Anda di halaman 1dari 18

TEORI BELAJAR EDWARD THORNDIKE DAN TEORI BELAJAR

ROBERT M. GAGNE

(makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah belajar dan pembelajaran
matematika)

Dosen Pengampu : Dr. Gelar Dwirahayu M,Pd.

Disusun oleh :

1. Arya Widianto 11180170000069

2. Rizka Arsananda Fadhilah 11180170000074

3. Hana Qonita 11180170000086

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
ridho-Nya kami diberikan kesempatan dan pengetahuan untuk dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Teori Belajar Edward Thorndike dan Teori Belajar Robert
M. Gagne” ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran
matematika. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak memperoleh bantuan sehingga
dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada ibu Dr. Gelar Dwirahayu M,Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran Matematika dan juga kepada teman-teman yang sudah memberikan kritik dan
sarannya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Terlepas dari semua itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa lebih baik
lagi.

Tangerang Selatan, Maret 2019

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................................................ iii

Edward Thorndike .................................................................................................................1

A. Biografi Thorndike.....................................................................................................1
B. Teori belajar Thorndike ............................................................................................. 2
C. Implementasi Teori Belajar Thorndike ......................................................................6

Robert M. Gagne ....................................................................................................................8

A. Biografi Robert M. Gagne ......................................................................................... 8


B. Teori belajar Robert M. Gagne ..................................................................................8
C. Implementasi Robert M. Gagne .................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................18

iii
Edward Thorndike
A. Biografi Edward Thorndike
Edward Lee “ Ted “ Thorndike (1874-1949) adalah psikolog
Amerika yang menhabiskan hampir seluruh kariernya di
Teachers Collage, Columbia University. Ia dikenal sebagai
bapak psikologi pendidikan modern. Ia dianggap sebagai
pelopor beberapa bidang, di antaranya teori belajar, praktik
pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, tes
kecerdasan, problem nature-nurture, pembelajaran
transformatif, serta aplikasi pengukuran kuantitatif terhadap masalah-masalah
sosiopsikologi.
Produktivitas ilmiah Thorndike tergolong luar biasa. Hingga tahun 1974, ia telah
menulis 507 buku, monografi, serta artikel jurnal. Di dalam autobiografinya tertulis ia
menghabiskan waktu sebanyak 20.000 jam untuk membaca buku ilmiah dan jurnal. Ia
memang layak disebut ilmuwan penuh dedikasi karena tetap bekerja sampai hari – hari
sebelum kematiannya.
Thorndike lahir pada 31 Agustus 1874 di Wiliamsburg, Massachusetts. Ia dibesarkan
di zaman ketika psikologi ilmiah sedang dikembangkan di lembaga – lembaga akademik,
ia merupakan anak kedua seorang pendeta di Lowell. Riwayat pendidikannya dimulai di
The Roxbury Latin School, West Roxbury, Massachusetts dan lulus pada tahun 1891.
Setelah itu, Ia melanjutkan studi ke wesleyan University dan lulus pada tahun 1895.
Thorndike mengenal psikologi dari buku William James, Principles of psikology.
Karena tertarik dengan isi buku tersebut, ia memustuskan untuk melanjutkan studi
pascasarjana ke Universitas Harvard dan belajar di bawah bimbingan James. Minat
penelitianya adalah dengan anak – anak. Hanya saja, ia menghadapi kendala persyaratan
akademik. Jadi, beralih menempuh studi pembelajaran pada anak ayam untuk memenuhi
persyaratan derajat master. Ia memperoleh gelar M.A. dari Universitas Harvard pada
tahun 1897. Cattell mengundang Thorndike melanjutkan kuliah ke Columbia University.
Pada tahun 1898, ia dianugerahi gelar doktor.
Setelah itu, Thorndike meneukuni minat awalnya, yakni psikologi pendidikan. Untuk
kerja profesionalnya pertamanya, yakni pada tahun 1898- 1900, ia bekerja di College for
Womanof Case Western Reserve di Cleveland, Ohio.ia kemudia diangkat menjadi dosen
instruktur psikologi genetika di Teachers College di Columbia University. Di tempat itu

