Anda di halaman 1dari 27

PENGELOLAAN KEGAWATDARURATAN BENCANA

(COMAND, CONTROL, COORDINATION, DAN


COMMUNICATION) DENGAN MEMPERHATIKAN
KESELAMATAN KORBAN DAN PETUGAS, KESELAMATAN
DAN KEAMANAN LINGKUNGAN, DAN PENDEKATAN
INTERDISIPLIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Keperawatan Bencana


Dosen Pembimbing : Ns. Reni Chaidir, M.Kep

DI SUSUN OLEH:

Kelompok

Asmul
Harmis Nelvina
Mardinal
Muhammad Desmur
Novia Asnina
Rima Yanti
Rini Nofriyenti
Setiawan
Susi Yetri
Trisna Yanti
Vini Veira Sari
Yati Sri Wahyuni
Yenny Riko Sri Dewi
Yessy Riani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianya kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai pengelolaan
kegawatdaruratan bencana.

Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana. Bencana


demi bencana terutama dari faktor alam maupun bencana yang ditimbulkan akibat
ulah manusia terus terjadi sampai saat ini. Berbagai macam bencana yang terjadi
seperti tsunami, letusan gunung api, tanah longsor, banjir, gempa tektonik, gempa
vulkanik, serta gas beracun, masih mengancam penduduk diseluruh Indonesia.
Berdasarkan pengamatan dari berbagai pemberitaan bencana di Indonesia masih
menunjukkan problematika di lapangan. Penanganan dan pengelolaan kegawat
daruratan bencana masih meyisakan banyak persoalan baik secara konseptual
maupun lapangan.

Masalah dalam penanganan dan pengelolaan kegawardaruratan bencana


diantaranya dalam segi komando, kontrol, coordinator dan komunikasi. Dari segi
aspek kecepatan, ketepatan dan keakuratan, aspek komunikasi dan informasi
menjadi hal yang masih problematika, terutama ketika berbicara mengenai
kesimpangsiuran informasi, berbagai tindakan yang tidak tepat sasaran seperti
logistic yang tidak merata, keterpaduan antar sector dalam penanganan bencana
atau ketumpang tindihan masih terjadi.

Pedoman dalam penanggulangan dan pengelolaan kegawatdaruratan


bencana ditentukan oleh manajemen pengelolaan bencana serta kegiatan pokok
seperti penanganan korban massal, pelayanan kesehatan dasar pengungsian,
pengawasan dan pengendalian penyakit, air bersih dan sanitasi, penanganan gizi
darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistic, dan pembekalan
kesehatan.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari sepenuhnya masih banyak


terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang dari
Ibuk atau Bapak dosen beserta teman- teman seperjuangan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas makalah ini.
Akhir kata kepada-Nya kita berserah diri semoga tugas makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya dibidang kesehatan.

Bukittinggi, 08 Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………
1.2 Tujuan
Penulisan…………………………………………………………….
1.2.1 Tujuan
Umum……………………………………………………..
1.2.2 Tujuan
Khusus…………………………………………………….
1.3 Manfaat
Penulisan……………………………………………………………

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi KegawatDaruratan Bencana……………………………………….


2.2. Jenis Bencana……………………………………………………………….
2.3. Kategori Bencana…………………………………………………………..
2.4. Fase - Fase Dari Bencana Alam…………………………………………….
2.5. Dampak Bencana Alam…………………………………………………….
2.6. Prinsip – Prinsip Dalam Penatalaksanaan Bencana.
2.7. Pencegahan………………………………………………………………….
2.8. Komponen Yang Disiapkan Dalam Menghadapi Bencana………………..
2.9. Tahapan Penanggulangan Bencana ( Pengelolaan Bencana )……………..
2.10.Prinsip Dalam Penanggulangan dan Pengelolaan Kegawatdaruratan
Bencana……………………………………………………………………….
2.11. Tujuan dari Penanggulangan dan Pengelolaan Kegawatdaruratan bencana.
2.12. Peran Perawat Dalam Pengelolaan Bencana………………………………
2.13 Pengelolaan kegawatdaruratan bencana…………………………………..
2.14 Penanganan Masyarakat Korban Bencana………………………………..

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan…………………………………………………………
………..
1.2 Saran
………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai negara yang tercakup pada satu planet yang bernama bumi
memiliki kemungkinan untuk terjadinya berbagai bencana alam mengingat
beberapa struktur lapisan yang membentuk bumi mengakibatkan perubahan,
pergeseran ataupun kerusakan yang berdampak pada suatu fenomena ataupun
peristiwa yang menganggu penghidupan atau kehidupan seluruh komunitas
ataupun populasi yang menempati wilayah di suatu negara.

