PENDAHULUAN
1
riwayat fraktur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah
indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen seperti
estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, penyakit sistematik, dan penggunaan
steroid jangka panjang.
Penyebab osteoporosis postmenopausal (setelah menopause/berhenti haid)
terjadi karena kekurangan esterogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa
mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Wanita yang memperhatikan pola
hidup sehat dan suka membaca dan mempelajari tentang osteoporosis diharapkan
lebih lambat mengalami osteoporosis serta bisa menanggulangi hingga dapat
menghindari patah tulang ataupun kecacatan fisik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada :
a. Usia kanak-kanak (juvenil)
b. Usia remaja (adolesen)
c. Pria usia pertengahan
4
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misalnya
kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan,
disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
5
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik,
akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedangkan yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga
baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
d) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya
protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain, apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi
ekskresi kalsium melalui urin.
e) Estrogen
Berkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal
ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absrobsi kalsium
dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah, mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan
tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin
maupun tinja.
g) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang
sering ditemukan, individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui
dengan pasti.
6
2.4 Patogenesis Osteoporosis
Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara dengan puncak massa
tulang, puncak yang dicapai pada usia 18-25 tahun dikurangi jumlah tulang yang
hilang. Puncak massa tulang sebagian besar ditentukan oleh faktor genetik,
dengan kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan selama
pertumbuhan.
Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk mempertahankan
tulang yang sehat dapat dianggap sebagai program pemeliharaan, yaitu dengan
menghilangkan tulang tua dan menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan
tulang terjadi ketika keseimbangan ini berubah, sehingga pemindahan tulang
berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang. Ketidakseimbangan ini dapat
terjadi karena adanya menopause dan bertambahnya usia.
Pemahaman patogenesis osteoporosis primer sebagian besar masih deskriptif.
Penurunan massa tulang dan kerapuhan meningkat dapat terjadi karena kegagalan
untuk mencapai puncak massa tulang yang optimal, kehilangan tulang yang
diakibatkan oleh resorpsi tulang menigkat, atau penggantian kehilangan tulang
yang tidak adekuat sebagai akibat menurunnya pembentukan tulang. Selain itu,
analisis patogenesis osteoporosis harus mempertimbangkan heterogenitas ekspresi
klinis.
7
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang
sehingga mnegakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler
disebabkan karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan
aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan
penurunan massa tulang. Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang
mencapai kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30
tahun, dengan bertambahnya usia, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat.
Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian
memperlihatkan bahwa setelah mencapai usia 40 tahun, akan kehilangan tulang
sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam massa pascamenopause,
keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding
sebelum menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam massa
pascamenopause mempunyai risiko lebih besar untuk menderita osteoporosis.
Pada masa menopause terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen
memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya
kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta
menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
8
terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan
oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
9
Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia
55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia
memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat hubungan
antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur
osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur
pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50, fraktur
vertebra meningkat setelah umur 60, dan fraktur panggul sekitar umur 70.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
osteoporosis. Wanita secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan
antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%,
karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan perbandingan wanita
dan pria adalah 4 : 1.
3) Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang
tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa
tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada di
antara keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda
terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih.
Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi.
Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana
semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang
semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang
semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang
berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah
10
terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau
Mediterania.
4) Riwayat keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa
tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada
genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang
osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada
anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya
osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko
seseorang mengalami patah tulang.
5) Indeks massa tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang
lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada
tulang femur atau tibia.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa
dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak
atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen.
Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita, semakin
banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang
pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang
tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan
lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.
6) Aktifitas fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang
dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas
11
fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah
sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar
dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang
memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat
berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang
memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.
7) Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB
untuk waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang
tidak mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi
estrogen dan progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang.
Hormon tersebut dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang
dan bahkan merangsang pembentukan tulang.
8) Densitas tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya
fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan
fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan
dalam menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang.
9) Penggunaan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai
penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang
digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat
menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per
hari selama lebih dari 3 bulan.
Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di
usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan terjadi
hipokalsemia. Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi
kalsium, kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan terhadap
hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan menurun dan
akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas. Kortikosteroid juga
12
akan menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi tulang
akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan
kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.
10) Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi
ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan
progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus
remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi
daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena
tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap
defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya
berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak
tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.
11) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar
estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih
akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan
dapat mengalami menopause dini (kira-kira 5 tahun lebih awal), daripada
non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko
lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak
merokok.
12) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol
lebih dari 750 ml perminggu mempunyai peranan penting dalam
penurunan densitas tulang.
13
Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau
mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini
disebabkan karena pada orang yang selalu mengkonsumsi alkohol
biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan
hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari defisiensi nutrisi,
kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh terganggunya metabolisme di
dalam hepar, karena pada konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan
gangguan fungsi hepar.
13) Riwayat fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa,
riwayat fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.
14
Saat muda, tulang manusia bergenerasi dengan cepat serta berada dalam
kondisi paling padat dan kuat. Namun seiring bertambahnya usia, tulang lama
tidak segera tergantikan dengan tulang baru dan tidak lagi bertumbuh. Hal ini
membuat tulang secara perlahan menjadi lebih rapuh dari waktu ke waktu. Makin
tua, kepadatan tulang menjadi semakin berkurang. Tulang menjadi melemah,
keropos, dan lebih rentan retak.
1) Penyebab osteoporosis berdasarkan jenis kelamin
Perubahan kadar hormon dapat memengaruhi kepadatan tulang.