1
pula ia mencetuskan ide tengtang pembelajaran pada manusia, pendidikan, serta
pengujian mental. Di sana, pada tahun 1901-1904, ia diangkat menjadi asisten profesor
psikologo pendidikan, profesor (periode 1904-1940), serta profesor emeritus (1940-
1949).
Seiring berjalannya waktu, Thorndike semakin terkenal dan publikasinya menjadi
rujukan utama. Ia banyak mendapatkan posisi anggota kehormatan, termasuk dari British
Psychological Society, Leningrad Scientific-Medical Pedological Society, serta
Comenius Educational Association og Czechoslovakia. Pada periode 1936-1937,
Thorndikemenjadi presiden di lembaga psychometric society. Hal ini tidak
mengherankan karena teori-teori Thorndike memengaruhi banyak bidang keilmuan.
Pengaruh Thorndike dalam psikologi tidak perlu diragukan lagi. Ia adalh orang
pertama yang menerapkan prinsip- prinsip psikologi dalam bidang pembelajaran manusia
dan hewan. Ia juga dianggap sebagai psikologi pembuka jalan menuju behaviorisme. Tak
terhitung tokoh-tokoh psikologi yang terpengaruh oleh pemikirannya, termasuk B.F.
Skinner dan Clark Hull. Teori- teorinya juga memengaruhi dunia filsafat, sosiologi,
pendidikian, militer, serta industri, serta pelayanan publik dan swasta.

B. Teori Belajar Menurut Thorndike


Dalam catatan sejarah, thorndike adalah ilmuwan pertama yang mengaplikasikan
prinsip- prinsip psikologi padasistem pembelajaran, baik hewan maupun manusia.
Penelitiannya dimulao dengan studi mengenai telepati mental pada anak-anak ia
melanjutkan penelitian tersebut pada ayam, kucing, tikus, anjing, ikan, monyet, hingga
akhirnya manusia dewasa.1
1. Dasar Teori
a. Koneksi Stimulus dan Respons
Thorndike mengungkapkan bahwa belajar pada manusia dan hewan pada dasarnya
sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap
pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan
respons (S-R). Oleh karena itulah teori ini juga dinamakan teori Stimulus – Respons.
Hubungan stimulus dan respons dapat terjadi seperti ilustrasi dibawah ini:

1
Eka Nova Irawan, Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015), hlm. 96.

2
“ketika seseorang melihat setangkai bunga melati yang indah dan harum di taman,
dapat menjadi sebuah stimulus yang dapat mengakibatkan munculnya respons untuk
memetiknya.”
“ketika seseorang mengendarai sepeda motortiba – tiba lamp[u merah menyala, maka
dengan seketika orang tersebut akan mengerem motornya dan kemudian berhenti”2
Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam hal ini bunga melati
merupakan stimulus, kemudian keinginan untuk menarik bunga tersebut adalah respons.
Begitupula dengan orang yang mengendarai sepeda motor, lampu merah merupakan
stimulusnya, kemudian mengerem motor dan berhenti merupakan respons yang
diakibatkan ketika lampu merah menyala.”
b. Seleksi dan Koneksi
Trial dan error pada awalnya disebut Thorndike dengan selecting (memilih) dan
connecting (menghubungkan). Misalnya, seseorang sedang menghadapi suatu masalah.
Untuk memecahkan masalah itu, ia memikirkan beberapa jalan keluar. Ia pun mencoba
satu atau dua cara (selecting), kemudian menghubungkan percobaan satu dngan yang lain
(connecting). Akhirnya, setelah menempuh banyak percobaan dan mengalami berbagai
kegagalan, ia berhasil memecahkan masalahnya. Jadi, semakin banyak peluang jalan
pemecahan, orang itu kian cepat memecahkan masalahnya.
c. Penambahan dan Pengalaman
Menurut Thorndike, belajar merupakan penambahan (incremental), bukan
pendalaman (insightful). Artinya, belajar lebih bersifat suatu tambahan daripada
pendalaman pengetahuan. Dengan kata lain, belajar terjadi dalam langkah- langkah
sistematis yang sangat keras atau step by step, bukan suatu lompatan besar. Jika belajar
dikatakan sebagai pendalaman maka waktu yang diperlukan seseorang untuk
memperoleh solusi dari masalahnya akan relatif panjang. Adapun menurut Thorndike ,
tidak ada perubahan waktu untuk mencari solusi dalam belajar.
d. Belajar Tidak Dipengaruhi Ide-Ide
Berdasarkan penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar merupakan
proses langsung dan tidak dipengaruhi oleh proses berpikir atau suatu alasan. Dengan
demikian, pembelajaran merupakan proses yang tidakn dimediasi id-ide, tetapi oleh
pengalaman dalam wujud percobaan.
e. Semua Makhluk Belajar Dengan Cara yang Sama

2
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008),hlm. 115.

