Asuransi BPJS
No. RM 895814
1
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada hari
Jumat tanggal 10 November 2017 pukul 11.00 WIB, di Ruang HCU RSU Kardinah Tegal.
2
Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran
Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),
Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
merokok(-), infeksi (-), minum alkohol (-)
Rutin kontrol ke puskesmas 1 kali setiap bulan
Kehamilan sampai usia kehamilan 7 bulan dan setiap 2
minggu sekali setelahnya sampai menjelang masa
Perawatan antenatal
persalinan. Riwayat imunisasi TT (+) 2 x,
konsumsi suplemen selama kehamilan (-), riwayat
minum obat tanpa resep dokter dan jamu (-)
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (9 bulan)
Berat lahir : 3000 gr
Kelahiran Panjang lahir: 48 cm
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis (+)
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
3
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
a. Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-5 bulan)
b. Duduk : Umur 9 bulan (Normal: 6-9 bulan)
c. Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
d. Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
e. Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
f. Berlari : Umur 18 bulan (Normal 18-24 bulan)
g. Naik tangga : Umur 2 tahun (Normal 24-36 bulan)
h. Memakai baju : Umur 5 tahun (Normal 60 bulan)
Saat ini: Pasien Sekarang sekolah di SD kelas 1, tidak ada masalah dengan pelajaran
dan menerima pelajaran dengan baik.
Kesan: Tidak terdapat keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
pasien.
Riwayat Makanan
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI - + -
8 – 10 ASI + + +
10-14 ASI + - +
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu makanan seperti nasi, sayur, ikan, telur,
daging, tahu, dan tempe
Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kuantitas dan kualitas makanan
cukup.
4
Riwayat Imunisasi
ULANGAN
VAKSIN DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
DPT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Lahir Mati Keterangan
No Jenis kelamin Hidup Abortus
(umur) mati (sebab) kesehatan
1. 10 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
2. 8 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
3. 6 tahun Perempuan Ya - - - Pasien
4. 5 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
5. 3 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
5
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. W Ny.S
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 26 tahun 22 tahun
Pendidikan terakhir SMP SMP
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita yaitu pasien mengalami diare
saat usia 4 tahun, ISPA dan infeksi kulit saat usia 6 tahun.
6
Riwayat Lingkungan Perumahan
Orang tua pasien tinggal di rumah milik sendiri. Rumah tersebut berukuran ±
40 m2, beratap genteng, berlantai ubin, berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal
ibu pasien, ayah pasien, dua adik pasien, dua kakak pasien dan pasien. Cahaya
matahari dapat masuk ke dalam rumah, jendela rumah dibuka setiap pagi hari,
penerangan rumah memakai listrik, sumber air bersih berasal dari sumur. Setiap hari
rumah dibersihkan. Jarak septic tank dengan wc ± 10 m.
Kesan : Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 dan 11 November 2017, pukul 11.00
WIB dan 07.00, di Ruang HCU RSU Kardinah Tegal dan Ruang Puspanidra.
Keadaan Umum
Kesadaran: E4 M5 V6 GCS 15 (compos mentis)
Pasien tampak sakit sedang, lemas, kurus, bengkak kedua kelopak mata, lesi kulit (+)
bagian bawah mata kanan dan leher bagian belakang, terpasang infus RL dan DC (+),
sesak (-), ikterik (-), sianosis (-).
7
II. Tanda Vital
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 94 x/menit reguler, kuat, isi cukup
Pernapasan : 22 x/menit reguler
Suhu : 37, 3oC, Axilla
9
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
V. Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Kernig : (-)
- Laseque : (-)
Reflek fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
10
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala : 51 cm
Kesan: Normosefali
Tekanan Darah
Tekanan darah anak perempuan berdasarkan persentil umur dan tinggi badan
6 50th 91 92 93 94 96 97 98 54 54 55 56 56 57 58
90th 104 105 106 108 109 110 111 68 66 69 70 70 71 72
95th 105 109 110 111 113 114 115 72 72 73 74 74 75 76
99th 115 11S 117 119 120 121 122 80 60 GO 81 82 83 83
Kesan : Hipertensi
11
Pemeriksaan Status Gizi
12
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
13
Hasil Laboratorium dan Urinalisis di RSUD Kardinah
14
Lekosit 0-1 1-2 1-2 +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 /lpb
Epitel POS (1+) POS (1+) POS (1+) +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 /lpb
Silinder Negatif Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif Negatif Negative
Kristal + Ca Oxalat + AMORF + Ca Oxalat
Jamur Negatif Negatif Negatif Negative
Khusus
Berat jenis 1010 1010 1005 1005-1030
Blirubin Negatif Negative Negative Negative
Urobilinogen Negatif Negative Negative Negative
Keton Negatif Negative Negative Negative
Nitrit Negatif Negative Negative Negative
Eritrosit POS (+++)/500 (++)/75 Positif Negative
Lekosit Negatif Negatif Negatif Negative
F. RESUME
Pasien anak perempuan usia 6 tahun rujukan Puskesmas Kramat datang ke UGD
RSU Kardinah pada hari Rabu, 8 November 2017 pukul 13.45 dengan keluhan BAK
berwarna kemerahan sejak 1 hari SMRS. Keluhan lain kedua kelopak mata bengkak
(+), demam 2 hari SMRS, demam naik turun, mual, muntah (+) 1x isi makanan, batuk (-)
dahak (-) pilek (-), pusing (+), nafsu makan turun, BAB dbn. Kemudian dilakukan
pemeriksaan penunjang di Puskesmas Kramat yaitu pemeriksaan darah rutin dengan hasil
dalam batas normal, hasil urin makroskopis berupa warna urin kuning orange, keruh,
protein (+) 1, reduksi urin (-), PH 6.0, hasil mikroskopis berupa eritrosit penuh/LPB.
