Anda di halaman 1dari 20

AKHLAK DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi kelompok pada Mata Kuliah Pendidikan Akhlak
September 2019

Dosen Pengampu:
Dr. Dimyati, M.Ag.

Disusun oleh:
Rizka Arsananda Fadhilah 11180170000074
Yuka Fatma Heriyuni 11180170000077
Maulidina Rahayu 11180170000081

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-
baiknya bentuk serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga selalu dilimpahkan dan dicurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada manusia tentang
bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermanfaat dan bermartabat.
Atas berkat dan rahmat -Nya, kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “Akhlak Dalam Belajar Dan Pembelajaran”untuk
dapat memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam
penysusunan makalah ini, yaitu :
1. Dr. Dimyati, M.Agselaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Akhlak, Pendidikan
Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Rekan – rekan Pendidikan Matematika yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Ciputat, September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTA
R...............................................................................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1..................................................................................................................................L
ATAR BELAKANG................................................................................................4
1.2..................................................................................................................................R
UMUSAN MASALAH...........................................................................................4
1.3..................................................................................................................................T
UJUAN....................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................9

BAB 3 PENUTUP................................................................................................................. 18

3.1 KESIMPULAN..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang guru harus mempunyai sifat dan etika yang baik dengan siswanya, agar
dalam kegiatan belajar ilmu yang telah diajarkan oleh guru kepada muridnya akan
diterima dan dapat dipahami lebih cepat, oleh karena etika pada diri seorang guru
sangatlah penting, karena dapat mempengaruhi psikologi dan juga mental didik anak
yang di didiknya, dengan itu seorang guru harus dapat menempatkan dirinya dengan
etika-etika yang baik. Guru pula harus mampu berkomunikasi dengan baik dan
memberikan pemahaman yang dapat dipahami muridnya.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal maka seorang guru harus memiliki
adab terhadap anak didiknya, karena seorang guru memiliki tanggung jawab yang besar.
Tanggung jawab dari pendidik terjadi karena adanya sifat tergantung dari anak, akan
membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik. Maka adab terhadap anak didik
sangatlah perlu agar antara anak didik maupun pendidiknya saling menyeimbangi satu
sama lainnya.
Kemajuan maupun perkembangan pendidikan sejalan dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi, sehingga perubahan akhlak pada anak sangat dipengaruhi oleh pendidikan
formal, informal dan non-formal. Dalam hal ini pula guru dituntut untuk membuat dan
menjaga akhlak anak didiknya agar mempunyai akhlak yang mulia dengan cara
mencontohkan adab yang baik seperti yang dilakukan Rasulullah saw.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Adab Murid dalam Belajar ?
2. Bagaimana Adab Murid dalam Pembelajaran ?
3. Bagaimana Adab Murid terhadap Guru ?
4. Bagaimana Adab Guru dalam Pembelajaran ?
5. Bagaimana Adab Jawab Guru terhadap murid ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui Adab Murid dalam Belajar
2. Mengetahui Adab Murid dalam Pembelajaran

4
3. Mengetahui Adab Murid terhadap Guru
4. Mengetahui Adab Guru dalam Pembelajaran
5. Mengetahui Adab Jawab Guru terhadap murid

5
BAB 2

PEMBAHASAN

Secara literal-etimologis, term al-adab (adab) dengan bentuk plural (jama’)


nya al- adab memiliki arti al-du᾽a yang berarti undangan, seruan atau panggilan; dan
juga berarti al-zaraf wa husn al-tanawul yaitu suatu bentuk kesopanan dan etika
berinteraksiyang baik dengan orang atau pihak lain. Bentuk derivasi (isytiqaq) dari al-
adab adalah al-udbah, al-ma’dubah dan al-madabah yang berarti al-ta’amalladzi
yashna’uhu al-rajul yad’u ilaihi al-nas, yaitu makanan atau jamuan makan yang
secara khusus dihidangkan dalam rangka mengundang orang lain untuk
menikmatinya. Atau dapat juga berarti kullu ta’am shuni’a li da’wah au ‘urs,1 yaitu
hidangan yang dipersiapkan untuk jamuan.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tataran etimologis adab
belum terkait secara ekplisit dengan pendidikan, suatu keterampilan atau disiplin ilmu
tertentu, kecuali secara praksis terkait dengan etika kesopanan dan itupun dalam ruang
lingkup yang masih sempit, yaitu etika di meja makan atau kesopanan dalam
memenuhi undangan dan jamuan makan.

