Anda di halaman 1dari 6

TUGAS BLOK 13

MEKANISME KERJA DAN PEMILIHAN ANTIBIOTIK


PADA KASUS SISTITIS

DI SUSUN OLEH:

ULIANA LISTIANINGRUM PRATIWI (H1A016083)

SEPTA MAULANA SATYA PRATAMA (H1A016…………)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM 2019
Definisi
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang terdiri dari disuria, frekuensi,
urgensi dan kadang adanya nyeri pada suprapubik. (Saputra.,-et al 2015)

Gejala dan Tanda

Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi, berkemih dengan jumlah urin yang sedikit, dan
kadang disertai nyeri supra pubis. Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit,
atau leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan kultur urin positif
(Saputra.,-et al 2015).

Penyebab serta gambaran klinis

Penyebaba utama yang sering pada kasus sistisi adalah ecoli dengan presentase kasusu 80-90%
juga klebsiella, Pseudomonas, streptococcus grou B dan proteus mirabilis

Gambaran klinis

 Infeksi kandung kemih biasanya memnyebabkan desakan untuk buang air kecil dan rasa
terbakar atau nyeri saat buang air kecil nyeri biasanya dirasakan di atas tulang kemaluan
dan sering juga di rasakan di punggung sebelah bawah
 Gejala lainnya adalah nocturia (sering buang air kecil di malam hari)
 Hematuria
 Sistisis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut yang bisa menderita
inkontinensia uri sebagai akibatnya. (Lewis., et al. 2015)

Faktor Risiko

Pada wanita faktor risiko terjadinya sistitis berbeda pada usia muda dan usia tua. Pada wanita usia
muda dan premenopause faktor risikonya berupa hubungan seksual, penggunaan spermatisida,
partner seksual baru, ibu dengan riwayat ISK, riwayat ISK pada masa kanak-kanak. Sedangkan
pada wanita tua dan post menopause factor risiko terjadinya sistitis adalah riwayat ISK sebelum
menopause, inkontinensia vaginitis atrofi karena defisiensi estrogen, istokel, peningkatan volume
urin pasca berkemih, golongan darah, kateterisasi dan status fungsional yang memburuk pada
wanita tua di rumah jompo. Pada pria, angka kejadiannya hanya sedikit dan paling sering terjadi
pada usia 15-50 tahun (Saputra.,-et al 2015).

Mekanisme Kerja Dan Pemilihan Antibiotika Pada Kasusu Sistisis

Antibiotik adalah suatu substansi antimikroba yang diperoleh dari zat yang berasal
dari suatu mikroorganisme atau suatu zat sintetik yang dapat menghambat kerja dari suatu
mikroorganisme lain. Antibiotik ada yang memiliki spektrum luas dan elektif terhadap jenis
bakteri tertentu, uji sensitivitas antibiotik digunakan untuk menguji sensitivitas antibiotik
terhadap suatu bakteri dengan tujuan untuk mengetahui daya kerja/ efektivitas dari suatu
antibiotik dalam membunuh bakteri (Saputra.,-et al 2015).

Penggunaan Antibiotik secara Rasional

Penggunaan antibiotik untuk terapi perlu didasari pada berbagai pertimbangan khusus menuju
penggunaan antibiotik secara rasional. Asas penggunaan rasional suatu antibiotik ialah seleksi
antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif untuk memusnahkannya
dan sejalan dengan hal ini, memiliki potensi terkecil untuk menimbulkan toksisitas, reaksi alergi
ataupun resiko lain bagi pasien. Penggunaan antibiotik secara rasional mencakup tepat indikasi,
tepat penderita, tepat obat, tepat dosis regimen dan waspada terhadap efek samping obat yang
dalam arti konkritnya adalah:

1. Pemberian resep yang tepat


2. Penggunaan dosis yang tepat
3. Lama pemberian obat yang tepat
4. Interval pemberian obat yang tepat
5. Kualitas obat yang tepat
6. Efikasi obat yag tepat
7. Aman pada pemberiannya
8. Tersedia bila diperlukan
9. Terjangkau oleh penderita.