Keluhan lain seperti ruam-ruam pada kulit, nyeri sendi, nyeri saat BAK, nyeri pinggang,
nyeri perut bagian bawah, perdarahan gusi, mimisan, bengkak kedua kaki dan perut
disangkal.
Pemeriksaan fisik di Ruang UGD RSU Kardinah Tegal. Kesadaran E4 M6 V5
GCS 15. TD: 90/60, HR: 120x/m, RR: 20x/m, S: 38,5°, oedem palpebra (+/+). Riwayat
15
demam (+), sakit tenggorokan (+), pilek (+) 2 minggu SMRS dan infeksi kulit (+) ±
3-4 minggu SMRS.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 November 2017, didapatkan hasil
Kesadaran: E4 M5 V6 GCS 15 (compos mentis). Pasien tampak lemas, kurus, bengkak
kedua kelopak mata, lesi kulit (+) bagian bawah mata kanan, terpasang infus RL dan DC
(+), sesak (-), ikterik (-), sianosis (-).Tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 94 x/menit
reguler, kuat, isi cukup, RR 22 x/menit reguler, suhu 37, 3oC, Axilla. Data antopometri
BB : 12,5 kg, TB 97 cm, kesan status gizi kurang (BB/TB 83,3%). Status internus
oedem palpebral (+/+), lesi kulit (+) bagian bawah mata kanan dan leher bagian
belakang. Lingkar kepala normosefali. Pemeriksaan penunjang ASTO (+) 200, hasil
urinalisis makroskopis warna kuning keruh, proteinuria (-), eritrosit (+) 3 .
G. DAFTAR MASALAH
BAK kemerahan
Edema palpebra
Hipertensi
Gizi kurang
Hasil Pemeriksaan penunjang : ASTO (+), hematuria mikroskopik
H. DIAGNOSIS BANDING
Observasi edema palpebra, hipertensi, Edema renal : GNA, SN
hematuria Edema Cardial : gagal jantung
Edema Hepatal : Sirosis hepatis
Edema Nutrisional : Kwarshiorkor
Edema Angioneuritik : Gigitan
serangga
Status Gizi Gizi kurang
Gizi buruk
Gizi normal
16
I. DIAGNOSIS KERJA
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptococcus (GNAPS)
Faringitis
Gizi Kurang
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Urinalisis
Laboratorium :
Sero Imunologi (ASTO)
Kadar komplemen (C3)
Fungsi ginjal (Ureum, Kreatinin)
Darah rutin
Protein
Kolesterol
Radiologi : Foto Thorax
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat inap untuk monitoring gejala ruang pengawasan (HCU)
Tirah baring
Diet rendah garam, restriksi cairan, dan diet tinggi kalori
Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, komplikasi, dan prodesur terapi
yang akan diberikan
Pasang DC
17
b. Medikamentosa
IVFD RL 15 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x500mg
Inj. Lasix 2x8 mg
Inj. PCT 4x125 mg bila demam
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
18
M. FOLLOW UP
S Demam (+) hari ke-2, BAK merah tadi Demam(+), bengkak kelopak mata (+),
pagi, batuk (+), bengkak kedua kelopak batuk(+)
mata (+)
O Kesadaran : Kesadaran :
CM, E4M6V5 GCS 15 CM, E4M6V5 GCS 15
Tanda Vital : Tanda Vital :
TD: 90/60, HR: 120x/m TD: 100/80, HR: 117x/m
RR: 20x/m, S: 38,5°C RR: 28x/m, S: 37,6°C
Status generalis : Status generalis :
Kepala : Normosefali Kepala : Normosefali,
Wajah: kelopak mata bengkak (+/+) Wajah: kelopak mata bengkak (+/+)
Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SNV +/+,rh -/-, wh-/-, Thorax: SNV +/+,rh -/-, wh-/-,
S1S2 reg m(-), g(-) S1S2 reg m(-), g(-)
Abd: BU 3x/menit, supel,turgor(+) Abd: BU 3x/menit, supel, turgor (+)
Eks:Akral hangat, CRT < 2” Eks:Akral hangat, CRT < 2”
Status neurologis : dbn Status neurologis : dbn
19
P 1. IVFD RL 15 tpm 1. IVFD RL 15 tpm
2. Inj. Ceftriaxon 2x500mg 2. O2 k/p
3. Inj. PCT 4x125 mg 3. Terapi lanjut :
4. Lasix 2x8 mg - Inj. Ceftriaxon 2x500mg
5. Cek darah rutin, protein, ASTO, urin - Inj. PCT 4x125 mg
6. Ruang pengawasan HCU - Lasix 2x8 mg
4. P.o Lapifed Exp 3x½ cth
5. P.o Cetirizine 1x1 cth
6. Diet : 3xbubur rendah garam
20
Status neurologis : dbn Status neurologis : dbn
S Tidak ada keluhan Demam (-), batuk (+), pilek (-), nafsu
makan meningkat, minum (+), BAK
merah (+)
O Kesadaran : Kesadaran :
CM, E4M6V5 GCS 15 CM, E4M6V5 GCS 15
Tanda Vital : Tanda Vital :
TD: 100/70, HR: 111x/m TD: 100/60, HR: 100x/m
21
RR: 20x/m, S: 36,5°C RR: 20x/m, S: 37,8°C
Status generalis : Status generalis :
Kepala : Normosefali Kepala : Normosefali,
Wajah: kelopak mata bengkak (+/+) Wajah: kelopak mata bengkak (+/+)
Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SNV +/+,rh -/-, wh-/-, Thorax: SNV +/+,rh -/-, wh-/-,
S1S2 reg m(-), g(-) S1S2 reg m(-), g(-)
Abd: BU 3x/menit, supel, turgor (+) Abd: BU 3x/menit, supel, turgor (+)
Eks:Akral hangat, CRT < 2”, OE(-) Eks:Akral hangat, CRT < 2”, OE(-)
