Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya

angka kesakitan dan kematian akibat diare. Diare dari tahun ke tahun tetap

menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada

anak. 5

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit

yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu

penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah

lima tahun (balita). Kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal

yang wajar dan harus dimengerti. Permasalahan diare terletak apabila ada orang

tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang

mengalami diare. 5

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare

adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global

setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta

per tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata
10
mengalami 3 episode diare per tahun. Setiap episodenya diare akan

menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga

diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak. 5

1
Skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun

2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka

kematian akibat diare adalah 2,5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya,

yaitu sebesar 1,7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Pada

tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka

kematian 2,5%. 4

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development

Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3

bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun

diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di

Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tatalaksana yang tidak

tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Upaya menurunkan kematian

karena diare memerlukan tatalaksana yang cepat dan tepat. 3

Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi,

ataupun kesembuhan pada penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca,

lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan

kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya.

Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces,dan Finger. 5 Pada

balita, kejadian diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan

komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa.

Balita yang terkena diare lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi

lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian. 11

2
Di Indonesia, sejak tahun 2001 terjadi peningkatan angka kematian

balita karena penyakit diare, berdasarkan data SKRT 2001 angka kematian

mencapai 13%, studi mortalitas 2005 (15,3%) dan Riskesdas 2007 (25,2%).

Angka kematian bayi karena diare juga mengalami peningkatan berdasarkan

SKRT 2001 (9%), studi mortalitas 2005 (9,1%) dan Riskesdas 2007 (42%).3

Banyak dari kematian akibat diare disebabkan oleh dehidrasi. Sekitar 90% dari

kasus diare akut, tanpa melihat etiologi maupun usia penderita, dapat ditangani

dengan pemberian rehidrasi oral menggunakan cairan tunggal. 4

Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam

KEPMENKES RI No: 1216/MENKES/SK/XI/2001 Edisi ke-5 tahun 2007

memperbaharui tatalaksana diare sesuai rekomendasi Joint Statement

WHO/UNICEF tahun 2004 dan meluncurkan LINTAS DIARE (Lima Langkah

Tuntaskan Diare) sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare di

Indonesia dengan mencantumkan penggunaan atau pemberian zink dan oralit

sebagai paduan obat diare. Lintas Diare meliputi pemberian oralit, zink selama

10 hari, pemberian ASI dan makanan sesuai umur, antibiotika selektif dan

nasihat bagi penggunaan zink untuk penderita diare dapat mengurangi lama dan

keparahan diare, mengurangi frekuensi dan volume buang air besar, serta

mencegah kekambuhan kejadian diare sampai 3 bulan berikutnya. 1

Secara umum, penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau

menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,

kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik,

mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.

3
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus

dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang tepat

indikasi, tepat dosis, tepat penderita, tepat obat, serta waspada terhadap efek

samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek

didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut. 6

Di Jawa Timur cakupan pelayanan penderita diare tahun 2011 sebesar

69%, sedangkan tahun 2012 sebesar 72,43% (masih dibawah target nasional

100%). Sedangkan kabupaten/kota belum bisa mencapai target, karena ketepatan

dan kelengkapan laporan dari puskesmas ke kabupaten/kota sangat rendah. 4

1.2 Masalah Penelitian

Penyakit diare masih menjadi sepuluh penyakit terbanyak di tahun 2014 di


8
wilayah kerja Puskesmas Besuki, Kabupaten Situbondo. Penelitian penanganan

penyakit diare difokuskan pada efektifitas zink terhadap morbiditas diare dan episode

diare mendatang.

1.3 Pembatasan Masalah

Tidak semua faktor masalah diare diteliti karena adanya keterbatasan waktu

pengamatan. Penelitian diare difokuskan pada pemberian tablet zink.

4
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Menurunkan morbiditas diare di wilayah kerja Puskesmas Besuki berdasarkan

analisis efektifitas penggunaan zink.

Tujuan Khusus :

Mengusulkan kebutuhan zink sebagai terapi diare di wilayah kerja Puskesmas

Besuki, Kabupaten Situbondo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

1. Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran

2. Memperluas wawasan tentang diare

1.5.2 Bagi Institusi Puskesmas Besuki Kabupaten Situbondo

Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk pengadaan

pentingnya zink sebagai terapi diare

1.5.3 Bagi Masyarakat

Menurunkan angka kejadian diare di masyarakat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1.1 Definisi

Diare didefinisikan sebagai sindroma klinik/penyakit yang ditandai

peningkatan frekuensi buang air besar tiga kali atau lebih dalam satu hari dan

perubahan konsistensi tinja kearah cair. Diare akut cair menunjukkan diare yang

terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan sebagian besar

kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan

tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare akut cair dapat

menyebabkan dehidrasi. 6

II.1.2 Etiologi

Beberapa penyebab diare antara lain infeksi (bakteri, virus, protozoa, dan

parasit), alergi, malabsorbsi, keracunan bahan makanan, obat dan defisiensi

imun. Pada saat ini, 75% kasus yang datang ke sarana kesehatan etiologinya

dapat diketahui dengan pasti. Epidemiologi patogen diare bervariasi sesuai

dengan lokasi geografis. Anak-anak di negara yang sedang berkembang banyak

terinfeksi bakteri patogen dan parasit, sedangkan di negara maju banyak yang

terinfeksi oleh rotavirus. 6

6
II.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diare

a. Faktor Infeksi

Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral

dan infeksi enteral. Di Negara berkembang, campak yang disertai dengan

diare merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas

anak. Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak

belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab

diare secara enteropatogen. 5

Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya dapat

diidentifikasikan 25% dari tinja penderita diare akut. Pada saat ini dengan

menggunan tehnik yang baru, tenaga laboratorium yang berpengalaman dapat

mengidentifikasi pada sekitar 75% kasus yang datang ke sarana kesehatan dan

pada sekitar 50% kasus-kasus ringan di masyarakat.5

Penyebab infeksi utama timbulnya diare, adalah golongan virus,

bakteri dan parasit. Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut pada

anak, sedangkan bakteri penyebab diare tersering antara lain ETEC, Shigella,

Campillobacter. 2

b. Faktor Umur

Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih

banyak terjadi pada umur dibawah 2 bulan secara bermakna, dan makin muda

usia bayi makin lama kesembuhan kliniknya. Kerusakan mukosa usus yang

menimbulkan diare dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus

yang banyak dipengaruhi dan dipertahankan oleh sistem imunologi intestinal

7
serta regenerasi epitel usus yang pada masa bayi muda masih terbatas

kemampuannya. 6

c. Faktor Status Gizi

Menurut Satiri, pada penderita malnutrisi serangan diare terjadi lebih

sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan

berat diare yang dideritanya, diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi

sangat peka terhadap infeksi. 5

Di Negara maju dengan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang

tinggi, kelompok bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) lebih jarang

menderita diare karena infeksi interal dan parenteral, hal ini disebabkan

karena berkurangnya kontaminasi bakteri serta terdapatnya zat-zat anti infeksi

dalam air susu ibu. 5

Menurut Stan Field, perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita

malnutrisi adalah perubahan gastrointestinal dan perubahan sistem imunitas. 6

d. Faktor Lingkungan

Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur,

kotoran, dan mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan penyakit

disamping tergantung jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga

tergantung dari kemampuan lingkungan untuk menghidupinya. 6

Sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare merupakan

hasil dari hubungan antara faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau

carier) kemampuan kuman untuk hidup di lingkungan dan jumlah kuman

8
untuk menimbulkan infeksi, disamping ketahanan pejamu untuk menghadapi

mikroba tersebut. 6

Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik tidak

menjamin hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap dan tingkah laku

manusia yang memanfaatkan sarana tersebut diatas sangat menentukan

keberhasilan perbaikan sanitasi dalam mengurangi masalah diare.6

e. Faktor Susunan Makanan

Faktor susunan makanan terhadap terjadinya diare tampak sebagai

kemampuan usus untuk menghadapi kendala yang berupa : 6

1. Antigen

Susunan makanan yang mengandung protein yang tidak homolog,

sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana

kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi

molekul makro.

2. Osmolaritas

Susunan makanan baik berupa susu formula maupun makanan padat yang

memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare

misalnya neonatal enterocolitus necrotican pada bayi.

3. Malabsorbsi

Kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak, maupun

protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorbsi, maupun alergi

sehingga terjadi diare pada anak maupun bayi.

9
4. Mekanik

Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik

dapat merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.

Gambar 1. Faktor Penyebab Diare

10
II.1.4 Patogenesis

Patogen enterik melekat pada sel mukosa melalui fimbrial atau

afimbrial. Setelah interaksi ini, patogenesis diare tergantung apakah

organisme masih menempel pada permukaan sel dan menghasilkan toksin

sekretorik, menginvasi ke dalam mukosa, atau penetrasi ke dalam mukosa

(tipe penetrasi atau sistemik). 2

Pada dasarnya mekanisme patogenesis diare infeksi dapat dibagi menjadi:

1. Diare sekretorik karena toksin

2. Patomekanisme invasif

3. Diare karena perlukaan oleh substansi luminal

Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang dikeluarkan

oleh organisme saat melekat pada permukaan sel. Beberapa mekanisme

toksin menimbulkan diare antara lain: 1. Aktivasi adenylsiklase dengan

akumulasi c-AMP intraselular (Vibrio cholerae), 2. Aktivasi guanylsiklase

c-GMP intraseluler (ETEC), 3. Perubahan kalsium intraseluler (EPEC), 4.

Stimulasi sistem saraf enterik (Vibrio cholerae). Beberapa enteretoksin

lainnya menyebabkan diare melalui induksi sekresi klorida atau inhibisi

reabsorpsi natrium dan klorida. 2

Diare karena bakteri invasif diperkirakan sebagai penyebab 10-20%

kasus diare pada anak. Infeksi Shigella, E. Coli strain invasif dan

Campylobacter jejuni sering menimbulkan kerusakan mukosa usus halus dan

usus besar. Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan kerusakan sel epitel

11
mukosa usus, yang menyebabkan ditemukannya sel-sel leukosit dan eritrosit

dalam tinja atau darah segar. 2

Virus yang juga berperan dalam diare, memberikan perubahan

morfologi dan fungsional mukosa jejunum. Virus enteropaten rotavirus

menyebabkan infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan replikasi virus dalam sel

menginduksi kematian dan lepasnya sel. Enterosit yang lepas digantikan oleh

sel imatur. Akibatnya terjadi penurunan enzim lactase dan gangguan

transport glukosa-Na+ karena pengurangan aktifitas Na-K-ATPase. Hal ini

menyebabkan perubahan maldigesti karbohidrat dan diare osmotik.5

Hasil metabolisme bakteri kadang-kadang dapat berupa bahan yang

dapat melukai mukosa usus. Bahan hasil metabolik tersebut berupa

dekonjugasi garam empedu, hidroksi asam lemak, asam organik rantai

pendek, dan substansi alkohol. Selain itu, substansi ini dapat merangsang

usus sehingga terjadi diare. 5

II.1.5 Patofisiologi

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam

penyebab diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam tiga macam

kelainan pokok yang berupa : 5

a. Kelainan Gerakan Transmukosal Air dan Elektrolit

Gangguan reabsorbsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat

menyebabkan diare. Disamping itu, peranan faktor infeksi pada patogenesis

diare akut adalah penting, karena dapat menyebabkan gangguan sekresi

12
(diare sekretorik), difusi (diare osmotik), malabsorbsi dan keluaran

langsung. Faktor lain yang cukup penting dalam diare adalah empedu,

karena dehidroksilasi asam dioksikolik dalam empedu akan mengganggu

fungsi mukosa usus, sehingga sekresi cairan di jejunum dan kolon serta

menghambat reabsorbsi cairan di kolon. Diduga bakteri mikroflora usus

turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksikolik tersebut.

Hormon-hormon saluran diduga juga dapat mempengaruhi absorbsi air

pada manusia, antara lain gastrin, sekretin, kolesistokinin dan glikogen.

Suatu perubahan pH cairan usus seperti terjadi pada Sindrom Zollinger

Ellison atau pada jejunitis dapat juga menyebabkan diare. 5

b. Kelainan Laju Gerakan Bolus Makanan dalam Lumen Usus

Suatu proses absorbsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila

bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan

berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang

adekuat antara kim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk

absorbsi yang normal. 11

Motilitas usus merupakan faktor yang berperan penting dalam ketahanan

lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroba

usus berkembang biak secara berlebihan, yang kemudian dapat merusak

mukosa usus. Kerusakan mukosa usus akan menimbulkan gangguan digesti

dan absorbsi, yang kemudian akan terjadi diare. Selain itu hipermotilitas

dapat memberikan efek langsung sebagai diare. 11

13
c. Kelainan Tekanan Osmotik dalam Lumen Usus

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi

kapasitas dari pencernaan dan absorbsinya akan menimbulkan diare.