Kriteria dalam penggunaan antibiotik secara rasional yang telah disebutkan di atas mengandung
pengertian:
1. Tepat indikasi adalah pemberian antibiotika yang sesuai dengan keluhan atau diagnosa.
2. Tepat obat adalah kesesuaian pemilihan jenis obat dengan memperhatikan efektifitas obat
yang bersangkutan.
3. Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang:
a. Tepat takarannya (tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil).
b. Tepat rute pemberiannya (peroral, suppositoria, subkutan, intramuskular, intravena)
tergantung keadaan pasien.
c. Tepat saat pemberiannya (perut kosong, perut isi, sesaat sebelum operasi).
d. Tepat interval pemberiannya (6 jam sekali, 8 jam sekali, 12 jam sekali).
e. Tepat lama pemberiannya (sehari saja, 2hari, 3hari, 5-7hari).
4. Tepat pasien adalah kesesuaian pemberian obat pada pasien sesuai kondisi untuk menghindari
kontraindikasi (Nofriaty., 2010).
Penatalaksanaan Pengobatan
 Pada usia lanjut imveksi tanpa gejala biasanya tidak memerlukan pengobatan.
 Untuk sistisis ringan langkah pertama yang bisa di lakukan adlah minum banyak cairan
bertujuan untuk aksi pembilasan untuk membuang banyak bakteri dari tubuh, bakteri
yang tersisa akan dilenyapkan oleh pertahanan alami tubuh.
 Pemebrian antibiotic peroral seperti kotrimoksazol atau siprofloksasin selama lima
hari biasanya efektif selama belum timbul komplikasi.
 Jika infeksinya kebal biasanya antibiotic diberikan selama 7-10 hari.
 Ntuk meringkan kejang otot bisa diberikan atropine.
 Gejalanya sering kali bisa di kurangi dengan membuat Susana urin menjadi basa, yaitu
dengan meminum baking soda yang di larutkan di dalam air.
 Pembedahan dilakukan untuk mengatasi penyumbatan pada aliran kemih (uropati
obstructive) atau untuk memperbaiki kelainan struktur yang menyebabkan infeksi
lebih mudah terjadi.
 Biasanya sebelum pemebedahan diberikan antibiotic untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh (Lewis., et al. 2015).
Mekanisme Kerja
Kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol)
Trimetropim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua
tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek
sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoxazol yang sangat berguna untuk
pengobatan infeksi saluran kemih. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih poten
daripada sulfametoksazol sehingga sediaan kombinasi diformulasikan untuk mendapatkan
sulfametoksazol 20 kali lebih besar daripada trimethoprim (Sari., 2017).

Siprofloksasin
Sirofloksasin merupakan anitibiotik yang diguakan sebagai terapi pada pasien
infeksi saluran kemih. Siropfloksasin merupakan obat pilihan kedua setelah Kotrimoksazol
dengan resistensi E. coli > 20% pada terapi ISK. Siprofloksasin adalah antibiotic golongan
florokuinolon yang bekerja dengan cara menghambat kerja DNA gyrase selaama proses
pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Siprofloksasin memiliki sifat bakteri sidal yang
berguna terutama dalam mengobati infeksi yang disebabkan oleh E, Coli dan bakteri gram
lainnya. Siprofloksasin terdistribusi baik kdalam cairan jaringan dan tubuh. Kadarnya tinggi
pada tulang, urine, ginjal, dan prostat sehingga dapat mencapai kadar hambat minimum
bakteri (Febrianto., -et al 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Saputra., -et al 2015.”Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemihdan Genitalia Pria”. Ikatan Ahli
Urologi Indonesia.

Lewis., et al. 2015 "medicl surgical nursing" vol 2. New York.

Nofriaty., 2010 "Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di Instalasi
Rawat Inaprumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta "

Sari., 2017 "penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo"

Febrianto., -et al 2012 "Rasionalitas Penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih
(ISK) di instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu tahun 2012"

Anda mungkin juga menyukai