Status neurologis : dbn Status neurologis : dbn
22
14 November 2017 pkl.
Tgl Hari Perawatan ke-7
(Ruang Puspanidra)
S Demam (-), BAK merah (-) batuk (+), bengkak kedua kelopak mata (-)
O Kesadaran :
CM, E4M6V5 GCS 15
Tanda Vital :
TD: 90/70, HR: 90x/m
RR: 22x/m, S: 36,7°C
Status generalis :
Kepala : Normosefali
Wajah: oedema palpebra (-/-)
Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax: SNV +/+,rh -/-, wh-/-,
S1S2 reg m(-), g(-)
Abd: BU 3x/menit, supel, turgor(+)
Eks:Akral hangat, CRT < 2”, OE (-)
Status neurologis : dbn
P 1.Aff infus
2. P.o Lapifed Exp 3x½ cth
3. P.o Cetirizine 1x1 cth
4. P.o amoxicilin 3x166 mg
ACC PULANG
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GLOMERULONEFRITIS AKUT
2.1 Definisi
Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu yang dikarakterisasi oleh cedera glomerular dengan onset mendadak.
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah
setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu glomerulonefritis akut
pasca infeksi streptokokus (GNAPS).(1) GNAPS adalah suatu bentuk peradangan
glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang didahului oleh infeksi group A β-hemolitic streptococci (GABHS) dan ditandai
dengan gejala nefritik seperti adanya hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi
secara akut.(2)
2.2 Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus dapat terjadi pada semua kelompok usia
namun lebih sering ditemukan pada kelompok usia 2-15 tahun, sangat jarang terjadi pada
anak dengan usia di bawah dua tahun dan dua kali lebih sering terjadi pada anak laki–laki
dibandingkan dengan anak perempuan.(3) WHO memperkirakan 472.000 kasus GNAPS
terjadi setiap tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya.(3) Angka
kejadian GNAPS sulit ditentukan karena bentuk asimptomatik lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan bentuk yang simtomatik. Di Indonesia, GNAPS lebih banyak
ditemukan pada golongan sosial ekonomi yang rendah.(2) GNAPS tercatat sebagai
penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10-15% dari kasus gagal ginjal
di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama
menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4-12 tahun dengan puncak usia
5-6 tahun.(4)
24
2.3 Etiologi
Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang
disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut
paska streptokokus berkisar 10-15%. Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama
kali dikemukakan oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah
infeksi saluran nafas, kuman Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan
meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada
Streptokokus beta hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik. Protein
M tipe 1, 2, 4 dan 12 berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas sedangkan tipe 47,
49, dan 55 berhubungan dengan infeksi kulit.(5)
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNAPS. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: (5,6)
1. Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi, dll
2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika
3. Parasit: Malaria dan toksoplasma.
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokokus pada manusia disebabkan
oleh Streptokokus hemolisis β grup A. Grup ini diberi nama spesies S. pyogenes. Bakteri
ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan
diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.(7)
GABHS mengeluarkan hemolisin yang bernama streptolisin O. Streptolisin O
merupakan suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin O
bergabung dengan antistreptolisin O, suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah
25
infeksi oleh streptokokus yang menghasilkan streptolisin O. Antibodi ini menghambat
hemolisis oleh streptolisin O. Titer serum antistreptolisin O (ASO) yang melebihi 160-
200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru saja
terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang
yang hipersensitifitas.(7)
2.4 Patofisiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
tipe 12,4,16,25,dan 29. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan
gambaran klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis
memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar
terjadi nya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses
imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini
terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a ( C5a) dan
mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya
akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema
glomerular. Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien
ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau
kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi , edema dan bendungan
sirkulasi.(4)
Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia
semakin nyata, bila LFG sangat menurun. Hipoperfusi menyebabkan aktivasi sistem
renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat
26
jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin
menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan
merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air
dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.(4)
27
ditemukan pada area tungkai. Apabila terjadi retensi yang berat, edema dapat timbul
pada area perut dan menimbulkan ascites dan dapat juga ditemukan adanya edema
pada genitalia eksterna (edema skrotum/vulva).(2)
Edema pada penderita GNAPS bersifat pitting oedem akibat cairan jaringan
yang tertekan masuk ke jaringan interstitial yang dalam waktu singkat akan kembali
lagi ke tempat semula.(2)
c. Hematuria
Hematuria dapat terjadi pada semua pasien dengan GNAPS, tetapi hanya
sepertiga dari penderita yang mengalami hematuria makroskopis. Urine tampak
berwarna coklat kemerah-merahan atau berwarna teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Warna urine dapat tampak berwarna seperti teh atau cola
karena hemoglobin dalam urine teroksidasi dan berubah menjadi kecoklatan karena
suasana urine yang asam. Hematuria makroskopis dapat berlangsung sampai lebih
dari 10 hari.(8)
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%. Hematuria makroskopik
biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat
pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat
berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang
masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik
GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu
tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.(2)
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar
mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada
kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
28
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang
teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit
kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang
Hipertensi merupakan tanda kardinal ketiga bagi SNA pasca infeksi
streptokokus, dilaporkan terdapat sekitar 50–90% dari penderita yang dirawat dengan
glomeluronefritis akut . Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan hipotesis
terjadinya hipertensi mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut yaitu, gangguan
keseimbangan natrium, peranan sistem renin angiotensinogen dan substansi renal
medullary hypotensive factors , diduga prostaglandin.(4)
e. Oliguria
Oliguria dapat terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbuk kegagalan ginjal
akut. Oliguria biasanya timbul dalam minggu pertama dan akan menghilang
bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.(2)
f. Gangguan kardiovaskuler
Gangguan kardiovaskuler dapat terjadi akibat adanya bendungan sirkulasi yang
terjadi pada GNAPS. Bendungan sirkulasi ini dapat terjadi akobat retesi dari Na dan
air sehingga terjadi hipervolemia.(2)
Edema paru merupakan gejala paling sering ditemukan akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini disertai dengan adanya batuk, sesak nafas dan juga sianosis.(2)
g. Anemia (pucat)
Anemia dapat terjadi karena adanya keadaan hemodilusi akibat retensi cairan.
Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah hilangnya hipervolemia dan
edema. Anemia juga dapat terjadi karena hematuria makroskopik yang berlangsung
lama.(2)
2.6 Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
29
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas
GNAPS
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit,
hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup
A.
30
Peningkatan ASTO pada minggu pertama setelah infeksi. Kenaikan titer 2-
3 kali berarti adanya infeksi.(9)
3. Pemerisksaan aktivitas komplemen: komplemen C3 yang rendah pada
minggu pertama. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu.(9)
4. Pemeriksaan fungsi ginjal
Sebagian besar pasien GNAPS menunjukkan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin serum
5. Pemeriksaan laju endap darah (LED)
- Pemeriksaan urine
Urinalisis menunjukkan adanya hematuria makroskopik ditemukan hampir
pada 50% penderita, proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lainlain.(5)
b. Pemeriksaan Radiologis
c. Pemeriksaan Histopatologis
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel
endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan
ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel
epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur.
Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen Streptokokus.(10)
31
- Rapidly progressive glomerulonefritis
- Lupus nefritis
b. Penyakit sistemik
- Henoch Scӧenlein Purpura
- Eritromatosus
- Endokarditis bakterialis
c. Penyakit infeksi lain
- Infeksi bakteri : Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus
viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi, dll
- Infeksi virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan pasien GNAPS bersifat simtomatik dan lebih diarahkan terhadap
eradikasi organisme dan pencegahan terjadinya gagal ginjal akut. Rawat inap
direkomendasikan bila terdapat edema, hipertensi atau peningkatan kadar kreatinin darah.
2.8.1 Non-Medikamentosa
- Istirahat selama 3-4 minggu
- Diet
Jumlah garam yang diberikan harus diperhatikan. Pada anak dengan edema
berat dianjurkan untuk makan tanpa garam. Bila edema ringan, garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum tinggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgBB/hari.
Pada penderita dengan anuria atau oligouria, jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan yang keluar.(2)
2.8.2 Medikamentosa
- Antibiotik
Pemberian penisilin pada fase akut dengan tujuan untuk mengurangi
menyebarnya infeksi Streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
32
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.(2,11)
- Antihipertensi
Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda serebral diberikan kaptopril 0,3-2
mg/kgBB/hari atau furosemid 1-3 mg/kgBB atau kombinasi keduanya. Bila
asupan oral cukup baik dapat diberikan nifedipin seblingual 0,25-0,5
mg/kgBB/hari yang dapat diulangi tiap 30-60 menit bila perlu.(2)
Pada hipertensi berat atau ensefalopati hipertensi, dapat diberikan klonidin
0,002-0,006 mg/kgBB dapat diulang sampai 3 kali atau diazoxide 5
mg/kgBB/hari IV.(2)
2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan GNAPS adalah:
1. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) pada anak >6
tahun dimana tekanan darah dapat lebih dari 180/120 mmHg.(2) Ensefalopati hipertensi
dapat terjadi akibat adanya spasme dari pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.(5) Pada anak dengan ensefalopati hipertensi didapatkan gejala seperti
pusing, kejang-kejang, muntah.(5)
2. Gangguan kardiovaskular
- Edema paru
Pada anak yang mengalami edema paru, biasanya akan didapati dyspneu,
orthopnoe, dan pada pemeriksaan fisik akan didapati ronki basah halus di basal
paru.(2,5)
- Pembesaran jantung
Pembesaran jantung dapat terjadi akibat adanya hipervolume plasma intravaskular
yang menimbulkan meningkatnya besar beban volume yang harus diterima jantung
33
yang mengakibatkan membesarnya jantung. Dapat pula terjadi gagal jantung
apabila terjadi hipertensi yang menetap dan terdapat kelainan dari miokardium.(5)
3. Gangguan ginjal akut
Gangguan ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia.(7)
2.10 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun
sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik
terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-
95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS
dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik.
Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan
pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS
baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute
kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara
lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola
serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran
histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang
lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi
nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal
menunjukkan prognosis yang baik.(12)
34
HIPERTENSI PADA ANAK
35
TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.
7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali pada
kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD harus
dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.