Sementara dalam perspektif lain dinyatakan, dalam bidang pendidikan kata


adab secara spesifik setidaknya digunakan dalam dua makna. Pertama, adab
dimaknai sebagai pendidikan anak-anak sehingga memiliki etika dan tingkah laku
yang baik. Itu sebab, pada masa klasik dan pertengahan Islam, kata yang paling sering
digunakan untuk orang yang mengajar anak-anak adalah mu’addib, di samping
mu’allim (shibyan). Materi yang dididikkan, metode dan teknik guru dalam mengajar,
hingga tujuan dan sasaran pendidikan tercakup dalam konsep adab. Makna kedua
dipahami dalam lingkup pendidikan orang dewasa. Dalam lingkup ini adab bermakna
aturan tingkah laku praktis yang dipandang menentukan kesempurnaan proses
pendidikan. Adab adalah aturan interaksi antar aspek yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan.2

1
Rahendra Maya, Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam: Karakter (Adab) Guru dan Murid Perspektif
Ibn Jama’ah Al-Syafi’I,Vol. 06 No. 12, Juli 2017, hlm. 25.
2
Asari, Etika Akademis dalam Islam: Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sāmi’wa al-Mutakallim Karya Ibn
Jama’ah, hlm. 2.

6
Ada pula yang menyimpulkan bahwa adab merujuk kepada dua makna yang
walaupun secara material berbeda namun mempunyai semangat yang sama, yaitu
keinginan untuk memelihara kesempurnaan. Pertama, merujuk kepada tingkah laku
praktis terkait moralitas profesi tertentu (guru, murid, penguasa, sekretaris, hakim dan
sebagainya). Sedangkan yang kedua, merujuk kepada dimensi intelektual, khususnya
kemampuan komunikasi yang baik dan elegan. Jadi adab digunakan untuk menunjuk
keseluruhan ilmu dan pengalaman yang dengan sungguhsungguh diupayakan dalam
rangka menuntun kehidupan yang benar. Adab juga berarti konsep yang tidak cukup
hanya diketahui, tetapi lebih penting lagi harus dihayati dan dipraktikkan seseorang
guna menyempurnakan kehidupannya,3 sebagai nilai diri, sifat, kepribadian, dan
karakter yang mesti ada pada seseorang jika ia ingin mengurus dirinya dengan baik
dan dalam mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dari paparan
tentang definisi adab secara terminologis dapat diidentifikasi bahwa adab dapat
dimaknai sebagai budi pekerti yang baik, perilaku yang terpuji, jiwa dan akhlak yang
terdidik, kedisiplinan untuk menjadi orang yang beradab.4

Karena itu, proses beradab (ta’addub) berarti proses beraktifitas yang sesuai
dengan keperwiraan diri (muru’ah). Maka pendidikan adab (ta’dib) sendiri dapat
diartikulasikan sebagai pengajaran akhlak-akhlak mulia dan pendidikan melalui
hukuman (punishment) bagi yang menyelisihi dan tidak mengindahkan norma-
normanya,5 dengan menjadikan hukuman sebagai latihan (drill) bagi seseorang untuk
berlaku mulia serta agar dapat menginternalisasikan dan mengontektualisasikan adab
tersebut (beradab).

