Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KONVERSI BATUBARA

“PEMANFAATAN GAS DARI SINTESIS GAS UNTUK INDUSTRI”

Disusun Oleh:

Arkan Fadillah (03021281621056)


M. Titan Alfahrizi (03021381621077)
Eva Dwi Anggraini (03021381621087)
Debi Hidayat Ramadhan (03021381621098)
Zinedine Zidane Akbar (03021381621105)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-NYA sehingga makalah kami yang berjudul “Pemanfaatan gas
dari sintesis gas untuk industri” akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini merupakan tugas dari ibu RR. Yunita Banyuningsih, ST., MT.
selaku dosen pada mata kuliah Konversi Batubara.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang


telah membantu menyelesaikannya makalah kami ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, kami sangat terbuka atas kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Palembang , Maret 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar……………………………………………………………. i

Daftar Isi………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………. 4

1.3 Tujuan………………………………………………………………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gasifikasi batubara……………………………………….. 6

2.2 Tahapan Proses Gasifikasi…….……………………………………... 9

2.3 Operasi Utama Gasifikasi Batubara …………………..…………...... 14

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Sintesis Gas atau Syngas…………………...………………………… 16

3.2 Penyiapan Batubara………………………………………………….. 18

3.3 Gasifikasi Batubara…………………………..…………………….. 19

3.4 Pemurnian Gas Hasil Gasifikasi…………………………………….. 21

3.5 Karakteristik Produk Gas Sintetik………………………………….. 23

3.6 Peluang Pemanfaatan Gas Sintetik pada Industri Hilirnya………….. 24

3.6.1 Perkembangan Industri Metanol di Indonesia……………….. 25

3.6.2 Perkembangan Industri Asam Formiat di Indonesia………….. 26

2
3.6.3 Perkembangan Industri Amonia di Indonesia……………….. 27

BAB IV KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 29

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal
dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa
mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk
memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Dari ketiga jenis bahan bakar fosil
tersebut, sumber daya yang paling banyak di Indonesia saat ini adalah batubara.
Batubara yang banyak terdapat di Indonesia adalah jenis batubara peringkat
rendah, yaitu sub-bituminous. Pemanfaatan batubara peringkat rendah dengan
teknologi gasifikasi adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan
batubara sehingga dihasilkan produk yang mudah dikonversi menjadi sumber
energi dan berbagai macam bahan baku industri kimia.

Syntesis gas atau Syngas adalah hasil gasifikasi batubara yang merupakan
campuran gas karbon monoksida, hidrogen, metana, karbondioksida dan gas-gas
lainnya. Selain dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar ramah lingkungan,
syngas merupakan intermediate product yang artinya produk yang berfungsi
sebagai bahan baku dari produk lainnya. Syngas dapat digunakan sebagain bahan
baku pembuatan methanol, pupuk urea, dan lain-lain.

Kebutuhan syngas di Indonesia dapat diperkirakan dari besarnya produksi


methanol dan pupuk urea di Indonesia, yaitu methanol sebesar 330 juta galon per
tahun dan pupuk urea yang lebih dari 12,5 juta ton per tahun.

Berdasarkan kecenderungan tersebut, maka pendirian pabrik gasifikasi


batubara merupakan investasi yang cukup potensial. Pendirian pabrik akan
membantu mengurangi kebutuhan gas alam dan memanfaatkan sumber daya
batubara di Indonesia.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sintesis Gas ?
2. Bagaimana proses pengolahan sintesis gas agar bisa dipakai untuk
kebutuhan industri?
3. Bagaimana pemanfaatan gas dari sintesis gas untuk keperluan industri?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sintesis gas.
2. Mengetahui proses pengolahan sintesis gas agar bisa dipakai untuk
kebutuhan industri.
3. Mengetahui cara pemanfaatan gas dari sintesis gas.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gasifikasi Batubara


Gasifikasi adalah proses konversi bahan bakar padat menjadi gas melalui
reaksi dengan satu atau campuran reaktan udara, oksigen, uap air, karbon
dioksida. Proses Gasifikasi bertujuan untuk menghasilkan produk gas yang sesuai
dengan penggunaannya baik sebagai sumber energi atau sebagai bahan baku
industri kimia. Gas gasifikasi biasa dikenal sebagai Produser Gas.

Proses gasifikasi batubara merupakan proses konversi secara kimia dari batubara
yang berbentuk partikel atau padatan menjadi gas yang bernilai bakar atau
combustible. Combustible gas yang dapat dihasilkan dari proses gasifikasi adalah
CO, H2, CH4 dan sebagainya. Gas produk gasifikasi ini dapat digunakan langsung
sebagai bahan bakar, bahan baku proses sintesa atau bahan kimia lainnya. Pada
dasarnya gasifikasi batubara adalah reaksi oksidasi parsial dari batubara dengan
oksigen atau udara. Proses gasifikasi dilakukan dalam suatu reaktor yang disebut
dengan gasifier.

Proses gasifikasi dapat dilakukan dengan beberapa proses yang dibedakan


berdasarkan tipe reaktor yang digunakan. Tipe reaktor tersebut dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu moving-bed gasifiers, fluid-bed gasifiers, dan
entrained-flow gasifiers. Setiap tipe mempunyai karakteristik tertentu yang
membedakan satu dengan lainnya.

1. Moving-bed gasifiers
Moving-bed gasifiers (terkadang disebut fixed-bed gasifiers) mempunyai
karakteristik terdapat sebuah bed di mana batubara bergerak perlahan ke bawah
karena gravitasi diubah menjadi gas oleh aliran udara yang kuat yang
umumnya counter-current. Seperti pada counter-current pada umumnya, gas
sintesis panas dari hasil gasifikasi digunakan untuk memanaskan dan pirolisis
batubara yang bergerak ke bawah. Dengan proses ini, konsumsi oksigen sangat
sedikit, tetapi hasil pirolisis terikut pada produk synthesis gas dan kebutuhan
steam tinggi. Suhu keluaran synthesis gas biasanya rendah sekitar 425–650°C

6
dan mempunyai lower heating value sekitar 6500 kJ/Nm3. Adanya nitrogen
sekitar 50% pada hasil gas menjadi penyebabnya. Abu dikeluarkan melalui
bagian bawah reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah prosesnya berjalan
kontinyu. Karena heating value yang rendah proses ini dianggap tidak
ekonomis.Proses ini dapat menggunakan jenis batubara apa saja, tetapi lebih
disarankan menggunakan high rank coal. Rentang ukuran umpan sekitar 6-50
mm. Salah satu proses yang menggunakan moving-bed gasifiers adalah Sasol-
Lurgi dry bottom gasifiers (Higman and Burgt, 2007).

Gambar 2.1 Sasol-Lurgi Dry Bottom Gasifiers

2. Fluid-bed gasifiers
Fluid-bed gasifiers dapat mencampur umpan dengan oksidan dengan baik,
termasuk transfer panas dan massa sehingga distribusi bahan di bed baik dan
karenanya sedikit jumlah tertentu yang hanya bereaksi secara parsial terbuang
bersama abu. Hal ini akan mengurangi konversi karbon. Operasi dari fluid-bed
gasifiers umumnya terbatas pada suhu di bawah softening point dari abu yang
dapat menimbulkan slagging yang akan mengganggu fluidisasi bed. Beberapa
usaha telah dilakukan untuk beroperasi pada ashsoftening zone untuk
mengontrol abu dengan tujuan meningkatkan konversi karbon. Suhu keluaran
synthesis gas tergolong moderat, yaitu sekitar 900 – 1050°C. Kebutuhan
oksigen dan steam tergolong moderat. Ukuran partikel berkisar antara 6-10

7
mm. Ukuran partikel yang terlalu kecil dapat terbawa pada syngas dan
meninggalkan bed. Biasanya dilengkapi dengan cyclone dan dikembalikan ke
dalam bed. Suhu operasi yang rendah berarti bahwa proses ini dirancang untuk
gasifikasi umpan yang reaktif, seperti low-rank coals dan biomassa (Higman
and Burgt, 2007).

Gambar 2.2 Bubble Fluid-Bed Gasifier

3. Entrained-flow gasifiers
Entrained-flow gasifiers beroperasi dengan umpan dan aliran udara secara
co-current. Waktu tinggal proses ini sangat singkat, hanya beberapa detik.
Umpan dihaluskan sampai ukuran 100 μm atau kurang untuk mendukung
transfer massa dan transportasi di gas. Dengan waktu tinggal yang singkat,
suhu tinggi dibutuhkan untuk konversi yang tinggi, yaitu sekitar 1250 –
1600°C dan karena itu semua entrained-flow gasifiers beroperasi pada slagging
range. Operasi pada suhu tinggi mengakibatkan kebutuhan oksigen tinggi dan
steam rendah. Proses ini tidak memiliki batas tipe batubara yang digunakan
(Higman and Burgt, 2007).

8
Gambar 3. Top-Fired Coal-Water Slurry Feed Slagging Entrained-Flow
Gasifier

Dari ketiga proses di atas, dipilih fluid-bed gasifiers. Proses pada fluid-bed
gasifiers menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan proses
lainnya. Konversi karbon pada gasifier tidak terlalu rendah. Umpan batubara yang
dibutuhkan tidak perlu memakai batubara high rank, cukup medium rank atau low
rank yang banyak terdapat di Indonesia, yaitu sub bituminous coal.

2.2 Tahapan Proses Gasifikasi

Tahapan gasifikasi batubara meliputi pengeringan, devolatilisasi, oksidasi,


dan reduksi. Tahap Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau
menghilangkan kandungan air yang terdapat dalam batubara. Devolatilisasi
merupakan proses pemanasan batubara sampai terjadi dekomposisi menjadi arang,
tar dan gas.

Tahapan oksidasi merupakan proses pembakaran zat terbang hasil


devolatilisasi untuk memanaskan arang. Pemanasan ini mengakibatkan sebagian
arang akan teroksidasi dan sisanya mengalami proses reduksi.

Dalam gasifier arang direduksi oleh steam atau kukus dan CO2
menghasilkan gas H2 dan CO. Peningkatan jumlah atau laju steam atau kukus
mengakibatkan penurunan gas CO pada gas produk, namun akan meningkatkan
kandungan H2 dan CO2 melalui reaksi geser atau shift reaction. Komposisi gas
yang dihasilkan ditentukan oleh temperatur dengan mengatur laju oksigen yang

9
digunakan. Panas yang dihasilkan dari reaksi oksidasi digunakan untuk tahapan
yang melibatkan proses atau reaksi endotermis seperti reaksi reduksi, proses
devolatilisasi dan tahapan pengeringan. Skematik Prinsip Gasifikasi batubara
dalam gasifier dan zona reaksi berdasarkan temperatur dapat diligat pada gambar
di bawah.

Gambar 4. Zona reaksi batubara pada gasifier tipe updraft

Secara umum proses gasifikasi batubara dilakukan dalam suatu reaktor


yang disebut gasifier dan prosesnya terdiri dari drying, pyrolysis, reduksi dan
oksidasi. Reaktan utama pada proses gasifikasi batubara adalah oksigen dalam
udara dan uap air. Gas utama yang dihasilkan dari gasifikasi batubara adalah CO,
H2 dan gas lainnya seperti CH4, CO2 dan nitrogen. Reaksi-reaksi utama yang
terjadi selama proses gasifikasi batubara adalah sebagai berikut:

1. Reaksi Drying/Moisture Release:


Drying merupakan proses pemanasan batubara pada temperatur antara 100
– 250 celcius. Pemanasan ini akan menghilangkan atau menguapkan air yang
terkandung dalam batubara. Adapun mekanismenya mengikuti reaksi berikut:

Batubara + panas –> batubara + air (H2O, uap air)

10
Panas yang diperlukan untuk Penghilangan kandungan air ini diperoleh
dari panas hasil reaksi pembakaran char atau reaksi oksidasi karbon dalam char
dengan oksigen. Air dalam fasa uap ini dapat berreaksi dengan gas lain yang
terjadi selama proses gasifikasi.

2. Reaksi Decomposition/Pyrolysis/Devolatilization:
Setelah mengalami proses penghilangan air, Batubara akan mengalami
proses pyrolysis yaitu penguraian batubara pada temperatur tinggi menjadi char,
tar, dan volatile mater. Proses ini berlangsung pada temperatur antara 200 – 500
celcius. Mekanisme reaksi pyrolysi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Batubara + panas –> char + tar + gas

Pyrolysis merupakan proses yang sifatnya endothermik. Panas yang


diperlukan untuk terjadinya proses ini diperoleh dari reaksi oksidasi karbon dalam
char dengan oksigen dari udara. Proses ini biasa juga disebut dengan
devolatilisasi.

3. Reaksi Reduction/Gasification:
Proses reduksi merupakan tahap utama dari gasifikasi. Pada tahap ini gas
mampu bakar dihasilkan. Gas hasil reaksi reduksi ini biasa disebut sebagai gas
produser atau syntetic gas atau syngas. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap ini
sifatnya endothermik. Panas yang dibutuhkan dipasok dari panas hasil reaksi
oksidasi. Reaksi-reaksi reduksi pada tahap ini secara stoikiometrik adalah:

1. Reaksi uap air atau steam reaction yaitu reaksi reduksi antara karbon
dalam char dengan uap air sesuai dengan reaksi berikut:

C (char) + H2O + panas –> CO (gas) + H2 (gas)

Reaksi ini menghasilkan produk gas yang mampu bakar (syngas).


Secara stoikiometrik karbon yang berreaksi dengan uap air akan menjadi gas
karbon monoksida dan gas hidrogen. Kedua gas ini merupakan komponen
utama dari hasil gasifikasi.

11
2. Reaksi karbon dengan gas karbon dioksida pada tahap ini akan
mengikuti reaksi berikut:

C (char) + CO2 + panas –> 2 CO

Reaksi ini menghasilkan produk gas yang mampu bakar yaitu gas
karbon monoksida. Karbon dalam char yang berreaksi dengan gas karbon
dioksida akan dikonversi menjadi gas mampu bakar karbon monoksida.
Reaksi ini biasa disebut sebagai Boudouard reaction.

3. Reaksi Geser atau Shift Reaction

Uap air yang ditambahkan akan berreaksi dengan gas CO


membentuk gas CO2 sesuai dengan reaksi berikut:

CO (gas) + H2O (uap) –> CO2 (gas) + H2 (gas) + panas

Kedua Produk gas yang dihasilkan ini merupakan gas yang memiliki
nilai mampu bakar.

4. Reaksi Oxidation/Combustion:

Proses oksidasi merupakan reaksi yang melibatkan reaktan oksigen


sebagai oksidatornya. Karbon dalam char akan dioksidasi menjadi gas
karbon dioksida atau karbon monoksida. Produk gas yang dihasilkan
tergantung pada jumlah oksigen yang ditambahkan. Reaksi oksidasi yang
terjadi antara karbon dengan gas oksigen sesuai reaksi berikut:

1. Pembakaran sempurna:

Pembakaran sempurna dari karbon dengan oksigen akan


sesuai dengan reaksi berikut:

C (char) + O2 (udara) –> CO2 (gas) + panas

Gas karbon dioksida dihasilkan ketika reaksi oksidasi


berjalan sesuai dengan stoikiometrik pembakaran sempurna.
Reaksi pembakaran sempurna berjalan ketika satu mol karbon

12
dibakar dengan satu mol oksigen dan menghasilkan satu mol gas
karbon dioksida. Artinya, karbon dalam char yang bereaksi dengan
oksigen hanya akan membentuk gas karbon dioksida.

Gas hasil pembakaran sempurna tidak memiliki nilai bakar


atau tidak mampu bakar, sehingga reaksi ini tidak diharapkan
terjadi.

2. Pembakaran tidak sempurna:

Pembakaran tidak sempurna terjadi ketika jumlah oksigen


kurang dari nilai stoikiometri pembakaran sempurna. Reaksi
oksidasi karbon dalam batubara menjadi tidak sempurna ketika
satu mol karbon direaksikan dengan oksigen kurang daripada satu
mol.

Reaksi pembakaran satu mol karbon dengan oksigen yang


hanya memenuhi separuh dari kebutuhan stoikiometrinya akan
menghasilkan produk berupa satu mol gas karbon monoksida
sesuai reaksi berikut:

C (char) + 0,5 O2 (udara) –> CO (gas) + panas

Persamaan reaksi ini merupakan reaksi yang secara


stoikiometrik merubah seluruh karbon yang bereaksi dengan
oksigen menjadi produk yang hanya terdiri dari gas karbon
monoksida. Setiap kelebihan oksigen dari 0,5 mol dapat merubah
reaksi dan membentuk gas karbon dioksida. Sebaliknya, jika
oksigen kurang daripada 0,5 mol, maka akan menyebabkan
sebagian karbon tidak bereaksi. Ada sisa karbon char. Gas hasil
reaksi pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas yang
memiliki nilai bakar atau mampu bakar.

Reaksi oksidasi atau pembakaran adalah reaksi yang


menghasilkan sumber panas yang dibutuhkan bagi proses gasifikasi
secara keseluruhan. Reaksi-reaksi lainnya merupakan reaksi yang

13
dapat diatur untuk mendapatkan gas sesuai dengan komposisi gas
yang diinginkan.

2.3 Operasi Utama Gasifikasi Batubara

Gasifikasi dilakukan dalam sebuah tungku atau reaktor yang disebut


gasifier. Secara skematik gasifier untuk batubara tipe updraft dapat dilihat pada
gambar di bawah. Unit Gasifier ini dilengkapi dengan steam drum yang
menghasilkan uap air. Batubara dimasukan dari bagian atas, dan bergerak ke
bawah secara gravity. Reaktan oksigen dalam udara dan uap air ditiup dari bagian
bawah reaktor. Reaktan berserta gas hasil reaksi lainnya akan bergerak ke bagian
atas gasifier.

1. Batubara secara gravity masuk ke dalam tungku/gasifier dari bagian atas.

pengumpanan menggunakan feeder otomatis.

2. Udara dan steam dimasukkan dari bagian bawah tungku yang dilengkapi

dengan pengatur laju pengumpanan.

3. Steam dan udara panas bergerak dari bagian bawah tungku melewati

tumpukan batubara yang bergerak dari bagian atas.

4. Terjadi reaksi antara batubara yang bergerak ke bawah dengan udara dan

steam yang bergerak ke arah atas sesuai dengan lokasi dan temperaturnya.

Proses gasifikasi umumnya menggunakan 20 sampai 40 persen oksigen dari


nilai stoikiometri proses pembakaran sempurna. Jadi proses pembakarannya akan
mengikuti reaksi berikut:

C (arang) + (0,2 – 0,4) O2 (udara) –> (0,4 – 0,8) CO (gas) + (0,2 – 0,6) C (arang)

Reaksi ini menghasilkan karbon tersisa. Sisa karbon ini dapat direaksikan
dengan uap air. Secara stoikimetrik prosesnya akan memenuhi reaksi berikut:

C (arang) + H2O (uap air) –> CO (gas) + H2 (gas)

14
Reaksi sisa karbon dengan uap air ini dapat menghasilkan gas karbon
monoksida dan gas hidrogen. Gas hidrogen merupakan gas yang memiliki nilai
pembakaran.Namun demikian, uap air yang ditambahkan dapat pula berreaksi
dengan gas hasil proses reaksi sebelumnya. Uap air dapat berreaksi dengan gas
karbon monoksida menghasilkan gas karbon dioksida dan gas hidrogen sesuai
reaksi stoikiometrik berikut:

CO + H2O –> CO2 + H2

Reaksi ini biasa disebut dengan shift reaction atau reaksi geser. Reaksi
yang dapat menggeser karbon monoksida dan uap air menjadi gas karbon dioksida
dan hidrogen.Selain dengan uap air, karbon sisa dapat juga berreaksi dengan gas
karbon dioksida sesuai reaksi stoikiometrik berikut:

C (arang) + CO2 –> 2CO

Pada Reaksi ini, karbon dikonversi oleh gas CO2 menjadi gas yang
memiliki nilai mampu bakar yaitu gas CO.

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sintesis Gas atau Syngas


Syngas merupakan gas campuran yang komponen utamanya adalah gas
karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2) yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan zat
kimia baru seperti metana, amonia, dan urea. Produksi syngas melalui gasifikasi
batu bara kualitas rendah yang jumlahnya di Indonesia mencapai 70% akan
mampu menaikkan harga jual batu bara tersebut.

Syngas dari gasifikasi batu bara memiliki prospek yang bagus karena tiga
hal, yang pertama, produk syngas sangat komersial, banyak digunakan oleh
industri-industri, baik untuk bahan kimia, energi, dan bahan bakar transportasi.
Yang kedua, syngas lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan gas alam
maupun minyak bumi dengan rendahnya emisi CO2, SOx, dan NOx. Yang ketiga,
melimpahnya sumber daya batu bara di Indonesia. Selain cadangannya yang
cukup besar, gasifikasi batu bara juga dapat memanfaatkan batu bara muda yang
jumlahnya di Indonesia mencapai 70%.

Gasifikasi batu bara tidak hanya dapat digunakan untuk satu tujuan, tetapi
dapat pula dirancang untuk tujuan yang lain secara bersamaan. Mekanisme ini
disebut dengan polygeneration (polygen) atau co-generation (co-gen).

Produk yang dihasilkan dari proses gasifikasi ini berupa syngas (synthesis
gas), campuran gas yang mengandung H2 dan CO dengan jumlah yang bervariasi.
Syngas harus memiliki tekanan tinggi, mengingat proses untuk sintesis amonia
berlangsung pada tekanan yang tinggi [5]. Selain itu, syngas harus bebas senyawa
sulfur untuk menghindari korosi pada alat dan menghindari lepasnya senyawa
sulfur ke lingkungan saat proses pembakaran, carbon oxide (CO dan CO2), dan
air. Di samping itu, produk samping berupa CO2 dengan kemurnian 90% dapat
digunakan sebagai bahan baku sintesis urea. Namun, produk samping CO2 ini

16
perlu treatment lanjutan untuk menghilangkan kandungan airnya, mengingat CO2
yang dapat digunakan untuk sistesis urea konsentrasinya harus lebih dari 98,5%.

Gambar 5. Alur penggunaan syngas

Tabel 1.Target kualitas produk syngas berdasarkan komponen penyusun

Komponen Konsentrasi (%mol)


CO 55,0
H2 40,0
CH4 3,0
CO2 0,05
N2 1,5
H2O 0,45

17
Gambar 6. Block Flow Diagram Proses Pembuatan Syngas
dari Batu Bara
3.2 Penyiapan Batubara
Proses awal gasifikasi dimulai dari penyiapan batu bara. Batu bara dari
open yard akan di-treatment dengan berbagai macam perlakuan agar sesuai
dengan kondisi dalam reaktor gasifier. Mula-mula batu bara dari open yard coal
(F-111) diangkut menggunakan belt conveyor (J-112) menuju hammer mill (C-
110). Di hammer mill ini terjadi proses size reduction dari batu bara berukuran 5
cm menjadi ukuran yang diinginkan, yaitu 1-6 mm. Setelah itu, batu bara yang
telah dihaluskan dimasukkan ke dalam rotary-tube dryer (B-120) untuk
menguapkan sebagian air bawaan yang ada dalam batu bara.

Media pemanas yang digunakan dalam rotary-tube dryer adalah steam


bertekanan yang dialirkan searah dengan arah aliran batu bara. Jika dilihat dari
cara pengontakkan media pemanas dengan material, tipe rotary dryer yang
digunakan adalah tipe tidak langsung, dimana panas ditransfer dari steam yang
ada di dalam tube ke batu bara dengan cara konduksi. Media pemanas dan tipe
tidak langsung ini digunakan karena batu bara merupakan material yang mudah
terbakar sehingga kontak batu bara dengan oksigen yang dapat memicu reaksi
pembakaran sebisa mungkin dihindari. Batu bara yang kandungan airnya telah
diuapkan kemudian diangkut oleh scrapper conveyor (J-121) untuk dimasukkan
ke dalam bunker (F-211) dengan bantuan bucket elevator (J-122). Dari bunker,
batu bara dimasukkan ke dalam lock hopper (F-212) untuk dinaikkan tekanannya
dari tekanan atmosfer (1,01 bar) menjadi 31 bar menggunakan gas CO2 yang
sebelumnya dikompres di CO2 compressor (G-219). Kenaikan tekanan ini
bertujuan untuk menyesuaikan tekanan batu bara dengan tekanan operasi gasifier.

18
Dari lock hopper, batu bara dikeluarkan melalui mekanisme air lock dan
dimasukkan ke dalam gasifier menggunakan screw conveyor (J-213). Mekanisme
air lock ini memungkinkan untuk mengeluarkan batu bara dari lock hopper tanpa
ikut sertanya gas inert.

3.3 Gasifikasi Batu Bara


Oksidan berupa O2 dari oxygen storage tank (F-214) dinaikkan tekanannya
dari 1,01 bar menjadi 32 bar dengan cara dipompa menggunakan oxygen pump (L-
215). Kemudian oksidan bertekanan ini dilewatkan pada oxygen vaporizer (E-
216) untuk mengubah fasenya menjadi gas dan untuk menaikkan suhunya dari -
185oC menjadi 160oC. Gas oksigen ini kemudian diinjeksikan melalui injector
nozzle ke dalam gasifier (R-210). Gasifier yang digunakan berjenis fluidizedbed
dengan tipikal proses High Temperature Winkler (HTW Gasifier). Gasifier ini
bekerja pada kondisi temperatur 1.000oC dan tekanan 30 bar. Hal yang
membedakan gasifier fluidized-bed dengan tipe gasifier lain adalah sistem
terfluidisasi yang membuat heat transfer dan mass transfer antara gas dan partikel
solid lebih sempurna serta penggunaan temperatur yang tidak terlalu tinggi
sehingga mudah untuk dikontrol dan dikendalikan. Kemajuan yang paling penting
dari teknologi ini adalah kenaikan tekanan yang mencapai 30 bar. Adanya
kemajuan ini diharapkan mampu menurunkan energi kompresi. Temperatur yang
tinggi juga berguna untuk meningkatkan konversi karbon dan kualitas gas, dimana
semakin tinggi suhu, kandungan tar akan semakin menurun.

Di dalam gasifier terjadi berbagai macam reaksi yang dimodelkan menjadi


tiga reaksi, yaitu reaksi pirolisis (devolatilisasi), reaksi pembakaran, dan reaksi
gasifikasi. Mulanya, batu bara akan mengalami proses pirolisis untuk dekomposisi
batu bara secara kimia dengan bantuan panas. Hasil dari pirolisis adalah karbon,
ash, dan gas-gas ringan. Pada pirolisis dengan temperatur tinggi, produk yang
dominan adalah gas, sedangkan pada temperatur rendah produk yang dominan
adalah tar dan minyak berat. Karena temperatur dalam gasifier cukup tinggi
(1.000oC), maka diasumsikan tak ada tar atau minyak berat yang terbentuk.
Reaksi pirolisis :

19
Batu bara C (s) + CH4 + CO + CO2 + H2 + H2O+ H2S + COS + N2 +
Ash (s)
Karbon hasil pirolisis akan mengalami reaksi pembakaran dengan O2 yang berasal
dari tangki penyimpan. Sebagian besar O2 yang diinjeksikan dalam gasifier ini
akan digunakan untuk zona pembakaran. Proses pembakaran ini menghasilkan
karbon dioksida, karbon monoksida, dan uap air, yang menyediakan panas untuk
reaksi gasifikasi selanjutnya. Pirolisis dan pembakaran adalah proses yang sangat
cepat. Reaksi-reaksi pembakaran :

C (s) + ½O2 CO ΔH = -111MJ/kmol


CO + ½O2 CO2 ΔH = -283 MJ/kmol
H2 + ½O2 H2O ΔH = -242 MJ/kmol

Reaksi gasifikasi terjadi karena karbon bereaksi dengan karbon dioksida dan
steam untuk menghasilkan karbon monoksida dan hidrogen. Reaksinya :

a) Reaksi Boudouard:
C (s) + CO2 2CO ΔH = +172 MJ/kmol
b) Reaksi Water Gas:
C (s) + H2O CO + H2 ΔH = +131 MJ/kmol
c) Reaksi Shift Convertion:
CO + H2O CO2 + H2 ΔH = -41 MJ/kmol
d) Reaksi Metanasi:
C (s) + 2H2 CH4 ΔH = -75 MJ/kmol

Reaksi Boudouard merupakan reaksi endotermis yang menghasilkan CO.


Reaksi water gas dan shift convertion merupakan reaksi utama pada gasifikasi
batu bara karena pada reaksi ini dihasilkan syngas H2 dan CO beserta dengan CO2
sebagai hasil samping. Dan yang terakhir reaksi samping metanasi yang
menghasilkan metana dalam jumlah yang sedikit.

Karbon (char) yang tidak bereaksi dan 10% dari total ash turun sebagai
slag di bagian bottom. Syngas yang keluar dari gasifier akan menuju cyclone (H-
217) untuk memisahkan ash yang terbawa keluar, lalu menuju ke waste heat
boiler 1 (E-311) untuk didinginkan. Syngas didinginkan dengan media pendingin

20
air dari suhu 1.000°C menjadi 300oC. Proses pendinginan ini menghasilkan steam
yang dapat digunakan untuk untuk proses selanjutnya.

3.4 Pemurnian Gas Hasil Gasifikasi


Syngas dari gasifier masih mengandung berbagai senyawa pengotor,
seperti H2S, COS, dan CO2. Adanya senyawa-senyawa tersebut dapat
meningkatkan risiko korosi pada peralatan dan merusak katalis, termasuk katalis
dalam proses pembuatan pupuk. Oleh karena itu syngas perlu dimurnikan terlebih
dahulu.

Karbonil sulfida bukan merupakan gas asam, maka hidrolisis COS untuk
membentuk H2S sering dilakukan untuk pemurnian sulfur yang terkandung dalam
COS. Tujuan pengonversian COS menjadi H2S disebabkan adsorben yang
digunakan untuk proses desulfurisasi lebih selektif terhadap H2S daripada COS.
Reaksi hidrolisis terjadi di COS hydrolysis reactor (R-310) dengan suhu operasi
303oC dan tekanan 29 bar dengan bantuan katalis chromia-alumina.

COS + H2O H2S + CO2

Setelah semua sulfur terdapat dalam bentuk senyawa H2S, kemudian dilakukan
proses pemisahan terhadap H2S. Unit pemisahan senyawa sulfur adalah tangki
desulfurizer (D-320) yang bekerja pada suhu 310oC dan tekanan 28,5 bar dengan
bantuan adsorben ZnO. Reaksinya sebagai berikut.

H2S + ZnO (s) H2O + ZnS (s)

Pada umunya, adsorben ZnO tidak dapat diregenerasi. Akibatnya,


adsorben ini kurang praktis jika digunakan untuk adsorpsi dengan konsentrasi H2S
yang tinggi. Untuk keperluan downstream industri pupuk, kandungan H2S di
aliran syngas yang keluar dari tangki desulfurizer diharapkan dapat kurang dari 1
ppmv.

Syngas dari desulfurizer yang bebas dari kandungan H2S kemudian


diturunkan suhunya melalui waste heat boiler 2 (E-333) sehingga suhunya
menjadi 50oC. Media pendingin yang digunakan adalah air. Proses pendinginan
ini juga menghasilkan steam yang dapat digunakan untuk proses lainnya.

21
Penurunan suhu bertujuan untuk menaikkan %recovery dari absorber karena
absorber bekerja lebih baik pada suhu yang rendah dan tekanan tinggi.
Selanjutnya, syngas dialirkan menuju kolom absorber (D-330) yang beroperasi
pada suhu 50oC dan tekanan 27 bar. Pelarut MDEA 40% berat dari MDEA storage
tank (F-331) diumpankan ke kolom absorber dengan bantuan MDEA pump (L-
332).

Larutan MDEA akan mengabsorb gas CO2, dan kemudian keluar menuju
stripper (D-340) untuk proses recovery kembali pelarut. Sedangkan produk
syngas bersih yang keluar dari absorber dialirkan melalui gas pipeline. Untuk
melakukan recovery pelarut, larutan MDEA kaya CO2 (rich-amine) yang keluar
dari kolom absorber diturunkan tekanannya dari 27 bar menjadi 3,52 bar dengan
expansion valve. Penurunan tekanan ini bertujuan untuk meyesuaikan tekanan
rich-amine dengan tekanan operasi stripper.

Kemudian suhu rich-amine dinaikkan suhunya dengan cara


melewatkannya di lean-rich amine heat exchanger (E-341). Stripper beroperasi
pada suhu 125oC dan tekanan 2,03 bar. Untuk mengambil CO2 dari pelarut,
digunakan superheated steam dengan tekanan 2,03 bar dan suhu 125oC. Steam
akan men-strip CO2 dan keluar bersama-sama dari stripper menuju stripper outlet
cooler (E-342) untuk didinginkan hingga suhu 45oC. Pendinginan ini bertujuan
untuk mengkondensasi aliran gas CO2 dan steam sehingga diperoleh fase
campuran. Leanamine yang keluar dari stripper dialirkan kembali ke lean-rich
amine exchanger untuk diturunkan suhunya menjadi 70oC. Lean-amine ini
kemudian diumpankan kembali ke absorber dengan bantuan MDEA recovery
pump (L-334). Aliran CO2 dan steam yang berada dalam fase campuran
dipisahkan dalam separator (H-343) untuk mendapatkan gas CO2 yang lebih
murni. Gas CO2 yang lebih murni dialirkan menuju gas pipeline untuk proses
sintesis urea.

3.5 Karakteristik Produk Gas Sintetik


Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa komponen utama dari gas
sintetik hasil gasifikasi batubara adalah hidrogen (H2) dan karbon monoksida
(CO). Berikut akan dibahas secara singkat karakteristik dari keduanya.

22
Hidrogen adalah unsur kimia pada tabel periodic yang memiliki simbol H
dan nomor atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak
berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomic yang
sangat mudah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur
teringan di dunia.

Secara kimia, hidrogen merupakan unsur yang sangat aktif. Hal ini yang
menyebabkan hidrogen jarang sekali ditemukan dalam bentuk bebas. Di alam,
hidrogen terdapat dalam bentuk senyawa dengan unsur lain, seperti dengan
oksigen dalam air atau dengan karbon dalam metana. Untuk dapat
memanfaatkannya, hidrogen harus dipisahkan terlebih dahulu dari senyawanya
agar dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Karakteristik atau properties dari gas Hidrogen (H2) dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
Tabel 2. Karakteristik gas hidrogen
Fase Gas
Massa jenis (00C, 101.325 kPa) 0.08988 g/L
Massa jenis cairan pada t.l 0.07 (0.0763 solid) g.cm-3
Titik Lebur 14.01 K, -259.14 oC, -434.45 oF
Titik didih 20.28 K, -252.87 oC, -423.17 oF
Titik tripel 13.8033 K, (-259 oC),7.042 kPa
Titik kritis 32.97 K, 1.293 MPa
Kalor peleburan (H2) 0.117 kJ mol-1
Kalor penguapan (H2) 0.904 kJ mol-1
Kapasitas kalor (H2) 0.904 kJ mol-1

Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tak berwarna, tak berbau,
dan tak berasa. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara
kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Pada ikatan ini, terdapat dua ikatan
kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.
Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa
karbon, sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida
terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran seperti

23
pada proses gasifikasi batubara. Karbon monoksida mudah terbakar dan
menghasilkan lidah api berwarna biru,menghasilkan karbon dioksida. Walaupun
ia bersifat racun, CO memainkan peran yang penting dalam teknologi modern
Karakteristik atau properties dari gas karbon monoksida dapat dilihat pada Tabel
3 berikut.
Tabel 3. Karakteristik karbon monoksida
Rumus molekul CO
Massa molar 28.0101 g/mol
Penampilan Tidak berwarna, gas tak berbau
Densitas 0.789 g/cm2, liquid 1.250 g/L pada) 0oC, 1
atm, 1.145 g/L pada) 25oC, 1 atm (lebih
ringan dari udara)
Titik lebur -205 oC (68 K)
Titik didih -192 oC (81 K)
Kelarutan dalam air 0.0026 g/100 mL (20oC)

3.6 Peluang Pemanfaatan Gas Sintetik pada Industri Hilirnya


Di bawah ini akan dibahas mengenai jenis-jenis industri yang dapat
memanfaatkan produk gas sintetik (H2 dan CO) hasil gasifikasi batubara sebagai
sumber alternatif pasokan kebutuhan bahan bakunya. Pendekatan yang dilakukan
untuk mengidentifikasi industri pengguna produk gas sintetik adalah dengan
mempelajari pohon industri petrokimia yang telah dikeluarkan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Cuplikan dari pohon industri petrokimia
tersebut (hanya diambil syn-gas) dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7.Pohon industri syngas

24
Dari Gambar diatas Pohon Industri Syngas diatas terlihat bahwa produk Gas
sintetik berupa H2 dan CO dapat dimanfaatkan oleh industri hilirnya antara lain
untuk:
 industri methanol, yang selanjutnya dapat diolah lebih lanjut menjadi
oxoalcohol
 industri formic acid (asam formiat/ format), yang selanjutnya dapat
diolah menjadi acetic acid (asam asetat) dan ethyl-acetate (asetat etil)
 industri ammonia, yang selanjutnya dapat diolah menjadi pupuk.

3.6.1 Perkembangan Industri Metanol di Indonesia


Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau
spiritus. Metanol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH yang
merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer
metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna,
mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan
daripada etanol).

Jenis industri yang menggunakan metanol antara lain industri kayu


lapis, tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida dan lainnya. Selian
itu metanol juga dipakai sebagai pelarut, bahan pendingin, bahan baku
perekat dan lain-lain. Di Indonesia pemakaiaan terbanyak metanol adalah
pada industri formaldehyde dan produk turunannya seperti urea
formaldehyde, phenol formaldehyde, dan melamine formaldehyde (adhesive
resin).

Pada industri migas, metanol digunakan sebagai antifreeze dan


sebagai gas hydrate inhibitor pada sumur gas alam dan pada pipa gas.
Sampai saat ini di Indonesia telah beroperasi dua kilang methanol yaitu
Kilang Methanol Bunyu milik Pertamina dan kilang milik PT Kaltim
Methanol Industry di Bontang Kalimantan Timur dengan total kapasitas
produksi 990.000 ton per tahun.

Untuk pembuatan metanol, bahan baku utama yang dapat digunakan


bahan adalah gas alam dan batubara muda (rendah kalori). Namun

25
eksploitasi dan penggunaan gas alam mulai dibatasi oleh pemerintah agar
cadangannya tidak cepat habis. Sebagai alternatif solusi pengganti karena
pembatasan pasokan gas alam tersebut dapat dimanfaatkan batubara rendah
kalori yang cadangannya sangat melimpah di Indonesia dan pengelolaannya
yang belum maksimal.

3.6.2 Perkembangan Industri Asam Formiat di Indonesia


Asam formiat atau asam format (CH2O2) adalah asam karboksilat
yang paling sederhana. Asam format secara alami antara lain terdapat pada
sengat lebah dan semut, sehingga dikenal pula sebagai asam semut. Asam
format merupakan senyawa antara yang penting dalam banyak sintesis
bahan kimia. Rumus kimia asam format dapat dituliskan sebagai HCOOH
atau CH2O2 Dengan cara menghidrolisis gas CO maka akan diperoleh dapat
asam formiat secara langsung. Proses ini berlangsung secara kesetimbangan
dengan reaksi sebagai berikut:

CO + H2O ↔ HCOOH.

Katalis yang umum digunakan adalah CuCl, dan dari hasil proses ini
akan didapatkan asam formiat 90 persen. Asam formiat / format memiliki
banyak kegunaan antara lain:

 industri karet; pada industri karet, asam formiat digunakan sebagai


bahan koagulan untuk mengkoagulasi karet dari lateks.
 industri tekstil; pada industri tekstil, asam formiat digunakan untuk
mengatur pH pada proses pemutihan, pencelupan / pewarnaan.
 industri kulit; pada industri kulit asam formiat digunakan dalam
proses penyamakan kulit yaitu sebagai bahan pembersih zat kapur dan
pengatur pH saat pencelupan.
 peternakan; asam formiat digunakan untuk mengawetkan / membunuh
bakteri yang terdapat pada makanan ternak.