3
Menurut Thorndike, semua makhluk hidup, baik hewan maupun manusia belajar
dengan cara yang sama. Pada awalnya, mereka mencari peluang atau solusi terhadap
berbagai masalahnya. Kemudian, mereka melakukan banyak percobaan dan kesalahan
hingga berhasil mengatasi situasi.

2. Hukum – Hukum yang Digunakan Edward Lee Thorndike


Adapun dari hasil percobaan Thorndike maka dikenal 3 hukum pokok, yaitu :
a. Hukum Kesiapan ( The law of readiness )
Hukum kesiapan (the laws of readiness)3ini memiliki tiga elemen kunci sebagai
berikut
1) Ketika seseorang siap untuk melakukan tindakan tertentu, maka melakukannya
adalah memuaskan
2) Ketika seseorang siap untuk melakukan tindakan tertentu, tidak melakukannya
adalah menjengkelkan.
3) Ketika seseorang tidaksiap untuk melakukan tindakan tertentu dan dipaksa untuk
melakukanya, hal itu adalah menjengkelkan.

Tiga elemen hukum kesiapan tersebut biasa ditemukan oleh dan di dalam diri setiap
orangyang menempuh proses belajar. Elemen pertama adalah kondisi yang diinginkan
setiap orang. Namun demikian, kondisi kedua dan ketiga kadang kala terjadi. Biasanya,
orang yang berhadapan dengan kondisi kedua dan ketiga akan mengalami rasa frustasi.

b. Hukum Latihan (Law of Exercise)


Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
1) The Laws Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi
antara stimulus dan respons akan menjadi kuat bila sering digunakan. Dengan
kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi kuat
semata-mata karena adanya latihan.
2) The Law Of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan nahwa hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.4

Prinsip ini menunjukan bahwa ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar.
Makin sering suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran tersebut

3
Graham Richards, Psikologi(Yogyakarta: Baca, 2009), hlm. 161
4
Nefi Damayanti, Psikologi Belajar, Hal: 54-55

4
dalam diri siswa. Pada prakteknya tentub diperlukan berbagai variasi, bukan ulangan
sembarangan ulangan. Dan pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat
menentukan hasil belajar.

c. Hukum Efek (Law Of Effect)


Hukum efek (the law of effect)5 menyatakan bahwa kuat dan lemahnya hubungan
stimulus dan respons merupakan akibat dari konsekuensi respons. Sebagai contoh, jika
respons diikuti oleh rasa puas (reward) maka hubungan antara stimulus dana respons
semakin kuat. Sebaliknya, jika respons diikuti rasa menjengkelkan (punisment),
hubungan stimulus dan respons menjadi kian melemah.
Setelah tahun 1930, hukum effek direviso oleh Thorndike. Setelah direvisi, hukum
efek menyatakan bahwa respons diikuti oleh keadaan memuaskan dari stimulus yang
diperkuat. Selain itu, Thorndike juga menyatakan bahwa efek “hadiah” (reward) dapat
menguatkan hubungan stimulus dan respons. Adapun “hukuman” (punisment) tidak
berpengaruh terhadap kekuatan hubungan stimulus dan respons.
Untuk melengkapi hukum efek, pada tahun 1930, Thorndike juga memunculkan
konsep sebaran egek (spread of effect), yaitu akibat dari suatu perbuatan dapat menular.
Menurutnya, kondisi memuaskan tidak hanya meningkatkan peluang terulangnya
respons yang mengarah pada kondisi memuaskan tersebut. Sebab, respons di sekitar
respons yang dikuatkan juga ikut terulang.

Selain hukum pokok belajar tersebut di atas, masih terdapat hukum subside atau
hukum – hukum minor lainnya, yaitu:

a. Law of Multiple Response


Supaya suatu respons itu memperoleh hadiah atau berhasil, maka respons itu harus
terjadi. Apabila individu dihadapkan pada sesuatu soal, maka dia akan mencoba-coba
berbagai cara, apabila tingkah laku yang tepat (yakni yang membawa penyelesaian atau
berhasil) dilakukan maka sukses terjadi, dan proses belajar pun terjadi. Hal tersebut akan
terjadi sebaliknya.
b. Law Attitude (Law of Set, Law of Disposition)
Respons-respons apa yang dilakukan oleh individu itu ditentukan oleh cara
penyelesaian individu yang khas dalam menghadapi lingkungan kebudayaan tertentu.

5
Graham Richards, psikologi (Yogyakarta: Baca, 2009),hlm. 161

5
Sikap (attitude) tidak hanya menentukan apa yang akan dikerjakan oleh seseorang tetapi
juga cara yang kiranya akan memuaskan atau tidak memuaskan baginya.
c. Law Partial Activity ( Law of propotency element)
Pelajar atau organisme dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-
kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu. Manusia dapat memilih hal-hal yang
pokok dan yang mendasar tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok itu serta
meninggalkan hal-hal yang kecil-kecil.
d. Law of Response by Analogy ( Law of Asimilation)
Orang bereaksi terhadap situasi yang baru sebagaimana dia bereaksi terhadap situasi
yang mirip dengan itu yang dihadapinya di waktu yang lalu atau dia bereaksi terhadap
hal atau unsur tertentu dalam situasi yang telah berulang kali dihadapinya. Jadi, respons
– respons selalu dapat diterangkan dengan apa yang telah pernah dikenalnya, dengan
kecenderungan asli yang berespons.
e. Law of Assosiative Shifting
Bila suatu respons dapat dipertahankan berlaku dalam serangkaian perubahan-
perubahan bahan dalam situasi yang merangsang , maka respons itu akhirnya dapat
diberikan kepada situasi yang sama sekali baru.

C. Implementasi Teori Belajar Thorndike dalam pembelajaran Matematika


Implementasi teori Koneksionisme Edward Lee Thorndike dalam Pembelajaran
Matematika dikutip dari buku Psichology of Learning adalah :

1. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap
mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik
perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu. Hal ini
dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
3. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi matematika dengan
cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya
bertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap
materi yang diberikan.
4. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa
mengingat materi terkait lebih lama.

6
5. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses harus bertahap dari
yang sederhana hingga yang kompleks.
6. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang
belum baik harus segera diperbaiki.
7. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan
anak kelak setelah dari sekolah.
8. Cara mengajar yang baik bukanlah hanya mengharapkan murid tahu apa yang telah di
ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu
materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus
memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah.

7
Robert M. Gagne

A. Biografi Robert M. Gagne


Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002),
Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts. Ia mendapatkan
gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Ia adalah
seorang professir dalam bidang psikologi dan juga psikologi
pendidikan di Connecticut College khusus wanita (1940-1949),
Universitas Negara bagian Pensylvania (1945-1946), professor
di departemen penelitian pendidikan di Universitas Negara
bagian Florida di Tallahase mulai tahun 1969. Gagne juga menjabat sebagai direktur riset
untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland, Texas dan Lowry, Colorando. Ia pernah
bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk dinas
pendidikan Amerika Serikat (1964-1966). Selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset
pada Institut penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965).

B. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne

A learning theory is designed to prove an explanation of several (sometimes many)


specific facts which have been independently observed, by relating these facts to a
conceptual model.6
Dapat kita simpulkan bahwa teori pembelajaran menurut Gagne dirancang untuk
membuktikan penjelasan tentang beberapa fakta yang spesifik yang telah diamati secara
independen, dengan menghubungkan fakta-fakta dengan model konseptual.
Gagne (dalam Ahmed, 2011) berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan
individu. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan
berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang
akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia
nantinya. Gagne mengungkapkan kondisi yang penting bagi pembelajaran yaitu
pembelajaran perlu dimulai dari dalam. Dia lebih jauh mengatakan bahwa inisiasi
internal belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengelilingi pelajar dan
benarbenar eksternal untuk pelajar. Kesadaran pelajar untuk belajar dapat dipengaruhi
oleh pengaturan dari rangsangan eksternal. Persepsi selektif atau efisiensi perseptif filter

