmempunyai efek
farmakologis sebagai anti inflamasi. Flavonoid yang terdapat dalam simplisia daun
kumis kucing bisa disaring menggunakan air maupun etanol 70% (Harbone, 1987).
Penyarian yang dilakukan dengan mengunakan pelarut air akan diperoleh zat yang

1
bersifat cenderung polar. Pelarut air mempunyai kelemahan yaitu menyebabkan reaksi
fermentatif sehigga mengakibatkan perusakan bahan aktif lebih cepat. Kelemahan
lainnya adalah menyebabkan pembengkakan sel sehingga bahan aktif akan terikat kuat
pada simplisia, larutan dalam air juga mudah dikontaminasi. Pelarut alkoholik
merupakan pilihan utama untuk semua jenis flavonoid. Pelarut etanol bisa digunakan
untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol
merupakan pelarut universal. Etanol mempunyai kelebihan dibanding air yaitu tidak
menyebabkan pembengkaan sel, menghambat kerja enzym dan memperbaiki stabilitas
bahan obat telarut. Etanol 70% sangat efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal,
bahan balas yang ikut tersaring dalam cairan penyaring hanya sedikit, sehingga zat aktif
yang tersaring akan lebih banyak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kumis Kucing
1. Nama Botani tanaman kumis kucing
Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus Benth., dan
mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Mig., Orthosiphon spicatus B.Bs,
Orthosiphon grandiflorus Bld. (Van Steenis, 1947).
2. Nama daerah tanaman kumis kucing
Nama daerah tanaman kumis kucing di daerah antara lain, kumis kucing (Sunda),
remujung (Jawa), se saleyan (Madura) songot koceng (Madura) (Heyne, 1987).
3. Taksonomi tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Sub Classis : Sympetalae
Ordo : Tubiflorae / Solanales
Famili : Labiatae
Genus : Orthosiphon
Species : Orthosiphon stamineus Benth (Van Steenis, 1947).

4. Kandungan senyawa aktif dan mekanisme farmakologis


Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara lain
minyak atsiri 0,02-0,06%, terdiri dari 60 macam seskuiterpen dan senyawa fenolik
(Sudarsono dkk., 1996). Tanaman ini juga mengandung Benzokhromon,
Orthokhromen A, methyl riparikhromen A dan asetovanillochromen. Diterpen,
isopimaran–type diterpen (orthosiphones dan orthosiphol), primaran–type diterpen
(neoorthosiphol dan staminol A). Flavonoid, sinensetin, tetrametil sculaterin dan

3
tetramethoksiflavon, eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin,
trimethilapigenin, dan tetrametilluteonin, kadar flavonoid lipofilik pada daun kumis
kucing ini antara 0,2-0,3%, kadar flavonoid glikosida juga sekitar itu. Kandungan lain
pada tanaman ini antara lain asam kafeat dan turunannya (contoh asam rosmarat)
inositol, fitosterol (contoh β-sitosterol) dan garam kalium (Barnes et al., 1996).
5. Penggunaan Tradisional (dosis dan cara pengolahan)
Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaatnya untuk pengobatan.
Bagian tanaman yang biasa digunakan adalah herbal baik segar maupun yang telah
dikeringkan. Teh yang dibuat dari daun yang dikeringkan mempunyai reputasi yang
baik sebagai obat-obatan terhadap penyakit ginjal (Van Steenis, 1947). Kumis kucing
berkhasiat diuretik, di Jawa digunakan untuk pengobatan hipertensi dan diabetes,
tanaman ini juga sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan pendarahan, ginjal,
batu empedu, gout dan rematik (Barnes, 1996).
Cara pengolahan kumis kucing ada beberapa cara diantaranya:
a. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu simplisia
nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi yang
spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang spontan dikeluarkan dari sel murni.
Simplisia hewani adalah zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat-zat kimia murni.Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal
dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (Anonim,
1985).
b. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga zat yang diinginkan akan larut.
Pemilihan sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus berdasarkan
kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan
seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989). Ekstrak
adalah sediaan berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyaring simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari
langsung (Anonim, 1979).
4
c. Mekanisme Evaporator

Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau


keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap.
Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk
memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga
bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih
lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke
dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil
dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau
larutan berkonsentrasi.
Adapun cara pengolahan hingga kumis kucing siap digunakan yaitu:
 Memilih daun kumis kucing yang masih segar dan membuang daun kumis kucing
yang sudah tua dan agak layu.
 Mencuci daun kumis kucing yang sudah disortir dengan air bersih dan mengalir.
 Merajang kasar semua bagian daun kumis kucing.
 Hasil rajangan ditempatkan pada nampan dan diberi jarak. Dijemur sampai kadar
air 10 % (selama satu minggu).
 Memilih daun kumis kucing yang sudah dikeringkan dan membuang jika terdapat
daun yang busuk.
 Menggiling tanaman yang telah disortir di dalam blender sampai halus, jika
memungkin hasil gilingan ini dapat melewati ayakan mesh 60.
 50 gram simplisia yang sudah siap, diekstrak dengan etanol 70 % sebanyak 500 ml.
 Mengaduk campuran etanol dan simplisia selama 2,5 jam tanpa henti.
 Diamkan selama beberapa jam.
 Lalu disaring beberapa kali sampai benar – benar tidak ada lagi simplisia yang ikut
di dalam filtrat.
 Hasil filtrat di keringkan menggunakan evaporator sampai terbentuk ekstrak yang
kental.
 Ekstrak yang kental dikeluarkan dari evaporator.
 Lalu ditimbang 12 gr avicel PH 101 dan dicampurkan ke dalam ekstrak kental.

