Anda di halaman 1dari 16

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIFISTIK

MENURUT JEAN PIAGET

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Belajar dan Pembelajaran Matematika”

Dosen Pengampu : Dr. Gelar Dwirahayu M.Pd.

Disusun Oleh :

Syahrindra Warid Abdillah (11180170000070)

Feni Rahmawati (11180170000073)

Putri Adira Yanti (11180170000085)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

1
Daftar Isi
Daftar Isi...............................................................................................................................................2
Kata Pengantar.....................................................................................................................................3
Pembahasan..........................................................................................................................................4
A. Tokoh........................................................................................................................................4
B. Proses-proses Perkembangan Kognitif....................................................................................6
C. Implikasi-Implikasi Teori Piaget bagi Pendidikan................................................................12
D. Implementasi dalam Matematika...........................................................................................13

2
Kata Pengantar
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-
Nya penyusun dapat menyalesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul Teori Belajar Kognitifistik Menurut Jean Piaget ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika. Makalah ini
berisikan informasi tentang definisi, metode, serta kesalahan dalam penalaran. Semoga
informasi tersebut dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca.

Dengan terselesaikannya makalah ini juga bukan hanya kerja keras kami semata namun
juga dengan bantuan teman-teman kami yang telah banyak membantu dan mendoakan dalam
lancarnya pembuatan makalah ini. Sehubungan dengan itu kami selaku kelompok 1 juga sangat
berterima kasih khususnya kepada Dosen mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika,
Dr. Gelar Dwirahayu M.Pd. yang telah membimbing dan mengarahkan kami juga telah
mendukung kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Kami juga
berterimakasih kepada teman-teman terdekat kami yang telah banyak membantu.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dijadikan sumber acuan
untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

3
Pembahasan
A. Tokoh1
Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli
sejarah yang mengkhususkan diri di bidang sejarah literarur abad pertengahan. Piaget
pada awalnya tertarik pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun, dia
mempublikasikan artikel satu halaman tentang burung pipit albino yang dilihatnya di
taman. Antara usia lima belas dan delapan belas tahun, dia mempublikasikan sejumlah
artikel tentang kerang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya banyak, dia
ditawari posisi curator koleksi kerang di Mmuseum Geneva saat masih duduk di
sekolah menengah.

Saat remaja Piaget berlibur bersama walinya, seorang sarjana Swiss. Melalui kunjungan
bersama walinya inilah Piaget mulai tertarik pada filsafat pada umumnya dan
epistemology (epistemologi) pada khususnya. (Epistemologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan hakikat pengetahuan). Minat Piaget pada biologi dan epistemology
terus berlanjut di sepanjang hayatnya dan tampak jelas hampir di semua tulisan
teoretisnya.

Piaget mendapat gelar Ph.D. di bidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan
sampai usia 30 tahun dia telah mempublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang
kerang-kerangan dan beberapa topic lainnya. Misalnya, di usia 23 tahun dia
mempublikasikan artikel tentang hubungan antara psikoanalis dengan psikologi anak.
Setelah mendapat gelar doktor, Piaget mendapat bermacam-macam pekerjaan,
diantaranya adalah bekerja bersama di Binet Testing Labolatory di Paris, di mana dia
ikut membantu menyusun standard tes kecerdasan. Pendekatan Laboratorium Binet
dalam melakukan pengetesan adalah menggunakan sejumlah pertanyaan tes, yang
kemudian disajikan kepada anak berbagai usia. Ditemukan bahwa anak yang lebih tua
dapat memberi lebih banyak jawaban benar ketimbang anak yang lebih muda dan
beberapa anak memeberi jawaban benar lebih banyak ketimbang anak lain dengan usia
yang sama. Anak yang disebut pertama dianggap lebih pintar ketimbang anak yang
disebut belakangan. Jadi, nilai kecerdasan (intelligence quotient) anak dihitung
berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. Selama bekerja di Laboratorium

1
B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theories of Learning, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm.
311-313.