Bencana alam terbagi atas bencana yang disengaja maupun disengaja.


Bencana alam yang disengaja merupakan bencana yang terjadi atas perilaku
manusia yang mengganggu ekosistem alam seperti masyarakat yang berada pada
suatu daerah yang memiliki pola perilaku tidak disiplin dan bertanggung jawab
dengan membuang sampah sembarangan dan membiarkannya tanpa mengolah.
Bencana yang tidak disengaja merupakan bencana yang disebabkan karena
rusaknya ekosistem akibat perubahan, pergesaran struktur bumi, seperti gempa
bumi, tanah longsor, tsunami, hingga gunung meletus yang tercatat telah
memberikan sumbangsih terhadap penekanan angka mortalitas.

Berbagai ancaman bencana alam yang datang tanpa dapat direncanakan


tersebut, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan bencana seharusnya
mempersiapkan diri menghadapi musibah dan bencana alam sebagai upaya
meminimalisasi jumlah korban. Salah satu bentuk persiapan adalah mitigasi.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan umum


Untuk mengetahui pengelolaan kegawatdaruratan bencana serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan
aman (safe).

1.2.2 Tujuan khusus

a) Penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang manajemen


penanggulangan bencana alam.
b) Melatih penulis dalam menggunakan ejaan dan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
c) Menambah kreatifitas penulis dalam menyusun makalah ini .
d) Menambah pengetahuan atau cakrawala bagi penulis dan pembaca.
1.2. Manfaat Penulisan

Diharapkan kepada pembaca terutama mahasiswa keperawatan untuk


mengerti dan memahami tentang pengelolaan kegawatdaruratan bencana
sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dalam menghadapi
bencana.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi KegawatDaruratan Bencana

Bencana (disaster) merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun
2004).

Menurut Federal Emergency Management Agency, bencana didefinisikan


sebagai sebuah kejadian alam maupun buatan manusia yang
menyebabkan penderitaan manusia dan menimbulkan korban serta membutuhkan
bantuan.

Gawat darurat merupakan kejadian mendadak dimana berpotensi menjadi


ancaman kehidupan yang dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dan menimpa
siapa saja (Pre dan Intrahospital) dan harus mendapatkan penanganan cepat dan
tepat. Penyelenggaraan pengelolaan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.

Tanggap darurat bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan


dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan, evakuasi, korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan
srerta pemulihan prasarana dan sarana.
2.2. Jenis Bencana

Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana diklasifikasikan atas 2 jenis yaitu :

a). Bencana alam (Natural Disaster)

Bencana alam adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam. Bencana
alam terjadi hampir sepanjang tahun diberbagai belahan dunia termasuk
Indonesia. Jenis bencana alam sangatlah banyak beberapa diantaranya adalah
gempa, sunami, 1etusan gunung merapi, banjir, 1ongsor.

b). Bencana Buatan Manusia (Man Made Disaster)


Bencana buatan manusia (Man Made Disaster) atau sering juga
disebut bencana non alam yaitu bencana yang diakibatkan atau terjadi karena
adanya campur tangan manusia. Campur tangan ini dapat berupa langsung
maupun tidak langsung. Buatan manusia langsung, misalnya bencana akibat
kegagalan teknologi di suatu pabrik atau industry. Bencana tidak langsung
misalnya pembabatan hutan yang mengakibatkan timbulnya bahaya banjir.

2.3. Kategori Bencana dan Korbannya.

Keadaan bancana dapat digolongkan berdasarkan jumlah korban yang


mencakup :
a). Mass patient incident yaitu jumlah korban yang dating ke UGD kurang dari 10
orang.
b). Multiple cassuality incident yaitu jumlah korban yang dating ke UGD antara
10 sampai 100 korban
c). Mass cassuality incident yaitu jumlah korban yang dating ke UGD lebih dari
100 orang.

2.4. Fase - Fase Dari Bencana Alam


a). Pra Dampak dimulai sejak awal bencana, biasanya kejadian ini sudah diketahui
terlebih dahulu. Fase Pra Dampak didefinisikan sebagai periode yang pada
saat itu kita bias mengantisipasinya dan diperingatkan.

b). Dampak periode selama bencana terjadi berlanjut hingga dimulainya fase
paska dampak. Fase ini juga dikenal sebagai fase penyelamatan. Pada fase ini
pengkajian penting yang harus dilakukan yaitu mengevaluasi besarnya
kerugian, identifikasi sumebr daya yang ada, dan merencanakan penyelamata
korban.

c). Paska Dampak disebut fase pemulihan dimana besarnya kerugian sudah
dievaluasi dan penyelamatan korban telah selesai dilaksanakan.

2.5. Dampak Bencana Alam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang


ekonomi, social, dan lingkungan . Kerusakan yang terjadi pada infrastruktur dapat
menggangsu aktivitas social, sementara pada bidang social mencakup kematian,
luka-luka, sakit, dan hilangnya tempat tinggal serta kekacauan komuniakasi. Pada
kerusakan lingkungan dapat mengakibatkan hancurnya hutan yang melindungi
daratan..

2.6. Prinsip – Prinsip Dalam Penatalaksanaan Bencana

Ada 8 prinsip penatalaksanaan bencana yaitu :

a) Mencegah berulangnya kejadian.


b) Meminimalkan jumlah korban.
c) Mencegah korban selanjutnya.
d) Menyelamatkan korban yang cedera.
e) Memberikan pertolongan pertama.
f) Mengevakuasi korban.
g) Memberikan perawatan definitive.
h) Mempelancar rekontruksi atau pemulihan.

2.7. Pencegahan

Tercapainya suatu pelayanan yang optimal, terarah terpadu bagi seluruh


anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan
kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian
kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
kematian atau cacat yang mungkin terjadi. Cakupan pelayanan kesehatan yang
perlu dikembangkan meliputi :

a) Penanggulangan penderita ditempat kejadian.


b) Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana
kesehatan yang lebih mmemadai.
c) Upaya menyediakan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat.
d) Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.
e) Upaya penanggulangan penderita gawat darurat ditempat rujukan.
f) Upaya pembiayaan penderita gawan darurat.

2.8. Komponen Yang Disiapkan Dalam Menghadapi Bencana

Persiapan masyarakat, Triage lapangan, persiapan rumah sakit dan persiapan


UGD:

1. Perencanaan menghadapi bencana akan mencakup banyak sumber


daya.
a) Pejabat polisi, pemadam kebakaran, pertahanan sipil,
pamong praja terutama yang terlibat dalam penanganan bencana dan
bahan berbahaya.
b) Harus sering dilatih dan dievakuasi.
c) Memperhitungkan gangguan komunikasi misalnya karena
jaringan yang rusak atau sibuk.
d) Mempunyai pusat penyimpanan perbekalan, tergantung
jenis bencana yang diduga dapat terjadi.
e) Mencakup semua aspek pelayanan kesehatan dari
pertolongan pertama sampai terapi definitive.
f)Mempersiapkan transportasi penderita apabila kemampuan local
tidak tercukupi.
g) Memperhitungkan penderita yang sudah dirawat, untuk
kemudian dirujuk karena masalah lain.
2. Perencanaan pada tingkat rumah sakit.

Perencanaan bencana rumah sakit harus mulai dilaksanakan meliputi:

a) Pemberitahuan kepada seluruh petugas


b) Kesiapan daerah triase dan terapi.
c) Klasifikasi penderita yang sudah dirawat, untuk
menentukan sumber daya.
d) Pemeriksaan pembekalan (darah, infus, cairan IV,
medikasi ) dan bahan lainnya seperti makanan, air, listrik,
Komunikasi yang diperlukan.
e) Persiapan dekontaminasi (jika diperlukan)
f)Persiapan masalah keamanan.
g) Persiapan pembentukan pusat hubungan masyarakat.
2.9. Tahapan Penanggulangan Bencana ( Pengelolaan Bencana )
Menurut Ramli (2010) menerangkan bahwa penanggulangan bencana
merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola bencana
dengan baik dan melalui tiga tahapan yaitu diantaranya :
a) Pra bencana
 Kesiagaan
Menurut Carter (2000) kesiagaan merupakan tindakan yang
memungkinkan pemerintah.organisasi, masyarakat, komunitas
dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana
secara cepat dan tepat. Membangun kesiagaan adalah suatu unsur
penting, namun tidak mudah dilakukan karena menyangkut sikap
mental dan budaya serta disiplin dalam masyarakat.
 Peringatan dini
Langkah ini dilakukan untuk memberi perinagatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan terjadi. Perinagatan dini
disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya bagi
mereka yang berpotensi terkena bencana.
 Mitigasi bencana
Menurut peraturan penerintah PP No. 2 Tahun 2008 mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk menanggulangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran,
dan peningkatan kemampuan mengahadapi bencana alam.

b) Saat bencana
Menurut PP No.11, langkah langkah yamg dilakukan pada saat tanggap
darurat yaitu
 Pengkajian secara tepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, dan sumber daya sehingga dapat diketahui dan
diperkirakan magnitude bencana, luas daerah yang terkena, dan
diperkirakan tingkat kerusakannya.
 Penentuan status keadaan darurat bencana
Berdasarkan penilaian awal dapat diperkiarakan tingkat bencana,
sehingga dapat juga ditentukan status keadaan daruratnya. Jika
tingkat bencana sangat besar dan berdampak luas mungkin
bencana tersebut dapat digolongkan bencana nasional.
 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena
bencana.
Langkah berikut adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi
korban bencana. Kemudian besar bencana tersebut menimbulkan
korban yang dapat segera ditentukan, namun tidak jarang juga
korban dapat tertimbun atau terjebak reruntuhan, sehingga
diperlukan upaya yang keras untuk dapat menyelamatkannya.
 Pemenuhan kebutuhan dasar
Dalam kondisi bencana, kemungkinan besar semua sarana dan
prasarana umum, sanitasi, dan logistic mengalami kehancuran
atau sekurang kurangnya terputus. Untuk itu salah satu langkah
yang harus dilakukan adalah memberikan layanan kebutuhan
dasar berupa pangan dan papan.
c) Pasca bencana

Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,


maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekontruksi
(Ramli, 2010)

 Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengan sarana utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan penghidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana.
 Rekonstruksi
Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan
prasarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun pada masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan dan berkembangnya, kegiatan perekonomian,
social dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah bencana.

2.10. Prinsip Dalam Penanggulangan dan Pengelolaan Kegawatdaruratan


Bencana

Prinsip dalam penaggulangan dan pengelolaan kegawatdaruratan dalam


bencana diantaranya yaitu :

 Cepat dan tepat


 Prioritas
 Koordinasi dan keterpaduan
 Berdayaguna dan berhasilguna
 Transparansi dan akuntabilitas
 Kemitraan
 Pemberdayaan
 Nondeskriminatif
 Non proletisi

2.11. Tujuan dari Penanggulangan dan Pengelolaan Kegawatdaruratan


bencana

Tujuan dari penanggulangan dan pengelolaan kegawatdaruratan bencana


yaitu :

 Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman


bencana.
 Menyelaraskan peraturan perundang undangan yang yang sudah
ada.
 Menjamin terselenggaranya penanggulangan dan pengelolaan
bencana secara terencana. Terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh
 Menghargai budaya local
 Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta.
 Membangun semangat gotong royong, kesetiakawanan dan
kedermawanan.
 Menciptakan kedamaian dalam kehidupan masyarakat.

2.12. Peran Perawat Dalam Pengelolaan Bencana


Menurut Weenbee (2011) dan Hitchcock, Schubert dan Thomas (2005)
perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung
jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap
Preimpact, impact emergency, dan post impact. Peran perawat disini bisa
dikatakan multiple, sebagai bagian dari penyusun rencana, pendidik dan pemberi
asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.

a) Peran dalam pencegahan primer

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra
bencana ini antara lain :

 Mengenali instruksi ancaman bahaya


 Mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan saat fese
emergency (makanan, air, obat obatan, selimut, tenda)
 Melatih penanganan pertama korban bencana
 Berkoordinasi dengan berbagai dinas pemerintahan,
organisasi, palang merah, maupun lembaga kemasyarakatan dam
memberi penyuluhan dan stimulasi persiapan menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat.
b) Peran perawat dalam keadaan darurat (Impact Phase)

Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat


setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing- masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap
kerusakan kerusakan , begitu juga perawat sebagai tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat seleksi pasien untuk
penanganan segera akan lebih efektif atau (triase).

c) Peran perawat dalam posko pengungsian dan posko bencana.