Tabel 1. Tekanan darah anak laki-laki berdasarkan persentil umur dan tinggi
badan
36
Systolic BP [mmHg) Diastolic BP (mmHg]
Percentile of height Percentile of height
Age BP
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
(year) percentile
8 50th 95 95 96 98 99 100 101 57 57 57 58 59 60 60
90th 108 109 110 111 113 114 114 71 71 71 72 73 74 74
95th 112 112 114 115 11G 118 118 75 75 75 76 77 73 78
99th 119 120 121 122 123 125 125 82 82 83 83 84 85 86
9 50th 96 97 98 100 101 102 103 58 58 58 59 60 Gl 61
90th 110 110 112 113 114 116 116 72 72 72 73 74 75 75
95th 114 114 115 117 118 119 120 76 76 76 77 78 79 79
99th 121 121 123 124 125 127 127 83 83 84 84 85 86 87
10 50th 98 33 100 102 103 104 105 59 59 59 60 G1 62 62
90th 112 112 114 115 116 118 118 73 73 73 74 75 76 76
95th 116 116 117 119 120 121 122 77 77 77 78 79 80 80
99th 123 123 125 126 127 129 129 84 84 85 86 86 37 38
11 50th 100 101 102 103 105 106 107 60 60 60 G1 62 63 63
90th 114 114 116 117 118 119 120 74 74 74 75 76 77 77
95th 118 lie 119 121 122 123 124 78 78 78 79 80 31 ei
99th 125 125 126 128 129 130 131 85 85 86 87 87 88 89
12 50th 101 102 104 106 108 109 110 59 60 SI G2 G3 63 64
90th 115 116 118 120 121 123 123 74 75 75 76 77 78 79
95th 119 120 122 123 125 127 127 78 79 80 81 82 32 83
99th 126 127 129 131 133 134 135 36 87 88 89 90 90 91
13 50th 104 105 10E 108 110 111 112 60 60 SI G2 G3 64 64
90th 117 113 120 122 124 125 126 75 75 76 77 78 79 79
95th 121 122 124 126 128 129 130 79 79 80 81 82 83 83
99th 128 130 131 133 135 13G 137 87 87 83 89 90 91 91
14 50th 1OG 107 109 111 113 114 115 60 61 62 S3 G4 65 65
90th 120 121 123 125 126 128 128 75 76 77 7fi 79 79 80
95th 124 125 127 129 130 132 132 80 80 81 82 83 84 84
99th 131 132 134 136 136 139 140 87 83 89 90 91 92 92
15 50th 109 110 112 113 115 117 117 SI 62 63 64 G5 66 66
90th 122 124 125 127 129 130 131 76 77 78 79 80 80 81
95th 126 127 129 131 133 134 135 81 81 82 83 84 85 85
99th 134 135 13G 139 140 142 142 33 89 90 91 92 93 93
16 50th 111 112 114 116 118 119 120 63 63 64 S5 G6 67 67
90th 125 126 128 130 131 133 134 78 78 79 80 31 82 82
95th 129 130 132 134 135 137 137 82 83 83 84 85 86 87
99th 136 137 139 141 143 14+ 145 90 90 91 92 93 94 94
17 50th 114 115 116 lie 120 121 122 65 66 66 67 G8 69 70
90th 127 128 130 132 134 135 136 80 80 81 82 83 84 84
95th 131 132 134 13S 138 139 140 84 85 86 87 87 88 89
99th 139 140 141 143 145 14G 147 92 93 93 94 95 96 97
37
Systolic BP [mmHg) Diastolic BP (mmHg]
Percentile of height Percentile of height
Age BP
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
(year) percentile
Tabel 2. Tekanan darah anak perempuan berdasarkan persentil umur dan tinggi badan
38
Systolic BP[mmHg) Diastolic BP [mmHg)
Percentile of height Percentile of height
Age BP
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
(Year) percentile
9 50th 96 97 98 100 101 102 103 58 56 56 59 60 61 61
90th 110 110 112 113 114 116 116 72 72 72 73 74 75 75
95th 114 114 115 117 118 119 120 76 76 76 77 78 79 79
99th 121 121 123 124 125 127 127 83 63 G4 84 86 86 87
ID 50th 98 99 100 102 103 104 105 59 59 59 60 61 62 62
90th 112 112 114 115 116 118 118 73 73 73 74 76 76 76
95th 116 115 117 119 120 121 122 77 77 77 78 79 80 80
99th 123 123 125 126 127 129 129 84 64 65 86 86 87 88
11 50th 100 101 102 103 105 106 107 60 60 60 61 62 63 63
90th 114 114 116 117 118 119 120 74 74 74 75 76 77 77
95th 118 116 119 121 122 123 12+ 78 76 7fi 79 80 81 61
99th 125 125 126 128 129 130 131 86 65 66 87 87 88 89
12 50th 102 103 104 105 107 108 109 61 61 61 62 63 64 64
90th 116 116 117 119 120 121 122 75 75 75 76 77 78 78
9Sth 119 120 121 123 124 125 126 79 79 79 80 81 82 82
99th 127 127 128 130 131 132 133 86 86 87 88 88 89 90
13 50th 104 105 106 107 109 110 110 62 62 62 63 64 65 65
90th 117 118 119 121 122 123 124 76 7G 7G 77 78 79 79
95th 121 122 123 124 126 127 128 80 80 80 81 82 83 83
99th 128 129 130 132 133 134 135 87 87 88 89 89 90 91
14 50th 106 106 107 109 110 111 112 63 63 63 64 65 66 66
90th 119 120 121 122 124 125 125 77 77 77 78 79 80 80
95th 123 123 125 126 127 129 129 81 81 81 82 83 84 84
99th 130 131 132 133 135 136 136 88 88 89 90 90 91 92
15 50th 107 108 109 110 111 113 113 64 64 64 65 66 67 67
90th 120 121 122 123 125 126 127 78 78 78 79 80 81 81
95th 124 125 126 127 129 130 131 82 82 82 83 84 85 85
99th 131 132 133 134 136 137 138 89 89 90 91 91 92 93
16 50th 108 108 110 111 112 114 114 64 64 65 66 66 67 68
90th 121 122 123 124 126 127 128 78 78 79 80 81 81 82