4
Binet inilah Piaget mulai tertarik pada kemampuan intelegensi anak. Minat ini, bersama
dengan minatnya pada biologi dan epistemology, meresap di seluruh karya Piaget.

Saat menyusun standarisasi tes kecerdasan, Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh
besar terhadap teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban
yang salah untuk pertanyaan tes adlah lebih informatif ketimbang jawaban yang benar.
Dia mengamati bahwa kesalahan serupa dibuat oleh anak yang usianya kira-kira sama
dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak tertentu berbeda secara kualitatif dengan
jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia yang berbeda. Piaget mengamati lebih jauh
bahwa sifat dari kesalahan ini tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam situasi
sistem yang sangat terstruktur, diamana anak menjawab pertanyaan dengan benar atau
salah. Piaget menggunakan clinical method (metode klinis) yanag berupa bentuk
pertanyaan terbuka. Dengan menggukan metode klinis, pertanyaan-pertanyaan Piaget
akan ditentukan oleh jawaban si anak. Jika anak mengatakan sesuatu yang menarik,
Piaget akan menyusun sejumah pertanyaan yang dirancang untuk mengeksplorasi
pernyataan itru secara lebih mendalam.

Selama bekerja di Laboratorium Binet, Piaget mulai menyadari bahwa “intelegensi”


(kecerdasan) tidak dapat disamakan dengan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar.
Menurut Piaget, pertanyaan mendasarnya adalah mengapa beberapa anak mampu
menjawab beberapa pertanyaan secara benar dan anak lainnya tidak, atau mengapa
seorang anak dapat menjawab sebagian soal dengan benar tetapi salah untuk sebagian
soal lainnya. Piaget mulai mencari variable-variabel yang memengaruhi kinerja tes
anak. Pencariannya menghasilkan pendapat tentang intelegensi yang oleh beberapa
pihak dianggap sama revolusionernya dengan pandangan Freud tentang motivasi
manusia.

Piaget meninggalkan Laboratorium Binet untuk menjadi direktur riset di Jean-Jacquess


Rousseau Institute di Geneva, Swiss, dimana dia bisa melakukan penelitian sendiri,
menggunakan metode sendiri. Tak lama setelah bergabung dengan institute itu, karya
utama pertamanya tentang psikologi perkembangan mualai muncul. Piaget, yang tidak
pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, secara tak terduga menjadi otoritas penting
dalam psikologi anak. Dia melanjutkan karyanya, dengan mempelajari tiga anaknya
sendiri. Dia dan istrinya (mantan mahasiswinya di Rousseau Institute) melakukan
observasi yang cermat atas ketiga anak mereka selama bertahun-tahun dan meringkas
temuannya di beberapa buku. Penggunaan anak sendiri sebagai sumber informasi

5
penyusunan teorinya telak dikritik banyak pihak. Namun observasi yang lebih luas,
dengan menggunakan lebih banyak anak, ternyata cocok dengan observasi Piaget, dan
karenanya kritik itu bisa dibungkam.

Piaget mempublikasikan sekitar 30 buku dan lebih dari 200 artikel dan terus melakukan
riset produktif di University of Geneva sampai dia meninggal pada tahun 1980.

B. Proses-proses Perkembangan Kognitif2

Pertanyaan Sumber Asumsi


Apa hakikat pengetahuan ? Filsafat Pengetahuan adalah mengetahui, dan ia adalah
sebuah proses yang diciptakan melalui aktivitas
pemelajar.

