Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi kelompok pada Mata Kuliah Pendidikan Akhlak
September 2019
Dosen Pengampu:
Dr. Dimyati, M.Ag.
Disusun oleh:
Rizka Arsananda Fadhilah 11180170000074
Yuka Fatma Heriyuni 11180170000077
Maulidina Rahayu 11180170000081
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-
baiknya bentuk serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga selalu dilimpahkan dan dicurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada manusia tentang
bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermanfaat dan bermartabat.
Atas berkat dan rahmat -Nya, kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “Akhlak Dalam Belajar Dan Pembelajaran”untuk
dapat memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam
penysusunan makalah ini, yaitu :
1. Dr. Dimyati, M.Agselaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Akhlak, Pendidikan
Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Rekan – rekan Pendidikan Matematika yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTA
R...............................................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1..................................................................................................................................L
ATAR BELAKANG................................................................................................4
1.2..................................................................................................................................R
UMUSAN MASALAH...........................................................................................4
1.3..................................................................................................................................T
UJUAN....................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................9
BAB 3 PENUTUP................................................................................................................. 18
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 19
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
3. Mengetahui Adab Murid terhadap Guru
4. Mengetahui Adab Guru dalam Pembelajaran
5. Mengetahui Adab Jawab Guru terhadap murid
5
BAB 2
PEMBAHASAN
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tataran etimologis adab
belum terkait secara ekplisit dengan pendidikan, suatu keterampilan atau disiplin ilmu
tertentu, kecuali secara praksis terkait dengan etika kesopanan dan itupun dalam ruang
lingkup yang masih sempit, yaitu etika di meja makan atau kesopanan dalam
memenuhi undangan dan jamuan makan.
1
Rahendra Maya, Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam: Karakter (Adab) Guru dan Murid Perspektif
Ibn Jama’ah Al-Syafi’I,Vol. 06 No. 12, Juli 2017, hlm. 25.
2
Asari, Etika Akademis dalam Islam: Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sāmi’wa al-Mutakallim Karya Ibn
Jama’ah, hlm. 2.
6
Ada pula yang menyimpulkan bahwa adab merujuk kepada dua makna yang
walaupun secara material berbeda namun mempunyai semangat yang sama, yaitu
keinginan untuk memelihara kesempurnaan. Pertama, merujuk kepada tingkah laku
praktis terkait moralitas profesi tertentu (guru, murid, penguasa, sekretaris, hakim dan
sebagainya). Sedangkan yang kedua, merujuk kepada dimensi intelektual, khususnya
kemampuan komunikasi yang baik dan elegan. Jadi adab digunakan untuk menunjuk
keseluruhan ilmu dan pengalaman yang dengan sungguhsungguh diupayakan dalam
rangka menuntun kehidupan yang benar. Adab juga berarti konsep yang tidak cukup
hanya diketahui, tetapi lebih penting lagi harus dihayati dan dipraktikkan seseorang
guna menyempurnakan kehidupannya,3 sebagai nilai diri, sifat, kepribadian, dan
karakter yang mesti ada pada seseorang jika ia ingin mengurus dirinya dengan baik
dan dalam mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dari paparan
tentang definisi adab secara terminologis dapat diidentifikasi bahwa adab dapat
dimaknai sebagai budi pekerti yang baik, perilaku yang terpuji, jiwa dan akhlak yang
terdidik, kedisiplinan untuk menjadi orang yang beradab.4
Karena itu, proses beradab (ta’addub) berarti proses beraktifitas yang sesuai
dengan keperwiraan diri (muru’ah). Maka pendidikan adab (ta’dib) sendiri dapat
diartikulasikan sebagai pengajaran akhlak-akhlak mulia dan pendidikan melalui
hukuman (punishment) bagi yang menyelisihi dan tidak mengindahkan norma-
normanya,5 dengan menjadikan hukuman sebagai latihan (drill) bagi seseorang untuk
berlaku mulia serta agar dapat menginternalisasikan dan mengontektualisasikan adab
tersebut (beradab).
3
Ibid, hlm. 4-5
4
Lihat Dedeng Rosidin, Akar-Akar Pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits: Kajian Semantik Istilah-Istilah
Tarbiyaţ, Ta’lim, Tadris, Tahdzib dan Ta’dib, Bandung: Pustaka Umat, 2003, hlm. 171.
5
Ibn Humaid, et.al., Mausu’ah Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlaq al-Rasul al-Karim, vol.[ CITATION Ros13 \l
1057 ] 2, hlm. 143.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2012, hlm. 623.