95th 125 126 127 128 130 131 132 82 82 83 84 85 85 86
99th 132 133 134 135 137 138 139 90 90 90 91 92 93 93
17 50th 108 109 110 111 113 114 115 64 65 65 66 67 67 68
90th 122 122 123 125 126 127 128 78 79 79 80 81 81 82
95th 125 126 127 129 130 131 132 82 83 83 84 85 85 86
99th 133 133 134 136 137 138 139 90 90 91 91 92 93 93
39
Pediatrics definition
3.2 Epidemiologi
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat. Hipertensi pada anak merupakan masalah dibidang pediatri dengan prevalens
sekitar 1-3%. Prevalens hipertensi pada anak, khususnya pada usia sekolah mengalami
peningkatan. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya prevalens obesitas pada
kelompok usia tersebut. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hipertensi pada orang
dewasa sudah dimulai sejak masa anak. Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit jantung koroner pada orang dewasa, dan hipertensi pada anak memberikan
kontribusi terhadap terjadinya penyakit jantung koroner sejak dini.16 Di Indonesia angka
kejadian hipertensi pada anak dan remaja bervariasi dari 3,11% sampai 4,6%.17
3.3 Etiologi
Hipertensi dapat oleh karena primer (esensial), atau sekunder oleh karena gangguan
medik lain. Umumnya sebagian besar hipertensi pada anak-anak adalah sekunder.
Namun, anak-anak dengan hipertensi esensial akhir-akhir ini cenderung meningkat.
40
Walaupun demikian penting untuk melakukan eksplorasi penyebab sekunder pada anak-
anak, terutama pada anak-anak yang relatif sangat muda dan pada hipertensi berat.
41
3.4 Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien hipertensi esensial didiagnosis secara kebetulan pada saat
dilakukan pemeriksaan fisik rutin disekolah atau pada saat pemeriksaan oleh dokter
karena keluhan yang lain. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala klinik, tetapi
sebagian lainnya mengeluhkan gejala-gejala sakit kepala, pusing, lemah, atau gejala-
gejala kardiovaskular. Pasien dengan penyebab sekunder biasanya sering menunjukkan
gejala yang berhubungan dengan penyakit penyebabnya (misal hematuria pada
glomerulonefritis atau rasa panas dan penurunan berat badan pada hipertiroidisme)
yang lebih menonjol dibandingkan gejala hipertensinya.
Hipertensi krisis
Diluar klasifikasi hipertensi tersebut diatas terdapat suatu keadaan yang disebut
hipertensi krisis, yaitu apabila tekanan darah sistolik atau diastolik berada 50% di atas
tekanan darah 95 persentil. Pada anak di atas 6 tahun secara praktis dipakai kriteria
tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg, atau
42
meskipun tekanan darah < 180/120 tetapi disertai gejala ensefalopati, dekompensi
jantung atau edema papil pada mata.18
Hipertensi krisis dapat terjadi baik pada hipertensi akut misalnya pada glomerulonefritis
akut pasca streptokokus atau pada hipertensi kronik. Hipertensi krisis memerlukan
penurunan tekanan darah yang cepat untuk mencegah kerusakan organ target.
Hipertensi krisis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hipertensi emergensi
2. Hipertensi urgensi
Definisi hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik
yang telah atau dalam proses mengalami kerusakan organ target yaitu otak, jantung, ginjal
atau mata. Oleh karena itu harus diturunkan dalam beberapa menit atau jam'211. Pada
hipertensi urgensi dapat diturunkan lebih perlahan yaitu beberapa hari. Hipertensi
urgensi sewaktu-waktu dapat progresif menjadi hipertensi emergensi, karena itu harus
diturunkan dalam 12-24 jam. Manifestasi klinik hipertensi emergensi: Ensefalopati, gagal
jantung, edema paru, gagal ginjal, krisis adenergik, trauma kepala, stroke, infark miokard,
diseksi, eklampsia.
Manifestasi klinik hipertensi emergensi nomor 7 - 1 0 biasanya ditemukan pada orang
dewasa, jarang pada anak. Pada anak yang sering ditemukan adalah ensefalopati
hipertensi pada penderita glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). Mortalitas
sangat tinggi apabila hipertensi krisis tidak mendapatkan terapi yang cepat dan tepat.
Dilaporkan bahwa angka mortalitas dalam satu tahun dapat mencapai hampir 90% pada
penderita dewasa yang tidak cepat diatasi.
3.5 Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi (EH) merupakan bagian dari hipertensi krisis yaitu
tekanan darah yang meningkat mendadak dan berlebihan dengan akibat terjadi
disfungsi serebral. Karena EH dan hipertensi krisis merupakan dua hal yang saling
berhubungan, maka pembahasan kedua hal tersebut akan dilakukan bersama-sama.