Pengetahuan berasal dari pengalaman


mentransformasi realitas melalui interaksi
dengannya (Chapman, 1999, h.32)
Apa relasi antara orang yang (a) Dalam penciptaan pengetahuan, individu dan
mengetahui dan realitas ? objek berpadu dan tidak dapat dipisahkan
(b) “Hubungan antara pemelajar dan objek tidak
ditentukan sebelumnya dan yang lebih
penting adalah relasi itu tidak stabil” (Piaget,
1970b, h.704)
Apa hakikat kecerdasan ? Biologi Kecerdasan manusia dan organisme berfungsi
serupa. Keduanya adalah sistem terorganisasi
yang secara konstan berinteraksi dengan
lingkungan. Mereka juga membangun struktur
2
Dale H. Schunk, Learning Theories an Educational Perspective, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm.
331-335.

6
yang mereka butuhkan dalam rangka beradaptasi
dengan lingkungan (Piaget, 1970b, hlm.3)
Apa metode investigasi yang Psikologi Observasi dan eksperimentasi
tepat ?

Asumsi Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori Piaget tidak banyak mendapat perhatian ketika baru pertama muncul, namun
perlahan teori tentang kognitif ini naik ke posisi atas dalam bidang ilmu perkembangan
manusia. Teori Piaget tentang psikologi kognitif sangatlah berpengaruh terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif. Perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetik atau suatu proses didasarkan atas mekanisme biologis dalam
perkembangan sistem syaraf seseorang. Dengan seiring pertumbuhan dan bertambahnya
umur seseorang, maka makin jelas susunan sel syarafnya dan makin bertambah pula
kemampuan pada dirinya. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif tergantung empat faktor : pertumbuhan


biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial,
dan ekuilibrasi. Tiga faktor pertama sering sekali dijumpai, tetapi efeknya tergantung
pada faktor keempat. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan
sebuah kondisi keseimbangan yang optimal antara struktur-struktur kognitif dan
lingkungan. Ekuilibrasi mengoordinasikan tindakan-tindakan dari tiga faktor lainnya
dan membuat struktur-struktur mental dan realitas lingkungan eksternal konsisten
terhadap satu sama lain. Untuk memenuhi tahapan ekuilibrasi terdapat tiga proses
komponen, yaitu skema, asimilasi dan akomodasi. Skema adalah cara mempersepsi,
memahami dan berpikir tentang dunia. Skema yang ada pada seseorang akan
menentukan bagaimana ia akan merespons lingkungan fisik. Asimilasi mengacu pada
menyesuaikan realita eksternal dengan struktur kognitif yang telah ada. Ketika kita
berinterpretasi, menganalisis, dan merumuskan, kita mengubah sifat realita untuk
membuatnya sesuai dengan struktur kognitif kita. Akomodasi adalah mengubah
struktur-struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal. Kita
berakomodasi ketika kita menyesuaikan ide-ide kita untuk memahami realita. Asimilasi

7
dan akomodasi merupakan dua proses yang saling melengkapi. Ketika realita
diasimilasikan, struktur-struktur diakomodasikan.

Menurut Piaget proses perkembangan kognitif anak-anak berjalan melalui sebuah


rangkaian tetap. Pola operasi yang dapat dilakukan anak-anak dapat dikatakan sebagai
sebuah level atau tahapan. Masing-masing tahapan ditentukan oleh bagaimana anak-
anak melihat dunia mereka. Teori-teori tahapan dari Piaget dan dari yang lainnya
mengetengahkan asumsi-asumsi tertentu:

a. Masing-masing tahapan itu khas, berbeda secara kualitatif, dan terpisah. Pergerakan
dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya bukan merupakan percampuran yang
berangsur-angsur atau penggabungan yang berkelanjutan.
b. Perkembangan struktur-struktur kognitif tergantung pada perkembangan
sebelumnya.
c. Meskipun urutan dari perkembangan struktur tidak pernah berubah, usia dimana
seseorang mungkin berada pada tahapan tertentu akan berbeda-beda dari orang ke
orang. Tahapan jangan disamakan dengan usia.

Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu:

1. Tahap Sensorikmotor3
Tahap ini adalah tahapan pada anak usia dibawah dua tahun. Dalam tahapan
sensorikmotor, tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk
mengenal dan memahami dunia. Pemahamannya bersumber dari tindakan disaat
sekarang. Misalnya pada usia 0-6 bulan bila anak terkena sentuhan akan terjadi
sebuah gerakan reflek untuk mengikuti sentuhan tersebut. Contohnya ketika kening
atau pipi anak disentuh, ia akan melakukan gerakan reflek untuk mengikuti
sentuhan itu. Bila disentuh disebelah kanan, maka ia akan menoleh kekanan.
Demikian juga dengan gerakan mencengkeram atau menggenggam. Sensorikmotor
seorang anak akan berjalan dengan cepat dan membuat gerakan reflek untuk
menggenggam apabila terjadi sentuhan pada telapak tangannya.
Lalu pada usia 7 bulan sampai 2 tahun, seorang anak sudah dapat melihat dunianya
dengan jelas dan dapat mengenal gerakan-gerakan. Contohnya gerakan
menggenggam, bila anak baru mengenal cara menggenggam, ia akan mengamati
dan mengikuti gerakan itu berulang-ulang sampai akhirnya ia dapat melakukannya.

3
Michael Don Ward, Theories, Models, and Simulation in International Relation, McGraw-Hill Companies,
Inc., United States of America, 1998, hlm. 292-293

8
Pada akhir tahapan sensorikmotor, anak-anak telah mencapai perkembangan
kognitif yang memadai untuk berlanjut kekarakteristik pikiran konseptual-simbolik
dari tahapan praoperasional.

2. Tahap Praoperasional4
Tahap ini adalah tahap pada anak berusia 2-7 tahun. Anak-anak tahap
praoperasional mampu membayangkan masa mendatang dan berpikir tentang masa
yang telah lewat, meskipun persepsi mereka masih sangat berorientasi pada masa
sekarang. Mereka cenderung meyakini bahwa 10 koin yang dijajarkan melintang
dalam sebuah baris lebih banyak daripada 10 koin yang ditumpuk keatas. Mereka
juga belum mampu berpikir dengan lebih dari satu dimensi pada satu saat. Jadi
ketika mereka focus pada panjang, mereka akan cenderung berpikir bahwa benda
yang lebih panjang (sebuah tiang ukur) itu lebih besar daripada benda yang lebih
pendek (sebuah batu bata) meskipun benda yang lebih pendek itu lebih lebar dan
dalam.

Pada tahap ini pula kemampuan untuk menggunakan mental representasi yang
dilampirkan oleh anak-anak dalam mengartikan membantu anak berpikir dan
mengingat benda tanpa mereka hadir secara fisik. Contohnya seperti orang tua
memberikan gambaran tentang mobil berupa benda nyata seperti mainan daripada
berupa ilustrasi, hal ini membantu anak agar cepat dalam mengetahui bagaimana
bentuk mobil tersebut.
Pemikiran pada anak ditahap ini cenderung hanya terfokus pada satu aspek yang
ada dihadapannya dan aspek yang lainnya diabaikan. Anak-anak pada tahap
praoperasional memperlihatkan ireversibilitas; yaitu ketika sesuatu telah dilakukan,
sesuatu tersebut tidak dapat diubah. Padahal suatu operasi dihadapannya dapat
berjalan dalam dua arah atau lebih. Lalu mereka cenderung gagal dalam memahami
dua hal yang sama walaupun penampilannya berbeda.

Mereka kesulitan membedakan antara fantasi dan kenyataan. Tokoh-tokoh kartun


terlihat nyata seperti orang-orang hidup. Maka dari itu sering sekali dijumpai sang
anak berusaha sedang meniru tokoh kartun favoritnya. Bahkan mereka berpikiran
bahwa objek mati/benda yang ia lihat dapat hidup. Dan pada usia ini pula anak
cenderung mempunyai teman imajinasinya.

