Disusun Oleh:
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-NYA sehingga makalah kami yang berjudul “Pemanfaatan gas
dari sintesis gas untuk industri” akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini merupakan tugas dari ibu RR. Yunita Banyuningsih, ST., MT.
selaku dosen pada mata kuliah Konversi Batubara.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar……………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan………………………………………………………………... 4
2
3.6.3 Perkembangan Industri Amonia di Indonesia……………….. 27
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Syntesis gas atau Syngas adalah hasil gasifikasi batubara yang merupakan
campuran gas karbon monoksida, hidrogen, metana, karbondioksida dan gas-gas
lainnya. Selain dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar ramah lingkungan,
syngas merupakan intermediate product yang artinya produk yang berfungsi
sebagai bahan baku dari produk lainnya. Syngas dapat digunakan sebagain bahan
baku pembuatan methanol, pupuk urea, dan lain-lain.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sintesis Gas ?
2. Bagaimana proses pengolahan sintesis gas agar bisa dipakai untuk
kebutuhan industri?
3. Bagaimana pemanfaatan gas dari sintesis gas untuk keperluan industri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sintesis gas.
2. Mengetahui proses pengolahan sintesis gas agar bisa dipakai untuk
kebutuhan industri.
3. Mengetahui cara pemanfaatan gas dari sintesis gas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proses gasifikasi batubara merupakan proses konversi secara kimia dari batubara
yang berbentuk partikel atau padatan menjadi gas yang bernilai bakar atau
combustible. Combustible gas yang dapat dihasilkan dari proses gasifikasi adalah
CO, H2, CH4 dan sebagainya. Gas produk gasifikasi ini dapat digunakan langsung
sebagai bahan bakar, bahan baku proses sintesa atau bahan kimia lainnya. Pada
dasarnya gasifikasi batubara adalah reaksi oksidasi parsial dari batubara dengan
oksigen atau udara. Proses gasifikasi dilakukan dalam suatu reaktor yang disebut
dengan gasifier.
1. Moving-bed gasifiers
Moving-bed gasifiers (terkadang disebut fixed-bed gasifiers) mempunyai
karakteristik terdapat sebuah bed di mana batubara bergerak perlahan ke bawah
karena gravitasi diubah menjadi gas oleh aliran udara yang kuat yang
umumnya counter-current. Seperti pada counter-current pada umumnya, gas
sintesis panas dari hasil gasifikasi digunakan untuk memanaskan dan pirolisis
batubara yang bergerak ke bawah. Dengan proses ini, konsumsi oksigen sangat
sedikit, tetapi hasil pirolisis terikut pada produk synthesis gas dan kebutuhan
steam tinggi. Suhu keluaran synthesis gas biasanya rendah sekitar 425–650°C
6
dan mempunyai lower heating value sekitar 6500 kJ/Nm3. Adanya nitrogen
sekitar 50% pada hasil gas menjadi penyebabnya. Abu dikeluarkan melalui
bagian bawah reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah prosesnya berjalan
kontinyu. Karena heating value yang rendah proses ini dianggap tidak
ekonomis.Proses ini dapat menggunakan jenis batubara apa saja, tetapi lebih
disarankan menggunakan high rank coal. Rentang ukuran umpan sekitar 6-50
mm. Salah satu proses yang menggunakan moving-bed gasifiers adalah Sasol-
Lurgi dry bottom gasifiers (Higman and Burgt, 2007).
2. Fluid-bed gasifiers
Fluid-bed gasifiers dapat mencampur umpan dengan oksidan dengan baik,
termasuk transfer panas dan massa sehingga distribusi bahan di bed baik dan
karenanya sedikit jumlah tertentu yang hanya bereaksi secara parsial terbuang
bersama abu. Hal ini akan mengurangi konversi karbon. Operasi dari fluid-bed
gasifiers umumnya terbatas pada suhu di bawah softening point dari abu yang
dapat menimbulkan slagging yang akan mengganggu fluidisasi bed. Beberapa
usaha telah dilakukan untuk beroperasi pada ashsoftening zone untuk
mengontrol abu dengan tujuan meningkatkan konversi karbon. Suhu keluaran
synthesis gas tergolong moderat, yaitu sekitar 900 – 1050°C. Kebutuhan
oksigen dan steam tergolong moderat. Ukuran partikel berkisar antara 6-10
7
mm. Ukuran partikel yang terlalu kecil dapat terbawa pada syngas dan
meninggalkan bed. Biasanya dilengkapi dengan cyclone dan dikembalikan ke
dalam bed. Suhu operasi yang rendah berarti bahwa proses ini dirancang untuk
gasifikasi umpan yang reaktif, seperti low-rank coals dan biomassa (Higman
and Burgt, 2007).