Sementara menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, karakter


sendiri didefinisikan sebagai “sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.” Sehingga yang dimaksud
“berkarakter” adalah “memiliki karakter, mempunyai kepribadian, berwatak”,6 karena
karakter tiada lain merupakan identitas seseorang yang bersifat permanen yang
membedakannya dengan orang atau pihak lain. Sedangkan adab dalam kamus tersebut

3
Ibid, hlm. 4-5
4
Lihat Dedeng Rosidin, Akar-Akar Pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits: Kajian Semantik Istilah-Istilah
Tarbiyaţ, Ta’lim, Tadris, Tahdzib dan Ta’dib, Bandung: Pustaka Umat, 2003, hlm. 171.
5
Ibn Humaid, et.al., Mausu’ah Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlaq al-Rasul al-Karim, vol.[ CITATION Ros13 \l
1057 ] 2, hlm. 143.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2012, hlm. 623.

7
diartikulasikan sebagai “kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan, akhlak.”,
maka yang dimaksud beradab adalah mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang
baik, berlaku sopan; dan telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. 7 Dari
penelusuran literal-linguistik secara general dan kajian para pakar juga dapat
dinyatakan bahwa term karakter selain sinonim dengan term adab, juga sinonim
dengan term akhlaq. Akhlaq (akhlak, moral, tabiat atau pekerti) bahkan adalah term
penting yang lebih dahulu populer dan banyak dijadikan sebagai paradigma dan
model pendidikan Islam atau karakter Islami. Karena itu, menurut Abdul Majid dan
Andayani, terkait dengan karakter dan pendidikan karakter, dalam Islam sendiri
terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada
tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan
term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik.
Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang
Muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad S.A.W.,8 yang
merupakan Rasul Teladan dan Guru yang Agung.

Selanjutnya terdapat definisi guru dan murid secara general, term guru
umumnya diartikulasikan sebagai “orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar”.9 Sedangkan dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang
yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau atau mushollah, rumah dan
sebagainya.10

Guru merupakan term familiar yang memiliki artikulasi merujuk kepata satu
profesi dan sebagai orang yang melakukan pekerjaan mendidik, mengatur dan yang
terikat dengan proses keduanya di sebuah institusi pendidikan formal, adalah sebuah
yang sudah terbiasa dalam dipahami oleh masyarakat secara luas.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa guru tidak hanya menjadi sumber
informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, diamisator, fasilitator,
katalisator, evaluator, dan sebagainya, serta seorang profesional yang tidak

7
Ibid, hlm. 7
8
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011, hlm. 58.
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: edisi ke-4, hlm. 469.
10
Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif : Suatu Pendekatan Teoritis
Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010, hlm. 31; dan Jamal Ma’mur Asmani, tips menjadi guru inspiratif,
kreatif dan inovatif, Yogyakarta: Diva press, 2013, hlm. 20.

8
menjadikan profesi guru hanya sebagai “sumber penghasilan” atau untuk sekedar
mengentaskan pengangguran diri.11

Sedangkan tentang term siswa atau pelajar, literature pendidikan Islam,


termasuk di Indonesia, yang dianggap sinonim dan equivalen dengan kedua term
tersebut adalah murid, tilmidz, talib dan muta’alli serta term lainnya yang sering
dipergunakan, baik secara lisan maupun dalam tulisan.

Sedangkan dalam literature pendidikan umum di Indonesia, istilah yang


banyak digunakan untuk murid antara lain dinyatakan dengan term siswa, murid,
pelajar, mahasiswa dan santri serta anak didik dan peserta didik. Istilah siswa, murid
dan pelajar umumnya digunakan untuk menyatakan peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar sampai menengah. Sementara bagi peserta didik pada tingkat
pendidikan tinggi atau akademik disebut mahasiswa. Sementara istilah santri
digunakan untuk menyatakan peserta didik yang menuntut ilmu dipondok pesantren.12