4
Diane E. Papalia, Experience Human Development:Thirteenth Edition, McGraw-Hill Education, New York,
2012, hlm. 207-215.

9
Tahapan ini adalah periode perkembangan bahasa yang pesat. Mereka sangat ingin
mencari tahu dan mengenal lebih dalam bahasa-bahasa yang baru mereka dengar.
Diakhir tahapan ini terdapat perbedaan pada karakteristik anak yang menjadi tidak
egosentris. Mereka menyadari bahwa orang lain mungkin berpikir dan merasakan
hal yang berbeda dengan yang mereka pikirkan dan rasakan. Jadi pada tahap ini
mempunyai pengaruh yang sangat besar dengan bagaimana sang anak belajar
seiring pertumbuhannya.

3. Tahap Operasional Konkret


Tahap ini adalah tahap pada anak berusia 7-11 tahun. Tahapan operasional konkret
ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan
formatif dalam pendidikan sekolah, karena ini masanya bahasa dan penguasaan
kreatifitas atau keterampilan-keterampilan dasar anak-anak bertambah cepat secara
dramatis. Ciri pokok perkembangan pada tahap operasional konkret adalah anak
sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang konkret dan logis, dan ditandai
adanya reversibilitas dan kekekalan. Reversibilitas dalam berpikir mereka
diperoleh seiring dengan klasifikasi dan perangkaian -- konsep-konsep yang
mendasar bagi penguasaan keterampilan matematika. Cara berpikir anak-anak
dapat menggunakan pengalaman-pengalaman mereka sebagai acuan dan tidak
selalu bingung dengan apa yang mereka pahami. Anak sudah tidak perlu untuk
coba-coba dan membuat kesalahan, karena mereka sudah berpikir dengan
menggunakan hal “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Tetapi
demikian anak pada tahap ini masih memiliki masalah dalam berpikir abstrak.

4. Tahap Operasional Formal


Tahap ini adalah tahap pada anak berusia 11 sampai dewasa. Pikiran anak-anak
pada tahap ini tidak lagi hanya terfokus pada hal-hal yang dapat dilihat, namun
anak-anak mampu berpikir tentang situasi-situasi hipotesis atau pengandaian. Ciri
pokok dari perkembangan pada tahap ini adalah sudah mampunya anak untuk
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Model berpikir secara ilmiah, mampu menarik kesimpulan, menafsirkan dan
mengembangkan hipotesa. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang
lebih baik dan kompleks. Kapabilitas penalaran mereka meningkat dan mereka
dapat berpikir tentang lebih dari satu dimensi dan karakter-karakter abstrak.
Egosentrisme muncul pada diri remaja dimana mereka membandingkan antara

10
kenyataan dan kondisi ideal sehingga mereka sering memperlihatkan cara berpikir
yang idealistik.

Tahapan-tahapan Piaget telah dikritik karena banyak alasan. Satu permasalahan yang
ditemukan dalam teori ini adalah bahwa anak-anak sering memahami gagasan-gagasan
dan mampu melakukan operasi-operasi lebih dini daripada yang ditemukan Piaget.
Permasalahan lainnya adalah bahwa perkembangan kognitif untuk bidang studi yang
berbeda biasanya tidaklah merata. Anak jarang berpikir dengan cara yang tergolong
dalam karakteristik tahapan tertentu untuk semua bidang (misalnya matematika, IPA,
dan sejarah).

Perkembangan kognitif dapat terjadi hanya ketika disequilibrium atau konflik kognitif
terjadi. Maka suatu peristiwa harus terjadi dan menimbulkan sebuah gangguan dalam
struktur-struktur kognitif anak sehingga keyakinan mereka tidak sesuai dengan realitas
yang mereka amati. Jadi pembelajaran terjadi ketika anak mengalami konflik kognitif
dan terlibat dalam asimilasi dan akomodasi untuk membangun atau mengubah struktur
internal. Namun sebaiknya konflik tidak terlalu besar, karena hal tersebut tidak akan
memicu ekuilibrasi.