6
Gagne, M. Robert, Essentials of learning for instruction (printed in the United States of America), h.13

8
dapat ditingkatkan dengan berurutan seperti rangsangan atau konsep. Urutan konsep
bermakna merangsang pembelajaran.
Manusia disebut sebagai makhluk sosial dan juga makhluk yang berbudaya sehingga
menurut Gagne belajar adalah kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia
selalu memerlukan dan melakukan perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja manusia
itu berada.
Gagne pula berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya yaitu lingkungan individu seseorang.
Lingkungan individu seseorang ini meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan
berbagai lingkungan sosial. Dari berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa
yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa
seseorang itu nantinya. Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang
dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut
juga kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada
puncak membentuk suatu piramida.7
Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.8
Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut
kemampuan dan menurut Gagne, ada lima kemampuan. Ditinjau dari segi-segi yang
diharapkan dari suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena
kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan juga karena
kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda.9
Jadi, hasil belajar menurut Gagne ada lima yaitu, keterampilan intelek, strategi
kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik di mana hasil belajar ini
diperoleh melalui keadaaan internal dan proses kognitif peserta didik dengan stimulus
dari lingkungan.
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan
dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.
Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan

7
Jurnal Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar, 3-3
8
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2013), h.10.
9
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, h.118.

9
terdefinisi, dan prinsip. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-
gagasan. Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat
pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan
intelektual seseorang.
2. Strategi kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu baik belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam teori
belajar modern, suatu strategi kognitif meupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu
proses internal yang digunakan peserta didik (orang yang belajar) untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir (Gagne,
1985).10
3. Informasi verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal, menurut teori, pengetahuan
verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Nama lain untuk
pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif. Informasi verbal diperoleh
sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang,
membaca dari radio, televisi, dan media lainnya.11
4. Sikap
Sikap merupakan pembawaan yanng dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya.
Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain.
5. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga
kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya
membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran sains,
menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik
dalam pelajaran fisika, buret, dan alat distilasi dalam pelajaran kimia.

Selain mengemukakan hasil belajar dalam konteks stimulus dari lingkungan, Gagne
juga mengemukakan sistematika “delapan tipe belajar” pada peserta didik yaitu:
10
Gagne, “The Cognitive Psychology of School Learning”, dalam Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar &
Pembelajaran. (Bandung: Penerbit Erlangga, 2006), h. 122.
11
Gagne, “The Cognitive Psychology of School Learning”, dalam Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar &
Pembelajaran. (Bandung: Penerbit Erlangga, 2006), h. 123.

10
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat.
Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara.
Lambaian tangan, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dan lambaian
tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar
semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat.
2. Belajar Stimulus – Respons ( Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.
Tipe belajar S–R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan
S-R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itupun ikatan S-R. Setiap respons
dapat diperkuat dengan reinforcement.
3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar S-R
yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti gerakan dalam
mengikat sepatu, makan, minum.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Suatu kalimat “unsur itu berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal.
Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur berbangun limas kalau ia mengetahui
berbagai bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal
terbentuk jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti
yang lain.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti
membedakan berbagai bentuk wajah, waktu, binatang, atau tumbuh-tumbuhan.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat
tafsiran terhadap fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulang
belakang menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat
dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar
sudut dalam segitiga sama dengan 180°. Setiap dalil atau rumus yang dipelajari
harus dipahami artinya.

11
8. Belajar Pemecahan masalah ( Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Upaya pemecahan
masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai urusan yang relevan dengan
masalah itu. Dalam pemecahan masalah diperlukan waktu. Juga seringkali harus
dilalui berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari
hubungannya dengan aturan (rule) tertentu agar masalah tersebut terpecahkan.

