Anda di halaman 1dari 9

NIC (NERS CHARACTER ISLAMIC) :PENINGKATAN KARAKTER ISLAMI

DALAM DIRI PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN


KEPERAWATAN PALIATIF SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KUALITAS HIDUP PASIEN AIDS

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
NIC (NERS CHARACTER ISLAMIC) :PENINGKATAN KARAKTER ISLAMI
DALAM DIRI PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN
KEPERAWATAN PALIATIF SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KUALITAS HIDUP PASIEN AIDS

Allah SWT telah menganugrahkan kepada manusia untuk memiliki naluri


saling menolong atau membantu, salah satunya pada profesi bidang kesehatan
yaitu perawat. Diera modern ini terjadi peningkatan masalah penyakit yang
menyebabkan penderitaan dan kematian. Manusia mencari pengobatan dengan
berbagai metode dan teknologi, namun pada kenyataannya masih belum semua
penyakit dapat disembuhkan, salah satunya adalah Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, (2014),
terjadi peningkatan AIDS di Pulau Jawa. Posisi teratas terjadi di DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya system kekebalan tubh manusia akibat infeksi virus – virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang terkena virus ini akan rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar – benar bisa disembuhkan. Pada Januari 2006 UNAIDS
bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS menyebabkan kematian
lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981.
Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan
dalam sejarah. Pada stadium lanjut, prioritas pelayanan AIDS tidak hanya pada
penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik
bagi pasien. Pasien dengan penyakit AIDS tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti menurunnya sistem imunitas tubuh dan gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Maka kebutuhan pasien penyakit AIDS tidak hanya
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial, dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
tenaga kesehatan terutama perawat melalui perawatan paliatif.

AIDS merupakan suatu keadaan dimana suatu penyakit sudah tidak bias
disembukan lagi dan akhirdari semuanya atau sudah mendekati kematian.
Kematian merupakan bagian alami dari proses kehidupan makhluk hidup
(Brunner dan Suddarth, 2002). Pasien dengan kondisi AIDS membutuhkan
perawatan paliaatif dengn pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga (KEMENKES, 2007).

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas


hidup pasien dan keluarga saat menghadapi masalah penyakit yang dapat
mengancam jiwa. Perawatan paliatif juga dapat didefinisikan sebagai perhatian
sepenuhnya terhadap pasien dan keluarga ketika penyakit pasien tidak dapat
disembuhkan dan kemungkinan hidup kecil. Perawatan paliatif dilakukan untuk
membantu meringankan penderitaan fisik dan psikologis pada pasien yang tidak
dapat disembuhkan atau dalam tahap terminal. Perawatan paliatif merupakan hak
semua pasien untuk mendapatkan perawatan yang terbaik sampai akhir hayatnya.

Prinsip dari perawatan paliatif sendiri yaitu meningkatkan kualitas hidup


pasien, tidak mempercepat atau menunda kematian, menghilangkan keluhan yang
dirasakan , menghindari tindakan medis yang sia – sia, memberikan dukungan
yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir
hayat, pasien dapat memahami dengan baik dan menganggap kematian
merupakan proses yang normal, menjaga keseimbangan fisik, psikososial dan
spiritual dalam perawatan pasien. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di
Indonesia belum banyak menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit
disembuhkan melalui perawatan paliatif.

Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri,


penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan paliatif, dukungan
psikologis, dukungan social, dukungan kultural dan spiritual, dukungan persiapan
dan selama masa dukacita (bereavement). Perawatan paliatif dilakukan melalui
rawat inap, rawat jalan, dan rawat rumah. Tujuan dari perawatan paliatif yaitu
untuk memberikan dukungan dan perhatian yang membuat hidup pasien
menyenangkan selama masa sakit, sehingga pasien bisa menikmati sisa hidupnya.
Selain itu pasien dengan penyakit kronis/terminal pasti meraksakan kehilangan
harapan hidup, karena pasien juga menyadari sangat kecil kemungkinan untuk
sembuh dengan segala gejala yang pasien rasakan.

Selama ini masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien


dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Padahal konsep baru
perawatan paliatif menekankan pentingnya perawatan paliatif lebih dini agar
masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan
paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan
melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak
mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.

Namun penerapan perawatn paliatif di Indonesia sendiri belum banyak.


Salah satu tantangannya adalah terkait bagaimana para tenaga kesehatan
memandang persoalan kematianpaien. Banyak rumah sakit yang belu memahami
pentingnya perawatan paliatif, bahwa seharusnya pasien diberikakn perawatan
paliatif, terutama untuk pasien dengan stadiumterminal (Suherman, 2014).
Kurangnya penelitian yang meneliti tentang pengalaman perawat dalam hal
memberikan asuhan keperawatan paliatif dan tidak menggali gambaran
perpindahan perawatan dari pengobatan ke perawatan paliatif menyebabkan
penerapan perawatan paliatif jarang diterapkan bahkan dilupakan. Permasalahan
lain yaitu rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di
Indonesia masih terbatas yang hanya terdapat di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien, jumlah
dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih
terbatas. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum
merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif
di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif.
Dalam tim perawatan paliatif setidaknya terdiri dari dokter, psikolog,
psikiater, konselor, rohaniawan dan perawat. Dengan demikian sudah menjadi
kewajiban rumah sakit untuk menyediakan tim tersebut. Namun sayangnya, bukan
hal yang mudah menyediakan tim perawatan paliatif lengkap termasuk
rohaniawan di rumah sakit umum. Rohaniawan sangat dibutuhkan untuk
menguatkan spiritual pasien AIDS dalam keadaan terminal, karena tindakan
medis yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan. Keputusan untuk
menghentikan pengobatan dapat berdasarkan dua sebab yaitu :