Teori Piaget bersifat konstruktivis, karena teori ini berasumsi bahwa anak-anak
menerapkan konsep mereka terhadap dunia dalam upaya untuk memahaminya.
Konsep-konsep ini juga bukan bawaan lahir seorang anak, melainkan anak
memperolehnya melalui pengalaman-pengalaman normal. Informasi dari lingkungan
juga tidak secara otomatis diterima, tetapi diproses menurut struktur-struktur mental
anak yang tersedia. Anak akan memahami lingkungan mereka dan membangun realitas
berdasarkan kemampuan mereka pada saat sekarang. Pada akhirnya konsep dasar ini
berkembang menjadi pandangan yang lebih sempurna melalui sebuah pengalaman.

C. Implikasi-Implikasi Teori Piaget bagi Pendidikan5


Teori dan penelitian Piaget memiliki implikasi-implikasi bagi pengajaran:
i. Pahami Perkembangan Kognitif Anak. Guru akan mendapatkan keuntungan
bila ia dapat memahami pada level apa para siswanya menjalankan fungsinya.
Semua siswa dalam sebuah kelas tidak seharusnya diharapkan dapat beroperasi
pada level yang sama. Para siswa yang tampaknya ada dalam tahapan transisi
dapat memanfaatkan pengajaran untuk level berikutnya yang lebih tinggi karena
konfliknya tidak akan terlalu besar bagi mereka.
5
Dale H. Schunk, Learning Theories an Educational Perspective, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm.
336.

11
ii. Jaga agar Siswa tetap aktif. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang kaya
akan memberinya kesempatan untuk bereksplorasi secara aktif dan menjalani
kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif mereka.
iii. Ciptakan Ketidaksesuaian. Materi-materi sebaiknya tidak langsung dapat
diasimilasi, tetapi juga tidak terlalu sulit sehingga tidak sampai mencegah
akomodasi. Ketidaksesuaian juga dapat diciptakan dengan membiarkan siswa
menyelesaikan soal dan mendapatkan jawaban yang salah. Teori Piaget tidak
menyebutkan bahwa anak selalu harus berhasil.
iv. Memberikan Interaksi Sosial. Lingkungan sosial merupakan sumber utama bagi
perkembangan kognitif. Kegiatan yang memberikan interaksi sosial akan
bermanfaat. Belajar bahwa orang lain dapat memiliki sudut pandang yang
berbeda-beda dapat membantu anak untuk tidak egosentris.

D. Implementasi dalam Matematika

Berikut adalah beberapa contoh implikasi teori piaget dalam pembelajaran


matematika:

1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)


Anak — anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep
angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka
menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda
yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang ia punya hilang.

2) Tahap Preoperational ( Umur 2 - 7 Tahun )


Pada umur 4—7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi
perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak
lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh6: Dalam
sebuah pelajaran matematika untuk kelas satu tentang pengukuran dan ekuivalensi, para
siswa diarahkan untuk menggunakan sebuah timbangan untuk menentukan berapa
banyak mata rantai plastic yang beratnya sama dengan satu cincin logam. Guru
matematikanya memerhatikan dan mengambil kesempatan untuk membantu salah satu
siswanya untuk tampak bersemangat, Anna, untuk mulai membangun pemahaman dasar
tentang rasio dan proporsi.

6
Dale H. Schunk, Learning Theories an Educational Perspective, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm.
319-320.