C. Implementasi Teori Belajar Robert M. Gagne dalam Pembelajaran Matematika


Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia. Ada
beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut dalam
proses pembelajaran. Materi yang akan diambil adalah pembelajaran mengenai
pengenalan operasi penjumlahan serta pengurangan pada siswa kelas rendah. Alat peraga
berupa gambar lambang bilangan, gambar lambang operasi bilangan dan media kongkrit
(misal: permen, apel, pensil, wafer)
Berdasarkan konsep Sembilan Kondisi Instruksional Gagne maka kita bisa menyusun
rancangan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
a. Memperoleh Perhatian
Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada
siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting.
Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan
disajikan.
Contoh : mengajak siswa berkenalan dengan bilangan dan mengetahui lambang
bilangan dengan cara memulai komunikasi dengan siswa. Guru menunjukkan alat
peraga berupa gambar-gambar lambang bilangan serta media-media yang menarik
agar siswa memfokuskan diri untuk memulai pelajaran.
b. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran
Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan
tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran
yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk
bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: guru memberikan informasi menarik bahwa pembelajaran kali ini kita akan
belajar mengenai operasi bilangan. Guru juga mengucapkan bahwa setelah pelajaran
ini siswa dapat berhitung, sehingga besok bisa menghitung jumlah barang yang ia

12
(siswa) miliki baik dari pemberian barang oleh orang lain ataupun barang yang
sebelumnya sudah ia miliki.
c. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan
dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
Contoh: guru menanyakan tentang nama bilangan yang guru tunjukkan. Dalam hal ini
guru sudah menyiapkan media berupa gambar lambang bilangan.
d. Menyajikan stimulus
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi
pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk
mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.
Contoh: guru membagi siswa kedalam 4 kelompok. Dalam pembagian kelompok ini
guru juga mengajak siswa untuk menghitung berapa jumlah teman dalam satu
kelomponya. Pada tiap-tiap kelompok, guru membagikan masing-masing 10 permen.
Dalam hal ini tentu siswa sudah bertanya-tanya, keadaan ini semakin dirangsang oleh
guru dengan mengatakan bahwa kegiatan kali ini adalah lomba menghitung. Aturan
mainnya tiap anggota kelompok bekerjasama menjawab pertanyaan guru mengenai
penjumlahan dan pengurangan yang guru lakukan menggunakan media benda.
Apabila kelompok tersebut salah maka kelompok tersebut wajib mensodaqohkan satu
buah permennya kepada kelompok lain.
e. Memberikan bimbingan kepada siswa
Seyogyanya guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga
siswa dapat terarah dalam pembelajarannya.
Contoh: dalam proses penghitungan/pemberian soal yang diberikan oleh guru, siswa
satu kelompok diminta untuk menghitungnya sembari guru menunjukkan jumlah
bilangan tersebut.
f. Memancing Kinerja
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk
menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
Contoh: guru memancing kinerja berupa mengajak berhitung siswa satu kelas tentang
hasil penghitungan yang dilakukan oleh kelompok lain.
g. Memberikan balikan
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid
apakah hasil belajarnya benar atau tidak.

13
Contoh: guru menanyakan kepada siswa sudah benar atau belum. Hal ini juga
semakin memantapkan hasil penghitungan yang dilakukan oleh siswa.
h. Menilai hasil belajar
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan
beberapa soal.
Contoh: meminta siswa menulis hasil penjumlahan yang dilakukan dalam permainan
tadi menggunakan lambang bilangan yang benar
i. Mengusahakan transfer
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya
dalam situasi-situasi lain.
Contohnya: ajak siswa memecahkan masalah yang diceritakan oleh guru sebelum
pelajaran selesai.

14
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi. Yogyakarta: IRCiSoD


Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Richards, Graham. 2009. Psikologi. Yogyakarta: Baca
Damayanti, Nefi. Psikologi Belajar
Richards, Graham. 2009. Psikologi. Yogyakarta: Baca
Gagne, M. Robert, Essentials of Learning for Instruction (Printed in the United States of
America)
Jurnal Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran
Gagne. 2006. “The Cognitive Psychology of School Learning”, dalam Ratna Wilis Dahar,
Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga
Gagne. 2006. “The Cognitive Psychology of School Learning”, dalam Ratna Wilis Dahar,
Teori-Teori Belajar & Pembelajaran Bandung: Penerbit Erlangga,

15

Anda mungkin juga menyukai