 Memfasilitasi jadwal kunjunagan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari
 Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan
harian
 Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang
memerlukan penanganan kesehatan di. RS.
 Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
 Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan,
makanan khusus bayi, peralatan kesehatan.
 Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan
penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil yang
membahayakan diri dan lingkungan terkoordinasi dengan
perawat jiwa.mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul
pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan
seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, mual muntah, dan
kelemahan otot)
 Membantu terapi kejiwaan khususnya anak anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misalnya dengan
terapi bermain.
 Konsultasi bersama supervisi setempat mengenai
pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak
mengungsi.
d) Peran perawat dalam fase sesudah bencana

Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, social,


dan psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu
masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit
dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu lamauntuk normal
kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

2.13. Pengelolaan kegawatdaruratan bencana

Untuk menyelamatkan korban bencana diperlukan penanganan yang jelas


(efektif, efisien, dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Penangana bencana tidak
terlepas dari penanganan dan pengelolaan kegawat daruratan ketika bencana
terjadi ada tindakan penyelamatan sehingga resiko tereliminir (Hodgetts & jones,
2002). Dalam penanganan bencana selain sumber daya juga dibutuhkan prosedur
khusus dalam penanganan bencana baik dalam rumah sakit maupun dari luar
rumah sakit.

a). Command (komando)


Command (komando) adalah system yang memberikan instruksi
secara keseluruhan melalui komando insident (incident commander/IC).
Komando incident juga merupakan kemampuan memberikan perintah
secara efektif mengenai sebuah kejadian dengan menggunakan struktur
perintah khusus dan terpadu mengenai kondisi kegawatdaruratan apapun.
System pengelolaan insident (IMS) atau system komando insiden (ICS)
merupakan sisten yang dirancang untuk menangani insident dengan sigap
dalam rentang waktu tertentu. Dalam kondisi darurat, hanya dapat secara
efektif menangani 3 sampai 7 orang.

Pos komando merupakan pusat komunikasi dan koordinasi bagi


penatalaksanaan kegawatdaruratan dalam bencana. Pos komando secara
terus menerus akan melakukan penilaian ulang terhadap situasi yang
dihadapi, identifikasi adanya kebutuhan untuk menambah dan
mengurangi sumber daya dilokasi bencana.

 Membebas tugaskan anggota tim penolong segera setelah


mereka tidak dibutuhkan dilapangan yang terkena bencana.
Dengan ini pos komando turut berperan dalam mengembaikan
kegiata rutin di rumah sakit bagi tenaga kesehatan.
 Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja
dibawah situasi yang berbahaya dengan tim pendukung
 Memastikan suplay peralatan dan sumber daya manusia
yang adekuat
 Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong
( makanan dan minuman)
 Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas
lainnya serta media massa (melalui humas)
 Menentukan saat untuk mengakhiri operasi mengelolaan
kegawatdauratan dalam bencana.

Pos komando merupakan unit control multisektoral yang dibentuk


dengan tujuan :

 Mengkoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam


penatalaksanaan kegawardaruratan di lapangan.
 Menciptakan hubungan dengan system pendukung dalam
proses penyediaan informasi dan mobilasi sumber daya yang
diperlukan.
 Mengawasi penatalaksanaan kegawatdaruratan terhadap
korban.

b). Controlling (kontrol)

Pengendalian atau control adalah rangkaian kegiatan yang harus


dilakukan untuk mengadakan pengawasan, penyempurnaan dan penilaian
(evaluation )utuk menjamin bahwa tujuan dapat tercapai sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Pengendalian atau control ini
perlu untuk mengetahui sampai dimana pekerjaan sudah dilaksanakan,
sumber sumber yang sudah dimanfaatkan dalam penanggulangan
bencana dan hambatan hambatan yang terjadi.

Controlling (kontrol) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan


apakah kegiatan operasional ( actuating ) dilapangan sesuai dengan
rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan.
Controlling atau control dalam pengelolaan kegawat daruratan bencana
diartikan sebagai proses kegiatan memonitoring untuk meyakinkan
bahwa semua kegiatan penanggulangan atau pengelolaan
kegawatdaruratan bencana terlasana seperti yang sudah direncanakan dan
sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki
bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu
pencapaian tujuan.

Salah satu bidang yang penting yang sering terabaikan dalam


penyusunan program dan rencana persiapan bencana adalah kontrol
informasi yang ditransfer kepada dunia melalui media. Kontrol terhadap
penyebaran informasi adalah hal yang sangat penting dan harus menjadi
bagian yang komprehensif dari penanganan gawat darurat dan rencana
persiapan penanganan bencana. Pengendalian informasi sangat penting
meminimalkan dampak buruk setelah bencana. Tujuan controlling atau
kontrol dalam pengelolaan kegawatdaruratan bencana yaitu :
 Pelaksanaan pengelolaan kegaeat daruratan bencana sesuai
dengan ketentuan, prosedur dan perintah yang telah ditetapkan
 Hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
 Sarana yang ada dapat didayagunakan secara efektif dan
efisien
 Diketahui kelemahan dan kesulitan dalam pengelolaan
kegawatdarutan bencana agar dapat dicari jalan perbaikannya.