Adanya malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein akan menimbulkan

kenaikan daya tekanan osmotik intralumen, yang akan menimbulkan

gangguan absorbsi air. 9

Malabsorbsi karbohidrat pada umumnya sebagai malabsorbsi laktosa

yang terjadi karena defisiensi enzim lactase. Dalam hal in laktosa yang

terdapat dalam susu mengalami hidrolisis yang tidak sempurna sehingga

kurang diabsorbsi oleh usus halus. Sebagai akibat diare, baik yang akut

maupun kronis akan terjadi : 9

1. Kehilangan Air dan Elektrolit

Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi), serta gangguan

keseimbangan asam basa disebabkan oleh : (1) previous water losses,

kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan, (2)

normal water losses, berupa kehilangan cairan karena fungsi

fisiologis, (3) concomitant water losses, berupa kehilangan cairan

waktu pengelolaan, dan (4) masukan makanan yang kurang selama

sakit, berupa kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau

muntah.

Mekanisme kekurangan cairan pada diare dapat terjadi karena: (1)

pengeluaran usus yang berlebihan, karena sekresi mukosa usus yang

berlebihan atau difusi cairan tubuh akibat tekanan osmotik intralumen

14
yang tinggi, (2) masukan cairan yang kurang, karena muntah,

anoreksia, pembatasan makan dan minum, keluaran cairan tubuh yang

berlebihan (demam atau sesak nafas).

2. Gangguan Gizi

Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena : (1)

masukan makanan berkurang, (2) gangguan penyerapan makanan, (3)

katabolisme, dan (4) kehilangan langsung.

3. Perubahan Ekologi dan Ketahanan Usus

Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan

mukosa usus, keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan

karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis

nutrien yang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan hasil

metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya.

Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat

menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah

ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberikan

kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi

peningkatan jumlah asam empedu yang dapat memberikan timbulnya

kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan ini dapat pula disertai

dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang

disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubahan ekologi

isi usus.

15
II.1.5 Manifestasi Klinis

i. Anamnesa

Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan

tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut : 10

 Frekuensi buang air besar (BAB) anak

 Lamanya diare terjadi (berapa hari)

 Apakah ada darah dalam tinja

 Apakah ada muntah

 Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera

 Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan

lainnya

 Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).

ii. Pemeriksaan fisis

Gejala/derajat Diare tanpa dehidrasi Diare dehidrasi ringan/ Diare dehidrasi

dehidrasi sedang berat

Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai/tidak

umum sadar

Mata Tidak cekung Cekung Cekung

Keinginan Normal, tidak ada rasa Ingin minum terus, Malas minum

untuk minum haus ada rasa haus

Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat

lambat

Tabel 1. Tanda Dehidrasi

16
Bentuk klinis diare

DIAGNOSA MANIFESTASI KLINIK

Diare cair akut Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari

Tidak mengandung darah

Kolera Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat

menimbulkan dehidrasi berat, atau

Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau

Diare dengan hasil kultur tinja untuk V.cholerae O1 atau O139

Disentri Diare berdarah

Diare persisten Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih

Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk

Diare terkait antibiotik Mendapat pengobatan antibiotik spektrum luas

Invaginasi Dominan darah dan lender dalam tinja

Massa intra abdominal

Tangisan keras dan kepucatan pada bayi

Tabel 2. Bentuk Klinis Diare

II.1.6 Tatalaksana

1. Rehidrasi

Manajemen rehidrasi tetap merupakan dasar terapi diare. Anak-anak,

terutama bayi, lebih rentan daripada orang dewasa terhadap dehidrasi

karena kebutuhan cairan dan elektrolit dasar per kilogram berat

badannya lebih besar dan karena mereka tergantung pada orang lain

untuk memenuhi kebutuhan ini. Dehidrasi harus dievaluasi dengan

17
cepat dan dikoreksi dalam waktu 4 - 6 jam tergantung dari derajat

dehidrasi dan estimasi kebutuhan cairan harian. 10

Ringan Sedang Berat


Tekanan Darah Normal Normal sampai sampai
Teakana Nadi Normal Normal sampai
Frekuensi Jantung Normal Naik Takikardi
Kulit Normal Turgor menurun Turgor menurun
Fontanela Normal Normal Cekung
Membran Mukosa Sedikit kering Kering Kering
Pengisian kembali Dingin, berbintik
Ekstremitas Perfusi baik
kapiler lambat (mottled)
Status Mental Normal Normal sampai lesu Lesu, koma
Keluaran Urin Sedikit berkurang Berkurang Tidak ada
Haus Berkurang-tidak ada

Tabel 3. Penilaian Dehidrasi

Terapi Rehidrasi Oral (TRO) adalah pemberian cairan melalui mulut

untuk mencegah atau mengoreksi dehidrasi yang disebabkan diare. Terapi

rehidrasi oral adalah manajemen standar untuk gastroenteritis akut karena

dinilai efektif dan hemat biaya. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) adalah cairan

yang khusus dikembangkan untuk terapi rehidrasi oral. Cairan rehidrasi oral

yang lebih efektif dan osmolaritas yang lebih rendah (yang konsentrasi

natrium dan glukosanya dikurangi, yang berefek berkurangnya muntah,

18
berkurangnya jumlah feses, dan penurunan kebutuhan untuk infus intravena

dibandingkan dengan CRO yang standar) telah dikembangkan untuk

penggunaan secara global. Untuk anak-anak yang tidak bisa mentoleransi

pemberian CRO melalui mulut (akibat muntah persisten) pemberian CRO

dapat dilakukan melalui nasogastrik. 10

Terapi Rehidrasi Oral diberikan pada dehidrasi ringan sampai

sedang. Cairan hipotonik yang diberikan sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam

untuk mengganti kehilangan cairan dan sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare.

Selain itu, jika anak menginginkan minum lebih banyak, berikan sesuai

kehilangan cairan yang sedang berlangsung, mulailah memberi makan segera

setelah anak ingin makan., lanjutkan pemberian ASI. 10

Pada beberapa anak, terutama anak dengan syok atau yang tidak

dapat mentoleransi pemberian cairan oral membutuhkan rehidrasi intravena.

Faktor resiko yang berhubungan dengan dehidrasi berat yang mungkin

membutukan rehidrasi intravena adalah umur di bawah 6 bulan, prematuritas,

menderita penyakit kronik, demam di atas 38 oC. Bila berumur di bawah 3

bulan atau demam di atas 39 oC bila berumur 3 - 36 bulan, diare berdarah, dan

penurunan kesadaran. Rehidrasi juga dilakukan pada anak yang mengalami

dehidrasi ringan sampai sedang yang muntah setiap diberi minum walaupun

telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik.

Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau NaCl 0,9 % dengan

jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. 10

Penghitungan cairan pada anak dengan dehidrasi ringan sampai sedang :

19
 berat badan 3 - 10 kg : 200 ml/kgBB/hari

 berat badan 10 - 15 kg : 175 ml/kgBB/hari

 berat badan > 15 kg : 135 ml/kgBB/hari

Penghitungan cairan pada anak dengan dehidrasi berat :

 umur < 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70

ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya

 umur > 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1/2 jam pertama, dilanjutkan 70

ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

 cairan peroral bisa diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,

dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.

2. Pemberian Tablet Zink

Defisiensi zink sering terjadi pada anak - anak di negara berkembang.

Terapi zink (20 mg/hari selama 10 - 14 hari) dapat mengurangi durasi dan

keparahan diare pada 2-3 bulan berikutnya. Hal ini mengurangi angka

kematian di antara anak-anak dengan diare persisten. Pemberian zink sulfat

pada anak-anak yang menderita diare persisten direkomendasikan oleh WHO.

Pemberian tablet zink untuk anak < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg/hari ), untuk

anak > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg/hari ). Pemberian dilanjutkan selama 10 - 14

hari. 10

20
3. Pemberian Makan

Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen

yang penting dalam penatalaksanaan diare. ASI tetap diberikan, meskipun

nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada

anak berumur 6 bulan atau lebih. Jika anak biasanya tidak diberi ASI, pikirkan

untuk relaktasi atau beri susu formula yang biasa diberikan. Jika anak

berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan

yang disajikan secara segar atau dimasak. Berikut adalah makanan yang

direkomendasikan:

 Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari

7 kg. Jenis makanan yang diberikan, yaitu susu (ASI atau susu formula yang

mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh), makanan setengah

padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum

susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat, susu khusus yaitu

susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai

sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.

 Untuk anak di atas 1 tahun dengan BB lebih dari 7 kg. Jenis makanan yang

diberikan, yaitu makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan

kebiasaan makan di rumah.

Pemberian Antibiotik

Pemberian antibiotik tidak selalu diindikasikan untuk anak-anak.

Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau

21
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu

keseimbangan flora normal usus sehingga dapat memperpanjang lama diare

dan Clostridium difficile akan tumbuh yang akan menyebabkan diare sulit

disembuhkan. Selain itu juga dapat mempercepat resistensi kuman terhadap

antibiotik. 10

22
Gambar 2. Rencana Terapi A

23
Gambar 3. Rencana Terapi B

24
Gambar 4. Rencana Terapi C

25
II.2.1 Zink

Zink adalah suatu mikronutrien esensial dengan fungsi biologis yang

banyak dan beragam, zink sangat besar keterlibatannya dalam proses

pertumbuhan dan diferensiasi sel. Zink berperan dalam menjaga stabilitas

dinding sel. Lebih dari 200 metaloenzim yang mengandung zink dengan

paling tidak 20 fungsi biologi yang berbeda telah diidentifikasi pada berbagai

spesies. Fungsi metaloenzim berhubungan dengan zink. Hilangnya fungsi

spesifik metaloenzim tersebut merupakan gejala yang berhubungan dengan

defisiensi zink. Zink didapatkan pada sitosol, vesikel, organel, dan nukleus

sehingga zink tergabung dalam banyak enzim seluler. Peran penting non

enzim zink dalam protein telah diketahui dalam regulasi gen. 1

Zink diabsorbsi di duodenum dan usus halus proksimal. Di dalam

lumen intestinal, zink dari diet bercampur dengan zink dari sekresi pankreas

dan hasil deskuamasi usus yang mengandung zink. Setelah uptake oleh sel

usus, zink melintasi permukaan serosa dan secara aktif disekresikan ke dalam

sirkulasi portal dimana kemudian zink terikat dengan albumin. Mekanisme ini

bersifat reversible, dan juga terjadi uptake zink pada usus. 3

Sumber zink dari makanan biasanya berhubungan dengan protein,

kadar yang tinggi di dalam telur, daging unggas, daging sapi, tiram, kepiting,

dan kacang-kacangan. Zink dari produksi hewani merupakan zink yang

mudah diserap, sedangkan zink dari produk nabati absorbsinya tergantung

pada kandungan zink dari tanah dan absorbsi dalam usus dihambat oleh fitat.

ASI mengandung sedikit zink tapi bioavabilitasnya tinggi dan biasanya

26
mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6 bulan. Bayi dapat menyerap kira-

kira 80% zink yang terdapat dalam ASI. Susu formula mengandung zink lebih
3
tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang diserap.

II.2.2 Zink dan Sistem Imunitas

Pengaruh zink terhadap sistem imunitas tubuh dapat diamati secara

jelas pada penderita Acrodermatitis enteropathica, suatu bentuk kelainan

genetik autosomal resesif yang jarang, dimana penderita mengalami sindroma

malabsrobsi spesifik zink. Bayi yang lahir dengan kondisi ini mengalami

gejala defisiensi yang berat seperti lesi pada kulit, diare yang berat dan

hilangnya rambut. Penyakit ini sangat berdampak pada sistem imunitas tubuh,

antara lain, atrofi thymus, penurunan jumlah limfosit terutama pada jaringan

limfoid perifer dan darah, serta munculnya infeksi virus, jamur dan bakteri

yang semuanya dapat diperbaiki dengan pemberian zink. Beberapa penelitian

in vitro memperlihatkan bahwa zink dibutuhkan dalam imunitas spesifik

untuk proliferasi limfosit sebagai respon terhadap IL-1 atau IL-2. Terdapat

bukti bahwa penambahan zink in vitro merubah ekspresi, fungsi atau

keduanya dari molekul permukaan limfosit yang mengatur interaksi sel.