3. Entrained-flow gasifiers
Entrained-flow gasifiers beroperasi dengan umpan dan aliran udara secara
co-current. Waktu tinggal proses ini sangat singkat, hanya beberapa detik.
Umpan dihaluskan sampai ukuran 100 μm atau kurang untuk mendukung
transfer massa dan transportasi di gas. Dengan waktu tinggal yang singkat,
suhu tinggi dibutuhkan untuk konversi yang tinggi, yaitu sekitar 1250 –
1600°C dan karena itu semua entrained-flow gasifiers beroperasi pada slagging
range. Operasi pada suhu tinggi mengakibatkan kebutuhan oksigen tinggi dan
steam rendah. Proses ini tidak memiliki batas tipe batubara yang digunakan
(Higman and Burgt, 2007).
8
Gambar 3. Top-Fired Coal-Water Slurry Feed Slagging Entrained-Flow
Gasifier
Dari ketiga proses di atas, dipilih fluid-bed gasifiers. Proses pada fluid-bed
gasifiers menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan proses
lainnya. Konversi karbon pada gasifier tidak terlalu rendah. Umpan batubara yang
dibutuhkan tidak perlu memakai batubara high rank, cukup medium rank atau low
rank yang banyak terdapat di Indonesia, yaitu sub bituminous coal.
Dalam gasifier arang direduksi oleh steam atau kukus dan CO2
menghasilkan gas H2 dan CO. Peningkatan jumlah atau laju steam atau kukus
mengakibatkan penurunan gas CO pada gas produk, namun akan meningkatkan
kandungan H2 dan CO2 melalui reaksi geser atau shift reaction. Komposisi gas
yang dihasilkan ditentukan oleh temperatur dengan mengatur laju oksigen yang
9
digunakan. Panas yang dihasilkan dari reaksi oksidasi digunakan untuk tahapan
yang melibatkan proses atau reaksi endotermis seperti reaksi reduksi, proses
devolatilisasi dan tahapan pengeringan. Skematik Prinsip Gasifikasi batubara
dalam gasifier dan zona reaksi berdasarkan temperatur dapat diligat pada gambar
di bawah.
10
Panas yang diperlukan untuk Penghilangan kandungan air ini diperoleh
dari panas hasil reaksi pembakaran char atau reaksi oksidasi karbon dalam char
dengan oksigen. Air dalam fasa uap ini dapat berreaksi dengan gas lain yang
terjadi selama proses gasifikasi.
2. Reaksi Decomposition/Pyrolysis/Devolatilization:
Setelah mengalami proses penghilangan air, Batubara akan mengalami
proses pyrolysis yaitu penguraian batubara pada temperatur tinggi menjadi char,
tar, dan volatile mater. Proses ini berlangsung pada temperatur antara 200 – 500
celcius. Mekanisme reaksi pyrolysi dapat dijelaskan sebagai berikut:
3. Reaksi Reduction/Gasification:
Proses reduksi merupakan tahap utama dari gasifikasi. Pada tahap ini gas
mampu bakar dihasilkan. Gas hasil reaksi reduksi ini biasa disebut sebagai gas
produser atau syntetic gas atau syngas. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap ini
sifatnya endothermik. Panas yang dibutuhkan dipasok dari panas hasil reaksi
oksidasi. Reaksi-reaksi reduksi pada tahap ini secara stoikiometrik adalah:
1. Reaksi uap air atau steam reaction yaitu reaksi reduksi antara karbon
dalam char dengan uap air sesuai dengan reaksi berikut:
11
2. Reaksi karbon dengan gas karbon dioksida pada tahap ini akan
mengikuti reaksi berikut:
Reaksi ini menghasilkan produk gas yang mampu bakar yaitu gas
karbon monoksida. Karbon dalam char yang berreaksi dengan gas karbon
dioksida akan dikonversi menjadi gas mampu bakar karbon monoksida.
Reaksi ini biasa disebut sebagai Boudouard reaction.
Kedua Produk gas yang dihasilkan ini merupakan gas yang memiliki
nilai mampu bakar.
4. Reaksi Oxidation/Combustion:
1. Pembakaran sempurna:
12
dibakar dengan satu mol oksigen dan menghasilkan satu mol gas
karbon dioksida. Artinya, karbon dalam char yang bereaksi dengan
oksigen hanya akan membentuk gas karbon dioksida.
13
dapat diatur untuk mendapatkan gas sesuai dengan komposisi gas
yang diinginkan.
2. Udara dan steam dimasukkan dari bagian bawah tungku yang dilengkapi
3. Steam dan udara panas bergerak dari bagian bawah tungku melewati
4. Terjadi reaksi antara batubara yang bergerak ke bawah dengan udara dan
steam yang bergerak ke arah atas sesuai dengan lokasi dan temperaturnya.
C (arang) + (0,2 – 0,4) O2 (udara) –> (0,4 – 0,8) CO (gas) + (0,2 – 0,6) C (arang)
Reaksi ini menghasilkan karbon tersisa. Sisa karbon ini dapat direaksikan
dengan uap air. Secara stoikimetrik prosesnya akan memenuhi reaksi berikut:
14
Reaksi sisa karbon dengan uap air ini dapat menghasilkan gas karbon
monoksida dan gas hidrogen. Gas hidrogen merupakan gas yang memiliki nilai
pembakaran.Namun demikian, uap air yang ditambahkan dapat pula berreaksi
dengan gas hasil proses reaksi sebelumnya. Uap air dapat berreaksi dengan gas
karbon monoksida menghasilkan gas karbon dioksida dan gas hidrogen sesuai
reaksi stoikiometrik berikut:
Reaksi ini biasa disebut dengan shift reaction atau reaksi geser. Reaksi
yang dapat menggeser karbon monoksida dan uap air menjadi gas karbon dioksida
dan hidrogen.Selain dengan uap air, karbon sisa dapat juga berreaksi dengan gas
karbon dioksida sesuai reaksi stoikiometrik berikut:
Pada Reaksi ini, karbon dikonversi oleh gas CO2 menjadi gas yang
memiliki nilai mampu bakar yaitu gas CO.
15
BAB III
PEMBAHASAN
Syngas dari gasifikasi batu bara memiliki prospek yang bagus karena tiga
hal, yang pertama, produk syngas sangat komersial, banyak digunakan oleh
industri-industri, baik untuk bahan kimia, energi, dan bahan bakar transportasi.
Yang kedua, syngas lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan gas alam
maupun minyak bumi dengan rendahnya emisi CO2, SOx, dan NOx. Yang ketiga,
melimpahnya sumber daya batu bara di Indonesia. Selain cadangannya yang
cukup besar, gasifikasi batu bara juga dapat memanfaatkan batu bara muda yang
jumlahnya di Indonesia mencapai 70%.
Gasifikasi batu bara tidak hanya dapat digunakan untuk satu tujuan, tetapi
dapat pula dirancang untuk tujuan yang lain secara bersamaan. Mekanisme ini
disebut dengan polygeneration (polygen) atau co-generation (co-gen).
Produk yang dihasilkan dari proses gasifikasi ini berupa syngas (synthesis
gas), campuran gas yang mengandung H2 dan CO dengan jumlah yang bervariasi.
Syngas harus memiliki tekanan tinggi, mengingat proses untuk sintesis amonia
berlangsung pada tekanan yang tinggi [5]. Selain itu, syngas harus bebas senyawa
sulfur untuk menghindari korosi pada alat dan menghindari lepasnya senyawa
sulfur ke lingkungan saat proses pembakaran, carbon oxide (CO dan CO2), dan
air. Di samping itu, produk samping berupa CO2 dengan kemurnian 90% dapat
digunakan sebagai bahan baku sintesis urea. Namun, produk samping CO2 ini
16
perlu treatment lanjutan untuk menghilangkan kandungan airnya, mengingat CO2
yang dapat digunakan untuk sistesis urea konsentrasinya harus lebih dari 98,5%.