5
 Keringkan campuran ekstrak kental dengan avicel dengan evaporator sampai
menjadi bubuk.
 Ditimbang jumlah serbuk yang dihasilkan.
 Setelah berat total serbuk diketahui, maka mencari jumlah ekstrak daun kumis
kucing dalam jumlah total serbuk yang diperoleh.
 Lalu menghitung jumlah ekstrak daun kumis kucing dalam satu kapsul.
 Dan tentukan dosis minum dalam sehari.
 Masukkan serbuk daun kumis kucing ke dalam kapsul.
 Jumlah Kapsul dan Dosis
1 dosis daun kumis kucing adalah : 2,5 gram
Simplisia kumis kucing yang ditimbang adalah 50 gram, jadi dapat menghasilkan
20 dosis yang nantinya dikemas dalam kapsul.
12 gram avicel PH 101 + Ekstrak kental daun kumis kucing = 18 gram granul
kering.
Maka, diperoleh obat sebanyak 60 kapsul. Sehingga untuk mencapai 1 dosis,
harus meminum 3 kapsul.

Granul Ekstrak Daun Kumis Kucing Kapsul Ekstrak Daun Kumis Kucing
6. Bukti Ilmiah

Beberapa penelelitian yang telah dilakukan antara lain: kemampuan infusa


daun kumis kucing secara in-vitro untuk melarutkan kalsium batu ginjal pada
konsentrasi 5%; 7,5% dan 10% (Cahyono, 1990). Uji toksisitas terhadap Arthemisia
salina dengan ekstrak kloroform daun kumis kucing menunjukkan gabungan fraksi 4-
5 fraksi kloroform larut metanol merupakan fraksi yang paling toksik terhadap
Arthemisia salina. Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut adalah senyawa fenol,
flavonoid, dan terpenoid (Utami, 2005). Isolasi dari gabungan fraksi 7 dan 8 ekstrak
kloroform larut metanol daun kumis kucing diperoleh 1 isolat yang aktif pada uji
sitotoksisitas pada sel HeLa dan sel Raji. Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut
adalah senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid (Thoyibah, 2006). Penelitian

6
Anindhita (2007) menunjukkan adanya daya antiinflamasi infusa herba kumis kucing
dengan konsentrasi 5%, 10%, 20% pada tikus putih jantan galur Wistar.

7
BAB III
KESIMPULAN

1. Daun kumis kucing mempunyai khasiat sebagai diuretik untuk penyakit ginjal.
2. Ekstraksi daun kumis kucing dilakukan dengan maserasi, kemudian ditambahkan
pelarut etanol 70%. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi aktif
dalam daun kumis kucing.
3. Pengisi yang digunakan adalah avicel PH 101 yang juga digunakan untuk membantu
pembuatan ekstrak kering.
4. Oleh karena 1 dosis daun kumis kucing adalah : 2,5 gram. Simplisia kumis kucing
yang ditimbang adalah 50 gram, jadi dapat menghasilkan 20 dosis yang nantinya
dikemas dalam kapsul. 12 gram avicel PH 101 + Ekstrak kental daun kumis kucing =
18 gram granul kering. Maka, diperoleh obat sebanyak 60 kapsul. Sehingga untuk
mencapai 1 dosis, harus meminum 3 kapsul.
5. Adapun untuk evaluasi sediaan, dari semua parameter yang diuji menunjukkan bahwa
kapsul ekstrak daun kumis kucing yang dibuat baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anief, moh. (1997). Ilmu meracik obat teori dan praktek. Yogyakarta: UGM Press.
Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Darise, dkk. (1997). Komponen Kimia dalam Praktek Phytochemistry.Makassar : Fakultas
Farmasi.
Depkes RI.(1995) Farmakope Indonesia, ed.III-IV. Th 1979.
Depkes RI. Materia Medika Indonesia (MMI), I s/d VI Th. 1978-1995.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Penerbit ITB : Bandung.
Herold. (2007). Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon
Aristatus Bl. Miq) yang Didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu
Citarasa dan Warna. Jawa Barat: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Liebermann, H.A., and Lachman, L. (1986). The Theory and Practiceof Industrial Pharmacy.
3th ed.. Diterjemahkan oleh Suyatmi S. 1994. UI Press. Jakarta.
Liebermann, H.A., and Lachman, L. (1990). The Pharmaceutical Dosage Form Tablets. 2nd
ed. Marcel Decker Inc. New York.
Prayoga, Sigit. (2008). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
stamineus Benth.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jawa Tengah: Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai