Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN PALIATIF DENGAN DIABETUS MELLITUS


DI PUSKESMAS NGESREP SEMARANG

Disusun Oleh :

1. Nadia Erina Oktaviani P1337420615048


2. Hanifah P1337420615049
3. Amar Ma’ruffi Bachtiar P1337420615051

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019

1
A. KONSEP TEORI PENYAKIT DIABETES MELLITUS
1. DEFINISI
Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi atau tidak dapat
bekerja secara normal, padahal hormon ini memiliki peran utama dalam mengatur
kadar glukosa (gula) didalam darah (Fitria, 2009). Diabetes Mellitus (DM)
merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2014).
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia yang disebabkan
penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans dalam pankreas
(Guyton, 2012). American Diabetes Association (2012) mendefinisikan diabetes
mellitus adalah salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin
yang tidak mencukupi atau tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormon ini
memiliki peran utama dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam darah.

2. ETIOLOGI
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan
faktor herediter memegang peranan penting.
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut
Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya
hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne, 2002).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM.
Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari

2
lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga
pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM
( Bare & Suzanne, 2002).
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau–pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat
respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002).
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar.
Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya
NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan
riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan
ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah
raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya
sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan
kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki
riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan
gula darah ( Bare & Suzanne, 2002).

3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi DM dibedakan sesuai dengan jenis penyebabnya yaitu antara lain:
1. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini

3
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin,
2000).
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)
(Corwin, 2000).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera
makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga
efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat
mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis
(Corwin, 2000).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang
dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000).

4
4. PATHWAYS

5
6
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari Diabetus Melitus antara lain :
1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) (Bare &
Suzanne, 2002).
2. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare &
Suzanne, 2002).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).
4. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis (Bare & Suzanne, 2002).
5. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium DM adalah urin dan darah. Mekipun dengan menggunakan urin dapat
dilakukan, namun hasil yang didapat kurang efektif. Darah vena adalah spesimen
pilihan yang tepat dianjurkan untuk pemeriksaan gula darah. Apabila sampel yang
digunakan adalah darah vena maka yang diperiksa adalah plasma atau serum,
sedangkan bila yang digunakan darah kapiler maka yang diperiksa adalah darah utuh.

7
Pada pengambilan darah kapiler, insisi yang dilakukan tidak boleh lebih dari 2,5 mm
karena dapat mengenai tulang. Pada pengambilan darah kapiler juga tidak boleh
memeras jari dan tetesan pertama sebaiknya dibuang. Jenis-jenis pemeriksaan
laboratorium untuk Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
1. Gula darah puasa
Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan. Spesimen darah yang digunakan dapat berupa serum atau plasma vena
atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah puasa dapat digunakan untuk
pemeriksaan penyaringan, memastikan diagnostik atau memantau pengendalian
DM. Nilai normal 70-110 mg/dl.
2. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu
diperhatikan waktu terakhir pasien pasien. Spesimen darah dapat berupa serum
atau plasma yang berasal dari darah vena. Pemeriksaan gula darah sewaktu
plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan
diagnosa Diabetes Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.
3. Gula darah 2 jam PP (Post Prandial)
Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang dimakan baik
jenis maupun jumlah yang sukar disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama
2 jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien perlu
duduk, istirahat yang tenang, dan tidak melakukan kegiatan jasmani yang berat
serta tidak merokok. Untuk pasien yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat untuk
memantau DM. Nilai normal <140 mg/dl.
4. Glukosa jam ke-2 TTGO
TTGO tidak diperlukan lagi bagi pasien yang menunjukan gejala klinis
khas DM dengan kadar gula darah atau glukosa sewaktu yang tinggi melampaui
nilai batas sehinggasudah memenuhi kriteria diagnosa DM. (Gandasoebrata, 2007
: 90-92).
Nilai normal :
Puasa : 70 – 110 mg/dl 2 jam : 70 – 120 mg/dl
½ jam : 110 – 170 mg/dl
1 jam : 120 – 170 mg/dl
1½ jam : 100 – 140 mg/dl

8
5. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c atau A1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antar glukosa
dan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah HbA1c yang terbentuk, tergantung
pada kadar gula darah. Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan usai sel darah merah), kadar HbA1c mencerminkan kadar gula darah
rata-rata 1 sampai 3 bulan. Uji digunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan
terapi diabetik. Kadar gula darah puasa mencerminkan kadar gula darah saat
pertama puasa, sedangkn glikohemoglobin atau HbA1c merupakan indikator yang
lebih baik untuk pengendalian Diabetes Melitus.
Nilai normal HbA1c 4-6%, Peningkatan kadar HbA1c > 8 % mengindikasi
hemoglobin A (HbA) terdiri dari 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA yang merupakan bagian dari hemoglobin A.
Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu 120 hari yang merupakan rentang
hidup eritrosit, HbA1c terdiri atas tiga molekul hemoglobin HbA1c, HbA1b dan
HbA1c. Sebesar 70 % HbA1c dalam bentuk 70 % terglikosilasi pada jumlah gula
darah yang tersedia. Jika kadar gula darah meningkat selama waktu yang lama, sel
darah merah akan tersaturasi dengan glukosa dan menghasilkan glikohemoglobin.
Menurut Widman (1992:470), bila hemoglobin bercampur dengan larutan
glukosa dengan kadar yang tinggi, rantai beta hemoglobin mengikat glukosa secara
reversible. Pada orang normal 3 sampai 6 persen hemoglobin merupakan
hemoglobin glikosilat yang dinamakan kadar HbA1c. Pada hiperglikemia kronik
kadar HbA1c dapat meningkat 18-20 %. Glikolisasi tidak mempengaruhi kapasitas
hemoglobin untuk mengikat dan melepaskan oksigen, tetapi kadar HbA1c yang
tinggi mencerminkan adanya diabetes yang tidak terkontrol selama 3-5 minggu
sebelumnya. Setelah keadaan normoglikemia dicapai, kadar HbA1c menjadi normal
kembali dalam waktu kira-kira 3 minggu.
Berdasarkan nilai normal kadar HbA1c pengendalian Diabetes Melitus dapt
dikelompokan menjadi 3 kriteria yaitu :
DM terkontrol baik / kriteria baik : <6,5%
DM cukup terkontrol / kriteria sedang :6,5 % - 8,0 %
DM tidak terkontrol / kriteria buruk : > 8,0 %
(Yullizar D, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit Diabetes Melitus
; 2005).

9
Pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan kadar gula darah pada saat
diabetes diperiksa, tetapi tidak menggambarkan pengendalian diabetes jangka
panjang (± 3 bulan). Meski demikian, pemeriksaan gula darah tetap diperlukan
dalam pengelolaan diabetes, terutama untuk mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul akibat perubahan kadar gula darah yang timbul secara mendadak. Jadi,
pemeriksaan HbA1c tidak dapat menggantikan maupun digantikan oleh
pemeriksaan gula darah, tetapi pemeriksaan ini saling menunjang untuk memperoleh
informasi yang tepat mengenai kualitas pengendalian diabetes seseorang.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
1. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b. Protein sebanyak 10 – 15 %
c. Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%, sehingga
didapatkan :
a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.

10
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi
dalam beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%\
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.(Iwan S, 2010)
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta
(Iwan S, 2010).
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S,
2010).
3. Obat Hipoglikemik :
 Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b. Menurunkan ambang sekresi insulin
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.(Iwan S, 2010).
 Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih
(IMT 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
 Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

11
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk ke dalam ketoasidosis (Bare &
Suzanne, 2002).
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,
2002).