17
Gambar 6. Block Flow Diagram Proses Pembuatan Syngas
dari Batu Bara
3.2 Penyiapan Batubara
Proses awal gasifikasi dimulai dari penyiapan batu bara. Batu bara dari
open yard akan di-treatment dengan berbagai macam perlakuan agar sesuai
dengan kondisi dalam reaktor gasifier. Mula-mula batu bara dari open yard coal
(F-111) diangkut menggunakan belt conveyor (J-112) menuju hammer mill (C-
110). Di hammer mill ini terjadi proses size reduction dari batu bara berukuran 5
cm menjadi ukuran yang diinginkan, yaitu 1-6 mm. Setelah itu, batu bara yang
telah dihaluskan dimasukkan ke dalam rotary-tube dryer (B-120) untuk
menguapkan sebagian air bawaan yang ada dalam batu bara.
18
Dari lock hopper, batu bara dikeluarkan melalui mekanisme air lock dan
dimasukkan ke dalam gasifier menggunakan screw conveyor (J-213). Mekanisme
air lock ini memungkinkan untuk mengeluarkan batu bara dari lock hopper tanpa
ikut sertanya gas inert.
19
Batu bara C (s) + CH4 + CO + CO2 + H2 + H2O+ H2S + COS + N2 +
Ash (s)
Karbon hasil pirolisis akan mengalami reaksi pembakaran dengan O2 yang berasal
dari tangki penyimpan. Sebagian besar O2 yang diinjeksikan dalam gasifier ini
akan digunakan untuk zona pembakaran. Proses pembakaran ini menghasilkan
karbon dioksida, karbon monoksida, dan uap air, yang menyediakan panas untuk
reaksi gasifikasi selanjutnya. Pirolisis dan pembakaran adalah proses yang sangat
cepat. Reaksi-reaksi pembakaran :
Reaksi gasifikasi terjadi karena karbon bereaksi dengan karbon dioksida dan
steam untuk menghasilkan karbon monoksida dan hidrogen. Reaksinya :
a) Reaksi Boudouard:
C (s) + CO2 2CO ΔH = +172 MJ/kmol
b) Reaksi Water Gas:
C (s) + H2O CO + H2 ΔH = +131 MJ/kmol
c) Reaksi Shift Convertion:
CO + H2O CO2 + H2 ΔH = -41 MJ/kmol
d) Reaksi Metanasi:
C (s) + 2H2 CH4 ΔH = -75 MJ/kmol
Karbon (char) yang tidak bereaksi dan 10% dari total ash turun sebagai
slag di bagian bottom. Syngas yang keluar dari gasifier akan menuju cyclone (H-
217) untuk memisahkan ash yang terbawa keluar, lalu menuju ke waste heat
boiler 1 (E-311) untuk didinginkan. Syngas didinginkan dengan media pendingin
20
air dari suhu 1.000°C menjadi 300oC. Proses pendinginan ini menghasilkan steam
yang dapat digunakan untuk untuk proses selanjutnya.
Karbonil sulfida bukan merupakan gas asam, maka hidrolisis COS untuk
membentuk H2S sering dilakukan untuk pemurnian sulfur yang terkandung dalam
COS. Tujuan pengonversian COS menjadi H2S disebabkan adsorben yang
digunakan untuk proses desulfurisasi lebih selektif terhadap H2S daripada COS.
Reaksi hidrolisis terjadi di COS hydrolysis reactor (R-310) dengan suhu operasi
303oC dan tekanan 29 bar dengan bantuan katalis chromia-alumina.
Setelah semua sulfur terdapat dalam bentuk senyawa H2S, kemudian dilakukan
proses pemisahan terhadap H2S. Unit pemisahan senyawa sulfur adalah tangki
desulfurizer (D-320) yang bekerja pada suhu 310oC dan tekanan 28,5 bar dengan
bantuan adsorben ZnO. Reaksinya sebagai berikut.
21
Penurunan suhu bertujuan untuk menaikkan %recovery dari absorber karena
absorber bekerja lebih baik pada suhu yang rendah dan tekanan tinggi.
Selanjutnya, syngas dialirkan menuju kolom absorber (D-330) yang beroperasi
pada suhu 50oC dan tekanan 27 bar. Pelarut MDEA 40% berat dari MDEA storage
tank (F-331) diumpankan ke kolom absorber dengan bantuan MDEA pump (L-
332).