Dilaporkan juga bahwa zink meningkatkan transkripsi dan ekspresi molekul

adhesi ICAM-1 pada permukaan sel limfosit. Perkembangan limfosit B pada

sumsum tulang juga dipengaruhi oleh defisiensi zink. Defisiensi zink

menghalangi perkembangan limfosit B di sumsum tulang, menghasilkan

jumlah limfosit B menurun di lien. Respon antibodi limfosit B dihambat oleh

27
defisiensi zink. Zink dibutuhkan untuk mitogenik limfosit B dan respon

sitokin terhadap lipopolisakarida. Defisiensi zink juga mempengaruhi sistem

imunitas non spesifik. 1

Penelitian pada manusia dan binatang menggambarkan penurunan

aktifitas sel natural killer (NK) pada keadaan defisiensi zink fungsi sel NK

menurun dan kemudian membaik pada pemberian zink. Zink juga

menstimulasi produksi interferon oleh sel NK darah perifer. Fungsi leukosit

PMN dipengaruhi oleh defisiensi zink pada penderita akrodermatitis

enteropatika dan tipe defisiensi zink lainnya. Jumlah leukosit PMN biasanya

tidak terpengaruh, tetapi respon kemotaksis gagal dan membaik dengan

pemberian zink in vitro. Respon kemotaktik monosit tersupresi dan kembali

setelah pemberian zink in vitro. Monosit memproduksi sitokin IL-1B, IL-6,

interferon α yang distimulasi dengan pemberian zink in vitro. Defisiensi zink

mensupresi fungsi makrofag. Aktifitas makrofag diperbaiki dalam 30 menit

inkubasi dengan garam zink in vitro. Perbaikan cepat dari fungsi makrofag

setelah pemberian zink mendukung bahwa efek terapi suplementasi zink pada
1
diare mungkin melibatkan beberapa aspek fungsi makrofag.

Zink juga mengatur ekspresi pada limfosit metalotionin dan

metalotionin like protein dengan aktivitas antioksidan. Konsentrasi zink

membran sangat terpengaruh oleh diet defisiensi zink dan suplementasi.

Konsentrasi zink pada sel membran penting dalam melindungi integritasnya

melalui mekanisme ikatan pada kelompok thiolat. Pelepasan zink dari ikatan

thiolat dapat mencegah peroksidasi lipid. Nitrit oksida memicu pelepasan zink

28
dari metalotionin, dimana zink terikat dan protein transport utama pada tubuh

manusia yang mempunyai kerusakan membran radikal bebas yang paling

sedikit selama inflamasi. Dampak akhir pada gangguan sistem imunitas ini

adalah lebih rendahnya imunitas penderita terhadap berbagai infeksi. Pada

saluran cerna hal ini berakibat lebih mudah terkena diare karena infeksi

bakteri maupun virus. 1

II.2.3 Zink dan Saluran Cerna

Traktus gastrointestinal merupakan salah satu organ sistem imunitas

yang terbesar dalam tubuh. Kandungan limfosit dalam saluran cerna

merupakan yang terbanyak diluar thymus. Traktus GI juga berfungsi sebagai

barrier non spesifik terhadap invasi kuman penyakit. Sekresi mukus dan

adanya perlekatan yang kuat antara sel enterosit, mencegah masuknya bakteri

dan patogen lain. Zink berperan dalam menjaga integritas mukosa usus

melalui fungsinya dalam regenerasi sel dan stabilitas membran sel. Pada diare

akut dan persisten, pemberian zink memperbaiki permeabilitas usus yang

dapat mencerminkan derajat kerusakan usus. Saat ini sering dibahas peranan

nitrit oksida (NO) dalam proses terjadinya perubahan mukosa usus dan diare.

NO dapat mengaktivasi pembentukan siklik-GMP (C-GMP). C-GMP ini akan

mengaktivasi protein kinase C (PKC) yang kemudian mempengaruhi sistem

transport pada dinding sel untuk mensekresi CI. Aktivasi enzim PKC juga

akan menyebabkan kontraksi sel dan relaksasi ikatan interepitelial, sehingga

meningkatkan permeabilitas mukosa usus. Melalui jalur lain, peningkatan C-

29
GMP juga akan meningkatkan C-AMP melalui proses yang serupa akan

menyebabkan diare sekresi. Zink diperkirakan sebagai pembersih terhadap

NO sehingga dapat menghalangi proses ini. Dalam percobaan in vitro

memang telah dibuktikan bahwa zink dapat menghalangi pembentukan NO. 3

Superokside dismutase (SOD) adalah bagian dari pertahanan alami

tubuh melawan reaktif oksigen spesies (ROS). Jika tidak terkontrol ROS

dapat merusak DNA, protein, lemak sel dan dapat megubah atau menghambat

fungsi sel. SOD merupakan katalisator reaksi dengan melepas superokside.

Hidrogen peroksida selanjutnya dimetabolisme oleh katalisator lain. Cytosolic

Cu/Zn-SOD dibentuk dari dua sub unit yang identik, masing-masing

mengandung satu atom tembaga dan atom zink. Pada sisi aktif enzim,

tembaga direduksi oleh superoksida untuk menghasilkan hidrogen peroksida.

Oleh karena itu, aktivitas enzim dihambat pada keadaan tidak adanya mineral.

Aktivitas Cu/Zn-SOD tertahan bila zink dihilangkan atau diganti dengan

logam yang secara kimia serupa. Zink memberikan dua fungsi : menstabilkan

struktur alami enzim dan trias zink-histidil-copper berperan sebagai donor

proton selama siklus oksidasi enzim. Penelitian eksperimental

memperlihatkan bahwa terjadi pengurangan Cystosolic Cu/Zn-SOD

ekstraseluler pada binatang yang makan diet rendah zink atau tembaga. 1

Defisiensi zink menurunkan produksi dan aktifitas enzim SOD dan

selanjutnya meningkatkan aktivitas radikal bebas sehingga terjadi peroksidasi

lemak yang berlebihan. Dampak radikal bebas pada mukosa usus adalah

terjadinya atrofi mukosa melalui proses apoptosis sel mukosa usus. Atrofi

30
mukosa usus akibat defisiensi zink dapat terjadi karena menurunnya produksi

dan aktivitas enzim SOD pada sel mukosa usus sehingga aktivitas radikal

bebas meningkat dan dapat menyebabkan fragmentasi DNA serta dapat

memicu terjadinya apoptosis sel tersebut. Apoptosis sel menyebabkan atrofi

vili usus. 3

Aktivitas radikal bebas dapat pula menyebabkan reaksi inflamasi pada

mukosa usus yang memicu peningkatan TNF-α oleh sel imun kompeten.