1. Adab peserta murid dalam belajar

Al-Jarnuzi adalah merupakan ahli didik islam yang sangat memperhatikan


bagaimana agar peserta didik berhasil dalam belajar. ia lebih menekankan terhadap
metode, ataupun cara dalam hal memperoleh ilmu. Maka yang pertama sekali yang
anjurkan oleh Az-Zarnuji dalam proses pembelajaran adalah niat. Pada hakikatnya
niat juga merupakan tujuan yang ingin dicapai. Inisesuai dengan hadits Rasulullah
Saw, yang artinya: “Dari Umar radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya
mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya
karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai
ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits) (hadits.
Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907). Niat adalah tolok ukur suatu amalan; diterima
atau tidaknya tergantung niat dan banyaknya pahala yang didapat atau sedikit pun
tergantung niat. Niat merupakan perkara hati yang urusannya sangat penting. Niat
juga adala keinginan seseorang untuk mengerjakan sesuatu, tempatnya di hati bukan
di lisan. Maka niat dalam semua aspek pekerjaan adalah prioritas utama. Karena hasil
11
Rahendra Maya, Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam: Karakter (Adab) Guru dan Murid Perspektif
Ibn Jama’ah Al-Syafi’I,Vol. 06 No. 12, Juli 2017, hlm. 29.
12
Salim dan Kurniawan, Studi Islam dan Pendidikan Islam, hlm. 103.

9
dari apa yang kita perbuat adalah cerminan dari baik atau tidaknya niat. Disaat
peroses pembelajaran menurut Az-Zarnuji pengaruh dari pada guru, dan teman sangat
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Karna guru adalah
central pada saat pembelajaran berlangsun, maka perannya sangat penting.

Didalam ungkapannya Az-Zarnuji juga mengatakan bahwa seorang murid


tidak boleh bertanya kecuali setelah diperbolehkan dan hendak memilih guru yang
wara’, lebih tua dan alim. Mungkin hal ini dalam pendidikan formal sangat sulit
dalam penerapannya. Karna disekolah tersebut sudah ditentukan guru-gurunya. Kita
tidak bisa memilih guru mana yang masuk kategori wara’ dan alim. Dan pendidikan
sekarang lebih mengarah kepada studan center bukan guru center lagi. Maka
sepatutnya lah para peserta didik lebih banyak bertanya agar lebih mengerti dalam
pembelajaran.

Di dalam berteman pandailah dalam memilihnya. Jangan sampai ia sibuk


karnanya yang dapat membuangbuang waktu. Hendaklah berkawan dengan orang-
orang yang rajin dalam belajar, yang dapat hendaknya menasehati dan mengingatkan
ketikat salah dalam berbuat. Pelajar seyogyanya bersungguhsungguh hati dalam
belajar serta tekun. Rasullulah Saw pernah bersabda yang artinya: “Dari Abu Hurairah
ra. ia berkata : "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda : "Bersegeralah kalian untuk
mengerjakan amal-amal saleh.” (H.R.Muslim).

Serta dalam belajar juga harus menanamkan cita-cita. Karena dengan


menanamkan cita-cita, maka seseorang akan berusaha sekuat mungkin untuk meraih,
mencapai dan mendapatkannya. Seperti contah orang yang mempunyai cita-cita
mendaki gunung, maka ia akan berusaha agar sampai dipunjaknya. Begitulah
seharusnya pelajar takkan berhenti sebelum mendapatkan apa yang dia cita-citakan.

Az-Zarnuji juga menganjurkan membuat catatan yang telah dihafal. Sementara


itu, di sisi lain bagaimana mudzakarah (saling mengingatkan), munadharah (saling
mengadu pandangan), dan mutharahah (diskusi) dijadikan sarana untuk
mengembangkan aspek-aspek kognitif-rasional dan pengembangan wawasan. Dalam
poin ini Az-Zarnuji menyarankan beberapa metode dalam hal belajar menurut
pandangannya. Dalam pendidikan era modern ini ada sebagian pendapat AzZarnûjî
yang dipakai yaitu metode diskusi, sebagai sarana pengembangan cara berpikir
seorang pencari ilmu.