Larutan MDEA akan mengabsorb gas CO2, dan kemudian keluar menuju
stripper (D-340) untuk proses recovery kembali pelarut. Sedangkan produk
syngas bersih yang keluar dari absorber dialirkan melalui gas pipeline. Untuk
melakukan recovery pelarut, larutan MDEA kaya CO2 (rich-amine) yang keluar
dari kolom absorber diturunkan tekanannya dari 27 bar menjadi 3,52 bar dengan
expansion valve. Penurunan tekanan ini bertujuan untuk meyesuaikan tekanan
rich-amine dengan tekanan operasi stripper.
22
Hidrogen adalah unsur kimia pada tabel periodic yang memiliki simbol H
dan nomor atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak
berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomic yang
sangat mudah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur
teringan di dunia.
Secara kimia, hidrogen merupakan unsur yang sangat aktif. Hal ini yang
menyebabkan hidrogen jarang sekali ditemukan dalam bentuk bebas. Di alam,
hidrogen terdapat dalam bentuk senyawa dengan unsur lain, seperti dengan
oksigen dalam air atau dengan karbon dalam metana. Untuk dapat
memanfaatkannya, hidrogen harus dipisahkan terlebih dahulu dari senyawanya
agar dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Karakteristik atau properties dari gas Hidrogen (H2) dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
Tabel 2. Karakteristik gas hidrogen
Fase Gas
Massa jenis (00C, 101.325 kPa) 0.08988 g/L
Massa jenis cairan pada t.l 0.07 (0.0763 solid) g.cm-3
Titik Lebur 14.01 K, -259.14 oC, -434.45 oF
Titik didih 20.28 K, -252.87 oC, -423.17 oF
Titik tripel 13.8033 K, (-259 oC),7.042 kPa
Titik kritis 32.97 K, 1.293 MPa
Kalor peleburan (H2) 0.117 kJ mol-1
Kalor penguapan (H2) 0.904 kJ mol-1
Kapasitas kalor (H2) 0.904 kJ mol-1
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tak berwarna, tak berbau,
dan tak berasa. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara
kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Pada ikatan ini, terdapat dua ikatan
kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.
Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa
karbon, sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida
terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran seperti
23
pada proses gasifikasi batubara. Karbon monoksida mudah terbakar dan
menghasilkan lidah api berwarna biru,menghasilkan karbon dioksida. Walaupun
ia bersifat racun, CO memainkan peran yang penting dalam teknologi modern
Karakteristik atau properties dari gas karbon monoksida dapat dilihat pada Tabel
3 berikut.
Tabel 3. Karakteristik karbon monoksida
Rumus molekul CO
Massa molar 28.0101 g/mol
Penampilan Tidak berwarna, gas tak berbau
Densitas 0.789 g/cm2, liquid 1.250 g/L pada) 0oC, 1
atm, 1.145 g/L pada) 25oC, 1 atm (lebih
ringan dari udara)
Titik lebur -205 oC (68 K)
Titik didih -192 oC (81 K)
Kelarutan dalam air 0.0026 g/100 mL (20oC)
24
Dari Gambar diatas Pohon Industri Syngas diatas terlihat bahwa produk Gas
sintetik berupa H2 dan CO dapat dimanfaatkan oleh industri hilirnya antara lain
untuk:
industri methanol, yang selanjutnya dapat diolah lebih lanjut menjadi
oxoalcohol
industri formic acid (asam formiat/ format), yang selanjutnya dapat
diolah menjadi acetic acid (asam asetat) dan ethyl-acetate (asetat etil)
industri ammonia, yang selanjutnya dapat diolah menjadi pupuk.
25
eksploitasi dan penggunaan gas alam mulai dibatasi oleh pemerintah agar
cadangannya tidak cepat habis. Sebagai alternatif solusi pengganti karena
pembatasan pasokan gas alam tersebut dapat dimanfaatkan batubara rendah
kalori yang cadangannya sangat melimpah di Indonesia dan pengelolaannya
yang belum maksimal.
CO + H2O ↔ HCOOH.