8. KOMPLIKASI
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terkena DM. Adapun komplikasi DM
sebagai berikut (Askandar, 2005) :
1. Komplikasi akut DM
Dua komplikasi akut DM yang paling sering adalah reaksi
Hipoglikemia dan koma diabetik :
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar, gemetar, keringat dingin,
pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemia, penderita harus segera
diberi roti atau pisang. Apabila tidak tertolong, berilah minuman manis dari
gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita tidak

12
akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh kurangnya glukosa dalam
darah, Koma tersebut di sebut "Koma Hipoglikemik”.
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke Rumah sakit karena
perlu mendapatkan suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita DM yang
mengalami risiko hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik biasanya
disebabkan oleh obat anti Diabetes yang diminum dengan dosis yang terlalu
tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa jadi karena latihan fisik yang
berlebihan teratur.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena
kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600 mg /dl.
Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya
penderita DM mempunyai nafsu makan yang besar), haus, minum banyak,
kencing banyak, yang kemudian disusul dengan rasa mual, muntah, nafas
penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton, sering disertai panas
badan karena biasanya ada infeksi, serta penderita koma diabetik harus segera
dibawa ke Rumah Sakit.
2. Komplikasi kronik DM
Pada penderita yang lengah komplikasi DM dapat menyerang seluruh alat
tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya.
Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan DM dilaksanakan
dengan baik, tertib dan teratur. Komplikasi kronik DM disebabkan oleh perubahan
dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis yang khas yaitu
Mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah di seluruh tubuh
yang terutama menyebabkan retinopati, glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat
pula timbul infeksi kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi
tersebut yaitu kardiovaskuler (Infark miokard, insufisiensi koroner), mata
(Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati diabetika), paru-paru (TBC), ginjal
(Pielonefritis, glumerulosklerosis), kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus), hati
(sirosis hepatitis).

13
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun, DM Tipe 2 Usia > 30
tahun, cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai. Status pendidikan
dan pekerjaan pasien, orang dengan pendapatan tinggi cenderung mempunyai
pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengonsumsi makanan
yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini biasanya
dialami oleh orang dengan aktivitas fisik yang sedikit.
b. Keluhan Utama
1). Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhuh
tubuh meningkat, sakit kepala.
2). Kondisi hipoglikemi
Tremor, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, penurunan daya ingat, patirasa daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3). Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu
setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
4). Riwayat penyakit dahulu
Dm dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
5). Riwayat kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan
tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur

14
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas,
letargi / disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun / tidak ada, disritmia, chrackles, kulit panas, kering, kemerahan, bola
mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare
Tanda : Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mengikuti diet : peningkatan
masukan glukosa / karbohidrat, penurunan BB lebih dari periode beberapa hari /
minggu, haus, penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6. Neurosensori
Gejala : pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori,
refleks tendon menurun, kejang.
7. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung ada tidaknya infeksi)
Tanda : pernapasan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan

15
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme
karbohidrat akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual
muntah
2. Resiko devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic dan poliuria
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi
energi
4. Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunan aktifitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5. Gangguan citra tubuh b/d ekstremitas gangren
6. Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit
8. Pola napas tidak efektif b/d g asidosis metabolik
9. Ketidapatuhan pada diet rendah kalori b/d ketidaksesuaian penyiapan makanan
khusus dan kurangnya dukungan keluarga
3. Perencanaan / tindakan keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme
karbohidrat akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual
muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang
tepat, BB stabil, nilai lab normal
Intervensi :
a. Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian
cairan melalui oral

16
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastroisntetinal baik
d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan
HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan
dan terapi insulin terkontrol.
e. Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2. Devisit volume cairan dan elektrolit b/d diuresis osmotic dan poliuria
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor
kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat
d. Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan
Osmulalitas darah, Natrium, kalium
Rasional :
- Ht : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik
- BUN : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal.
- Osmolalitas darah : Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia

17
dan dehidrasi
- Natrium : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan
cairan dari intra sel (dieresis osmotik)
- Kalium : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons pada asodisis
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energy
Tujuan : Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan
produksi energi

Kriteria hasil : - Mengungkapkan peningkatan tingkat energy


- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal
perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan
kelelahan.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologi.
d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
4. Gangguan integritas kulit b/d gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.