10
Tak kalah pentingnya seorang pelajar harus bersifat wara‘ (Self Protection)
dalam mencari ilmu. Wara’ ini merupakan sifat yang mampu memlihara diri dari
perkara-perkara yang haram dan syubhat. Dengan menanamkannya maka pelajar akan
memiliki hati yang bersih dan akan memudahkan ilmu masuk kedalam hatinya. 13

2. Adab Murid dalam Pembelajaran


Adab yang harus diamalkan oleh para pelajar dalam menuntut ilmu menurut
Imam Al-Ghazali, yaitu: Pertama, mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang
rendah.14 Maka ketika batin tidak dibersihkan dari hal-hal keji maka murid tersebut
tidaklah menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak diterangi dengan
cahaya ilmu. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu mas’ud “bukanlah ilmu itu karena
banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam hati.”
Kedua, dengan mengurangi kesenangan-kesenangan duniawi maka hati akan
terpusat untuk ilmu. Seperti pepatah mengatakan “ilmu tidak memberikan
sebagiannya hingga engkau memberikan seluruh milikmu.”
Ketiga, menghindari berdebat dengan guru. Bertengkar dan berdebat akan
menghalangi kebaikan. Seperti hal nya memperdebatkan hal yang melampaui batas
dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran suatu dalil. Dengan melakukan
perdebatan memungkinkan menuntut ilmu akan jatuh ke dalam keburukan serta
menjadi penghalang dalam memperoleh banyak kebaikan. Diriwayatkan dalam
Maimun bin Mihran, ia berkata: “Janganlah kamu mendebat orang yang lebih ‘alim
daripadamu, sedang ia tidak merugi sedikit pun.”15
Keempat, mengikat ilmu dengan tulisan. Abu Hurairah berkata: “Tidak ada
seorang pun dari kalangan Sahabat Nabi, yang lebih banyak haditsnya daripadaku,
melainkan ‘Abdullah bin ‘Amar bin al-’Ash. Sebab ia menulis, sedangkan aku tidak.”
Oleh karena itu, mengikat ilmu dengan tulisan sangat berguna untuk menguatkan
ingatan dan mudah dalam merujuknya kembali.
Kelima, larangan menyembunyikan ilmu setelah ia mempelajarinya. Dalam surah Al-
Baqarah ayat 159-160 yang berarti “Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan
(yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami memerangkannya kepada manusia dalam al-

13
Ali Noer, dkk., Jurnal Al-hikmah: Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran menurut Az-Zarnuji dan
Implikasinya terhadap Pendidikan karakter di Indonesia, Vol. 14, No. 2, Oktober 2017, hlm. 203-205.
14
Jurnal Al-Hikmah Vol.14, No.2, Oktober 2017 ISSN 1412-5382
15
Nada, ‘Abdull’aziz bin Fathi as-Sayyid, Ensiklopedi adab islam (Jakarta, PT Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007)
h.189

11
Kitab, mereka dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
memerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya
dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Hal tersebut
bermaksud bahwa apabila menyebarkan ilmu syar’i termasuk dalam saling berwasiat
kepada kebenaran.
Keenam, mengamalkan ilmu merupakan adab yang paling agung bahkan inilah
yang dinamakan hakikat ilmu. Dimana ilmu pada hakikatnya adalah untuk diamalkan
dan bermanfaat bagi orang banyak.

3. Adab Murid terhadap Guru


Adab murid terhadap gurunya adalah adab paling penting yang harus dimiliki
oleh seorang pelajar.16 Seorang murid harus percaya dan menganggap gurunya sebagai
seorang pengajar yang mengajarkan ilmu dan sebagai seorang pendidik yang
membimbingnya kepada budi pekerti yang baik.
Sebagai seorang murid hendaknya dapat menjaga kehormatan seorang guru
karena bimbingan dari seorang gurulah, pintu – pintu ilmu tersebut akan terbuka dan
selamat dari kesalahan dan ketergelinciran. Oleh karena itu, dengan menjaga
kehormatan seorang guru, keberhasilan dan kesuksesan akan diraih serta mendapatkan
ilmu dan taufiq.
Syaikh Bakr mengungkapkan “Jadikan gurumu sebagai orang yang engkau
muliakan dan engkau hargai dan hormati serta bersikaplah yang lembut
kepadanya.”17Bentuk – bentuk realisasi dari ungkapan Syaikh tersebut, dapat
dilakukan dengan bersikap sopan santun saat duduk bersama dan saat berbicara
kepada guru. Hal tersebut dapat dilakukan seperti tidak menyelonjorkan kaki dan
bersandar saat duduk dihadapannya ketika belajar. Perbuatan semacam itu dirasa
kurang sopan. Selain itu, adab lain yang harus dilakukan seorang murid terhadap
gurunya adalah dengan tidak berbicara kepada guru seakan-akan sedang berbicara
kepada teman sebaya. Maksudnya adalah hendaknya seorang murid berbicara kepada
guru dengan penuh penghormatan.
Syaikh Bakr juga mengun gkapkan bahwa “Jangan mendahuluinya baik saat bicara
maupun jalan.” Hal tersebut dirasa kurang sopan untuk dilakukan, seperti contoh
16
Syaikh Muhammad bin Shalih al’-Utsaimin, Syarah Adab dan Menuntut Ilmu (Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’I, 2007) h.111.
17
Ibid, h. 112

12
murid yang sudah menjawab terlebih dulu sebelum gurunya berbicara. Selain itu, adab
murid terhadap guru yang perlu diperhatikan adalah dalam hal pemanggilan.
Hendaknya sebagai murid yang menghormati gurunya, haruslah memanggil guru
tersebut dengan panggilan yang sopan seperti “Wahai guruku” atau “guru
kami”,bukan memanggilnya dengan sebutan nama atau gelar saja.

4. Adab Guru dalam Pembelajaran

Beberapa calon guru memiliki perasaan takut atau ragu-ragu di dalam


menghadapi tugas praktik mengajar, tetapi perasaan tersebut akan hilang dengan
sendirinya setelah terjun dan mengikuti latihan mengajar di kelas atau di sekolah.

Cara pandangan guru yang baik adalah tidak terfokus pada sesuatu yang
menarik perhatiannya, namun harus meliputi seluruh kelas, bersikap tenang, tidak
gugup, tidak kaku, ambil posisi yang baik sehingga dapat dilihat dan didengar peserta
didik. Senyuman dapat mengusahakan dan menciptakan situasi belajar yang sehat,
suara yang terang dan jelas dan diadakan variasi sehingga suara yang simpatik akan
selalu menarik perhatian anak-anak.

A. Adab guru Indonesia

Di dalam adab guru Indonesia dituliskan dengan jelas bahwa guru


membimbing murid untuk membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya
yang berjiwa pancasila. Adab bagi guru adalah terhadap peserta didiknya,
terhadap pekerjaan dan terhadap tempat kerja. Adab tersebut wajib dimiliki
oleh seorang guru untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang baik.
Berikut beberapa adab yang harus dimiliki oleh seorang guru:

B. Adab guru terhadap peserta didiknya

Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan


seorang guru adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan
menanamkan sikap kepercayaan kepada murid. Guru yang berpenampilan baik
dan sopan akan mempengaruhi sikap murid demikian juga sebaliknya. Selain
itu di dalam memberikan contoh kepada murid, guru harus bisa mencontohkan
bagaimana bersifat objektif dan terbuka pada kritikan serta menghargai
pendapat orang lain.

13
Guru harus bisa mempengaruhi dan mengendalikan muridnya. Perilaku
dan pribadi guru akan menjadi bagian yang ampuh untuk mengubah perilaku
murid. Guru hendaknya menghargai potensi yang ada di dalam keberagaman
murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun juga harus
memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik perkembangan
jasmani atau rohani.

C. Adab guru terhadap pekerjaan

Sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Guru harus


melayani masyarakat di bidang pendidikan secara profesional. Supaya bisa
memberikan layanan yang memuaskan pada masyarakat maka guru harus bisa
menyesuaikan kemampuan serta pengetahuannya dengan keinginan dan
permintaan masyarakat.