Katalis yang umum digunakan adalah CuCl, dan dari hasil proses ini
akan didapatkan asam formiat 90 persen. Asam formiat / format memiliki
banyak kegunaan antara lain:
26
Kujang - Cikampek Jawa Barat. Perusahaan ini merupakan satusatunya
pabrik yang memproduksi asam formiat di Indonesia. Pabrik ini memiliki
kapasitas produksi sebesar 11.000 ton per tahun. Pabrik ini mulai beroperasi
pada bulan Agustus 1988. Asam format hasil produksinya dipasarkan di
dalam negeri dan juga ekspor, dengan komposisi yang hampir sama. Merek
dagang yang dipakai pabrik ini adalah Sintas 90 (kosentrasi asam formiat
90%) dan Sintas 94 (konsentrasi asam formiat 94%), dengan beberapa
ukuran kemasan, antara lain kemasan 600 gram, 25 kg dan 1 ton.
27
industri tekstil, amonia digunakan dalam pembuatan serat sintetis,
seperti nilon dan rayon.
Data dari ke tiga jenis industri (methanol, asam format dan amonia) yang telah
dibahas diatas menunjukkan angka yang cukup besar, yaitu:
Methanol - total kapasitas produksi methanol adalah 990.000 ton per tahun
Asam format – total kapasitas produksi adalah 11.000 ton per tahun dan
impor sebanyak 3.532,323 ton pada tahun 2014
Amonia – total kapasitas produksi ammonia yang terdiri dari 3 perusahaan
yang telah diatas adalah 3.010.000 ton per tahun atau akan menjadi
3.860.000 ton per tahun jika Proyek 5 PT Pupuk Kaltim selesai dibangun
dan beroperasi.
Ketiga jenis industri diatas saat ini menggunakan gas alam sebagai bahan
bakunya. Namun kebijakan pemerintah yang membatasi eksploitasi dan
penggunaan gas alam, maka peluang untuk mengisi kekurangan gas alam tersebut
dapat di pasok dari gas sintetik hasil gasifikasi batubara rendah kalor yang
cadangannya relatif sangat besar di Indonesia.
Pemanfaatan batubara rendah kalor ini di Indonesia saat ini masih sangat
minimum. Contoh kisah sukses dalam pembuatan bahan bakar dari proses
gasifikasi batubara adalah South African Coal Oil and Gas Corporation (SASOL)
di Afrika Selatan. Sasol yang saat ini memproduksi gas sintetik sebesar 55 juta
Nm3/hari dengan menggunakan teknologi Lurgi, dan memproduksi minyak
sintetik sebanyak 150 ribu barel per hari melalui sintesis Fischer- Tropsch. Saat
ini, Sasol mempekerjakan sebanyak 170 ribu karyawan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang merupakan 2 persen tenaga kerja sektor formal di
Afsel. Selain itu, Sasol juga menyumbang 4 persen GDP atau sekitar US$ 7
milyar, serta memasok 40 persen kebutuhan BBM dalam negeri Afrika Selatan
(28 persen dari batubara).
28
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Salah satu alternatif pemanfaatan batubara yang mungkin diterapkan di
Indonesia adalah dengan mengolah batubara tersebut menjadi gas sintetik
(syngas). Proses ini dikenal dengan istilah gasifikasi batubara.
2. Komponen utama gas sintetik dari batubara ini adalah gas Hidrogen (H2)
berkisar 10 – 20% dan Karbon Monoksida (CO) berkisar 15 – 30 %.
3. Untuk membuat gas sintetik dari batubara ada 4 jenis teknologi proses
gasiifikasi yang telah dikenal di dunia yaitu fixed-bed gasifier, fluidized-
bed gasifier, dan entrained-bed gasifier.
4. ada 3 jenis industri kimia yang dapat memanfaatkan gas sintetik (syngas)
sebagai alternatif bahan bakunya. Ketiga industri tersebut adalah industri
methanol, industri asam formiat dan industri ammonia.
5. Total kapasitas produksi 3 industri yang memanfaatkan gas sintetis
sebesar :
Total kapasitas produksi metanol di Indonesia saat ini adalah
990.000 ton per tahun.
Total kapasitas produksi asam formiat di Indonesia adalah 11.000
ton per tahun.
Total kapasitas produksi amonia di Indonesia adalah 3.860.000 ton
per tahun
29