TNF-α yang tinggi akan merusak tight junction pada sel enterosit mukosa

usus. Atrofi vili usus dapat pula terpicu oleh berkurangnya IGF-1 (insulin like

growth factor 1) dan GH (growth hormon) sebagai akibat defisiensi zink dan

protein akibat kumulatif atrofi usus dan rusaknya tight junction menyebabkan

permeabilitas membran meningkat dan berakibat terganggunya absorbsi pada

usus dan timbul diare. 1

Efek suplementasi zink memperbaiki diare dapat dijelaskan melalui

efek zink yang menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara

peningkatan pembentukan SOD yang merupakan enzim antioksidan utama

yang meredam anion superoksida sehingga menghambat proses apoptosis di

sel epitel mukosa usus. Zink juga meningkatkan pembentukan enzim ADP

ribosil, DNA dan RNA polimerase yang berperan dalam proses perbaikan dan

regenerasi sel sehingga menghentikan proses apoptosis. 3

Terdapatnya respon imunitas pada defisiensi zink dibuktikan dengan

tingginya kadar TNF-α dan IL-6 pada saat sebelum intervensi dan sebaliknya,

meredanya respon imunitas ditandai oleh penurunan pada TNF-α dan IL-6

31
setelah pemberian zink. Zink dapat menurunkan kadar sitokin dalam serum

yang berarti zink dapat turut mengontrol respon imunitas terhadap radikal

bebas yang dimungkinkan oleh kemampuannya menghambat pembentukan

radikal bebas. Terjadinya inflamasi mukosa usus dibuktikan oleh adanya

TNF-α tinja dan berdasarkan pada peran TNF-α dapat diyakinkan bahwa

TNF-α bertanggung jawab terhadap kerusakan mukosa usus karena sitokin ini

bersifat pleotropik yang dapat merangsang inflamasi dan memberi tanda

kematian/apoptosis sel. Sitokin berperan langsung dalam pengaturan

permeabilitas, regenerasi, dan proliferasi. Dengan pemberian zink, inflamasi

mukosa usus berkurang yang dibuktikan dengan menurunnya TNF-α tinja.

Zink menghambat produksi TNF-α dan IL-6. TNF-α berperan dalam

mekanisme terjadinya diare pada defisiensi zink, sedangkan TNF-α tinja dan

TNF-α serum dapat dipakai sebagai tanda adanya inflamasi yang memicu
3
produksi sitokin.

Zink mempengaruhi regenerasi dan fungsi fili usus, sehingga akan

berpengaruh terhadap pembentukan enzim disakaridase seperti laktase,

sukrose, dan maltase. Oleh karena itu, zink dapat mempengaruhi perjalanan

diare osmotik yang sebagian besar disebabkan oleh malabsorbsi dan

maldigesti. Selama diare terjadi pengeluaran zink yang berlebihan. Semakin

lama diare berlangsung, kadar zink dalam serum semakin rendah. Terjadilah

suatu lingkaran setan antara diare, defisiensi zink, lamanya diare dan

malnutrisi. Pemberian zink secara oral dapat menggantikan pengeluaran zink

selama diare.7

32
II.2.4 Peranan Zink Sebagai Ko-faktor Enzim

Zink mempengaruhi aktifitas berbagai enzim yang berhubungan

dengan regulasi, katalitik dan struktural, seperti DNA polimerase, DNA

dependen, RNA polimerase, Aminoacil transferase RNA sintese, Timidine

kinase dan terminal deoksiribonukleotidil transferase. Replikasi DNA sangat

berperan terhadap regenerasi epitel. Sehingga peran zink sangat menonjol

pada organ yang mengalami regenerasi epitel dengan cepat seperti pada

mukosa usus. Zink juga mempengaruhi integritas sel, baik struktur maupun

fungsinya, maka akan berpengaruh terhadap lamanya diare. 7

33
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.

B. TEMPAT DAN WAKTU

Pengambilan data diambil di Wilayah Puskesmas Besuki. Waktu

pengambilan data dilakukan selama 1 tahun, yaitu sejak tanggal 30 Desember

2013 – 3 Januari 2015.

C. SUMBER DATA

1. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan wabah (W2) yang dimiliki oleh

Puskesmas Besuki Kecamatan Besuki.

34
BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. PROFIL KOMUNITAS UMUM

KEPALA PKM
ENDANG P. S. KEP KEPALA TATA
USAHA
SUJIANTO S. Kep

BID. PENERIMA BID. BARANG


SP2TP
KOOR. TIM NI NYOMAN NURHAYATI
MANAJEMEN MUTU
Drg. UCIEK F. BID PENGELUARAN KEPEG
PANTI EKO R. IMAM
FARAID
KOORDINATOR UPAYA
KESEHATAN
MASYARAKAT KOOORDINATOR KOOORDINATOR
(PEMBERDAYAAN) UPAYA KESEHAAN UPAYA PENUNJANG
PERORANGAN

PENANGGUNGJAWAB P. JAWAB P. JAWAB


AULIA RAHMAN Dr. YOAN WAHYUDI
PRANOTO

- PENJI :
PUSKESMAS  PENI : POLI - LABORATORIUM :
- DENIEK : KIA UMUM - PANTI : KAMAR
- HENY : KB  DENIEK : POLI OBAT & GUDANG OBAT
- AULIA R. : UKS KIA-KB - ARIESTA :
- UCIEK : UKGS  Drg. UCIEK : POLI AMBULAN
- FITRI : PRB. GIGI - ENDANG :
GIZI  FITRI : KLINIK PUSLING
GIZI
- UDIN : KES.
 SAIFUDINKALIMAS: UGD DEMUNG
JIWA CITRA SHAFINA
- KES. KERJA
- AULIA :
PROMKES BESUKI JETIS PESISIR
- METAL : LINDA NINING KARTIKA
KESLING
- UDIN : KES.
INDRA BLORO LANGKAP BLIMBING S. REJO W. PAYUNG
- YUDI NANING: BATRA RISTA TUTIK ROBIATUL A. DOVI
- WIWIK : K.
USILA Gambar 5. Profil Tenaga Kerja Puskesmas Besuki
- AULIA : KES. OR

35
B. KONDISI GEOGRAFIS

Puskesmas Besuki merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten

Situbondo yang terletak didaerah dataran rendah dan berbatasan dengan laut

utara di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Suboh,

sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Sumbermalang, serta sebelah

barat berbatasan dengan kecamatan Banyuglugur.

Luas wilayah kerja Puskesmas Besuki adalah 26,08 hektar, dan

merupakan dataran rendah. Luas wilayah per desa dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

No. DESA LUAS ( hektar )


1. Besuki 2.31
2. Pesisir 0.56
3. Demung 3.59
4. Kalimas 0.60
5. Langkap 1.14
6. Bloro 2.68
7. Blimbing 4.97
8. Jetis 4.23
9. Widoropayung 2.51
10. Sumberejo 3.49
Jumlah Desa: 10 desa 26.08

Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Desa di Puskesmas Besuki

36
C. KONDISI DEMOGRAFIS

Jumlah penduduk di Puskesmas Besuki tahun 2013 mencapai 61.211 jiwa.