12
Guru : Berapa banyak mata rantai yang diperlukan supaya seimbang dengan
satu cincin logam?
Anna : (Setelah beberapa detik mencoba.) Empat.
Guru : Jika saya meletakkan satu lagi cincin logam di sebelah sini, berapa
banyak mata rantai plastic menurutmu yang kita perlukan untuk
menyeimbangkannya?
Anna : Satu
Guru : Cobalah.
Anna menaruh satu lagi mata rantai plastik di atas nampan timbangan dan ia melihat
bahwa timbangannya tidak seimbang. Ia terlihat bingung, lalu menaruh satu lagi mata
rantai di nampan timbangan, dan satu lagi mata rantai yang ketiga. Masih belum
seimbang. Ia meletakkan satu lagi mata rantai plastik di sana. Akhirnya timbangannya
seimbang. Ia tersenyum dalam melihat ke arah gurunya.
Guru : Berapa banyak mata rantai plastic yang kita perlukan untuk
menyeimbangkan satu cincin logam?
Anna : Empat.
Guru : Dan berapa banyak untuk dua cincin logam?
Anna : (Menghitung) Delapan.
Guru : Jika saya menaruh satu lagi cincin logam di sisi ini, berapa banyak lagi
mata rantai yang kamu perlukan supaya timbangannya seimbang?
Anna : (Berpikir dan melihat gurunya dengan pandangan agak bingung
bercampur senang) Empat.
Guru : Cobalah.
Anna : (Setelah berhasil menyeimbangkan timbangannya dengan empat mata
rantai). Tiap cincin logam sama dengan empat mata rantai.
Guru : Sekarang, saya akan memberikan pertanyaan yang sulit. Jika saya
ambil empat mata rantai plastik dari timbangan ini, berapa banyak cincin
logam yang harus saya ambil juga supaya timbangannya tetap seimbang?
Anna : Satu!

3) Tahap Operasional Konkret ( Umur 7 — 11 atau 12 Tahun )


Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang
didasarkan pada aturan — aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai
dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Dalam
matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-).

Contoh:

Dimisalkan para siswa SD/MI sudah belajar tentang penjumlahan dan sudah menguasai
penjumlahan seperti 2 + 2 + 2 = 6. Pada pembelajaran tentang perkalian, guru dapat

13
mengawali kegiatan dengan menunjukkan adanya tiga piring yang berisi 2 jeruk pada
setiap piringnya seperti ditunjukkan gambar di bawah ini.

Ketika guru meminta siswanya untuk menentukan banyaknya jeruk yang ada, maka
diharapkan para siswa akan dengan mudah menentukan jawabannya. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan siswa dan dapat diterima guru untuk menentukan hasilnya, yaitu:
(1) dengan membilang dari 1 sampai 6 atau (2) dengan menjumlahkan 2 + 2 + 2 = 6.
Setelah itu guru lalu menginformasikan bahwa notasi lain yang dapat digunakan adalah
3 × 2 = 6. Hal ini menyebabnya siswa paham bahwa penjumlahan berulang dapat disebut
juga dengan perkalian.

4) Tahap Operasional Formal (Umur 12 Tahun — Dewasa)


Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu
berbentuk kerucut. Seperti halnya ia ingin mengetahui volume dari topi ayahnya yang
berbentuk kerucut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 9 cm
dengan jari — jari 14 cm. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah
terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang (volume
kerucut).

Volume kerucut = ⅓(luas alas)(tinggi kerucut)

= ⅓ × л × r-² × t

= ⅓ × 227 × (14 cm)2 × 9 cm

14
= 1848 cm³

15
Daftar Pustaka

Ginsburg, Herbert. 1969. Piagets Theory of Intellectual Development: an


Introduction. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Prenada Media Group.
Hergenhahn, B.R. 2008. Theories of Learning: Teori Belajar. Jakarta: Prenada Media
Group.
Papalia, Diane E. 2012. Experience Human Development Thirteenth Edition. New
York: McGraw-Hill Education.
Reed, Arthea J. S. 1998. In the Classroom: An Introduction to Education. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ward, Michael Don. 1985. Theories, Models, and Simulations in International
Relation. United States of America: Westview Press, Inc.

16

Anda mungkin juga menyukai