Gejala klinik ensefalopati hipertensi
Gejala dini EH yang merupakan gejala prodromal terjadi 12 - 48 jam sebelumnya
ialah keluhan sakit kepala yang makin lama makin hebat, mual, muntah dan gangguan
penglihatan seperti kabur dan diplopia. Selanjutnya terjadi mental confusion,
43
penurunan kesadaran yang makin berat, kejang umum atau fokal. Defisit neurologik
fokal dapat dijumpai misalnya hemiparesis, afasia, refleks asimetrik dan nistagmus.
Gejala neurologik fokal tersebut bersifat sementara. Bila kelainan tersebut menetap
maka diagnosis EH perlu dipertanyakan. Timbulnya EH tidak hanya ditentukan oleh
derajat hipertensi tetapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah. Gejala EH
terjadi karena ada gangguan autoregulasi pembuluh darah serebral yang
menyebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak.
Pada penderita hipertensi kronik, EH timbul pada tingkat hipertensi yang lebih
tinggi karena telah ada pergeseran autoregulasi pembuluh darah otak, sedangkan pada
anak yang sebelumnya normotensif gejala EH dapat timbul pada tingkat yang lebih
rendah. Pemeriksaan funduskopi pada anak jarang memperlihatkan gambaran
perdarahan maupun edema papil. Loggie (1979) tidak menemukan kelainan retina
pada anak dengan EH. Alatas dkk (1979) meneliti 12 anak dengan hipertensi krisis, 4
di antaranya menderita EH, dan hanya menemukan 1 kelainan fundus berupa
penyempitan arteriol tanpa eksudat, perdarahan ataupun edema papi.
Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukkan peninggian tekanan intrakranial
tetapi komposisi cairan serebrospinal normal. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan
pada penderita EH kecuali bila dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Pemeriksaan
EEG dan foto kepala tidak memberi bantuan dalam menegakkan diagnosis EH tetapi
dapat dilakukan untuk menyingkirkan kelainan intrakranial yang lain. Dalam
keadaan meragukan pemeriksaan CT-scan dan MRI otak dapat membantu
diagnosis EH walaupun pengalaman penggunaannya masih sangatterbatas.
Kriteria yang paling tepat untuk diagnosis EH ialah hilangnya gejala dengan
cepat setelah tensi dapat diturunkan. Bila hal ini tidak terjadi maka diagnosis EH patut
diragukan. Diagnosis banding yang perlu dipikirkan ialah perdarahan intraserebral
atau subaraknoid, tumor intrakranial, trauma kepala, ensefalitis, ensefalopati uremik
dan toksik.
Patofisiologi ensefalopati hipertensi
Pada keadaan normal peredaran darah serebral senantiasa dijaga dalam batas
tertentu oleh suatu sistem yang disebut autoregulasi. Bila terjadi penurunan tekanan
darah sistemik akan terjadi vasodilatasi, sedangkan sebaliknya akan terjadi
44
vasokonstriksi pembuluh darah serebral. Hal ini diatur oleh aktivitas saraf simpatis
untuk melindungi kerusakan jaringan otak. Sirkulasi darah otak (cerebral blood flow =
CBF) akan konstan pada level Mean Arterial Pressure (MAP) antara 60 dan 120 mmHg.
Bila tekanan darah sistemik meningkat terus sampai mencapai MAP 180 mmHg maka
kemampuan vasokonstriksi pembuluh darah otak tidak dapat dipertahankan lagi, dan
terjadilah peregangan serta vasodilatasi (lihat gambar 1). Keadaan ini disebut
breakthrough CBF sehingga terjadi hiperperfusi jaringan otak dan perembesan cairan
ke jaringan perivaskular. Akibatnya terjadi edema serebri dengan gejala ensefalopati
hipertensi.
Pada hipertensi kronik bila penurunan tekanan darah dilakukan terlalu cepat
maka akan terjadi hipoperfusi dan iskemia serebral yang lebih cepat daripada
45
hipertensi akut dengan gejala awal lemas dan pusing dan dapat berlanjut menjadi
koma, bahkan kematian. Jadi akibat pergeseran ke kanan (gambar 3) pada hipertensi
kronik cerebral blood flow sudah menurun pada level MAP 150-120 mmHg,
sedangkan pada hipertensi akut hipoperfusi CBF baru terjadi pada MAP 50-60
mmHg. Oleh karena itu terutama pada ensefalopati yang terjadi pada hipertensi kronik
penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu cepat.
3.6 Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka pendek
maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ target. Selain
menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus diperhatikan faktor
lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas, hiperlipidemia, kebiasaan
merokok, dan intoleransi glukosa. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan
tekanan darah hingga di bawah persentil ke-95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak.
Pengobatan yang dilakukan secara tepat sejak awal pada anak yang menderita hipertensi
ringan-sedang akan menurunkan risiko terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner di
kemudian hari.15
1. Terapi non-farmakologis
Pada anak dengan kondisi prahipertensi atau hipertensi tingkat 1 dianjurkan
terapi berupa perubahan gaya hidup. Terapi ini meliputi pengendalian berat badan,
olahraga yang teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan kebiasaan merokok
pada anak remaja yang merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Korelasi yang kuat
terdapat pada anak yang berat badannya berlebih dengan peningkatan tekanan darah.
Pengurangan berat badan telah terbukti efektif pada anak obese disertai hipertensi.