Sedangkan masyarakat miskin (Maskin) di Puskesmas Besuki adalah 34.209 jiwa

dan yang termasuk dalam sasaran program Jamkesmas sebanyak 27.154 jiwa

yang tersebar di 10 desa.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel jumlah penduduk, jumlah

penduduk miskin di Puskesmas Besuki Tahun 2013 , sebagai berikut :

No Nama Desa Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Penduduk JAMKESMAS JAMKESDA JPS/JKD
1 Besuki 14.955 5.955 2.291 8.246
2 Langkap 2.840 1.299 595 1.894
3 Blimbing 6.355 2.758 388 3.146
4 Widoropayung 4.447 2.143 669 2.812
5 Sumberejo 2.114 1.484 173 1.657
6 Jetis 7.536 3.571 410 3.981
7 Kalimas 4.972 1.919 277 2.196
8 Demung 4.363 1.505 458 1.963
9 Pesisir 9.669 4.480 1.034 5.514
10 Bloro 3.960 2.040 760 2.800
JUMLAH 61.211 27.154 7.055 34.209

Tabel 5. Jumlah Penduduk Miskin di Puskesmas Besuki

37
D. KETENAGAAN DI PUSKESMAS BESERTA JARINGANNYA

Untuk ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas Besuki

beserta jaringannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Status Kepegawaian
No. Pendidikan P T T/kontrak/
PNS THLP
1 Dokter Umum 2 -
2 Dokter Gigi 1 -
3 Apoteker - -
4 SKM 1 -
5 Akper 3 10
6 AKL - 1
7 AKZI 1 -
8 AKBID 5 23
9 SPRG - -
10 SAA - -
11 SPK 2 -
12 Bidan 1 -
13 SMAK - -
14 SPPH - -
15 SPAG - -
16 SLTA 3 -
17 SLTP 2 -
18 SD - -
JUMLAH 21 34
Sumber data: Data Dasar Puskesmas Besuki Tahun 2014

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja

38
D. SARANA PELAYANAN KESEHATAN DI KECAMATAN

Secara umum jumlah sarana pelayanan kesehatan yang berada di Kecamatan

Besuki dapat dilihat pada tabel berikut:

NO JENIS SARANA YAN KES JUMLAH KETERANGAN


1 PUSKESMAS 1
2 PUSTU 5
3 POLINDES/PONKESDES 6
4 PUSLING 1
5 APOTEK 6
6 LABORATORIUM 3
TOTAL 22
Sumber data: Data Dasar Puskemas Besuki Tahun 2014

Tabel 7. Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Besuki

E. SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG

Dalam rangka pelaksanaan program JAMKESMAS di Puskesmas

beserta jaringannya dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang berupa obat-

obatan/unit farmasi, laboratorium, Radiologi, ECG, USG :

No. Jenis Sarana Jumlah Sarana Penunjang


Penunjang Kurang Cukup Lebih

1. Obat-obatan 

2. Laboratorium 

3. Bidan Kit 

4. UKGM Kit 

5. PHN Kit 

6. Media Penyuluhan 

Tabel 8. Sarana dan Prasarana Penunjang

39
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di Jawa Timur cakupan pelayanan penderita diare tahun 2011 sebesar 69%,

sedangkan tahun 2012 sebesar 72,43% (masih dibawah target nasional 100%), jadi

masih ada sekitar 25,57% penderita diare yang tidak mendapatkan pelayanan

kesehatan secara terpadu.

Berdasarkan laporan W2 Puskesmas Kecamatan Besuki 2014 yang kami

dapatkan tidak terdapat perincian data umur pasien sehingga kami hanya

memperkirakan jumlah penderita diare secara umum, didapatkan:

A. DESA BESUKI

Dilihat dari table 1, terdapat 176 pasien diare yang mendapat pelayanan

kesehatan di tahun 2014. Jadi incidence rate sebesar 1,17% dari jumlah penduduk

desa Besuki sebanyak 14.955 jiwa.

Jumlah Penderita
25
20
15
10
5
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 9. Jumlah Penderita Diare Desa Besuki

40
Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yang didapatkan dari data nasional

LITBANG tahun 2010 yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat 2497 penderita diare

di desa Besuki tahun 2014. Jadi sebesar 2321 kasus tidak terlacak di laporan W2 desa

Besuki.

Jika dilihat dari jumlah kasus diare di Ponkesdes Besuki sebesar 176 kasus, berarti

Ponkesdes Besuki membutuhkan zink sebanyak kurang lebih 1.760 tablet. Ini berupa

hitungan kasar bahwa 1 penderita membutuhkan 1 tablet/hari, selama 10 hari. Namun

karena tidak terdapatnya data berdasarkan golongan umur, maka kami tidak bisa

memerinci secara jelas angka kebutuhan tablet zink.

B. DESA PESISIR

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Pesisir

sebanyak 9.669 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 127 jiwa.

Jumlah Penderita
25

20

15

10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 10. Jumlah Penderita Diare Desa Pesisir

41
Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

1614 penderita diare di desa Pesisir tahun 2014. Jadi sebesar 1487 kasus tidak

terlacak di laporan W2 desa Pesisir.

Sedangkan angka kebutuhan zink untuk daerah Pesisir sebanyak 1.270 tablet zink.

C. DESA DEMUNG

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Demung

sebanyak 4.363 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 70 jiwa.

Jumlah Penderita
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 11. Jumlah Penderita Diare Desa Demung

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

728 penderita diare di desa Demung tahun 2014. Jadi sebesar 658 kasus tidak terlacak

di laporan W2 desa Demung.

42
Berdasarkan hitungan kasar bahwa 1 penderita membutuhkan 1 tablet/hari, selama 10

hari, maka angka kebutuhan zink untuk daerah Demung sebanyak 700 tablet zink.

D. DESA KALIMAS

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Kalimas

sebanyak 4.972 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 153 jiwa.

Jumlah Penderita
20

15

10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 12. Jumlah Penderita Diare Desa Kalimas

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

830 penderita diare di desa Kalimas tahun 2014. Jadi sebesar 677 kasus tidak terlacak

di laporan W2 desa Kalimas.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Kalimas sebanyak 1530 tablet zink.

43
E. DESA BLORO

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Bloro

sebanyak 3.960 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 257 jiwa.

Jumlah Penderita
40

35

30

25

20

15

10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 13. Jumlah Penderita Diare Desa Bloro

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

661 penderita diare di desa Bloro tahun 2014. Jadi sebesar 404 kasus tidak terlacak di

laporan W2 desa Bloro.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Bloro sebanyak 2570 tablet zink.