7
diartikulasikan sebagai “kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan, akhlak.”,
maka yang dimaksud beradab adalah mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang
baik, berlaku sopan; dan telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. 7 Dari
penelusuran literal-linguistik secara general dan kajian para pakar juga dapat
dinyatakan bahwa term karakter selain sinonim dengan term adab, juga sinonim
dengan term akhlaq. Akhlaq (akhlak, moral, tabiat atau pekerti) bahkan adalah term
penting yang lebih dahulu populer dan banyak dijadikan sebagai paradigma dan
model pendidikan Islam atau karakter Islami. Karena itu, menurut Abdul Majid dan
Andayani, terkait dengan karakter dan pendidikan karakter, dalam Islam sendiri
terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada
tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan
term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik.
Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang
Muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad S.A.W.,8 yang
merupakan Rasul Teladan dan Guru yang Agung.
Selanjutnya terdapat definisi guru dan murid secara general, term guru
umumnya diartikulasikan sebagai “orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar”.9 Sedangkan dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang
yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau atau mushollah, rumah dan
sebagainya.10
Guru merupakan term familiar yang memiliki artikulasi merujuk kepata satu
profesi dan sebagai orang yang melakukan pekerjaan mendidik, mengatur dan yang
terikat dengan proses keduanya di sebuah institusi pendidikan formal, adalah sebuah
yang sudah terbiasa dalam dipahami oleh masyarakat secara luas.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa guru tidak hanya menjadi sumber
informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, diamisator, fasilitator,
katalisator, evaluator, dan sebagainya, serta seorang profesional yang tidak
7
Ibid, hlm. 7
8
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011, hlm. 58.
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: edisi ke-4, hlm. 469.
10
Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif : Suatu Pendekatan Teoritis
Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010, hlm. 31; dan Jamal Ma’mur Asmani, tips menjadi guru inspiratif,
kreatif dan inovatif, Yogyakarta: Diva press, 2013, hlm. 20.
8
menjadikan profesi guru hanya sebagai “sumber penghasilan” atau untuk sekedar
mengentaskan pengangguran diri.11
9
dari apa yang kita perbuat adalah cerminan dari baik atau tidaknya niat. Disaat
peroses pembelajaran menurut Az-Zarnuji pengaruh dari pada guru, dan teman sangat
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Karna guru adalah
central pada saat pembelajaran berlangsun, maka perannya sangat penting.
10
Tak kalah pentingnya seorang pelajar harus bersifat wara‘ (Self Protection)
dalam mencari ilmu. Wara’ ini merupakan sifat yang mampu memlihara diri dari
perkara-perkara yang haram dan syubhat. Dengan menanamkannya maka pelajar akan
memiliki hati yang bersih dan akan memudahkan ilmu masuk kedalam hatinya. 13
13
Ali Noer, dkk., Jurnal Al-hikmah: Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran menurut Az-Zarnuji dan
Implikasinya terhadap Pendidikan karakter di Indonesia, Vol. 14, No. 2, Oktober 2017, hlm. 203-205.
14
Jurnal Al-Hikmah Vol.14, No.2, Oktober 2017 ISSN 1412-5382
15
Nada, ‘Abdull’aziz bin Fathi as-Sayyid, Ensiklopedi adab islam (Jakarta, PT Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007)
h.189
11
Kitab, mereka dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
memerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya
dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Hal tersebut
bermaksud bahwa apabila menyebarkan ilmu syar’i termasuk dalam saling berwasiat
kepada kebenaran.
Keenam, mengamalkan ilmu merupakan adab yang paling agung bahkan inilah
yang dinamakan hakikat ilmu. Dimana ilmu pada hakikatnya adalah untuk diamalkan
dan bermanfaat bagi orang banyak.
12
murid yang sudah menjawab terlebih dulu sebelum gurunya berbicara. Selain itu, adab
murid terhadap guru yang perlu diperhatikan adalah dalam hal pemanggilan.
Hendaknya sebagai murid yang menghormati gurunya, haruslah memanggil guru
tersebut dengan panggilan yang sopan seperti “Wahai guruku” atau “guru
kami”,bukan memanggilnya dengan sebutan nama atau gelar saja.
Cara pandangan guru yang baik adalah tidak terfokus pada sesuatu yang
menarik perhatiannya, namun harus meliputi seluruh kelas, bersikap tenang, tidak
gugup, tidak kaku, ambil posisi yang baik sehingga dapat dilihat dan didengar peserta
didik. Senyuman dapat mengusahakan dan menciptakan situasi belajar yang sehat,
suara yang terang dan jelas dan diadakan variasi sehingga suara yang simpatik akan
selalu menarik perhatian anak-anak.
13
Guru harus bisa mempengaruhi dan mengendalikan muridnya. Perilaku
dan pribadi guru akan menjadi bagian yang ampuh untuk mengubah perilaku
murid. Guru hendaknya menghargai potensi yang ada di dalam keberagaman
murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun juga harus
memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik perkembangan
jasmani atau rohani.