18
Kriteria hasil : - Mempertahankan integritas kulit
- Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah
kerusakan kulit.

Intervensi :
a. Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas
fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
c. Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga
kali sehari selama 15 menit
Rasional : Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas
Rasional : Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang.
Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
e. Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati
tanda-tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam
Rasional : Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang
mengganggu absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan.
Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja.
5. Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang.
Kriteria hasil : - Pasien menerima keadaannya yang sekarang
- Menunjukkan pandangan yang realistis dan
pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi :
a. Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
Rasional : Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien dan
seberapa efektif.
b. Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya

19
Rasional : Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima
perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya
hidup.
c. Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan
dari penyakit
Rasional : Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin
terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara
terus menerus.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang
diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau
diubah.
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep
dan mulai melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita.
e. Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai
petunjuk
Rasional : Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat
untuk mencapai kesembuhan optimal.
6. Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera pada pasien
Kriteria hasil : - Mengidentifikasi faktor-faktor resiko cedera
- Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk
meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-
sumber secara tepat.
Intervensi :
a. Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien
Rasional : Untuk meminimalisir terjadinya cedera
b. Gunakan bed yang rendah
Rasional : Meminimalkan resiko cedera
c. Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
Rasional : Membantu dalam penglihatan klien
d. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Rasional : Agar tidak terjadi cedera

20
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, tanda-tanda infeksi tidak
ada, nilai leukosit dalam batas normal(4000-
10000/mm3)
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi(rubor, dolor, calor, tumor, fungsiolaesa)
Rasional: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial
b. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
Rasional: kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman
c. Observasi hasil laboratorium(leukosit)
Rasional: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan
terapi insulin terkontrol
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional: Penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinya sepsis. (Husni,
2013)
8. Pola napas tidak efektif b/d asidosis metabolic
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 5x24 jam diharapkan peningkatan
keefektifan pola napas.
Kriteria Hasil : RR : 18-24 x/menit, pernafasan reguler, tidak berbau keton.
Intervensi :
a. Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
Rasional : mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma
b. Kaji frekuensi dan kedalam pernafasan
Rasional : peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi
peningkatan benda keton dalam tubuh.
c. Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis
berlebihan.
Rasional : mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak diperoleh

21
dari glukosa melainkan dari benda keton.
9. Ketidapatuhan pada diet rendah kalori b/d ketidaksesuaian penyiapan makanan
khusus dan kurangnya dukungan keluarga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan memahami informasi
mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria Hasil : mengungakapkan pemahaman tentang penyakit misal dapat
menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda
dan gejala dengan proses penyakit.
Intervensi :
a. Tentukan alasan tingkah laku yang mengganggu pengobatan.
Rasional : berbagai faktor mungkin terlibat dalam tingkah laku yang mengganggu
pengobatan.
b. Bantu pasien dan keluarga memahami kebutuhan untuk mengikuti penanganan
sesuai program dan konsekuensi akibat ketidakpatuhan.
c. Rasional : memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang/ke dalam
konsep. Memastikan bahwa pasien dan orang terdekat memiliki informasi yang
akurat/aktual untuk membuuat pilihan-pilihan.
d. Berikan insstruksi tertulis tentang manfaat dan lokasi aktivitas pelayanan
kesehatan sesuai keperluan.
Rasional : memudahkan pasien untuk melaksanakan diet dan mengarahkan pasien
kemana harusnya bertanya bila mengalami kesulitan dalam menjalankan diet.
e. Konsultasikan dengan tim kesehatan lain tentang perubahan yang mungkin dalam
program pengobatan untuk mendukung kepatuhan pasien.
Rasional : pasien yang setuju akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan
akan lebih mampu bekerja sama.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda,
NIC-NOC. Jogjakarta. Penerbit Mediaction.
Luecknote, Annette Geisler. Pengkajian Gerontologi. Jakarta: EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta: EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cet 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2002.

23

Anda mungkin juga menyukai