Sebagai bagian dari keseluruhan kegawat daruratan dan upaya


kesiapsiagaan bencana perlu difikirkan dan pengontrolan dalam media
penyampaian informasi seperti

 Darimana media akan mendapatkan informasi


 Siapa yang akan memberikan informasi pada media.
 Gambar apa yang akan diberikan narasumber pemberi
informasi mengenai bencana kepada media.
 Apa yang media ketahui tentang keadaan atau situasi
ditempat terjadinya bencana.
 Apakah media akan memberikan dampak buruk terhadap
upaya kegawatdaruratan.

c). Koordinasi
Koordinasi menurut G.R Terry adalah suatu usaha yang singkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi
adalah mengimbangi dan meggerakkan tim dengan memberikan lokasi
kegiatan pekerja yang sesuai dengan tugas masing masing dan menjaga
agar kegiatan dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara
anggota (Hasibuan, 2009).
Koordinasi merupakan upaya menyatupadukan baerbagai sumber
daya dan kegiatan organisasi menjadi satu kekuatan yang sinergis, agar
dapat melakukan penaggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat
kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapai
tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif dan harmonis. Upaya
menciptakan koordinasi yang baik merupakan kesiapsiagaan
penanggulangan masalah kesehatan.
Penatalaksanaan kegawat daruratan dilapangan dari suatu bencana
massal membutuhkan mobilisasi dan koordinasi sector sector yang
biasanya tidak bekerja sama secara rutin seperti tenaga kesehatan,
pemadam kebakaran, kepolisian, anggota TNI, petugas keamanan sipil,
dan tim penyelamat lainnya . Efisiensi aktivitas bergantung pada
terciptanya koordinasi yang baik antara sector sector tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan yang koordinasi ini tim harus dibentuk pada awal
operasi kegawatdaruratan bencana.
Koordinasi dan pengendalian merupakan hal yang sangat diperluakn
dalam penaggulangan dilapangan, karne dengan koordinasi yang baik
diharapkan menghasilkan keluaran yang maksimal sesuai dengan sumber
daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam
pelayanan, adanya kesesuaian tanggung jawab demi keseragaman
langkah dan tercapainya standart penanggulangan bencana dilapangan
yang diharapkan.
Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerja sama
yang efektif dari organisasi yang terlibat penanggulangan bencana
dilapangan. Dalam hal ini perlu penempatan struktur organisasi yang
tepat sesuai dengan tingkat penanggulangan bencana yang berbeda, serta
adanya kejelasan tugas, tanggung jawab serta otoritas dari masing masing
komponen atau organisasi yang terus menerus dilakukan secara lintas
program dan lintas sector mualai saat persiapan, saat terjadi bencana dan
pasca bencana.

Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam


penanggulangan bencana dilapangan pada prinsipnya adalah :

 Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak


keselamatan secara cepat (Rapit Health Assesment )sebagai
dasar untuk pemantauan dan penyusunan program mobilisasi
bantuan.
 Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi
yang terkait dalam penanggulangan masalah akibat bencana
dilapangan, mempersiapkan sarana pendukung guna
memaksimalkan pelayanan.
 Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana
beserta tim surveilas yang terus mangamati keadaan lingkungan
dan kecenderungan perubahan perubahan yang terjadi.

Kendala dalam koordinasi adalah

 Gangguan aksesibilitas.
 Gangguan keamanan.
 Gangguan politik.
 Keengganan untuk mengamati tujuan.
Masalah khusus koordinasi adalah
 Penundaan inisiatif
 Keikutsertaan pemerintahan sangat minim dengan
pertimbangan.
Tidak prioritas
Adanya konflik pemerintah dengan pihak lain
Badan internasional tidak sepaham dengan
pemerintah.
Perbedaan tujuan karena adanya konflik internal
dalam sector pemerintahan.
 Pembagian tugas tidak berjalan
 Kerangka waktu tidak disepakati.
 Pengalihan tugas.

Koordinasi memerlukan :

 Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.