44
F. DESA LANGKAP

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Langkap

sebanyak 2.840 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 274 jiwa.

Jumlah Penderita
50

40

30

20

10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 14. Jumlah Penderita Diare Desa Langkap

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

474 penderita diare di desa Langkap tahun 2014. Jadi sebesar 200 kasus tidak terlacak

di laporan W2 desa Langkap.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Langkap sebanyak 2740 tablet zink.

G. DESA BLIMBING

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa

Blimbing sebanyak 6.355 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 102 jiwa.

45
Jumlah Penderita
20

15

10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 15. Jumlah Penderita Diare Desa Blimbing

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

1061 penderita diare di desa Blimbing tahun 2014. Jadi sebesar 959 kasus tidak

terlacak di laporan W2 desa Blimbing.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Blimbing sebanyak 1020 tablet zink.

H. DESA JETIS

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa Jetis

sebanyak 7.536 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 73 jiwa.

46
Jumlah Penderita
14
12
10
8
6
4
2
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 16. Jumlah Penderita Diare Desa Jetis

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

1258 penderita diare di desa Jetis tahun 2014. Jadi sebesar 1185 kasus tidak terlacak

di laporan W2 desa Jetis.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Jetis sebanyak 730 tablet zink.

I. DESA WIDOROPAYUNG

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa

Widoropayung sebanyak 4.447 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 277

jiwa.

47
Jumlah Penderita
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 17. Jumlah Penderita Diare Desa Widoropayung

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

742 penderita diare di desa Widoropayung tahun 2014. Jadi sebesar 465 kasus tidak

terlacak di laporan W2 desa Widoropayung.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Widoropayung sebanyak 2770 tablet zink.

J. DESA SUMBEREJO

Berdasarkan data laporan mingguan wabah (W2) didapatkan penduduk desa

Sumberejo sebanyak 2.114 jiwa dengan jumlah penderita diare sebanyak 143 jiwa.

48
Jumlah Penderita
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Jumlah Penderita

Tabel 18. Jumlah Penderita Diare Desa Sumberejo

Jika dihitung dari prevalence rate kasus diare yaitu 16,7 %, maka seharusnya terdapat

353 penderita diare di desa Sumberejo tahun 2014. Jadi sebesar 210 kasus tidak

terlacak di laporan W2 desa Sumberejo.

Angka kebutuhan zink untuk daerah Sumberejo sebanyak 1430 tablet zink.

Jumlah keseluruhan didapatkan angka kebutuhan zink untuk di daerah

Puskesmas Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo adalah sebesar 16.520 tablet

zink.

49
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Status sosial ekonomi, pendidikan ibu, kebersihan perorangan dan lingkungan

merupakan faktor risiko yang mempengaruhi banyaknya penderita diare. Faktor

risiko penderita diare yang paling dominan adalah kebersihan perorangan dan

lingkungan. Zink mempengaruhi peningkatan sistem imun tubuh sehingga

menurunkan angka kekambuhan. ASI mengandung sedikit zink tapi

bioavabilitasnya tinggi dan biasanya mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6

bulan. Bayi dapat menyerap kira-kira 80% zink yang terdapat dalam ASI. Susu

formula mengandung zink lebih tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang diserap.

Menurut angka prevalence rate diare yakni didapatkan angka kejadian diare

yang tidak mencapai angka prevalence rate, hal ini dikarenakan belum secara

sempurna dan menyeluruh dalam pencatatan kejadian diare, dimana mungkin para

penderita diare tidak datang berobat atau terdapat beberapa penderita diare yang

datang berobat ke praktek swasta yang kemudian tidak tercatat jumlah

kejadiannya.

6.2 Saran
6.2.1 Puskesmas
6.2.1.1 Optimalisasi KIE khususnya warga yang memiliki balita tentang
penyakit diare.

50
6.2.1.2 Pemenuhan kebutuhan zink di puskesmas untuk penanganan penyakit
diare.
6.2.1.3 Petugas kesehatan mampu secara aktif memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pentingnya pemberian zink pada penderita diare
dan ASI Eksklusif pada bayi.
6.2.1.4 Pentingnya data yang lengkap tentang umur dan Insidence Rate di
wilayah kerja masing-masing, untuk menghitung angka kebutuhan
tablet zink per wilayah.
6.2.1.5 Pentingnya kerjasama dengan Lintas Profesi Praktek Swasta dan Unit
Pelayanan yang lain untuk mendapatkan data angka kesakitan
diare/penyakit wabah yang lain.
6.2.1.6 Meningkatkan peran bidang Promosi Kesehatan dalam rangka
mempromosikan Unit Pelayanan di wilayah kerja Besuki, untuk
meningkatkan jumlah kunjungan.
6.2.1.7 Monitoring evaluasi pemberian zink lebih lanjut pada kasus diare.

6.2.2. Masyarakat
6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala ke posyandu atau puskesmas.
6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.
6.2.1.3 Penelitian ini dapat dijadikan alat atau bahan untuk mengurangi angka
kejadian diare pada masyarakat.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. 2011.

2. Jawetz, et all. Mikrobiologi Kedokteran. Batang Gram Negatif Enteric :

Enterobacteriaceae. Edisi 23. Salemba Medika, Jakarta. 2007: Hal 256-279.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Sosialisasi Tatalaksana

Diare Balita. 2011. Jakarta.

4. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

2013.

5. Pudjiadi AH, Hegar Badriul, H Setyo, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. 2010:

pp: 58-59.

6. Subagyo B. Santoso NB. Diare Akut. Dalam : Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari

H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar Gastroenterology-hepatologi.

Jilid I. 2010 : Jakarta.

7. UNICEF, 2009. New Formulation of Oral Rehidration Salts (ORS) with Reduced

Osmolarity. Unicef-Oral_Rehidration_Salts(ORS)_pdf.

8. UPTD Puskesmas Besuki. Laporan Mingguan Wabah (W2). Situbondo. 2014.

9. World Gastroenterology Organization Global Guidelines, 2012. Acute Diarrhea

in Adults and Children: a Global Perspective.

10. World Health Organization, The Treatment of Diarrhea A Manual for Physicians

and Other Senior Health Workers, 2005; 4th Revision. Geneva : WHO Press 3.

52
11. Zulfiqar AB. Acute Gastroenteritis In Children dalam Kliegman MR, Stanton

BF, Schor NF, Behrman RE. Nelson Essentials of Pediatric. 19th ed. Sauders

Elsevier. Philadelphia. 2011; hal: 1326.

53

Anda mungkin juga menyukai