E. Sikap guru
Sikap bagi perkembangan jiwa anak didik selanjutnya. Karena sikap
seroang guru tidak hanya dilihat dalam waktu mengajar saja, tetapi juga dilihat
tingkah dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan lakunya
dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didiknya. Pada saat ini banyak sikap
dari seorang guru yang tidak lagi mencerminkan sikapnya sebagai seorang
14
pendidik karena adanya berbagai factor yang mestinya tidak terjadi dalam
dunia pendidikan.
F. Sikap guru yang kurang mendidik
15
4) Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
18
https://www.academia.edu/35599952/MAKALAH_ETIKA_GURU_DALAM_PEMBELAJARAN, diakses
pada 18 September 2019, pukul 23.04 WIB.
16
memecahkan masalah akan lebih penting ketimbang memberi jawaban yang
belum jelas kepastiannya. Jika sudah melontarkan kalimat tersebut maka sang
guru harus bersegera mencari referensi untuk menemukan jawaban. Berikan
jawaban setepat dan secepat mungkin setelah guru mengetahuinya.
4. Ketika murid bertanya kepada guru, jika pertanyaan tersebut tidak relevan
dengan topik yang sedang dibahas, guru bisa menjawab dengan waktu yang
lebih lama untuk mencari jawaban yang benar.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam bidang pendidikan kata adab secara spesifik setidaknya digunakan dalam dua
makna. Pertama, adab dimaknai sebagai pendidikan anak-anak sehingga memiliki etika dan
tingkah laku yang baik. Itu sebab, pada masa klasik dan pertengahan Islam, kata yang paling
sering digunakan untuk orang yang mengajar anak-anak adalah mu’addib, di samping
mu’allim (shibyan). Materi yang dididikkan, metode dan teknik guru dalam mengajar, hingga
tujuan dan sasaran pendidikan tercakup dalam konsep adab. Makna kedua dipahami dalam
lingkup pendidikan orang dewasa. Dalam lingkup ini adab bermakna aturan tingkah laku
praktis yang dipandang menentukan kesempurnaan proses pendidikan. Adab adalah aturan
interaksi antar aspek yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
Guru merupakan term familiar yang memiliki artikulasi merujuk kepata satu profesi
dan sebagai orang yang melakukan pekerjaan mendidik, mengatur dan yang terikat dengan
proses keduanya di sebuah institusi pendidikan formal, adalah sebuah yang sudah terbiasa
dalam dipahami oleh masyarakat secara luas.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa guru tidak hanya menjadi sumber
informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, diamisator, fasilitator, katalisator,
evaluator, dan sebagainya, serta seorang profesional yang tidak menjadikan profesi guru
hanya sebagai “sumber penghasilan” atau untuk sekedar mengentaskan pengangguran diri.
Sedangkan tentang term siswa atau pelajar, literature pendidikan Islam, termasuk di
Indonesia, yang dianggap sinonim dan equivalen dengan kedua term tersebut adalah murid,
tilmidz, talib dan muta’alli serta term lainnya yang sering dipergunakan, baik secara lisan
maupun dalam tulisan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ali Noer, dkk. “AlKonsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran menurut Az-Zarnuji dan
Implikasinya terhadap Pendidikan karakter di Indonesia.” Jurnal Al-hikmah Ali
Noer, dkk., Jurnal Al-hikmah: Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran
menurut Az-ZarnujiVol. 14, No. 2 (2017): 203-205.
Andayani, Abdul Majid dan Dian. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.
Asari. Etika Akademis dalam Islam: Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sāmi’wa al-Mutakallim
Karya Ibn Jama’ah.
Asmani, Jamal Ma’mur. tips menjadi guru inspiratif, kreatif dan inovatif. Yogyakarta: Diva
Press, 2013.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif : Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
Ibn Humaid, et.al. “Mausu’ah Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlaq al-Rasul al-Karim.” vol.
(Rosidin 2013) 2: 143.
Maya, Rahendra. “Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam: Karakter (Adab) Guru dan
Murid Perspektif Ibn Jama’ah Al-Syafi’I.” Vol. 06 (2017): 25.
Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Rosidin, Dedeng. Akar-Akar Pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits: Kajian Semantik
Istilah-Istilah Tarbiyaţ, Ta’lim, Tadris, Tahdzib dan Ta’dib. Bandung: Pustaka
Umat, 2013.
https://www.academia.edu/35599952/MAKALAH_ETIKA_GURU_DALAM_PEMBELAJA
RAN, diakses pada 18 September 2019, pukul 23.04 WIB.
19
20