 Adanya tujuan dan tanggung jawab yang jelas dari tim
pengelolaan kegawatdaruratan bencana.
 Sumber daya dan penggunaan waktu yang tepat akan
membuaat koordinasi benjalan dengan baik.
 Jalan koordinasi berdasarkan adanya informasi dari
berbagai tingkatan sumber informasi yang berbeda.

d). Komunikasi

Komunikasi adalah suatu aktivitas penyampaian informasi, baik


itu pesan., ide, atau gagasan dari satu pihak ke pihak lainnya.
Komunikasi adalah interaksi antara dua orang atau lebih untuk
menyampaikan satu pesan atau informasi yang bertujuan untuk
memberi pengetahuan kepada orang lain.

Komunikasi merupakan salah satu metoda utama dalam


mengimplementasikan proses penanggulangan bencana. Komunikasi
yang efektif dalam penanggulangan bencana adalah komuikasi yang
dilakukan tidak hanya saat tanggap darurat tapi juga pada saat pra
bencana atau kesiapsiagaan dan setelah bencana atau masa
rehabilitasi dan rekontruksi.

 Komunikasi Dalam Kehidupan Manusia


Dewasa ini keberadaan komunikasi sebagai sebuah ilmu
dan aktivitas semakin disadari teramat penting. Sebagai
manusia yang hidup dan berinteraksi dengan orang lain,
komunikasi selalu dibutuhkan. Selain merupakan aktifitas
mendasar dalam kehidupan manusia, komunikasi juga
memiliki tujuan penting untuk menyelesaikan tugas tugas
penting bagi kebutuhan manusia serta menciptakan dan
memupuk hubungan dengan orang lain.
Terkait dengan fungsi hubungan, komunikasi adalah jalur
yang menghubungkan manusia didunia, sarana untuk
menampilkan kesan, mengekspresikan diri, dan mempengaruhi
orang lain. Penegasan tentang pentingnya komunikasi dalam
kehidupan manusia juga disampaikan oleh Sceidel dalam
Mulyana (2007:4) yang mengemukakan bahwa kita
berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung
identitas diri untuk membangun kontak social dengan orang
sekitar kita untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,
berfikir dan berperilaku seperti yang kita inginkan.
 Konsep komunikassi bencana
Dalam penanganan bencana, informasi yang akurat
diperlukana oleh masyarakat maupun lembaga swasta yang
memiliki kepedulian terhadap korban bencana. Komunikasi
dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat
bencana, tapi juga penting pada saat dan pra bencana. Sebagai
mana dikatakan bahwa komunikasi adalah cara terbaik untuk
kesuksesan mitigasi bencana, persiapan, respon dan pemulihan
situasi pada saat bencana. Menurut Haddow dan Haddow
(2008:2) ada 5 landasan utama untuk membangun komunikasi
bencana yang efektif yaitu
 Costumer focus yaitu memahami informasi apa
yang dibutuhkan oleh pelanggan dalam hal ini masyarakat
dan relawan. Harus dibangun mekanisme komunikasi
yang menjamin informasi disampaikan dengan tepat dan
akurat.
 Leadeship commitment yaitu pimpinan yang
berperan tanggap darurat harus memiliki komitmen untuk
melakukan komunikasi yang efektif dan terlibat aktif
dalam proses komunikasi.
 Situational awareness, komunikasi yang efektif
didasai oleh pengumpulan, analisa dan desiminasi
informasi yang terkait terkendali terkait bencana. Prinsip
komunikasi efektif seperti transparansi dan dapat
dipercaya menjadi kunci.
 Media partnership, media seperti televise, surat
kabar,radio dan lainnya adalah media yang sangat penting
untuk menyampaikan informasi secara tepat kepada publik
 Komunikasi pasca bencana
Pemanfaatan media social dapat memaksimalkan kegiatan
penanggulangan bencana darurat dan pemulihan bencana.
Kemudian media social yang digunakan dalam penanganan
bencana baiknya adalah media yang popular dan relevan
dengan penggunaan masyarakat. Selanjutnya penggunaan
media social juga dapat memudahkan pemetaan dan
mengetahui lokasi bencana.terakhir penggunaan media yang
tepat akan bermanfaat untuk pemulihan bencana (Goldfine ,
2011).
 Fungsi media social dalam bencana
Pemberdayaan tokoh masyarakat dalam penanganan
bencana pada suatu lingkungan,kemudian menjadi fasilitator
social pada suatu kelompok maka proses penanganan bencana
dilingkungan relative lebih cepat dan berhasil. Penanganan
bencana merupakan kegiatan yang bersinergiken program
pemerintah dan partisipasi masyarakat korban bencana,
sehingga factor factor tersebut berpengaruh terhadap
keberhasilan program penanganan bencana di masyarakat.
Pemberdaya tokoh masyarakat dalam penanganan bencana
perlu ditingkatkan, karena tokoh masyarakat banyak berperan
penting dalam kegiatan penanganan bencana (Badri, 2008).
 Peran media massa dalam penanganan bencana
Media memiliki peranan yang penting dalam upaya
penanggulangan bencana baik di Indonesia baik di dunia
sehingga perlu adanya peningkatan profesionalisme dalam
peliputan penanggulangan bencana. Media massa memiliki
jaringan yang luar dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat, sehingga independensi dan edukasi dalam
pemberitaan harus dijaga baik oleh rekan rekan yang berperan
dalam pemberitaan dalam media massa.
Media mampu mempengaruhi keputusan politik, mengubah
perilaku dan menyelamatkan masyarakat. Apa yang publik
fikirkan seringkali tergantung pada apa yang public terima dari
media. Secanggih apapun seseorang atau pemerintah dalam
menangani bencana, tanpa bantuan media massa sama saja
nihil. Karena tidak ada masyarakat yang tahu apa yang telah
dilakukan dalam penanganan bencana.