D. Adab guru terhadap tempat kerja

Suasana yang baik ditempat kerja bisa meningkatkan produktivitas.


Kinerja guru yang tidak optimal bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang
tidak memberi jaminan pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.

Pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi pemikiran bagi


guru supaya lebih kreatif. Strategi belajar yang membantu guru untuk
mengaitkan materi pelajaran dengan situasi akan mendorong murid
mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sikap profesional guru pada tempat kerja adalah dengan
cara menciptakan hubungan yang harmonis di lingkungan tempat kerja dan
lingkungan. Adab guru sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.

E. Sikap guru
Sikap bagi perkembangan jiwa anak didik selanjutnya. Karena sikap
seroang guru tidak hanya dilihat dalam waktu mengajar saja, tetapi juga dilihat
tingkah dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan lakunya
dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didiknya. Pada saat ini banyak sikap
dari seorang guru yang tidak lagi mencerminkan sikapnya sebagai seorang

14
pendidik karena adanya berbagai factor yang mestinya tidak terjadi dalam
dunia pendidikan.
F. Sikap guru yang kurang mendidik

Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan


bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah
menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan
saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling
membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan,
membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah
konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi
lantas mudah melampiaskan ketidakpuasan dengan cara-cara yang tidak benar.

Berikut adalah beberapa sikap guru yang kurang mendidik:

1) Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,


2) Menunggu peserta didik berperilaku negatif,
3) Menggunakan destruktif discipline,
4) Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu)
peserta didik,
5) Merasa diri paling pandai di kelasnya,
6) Tidak adil (diskriminatif), serta
7) Memaksakan hak peserta didik.
G. Sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang dilakukan, seorang guru yang


profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang
dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:

1) Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran


peserta didik,
2) Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik,
3) Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi
pelajaran luas mendalam,

15
4) Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Sedangkan menurut M. Ngalim Purwanto, sikap yang harus dimiliki oleh


seorang guru adalah:

1) Guru harus bersikap adil,


2) Guru harus percaya dan suka kepada murid-muridnya,
3) Guru harus sabar dan rela berkorban,
4) Guru harus mempunyai pembawaan terhadap anak didiknya,
5) Guru harus bersikap baik terhadap teman-temannya dan masayarakat.18

5. Adab Jawab Guru terhadap Murid


Seorang guru memang harus berwawasan luas karena akan dijadikan acuan
para siswanya. Oleh sebab itu, sebelum mulai mengajar seorang guru wajib
hukumnya mendalami materi yang akan disampaikan pada siswa. Selain memang
sudah menjadi sebuah keharusan, juga untuk mengantisipasi berbagai macam
pertanyaan yang datang dari para siswa. Tugas siswa adalah belajar dan mengkaji hal-
hal yang belum diketahui. Sedangkan tugas guru adalah mengajarkan, mendidik siswa
agar jadi lebih tahu. Namun, bukan berarti jadi maha tahu.
Ketika kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung, kerap kali ditemukan
murid yang suka bertanya kepada gurunya mengenai materi yang mungkin belum atau
tidak dikuasai oleh guru tersebut. Maka dari itu terdapat adab jawab seorang guru
terhadap murid:
1. Ketika murid bertanya kepada guru, maka guru harus menjawab dengan sopan
dan sesuai materi
2. Ketika murid bertanya kepada guru, maka guru tidak boleh menjawab
pertanyaan murid dengan asal-asalan atau mengarang.
3. Ketika murid bertanya kepada guru, maka guru harus menjawab dengan
sejujurnya jika guru tersebut tidak tahu jawabannya maka sang guru tersebut
harus berkata dengan terus terang. Karena, dengan begitu secara tidak
langsung guru mengajarkan kepada siswa berkata jujur, rendah hati serta cara

18
https://www.academia.edu/35599952/MAKALAH_ETIKA_GURU_DALAM_PEMBELAJARAN, diakses
pada 18 September 2019, pukul 23.04 WIB.