Pengendalian berat badan tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi juga
menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam, menurunkan risiko
kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin. Aktivitas fisik tersebut
minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari. Intervensi diet pada anak dapat berupa
ditingkatkannya diet berupa sayuran segar, buah segar, serat, dan makanan rendah
lemak, serta konsumsi garam yang adekuat hanya 1,2 g/hari (anak 4-8 tahun) dan 1,5
g/ hari untuk anak yang lebih besar membantu dalam manajemen hipertensi.13,18
46
2. Terapi farmakologis
Hipertensi pada anak yang merupakan indikasi pemberian anti hipertensi yaitu
hipertensi simtomatik, adanya kerusakan organ target (retinopati, hipertrofi ventrikel
kiri dan proteinuria), hipertensi sekunder, diabetes melitus, hipertensi tingkat 1 yang
tidak menunjukkan respons dengan perubahan gaya hidup, dan hipertensi tingkat 2.15
Pemberian antihipertensi harus mengikuti aturan berjenjang, dimulai dengan
satu macam obat pada dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai efek terapetik atau munculnya efek samping atau bila dosis maksimal telah
tercapai. Obat kedua boleh diberikan dengan menggunakan obat yang memiliki
mekanisme kerja yang berbeda.15.19
Golongan diuretik dan β-blocker merupakan obat yang dianggap aman dan
efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu dipertimbangkan
untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit penyerta adalah penghambat
ACE (angiotensin converting enzyme) pada anak yang menderita diabetes mellitus
atau terdapat proteinuria, serta β-adrenergic atau penghambat calcium-channel pada
anak-anak yang mengalami migrain. Selain itu pemilihan obat antihipertensi juga
tergantung dari penyebabnya, misalnya pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus
pemberian diuretik merupakan pilihan utama, karena hipertensi pada penyakit ini
disebabkan oleh retensi natrium dan air. Golongan penghambat ACE dan reseptor
angiotensin semakin banyak digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi
proteinuria. Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang
mengalami penurunan fungsi ginjal.
The Fourth Report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high blood
pressure in children and adolescents mendefinisikan hipertensi berat bila tekanan
darah melebihi 5 mmHg di atas persentil 99 menurut usia. Krisis hipertensi yaitu rerata
TDS atau TDD >5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala dan tanda klinis. Pendapat
lain menyebutkan bahwa hipertensi krisis dapat bersifat emergensi yaitu peningkatan
TDS atau TDD yang telah atau dalam proses menimbulkan kerusakan organ dalam
beberapa menit-jam atau urgensi yang perlu diturunkan dalam 12-24 jam karena
sewaktu-waktu dapat progresif menjadi hipertensi emergensi (TDS >180 mmHg dan
TDD >120 mmHg). Krisis hipertensi yang disertai gejala ensefalopati hipertensif
47
memerlukan pengobatan dengan antihipertensi intravena untuk mengendalikan
penurunan tekanan darah dengan tujuan terapi menurunkan tekanan darah >25%
selama 8 jam pertama setelah krisis dan secara perlahan-lahan menormalkan tekanan
darah dalam 26 sampai 48 jam. Krisis hipertensi dengan gejala lain yang lebih ringan
seperti sakit kepala berat atau muntah dapat diobati dengan antihipertensi oral atau
intravena. Sodium nitroprusid, nikardipin, dan labetalol dianjurkan sebagai obat
intravena yang aman dan efektif karena mudah dititrasi dan dengan toksisitas yang
rendah. Obat lain yang dianjurkan adalah hidralazin, klonidin, esmolol, enalaprilat.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007. Hal. 835.
2. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
IDAI. Jakarta. 2012.
3. Kher KK. Acute Glomerular diseases in children. The Open Urology & Nephrology
Journal. 2015;8:104-116.
4. Rena N, Suwitra K. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus. J Peny Dalam
2010;10.3.
5. Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED,
Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. Berlin:
Springer. Ed: 6. 2009. hal. 743-55.
6. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. In: Kliegman
RM, Stanton BF, Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics.
Philadelphia : Elsevier Saunders. Ed: 19. 2011.
7. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathophysiology. Philadelhia : Elsevier
Sanders. Ed: 9. 2013. Hal: 519-23.
8. Rene G, Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis: The Most Common Acute
Glomerulonephritis. Pediatrifcs in Review. 2015;36;3.
9. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam:
Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. New York:
Oxford; Ed: 3. 2003. h. 367-80.
10. Iturbe BR, Haas M. Post Streptococcal Glomerulonephritis. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333429/
11. Nishi S. Treatment guidelines concerning rapidly progressive glomerulonephritis
syndrome. Nippon Naika Gakkai Zasshi. 2007;96(7):1498-501.
12. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Sari
Pediatri. 2003;5;2;58-63.
13. Supartha M, Suarta IK, Winaya IBA. Hipertensi pada Anak. Maj KedoktIndon,
2009;59(5):221-30.
14. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Children and Adolescents. The Fourth Report on the Diagnosis,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents.
Pediatrics. 2004; 114:555-76.
15. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Tatalaksana Hipertensi pada Anak.IDAI.
2011. p.1-20
16. Nuraini B. Risk Factor of Hypertension. J Majority, 2015;4(5):10-9.
17. Saing JH. Hipertensi pada Remaja. Sari Pediatri, 2005;6(4):159-65.
18. Alatas H. 2006. Ensefalopati Hipertensi. In: Rauf H, Albar H, Taufiq MA, Pelupessy
NM.Kegawatan pada penyakit ginjal anak. May 27-28. Makassar: UKK Nefrologi
IDAI Cabang Sulawesi Selatan Bagian llmu Kesehatan Anak FK UNHAS. 17-28.
19. Luma GB, Spiotta RT. Hypertension in Children and Adolescents. Am FamPhysician.
2006;73:1158-68.
49