2.14. Penanganan Masyarakat Korban Bencana

Yang dimaksud dengan korban adalah penduduk atau masyarakat yang karena
bencana memerlukan pertolongan dan bantuan. Umumnya korban mengalami
penderitaan seperti kehilangan rtempat tinggal, kehilangan mata pencarian
kehilangan harta benda dan kehilangan nyawa atau keluarga. Korban bencana
pada dasarnya dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
a) Korban primer
Korban primer yaitu semua orang didaerah bencana yang kehilangan
sanak keluarga, luka berat, meninggal dunia serta kerugian harta benda.
Korban primer menjadi focus pemberian bantuan social pada tahap
darurat.
b) Korban sekunder
Korban sekunder yaitu semua orang yang berada di daerah bencana atau
rawan bencana yang mengalami kerugian ekonomi akibat bencana
ataupun akibat bantuan social yang tidak menggunakan potensi ekonomi
setempat.
c) Korban tertier
Korban tertier adalah semua orang yang berada diluar daerah bencana
tetapi ikut menderita akibat bencana misalnya terganggu proses produksi,
distribusi atau pemasaran barang dagangan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berbagai peristiwa bencana di dunia dan terutama di Indonesia terlihat


semakin menunjukkan jumlah dan dampak yang membesar. Proses pengelolaan
kegawatdaruratan bencana diperlukan untuk melakukan pengurangan resiko
bencana. Faktor –faktor yang menjadi persoalan adalah comand, controlling,
coordinating, dan communication.

Di daerah rawan kedaruratan dan bencana sangat diperlukan upaya kegiatan


komando, kontrol, koordinasi, dan komunikasi dalam upaya pengelolaan
kegawatdaruratan bencanan sehingga dapat menjadi acuan dan pedoman bagi para
petugas penanganan bencana dan juga petugas kesehatan yang terkait agar hasil
penanggulangan masalah bencana diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih
efektif terutama dengan adanya optimalisasi sumber daya.

Pendekatan sistem menjadi kunci penting dalam pengelolaan


kegawatdaruratan bencana, dan aspek komuniakasi bencana menjadi hal yang
juga signifikan, terutama untuk aspek edukasi, komunikasi informasi selama
peristiwa bencana dan pemulihan bencana

3.2. Saran

Dari makalah di atas ada beberapa saran disampaikan dalam makalah ini
diantaranya diharapkan bagi petugas pengelolaan kegawatdaruratan bencana agar
sering melakukan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja petugas
yang bersangkutan dalam melakukan tugas penaggulangan bencana, terutama
pada pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Bagi penulis makalah sendiri
diharapkan agar ikut serta dalam melestarikan lingkungan dengan penggunaan
sumberdaya alam dan sumber daya manusia dengan tepat guna.

DAFTAR PUSTAKA

Budi HH, Setio (ed), 2011, Komunikasi Bencana, Penerbit :ASPIKOM


PERHUMAS Yogyakarta dan Buku Litera.

Juniawan Priyono. 2007. Sistem Informasi Penenggulangan Bencana Indonesia.


Available From http:// www.sutikno.org

Mukti, A.G. dan A Winarna. 2012. Manajemen Resiko Bencana dalam Konstruksi
Masyarakat Tangguh Bencana. Yogyakarta : Mirza.

Anda mungkin juga menyukai