16
memecahkan masalah akan lebih penting ketimbang memberi jawaban yang
belum jelas kepastiannya. Jika sudah melontarkan kalimat tersebut maka sang
guru harus bersegera mencari referensi untuk menemukan jawaban. Berikan
jawaban setepat dan secepat mungkin setelah guru mengetahuinya.
4. Ketika murid bertanya kepada guru, jika pertanyaan tersebut tidak relevan
dengan topik yang sedang dibahas, guru bisa menjawab dengan waktu yang
lebih lama untuk mencari jawaban yang benar.

17
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam bidang pendidikan kata adab secara spesifik setidaknya digunakan dalam dua
makna. Pertama, adab dimaknai sebagai pendidikan anak-anak sehingga memiliki etika dan
tingkah laku yang baik. Itu sebab, pada masa klasik dan pertengahan Islam, kata yang paling
sering digunakan untuk orang yang mengajar anak-anak adalah mu’addib, di samping
mu’allim (shibyan). Materi yang dididikkan, metode dan teknik guru dalam mengajar, hingga
tujuan dan sasaran pendidikan tercakup dalam konsep adab. Makna kedua dipahami dalam
lingkup pendidikan orang dewasa. Dalam lingkup ini adab bermakna aturan tingkah laku
praktis yang dipandang menentukan kesempurnaan proses pendidikan. Adab adalah aturan
interaksi antar aspek yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.

Guru merupakan term familiar yang memiliki artikulasi merujuk kepata satu profesi
dan sebagai orang yang melakukan pekerjaan mendidik, mengatur dan yang terikat dengan
proses keduanya di sebuah institusi pendidikan formal, adalah sebuah yang sudah terbiasa
dalam dipahami oleh masyarakat secara luas.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa guru tidak hanya menjadi sumber
informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, diamisator, fasilitator, katalisator,
evaluator, dan sebagainya, serta seorang profesional yang tidak menjadikan profesi guru
hanya sebagai “sumber penghasilan” atau untuk sekedar mengentaskan pengangguran diri.

Sedangkan tentang term siswa atau pelajar, literature pendidikan Islam, termasuk di
Indonesia, yang dianggap sinonim dan equivalen dengan kedua term tersebut adalah murid,
tilmidz, talib dan muta’alli serta term lainnya yang sering dipergunakan, baik secara lisan
maupun dalam tulisan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ali Noer, dkk. “AlKonsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran menurut Az-Zarnuji dan
Implikasinya terhadap Pendidikan karakter di Indonesia.” Jurnal Al-hikmah Ali
Noer, dkk., Jurnal Al-hikmah: Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran
menurut Az-ZarnujiVol. 14, No. 2 (2017): 203-205.

Andayani, Abdul Majid dan Dian. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.

Asari. Etika Akademis dalam Islam: Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sāmi’wa al-Mutakallim
Karya Ibn Jama’ah.

Asmani, Jamal Ma’mur. tips menjadi guru inspiratif, kreatif dan inovatif. Yogyakarta: Diva
Press, 2013.

Djamarah, Syaiful Bahri. Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif : Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.

Ibn Humaid, et.al. “Mausu’ah Nadrah al-Na’im fi Makarim Akhlaq al-Rasul al-Karim.” vol.
(Rosidin 2013) 2: 143.

Kurniawan, Salim dan. Studi Islam dan Pendidikan Islam.

Maya, Rahendra. “Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam: Karakter (Adab) Guru dan
Murid Perspektif Ibn Jama’ah Al-Syafi’I.” Vol. 06 (2017): 25.

Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Rosidin, Dedeng. Akar-Akar Pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits: Kajian Semantik
Istilah-Istilah Tarbiyaţ, Ta’lim, Tadris, Tahdzib dan Ta’dib. Bandung: Pustaka
Umat, 2013.

https://www.academia.edu/35599952/MAKALAH_ETIKA_GURU_DALAM_PEMBELAJA
RAN, diakses pada 18 September 2019, pukul 23.04 WIB.

19
20

Anda mungkin juga menyukai