Di Indonesia ada satu perusahaan yang memproduksi asam formiat /


format yaitu PT. Sintas Kurama Perdana, berlokasi di Kawasan Industri

26
Kujang - Cikampek Jawa Barat. Perusahaan ini merupakan satusatunya
pabrik yang memproduksi asam formiat di Indonesia. Pabrik ini memiliki
kapasitas produksi sebesar 11.000 ton per tahun. Pabrik ini mulai beroperasi
pada bulan Agustus 1988. Asam format hasil produksinya dipasarkan di
dalam negeri dan juga ekspor, dengan komposisi yang hampir sama. Merek
dagang yang dipakai pabrik ini adalah Sintas 90 (kosentrasi asam formiat
90%) dan Sintas 94 (konsentrasi asam formiat 94%), dengan beberapa
ukuran kemasan, antara lain kemasan 600 gram, 25 kg dan 1 ton.

3.6.3. Perkembangan Industri Amonia di Indonesia


Amonia (NH3) adalah gas tidak berwarna berbau tajam dan sangat
larut dalam air terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Amonia adalah senyawa
yang stabil dan berfungsi sebagai bahan awal untuk produksi banyak
senyawa nitrogen yang penting secara komersial.

Dalam industri, senyawa amonia dibuat dengan dengan mencampur


gas N2 yang diperoleh melalui udara dan gas H2 yang diperoleh dari reaksi
antara gas metana dan air. Campuran gas N2 dan H2 dengan perbandingan
N2 : H2 = 1 : 3 tersebutkemudian dialirkan melalui pompa bertekanan tinggi
(250 atm) ke dalam tabungpemurnian gas. Dalam tabung inilah kemudian
diperoleh gas N2 dan H2 murni yang dialirkan ke dalam reaktor katalisis.

Amonia yang dihasilkan dalam proses industri berupa amonia cair.


Hal ini karena campuran gas H2, N2 dan NH3 dialirkan melalui kondensor.
Karena NH3 mempunyai titik didih lebih tinggi dibanding H2 dan N2, maka
NH3 akan segera mencair dan ditampung dalan bejana tertentu, sedangkan
gas H2 dan N2 didaur ulang kembali untuk menghasilkan amonia pada
proses berikutnya.

Industri yang memanfaatkan amonia antara lain :


 industri pupuk; sebagai sumber nitrogen untuk pupuk.
 bahan peledak komersial; sebagai sumber bahan peledak komersial
trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin, dan nitroselulosa.

27
 industri tekstil, amonia digunakan dalam pembuatan serat sintetis,
seperti nilon dan rayon.

Data dari ke tiga jenis industri (methanol, asam format dan amonia) yang telah
dibahas diatas menunjukkan angka yang cukup besar, yaitu:
 Methanol - total kapasitas produksi methanol adalah 990.000 ton per tahun
 Asam format – total kapasitas produksi adalah 11.000 ton per tahun dan
impor sebanyak 3.532,323 ton pada tahun 2014
 Amonia – total kapasitas produksi ammonia yang terdiri dari 3 perusahaan
yang telah diatas adalah 3.010.000 ton per tahun atau akan menjadi
3.860.000 ton per tahun jika Proyek 5 PT Pupuk Kaltim selesai dibangun
dan beroperasi.

Ketiga jenis industri diatas saat ini menggunakan gas alam sebagai bahan
bakunya. Namun kebijakan pemerintah yang membatasi eksploitasi dan
penggunaan gas alam, maka peluang untuk mengisi kekurangan gas alam tersebut
dapat di pasok dari gas sintetik hasil gasifikasi batubara rendah kalor yang
cadangannya relatif sangat besar di Indonesia.
Pemanfaatan batubara rendah kalor ini di Indonesia saat ini masih sangat
minimum. Contoh kisah sukses dalam pembuatan bahan bakar dari proses
gasifikasi batubara adalah South African Coal Oil and Gas Corporation (SASOL)
di Afrika Selatan. Sasol yang saat ini memproduksi gas sintetik sebesar 55 juta
Nm3/hari dengan menggunakan teknologi Lurgi, dan memproduksi minyak
sintetik sebanyak 150 ribu barel per hari melalui sintesis Fischer- Tropsch. Saat
ini, Sasol mempekerjakan sebanyak 170 ribu karyawan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang merupakan 2 persen tenaga kerja sektor formal di
Afsel. Selain itu, Sasol juga menyumbang 4 persen GDP atau sekitar US$ 7
milyar, serta memasok 40 persen kebutuhan BBM dalam negeri Afrika Selatan
(28 persen dari batubara).

28
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
1. Salah satu alternatif pemanfaatan batubara yang mungkin diterapkan di
Indonesia adalah dengan mengolah batubara tersebut menjadi gas sintetik
(syngas). Proses ini dikenal dengan istilah gasifikasi batubara.
2. Komponen utama gas sintetik dari batubara ini adalah gas Hidrogen (H2)
berkisar 10 – 20% dan Karbon Monoksida (CO) berkisar 15 – 30 %.
3. Untuk membuat gas sintetik dari batubara ada 4 jenis teknologi proses
gasiifikasi yang telah dikenal di dunia yaitu fixed-bed gasifier, fluidized-
bed gasifier, dan entrained-bed gasifier.
4. ada 3 jenis industri kimia yang dapat memanfaatkan gas sintetik (syngas)
sebagai alternatif bahan bakunya. Ketiga industri tersebut adalah industri
methanol, industri asam formiat dan industri ammonia.
5. Total kapasitas produksi 3 industri yang memanfaatkan gas sintetis
sebesar :
 Total kapasitas produksi metanol di Indonesia saat ini adalah
990.000 ton per tahun.
 Total kapasitas produksi asam formiat di Indonesia adalah 11.000
ton per tahun.
 Total kapasitas produksi amonia di Indonesia adalah 3.860.000 ton
per tahun

29

Anda mungkin juga menyukai