Pada wanita, hormon estrogen dibutuhkan untuk menjaga kesehatan
tulang. Namun yang terjadi setelah menopause adalah penurunan kadar
estrogen dalam tubuh yang turut mengakibatkan penurunan kepadatan
tulang secara drastis. Ini mengakibatkan wanita lebih berisiko terkena
osteoporosis dibandingkan pria, terutama jika memiliki kondisi seperti
ini :
Tidak mengalami siklus menstruasi dalam waktu lama (lebih
dari enam bulan) akibat olahraga atau diet yang berlebihan.
Mengalami menopause dini (sebelum usia 45).
Menjalani histerektomi (operasi pengangkatan rahim) sebelum
usia 45, terutama jika kedua ovarium juga diangkat.
15
Konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid atau obat-obatan
steroid selama lebih dari tiga bulan.
Kondisi yang menyebabkan kadar testosteron lebih rendah dari
kadar normal (hipogonadisme).
2) Penyakit kelenjar yang dapat memicu osteoporosis
Proses regenerasi tulang dipengrauhi oleh banyak hormon, maka
jika ada yang mengidap gangguan pada kelenjar penghasil hormon,
dapat lebih berisiko mengalami osteoporosis. Berikut penyakit kelenjar
yang dapat memicu osteoporosis :
Gangguan kelenjar adrenal, seperti sindrom cushing.
Gangguan kelenjar pituitary.
Kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).
Kelenjar paartiroid yang terlalu aktif (hiperparatiroidisme).
Berkurangnya kadar hormone seks (estrogen dan testoteron).
16
Seorang yang pernah melalui operasi saluran pencernaan yang
menyebabkan berkurangnya ukuran perut begitu juga serapan
kalsium
Melabsorpsi yaitu ketidakmampuan usus untuk menyerap
nutrisi di dalam makanan, seperti dalam penyakit Celiac dan
penyakit Crohn
Obat-obatan yang dikonsumsi, terutama yang berdampak pada
kadar hormon seperti pengobatan kanker prostat dan
penggunaan obat kortikosteroid
Tidak berolahraga atau tidak aktif bergerak untuk jangka waktu
lama
17
melatih kaki dan lutut Anda untuk menopang massa tubuh. Olahraga
seperti lari, melompat, menari, dan aerobik bermanfaat menguatkan otot,
ligamen, dan sendi. Orang yang berusia di atas 60 tahun juga dapat
memperkuat tulang mereka dengan olahraga, seperti jalan cepat atau
bermain badminton berdurasi pendek. Saat berolahraga, gunakan sepatu
yang mampu meminimalkan risiko cedera pada pergelangan kaki.
3. Latihan kekuatan tulang
Latihan ketahanan meliputi gerakan-gerakan seperti push-up,
angkat berat, atau latihan angkat beban menggunakan peralatan di pusat
kebugaran. Tarikan yang dilakukan otot tendon terhadap tulang dapat
meningkatkan kekuatan tulang. Tanyakan cara penggunaan alat-alat
tersebut kepada instruktur untuk menghindari cedera.
4. Menerapkan pola makan sehat
Jika gaya hidup atau pola makan membuat Anda kekurangan
vitamin D, Anda dapat mengonsumsi suplemen vitamin D. Vitamin
D penting untuk penyerapan kalsium yang diperlukan untuk memperkuat
tulang dan gigi. Vitamin D dapat ditemukan dalam kuning telur, susu
kedelai, dan hati sapi.
Untuk orang dewasa, direkomendasikan untuk mengonsumsi 15
mikrogram vitamin D tiap hari.
Kalsium juga penting untuk menjaga kekuatan tulang. Kadar
konsumsi minimal kalsium yang direkomendasikan tiap hari adalah 1000
miligram. Kalsium juga dapat ditemukan pada beberapa makanan, seperti
tahu, tempe, kacang merah, dan ikan sardin.
Menjaga pola makan yang seimbang dapat menjauhkan Anda,
tidak hanya dari risiko osteoporosis, namun juga penyakit jantung,
diabetes, hingga berbagai jenis kanker.
5. Bersahabat dengan sinar matahari pagi
Paparan sinar matahari yang cukup dapat membantu tubuh
memproduksi vitamin D secara alami. Usahakan agar kulit terkena sinar
matahari selama paling tidak 10 menit sebelum menggunakan tabir surya.
18
Lakukan ini di pagi hari sebelum jam 9. Vitamin D diperlukan untuk
penyerapan kalsium di dalam tubuh. Proses tersebut membantu
memperkuat gigi dan tulang yang pada akhirnya dapat mencegah
osteoporosis.
6. Menghentikan kebiasaan buruk
Berhenti merokok dan membatasi konsumsi minuman beralkohol
juga dapat melindungi Anda dari osteoporosis. Rekomendasi maksimal
mengenai konsumsi alkohol oleh wanita adalah 2 kaleng bir dan oleh pria
sebanyak 2,5 kaleng bir dengan kadar alkohol 4,7 persen.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Adanya hubungan umur, ras, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh
dengan kepadatan tulang.
2. Diperoleh model terbaik dalam menentukan determinan kepadatan massa
tulang yaitu umur dan indeks massa tubuh merupakan variabel yang
dominan yang terhubung dengan kepadatan massa tulang.
3. Wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dari pada laki-laki.
4. Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, osteoporosis primer dan
sekunder.
5. Anak-anak dan remaja dapat juga mengalami osteoporosis.
4.2 Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan
dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian
osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis.
Berperan juga dalam peningkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam
melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran terakhir adalah peningkatan kerja
sama dan sistem rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal
ini akan memberi nilai positif dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA
21