1. Penyakit pasien semakin lama semakin memburuk dan tingkat


kekebalan tubuhnya sudah hilang
2. Semua kemungkinan untuk menganalisa dan mengetahui kondisi
pasien dan usaha – usaha pengobatan telah dilakukan tetapi kondisi
pasien terus memburuk.

Perawatan paliatif diklasifikasikan menjadi beberapa macam, diantaranya


sebagai berikut :

1. Terapi paliaif raadiasi


Terapi paliatif radiasi
2. Perawatan paliatif religius.
Perawatan paliatif religius kberhubungan dengan agama. Agakma
merupakam hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Terapi
religious sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan
paliatif. Jika pemenuhan kebutuhan religious kurang, akan
mengakibatkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari
masng – masing agama sangat membantu dalam mengembangkan
perawatan paliatif. Penerapan perawatan paliatif kepada pasien
dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengajaka dan mengajari
pasien untuk berdoa dan berdzikir, selalu mempunyai sifat optimis dan
berbaik sangka, melaksanakan sholat tahajud, dan pasien termotivasi
untuk melaksanakan puasa, dan amalan – amalan baik lainnya disisa
hidupnya. Disinilah terlihat peran penting dari perawatan paliatif
kepada pasien terutama dari segi spiritual. Spiritualitas pasien bisa
menjadi faktor yang melindungi resiko progresivitas penyakit AIDS.
Namun perubahan dari pengobatan aktif menjadi pengobatan paliatif
tidak terjadi dalam waktu yang singkat, perawatan paliatif akan sangat
berhail jika masih pada fase dini, tentunya dengan dukungan yang
diperoleh dari lingkungan yaitu keluarga dan adanya kelopok
orangyang dapat membangkitkan kesadarannya tentang pentingnya
spiritualnya.

Menurut penelitian Wingaard (2013), membuktikan bahwa efektifitas


pendekatan holistik dengan aspek spiritual dalam merawat orang dengan AIDS
mampu meningkatkan ketrampilan untuk bertahan hidup, mengantarkan mereka
menemukan kembali harapan dan makna hidup serta memperbaiki tindakannya
menjadi lebih baik. Dengan demikian diketahui bahwa kebutuhan spiritualitas
memberikan konstribusi penting dalam perjalanan hidup orang dengan AIDS.

Menyadari pentingnya pemenuhan kebutuhan aspek spiritual bagi pasien


AIDS maka menjadi suatu keharusan bagi tenaga kesehatan terutama perawat
untuk menerapkan perawatan paliatif yang agamis, karena selama ini perawat
berperan besar dalam perawatan paliatif, karena menurut beberapa penelitian
sebelumnya menunjukan bahwa perawat masih merasa takut, sedih, dan
kehilangan harapan bahwa perawat apabila perawaat tidak mampu memberikan
perawatn paliatif pada pasien terminal.
Maka harus ada peningkatan pengetahuan perawat tentang perawatan
paliatif yang agamis. Hal ini dapat diterapkan di pasien AIDS dengan
mengembangkan dakwah dalam rumah sakit. Dakwah bagi pasien tidak harus
dengan ceramah, tetapi bagaimana pasien mendapatkan motivasi islam yang
bermanfaat, hiburan, dukungan, sugesti, empati, dan berbagai hal positif yang
menyangkut aspek kejiwaan. Pelayanan bimbingan rohani islam merupakan
metode yang dapat diterapkan kepada semua pasien termasuk orang yang terkena
AIDS.
Pemenuhan bimbingan rohani merupakan pemenuhan kebutuhan
keyakinan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta
atau sebagai Maha Kuasa. Pemenuhan bimbingan rohani mengandung pengertian
hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)
sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).
Pemenuhan bimbingan rohani merupakan kebutuhan spiritual. Kebutuhan
spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk
menemukan arti, tujuan, menderita, dankematian; kebutuhan akan harapan dan
keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari,
2002).
Kebutuhan spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan
kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau
kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul
diluar kekuatan manusia
(Kozier, 2004).
Pemenuhan kebutuhan rohani pasien AIDS ini dapat dilakukan melalui
tenaga kesehatan khususnya perawat, karena perawat adalah tenaga kesehatan
yang paling lama bertemu dengan pasien. Selain itu, perawat juga memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Tetapi sebelum memberikan pemenuhan
kebutuhan rohani pada pasien AIDS, perawat harus dibentuk dan ditingkatkan
karakter islami pada dirinya. Kualitas asuhan keperwatan dalam perawatan paliatif
tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. Tingkat kesiapan perawat untuk merawata pasien paliatif
2. Kondisi penyakit dan respon pasien terhadap penyakit.
3. Dukungan dari keluarga.

Selain itu, untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif


melalui pemenuhan kebutuhan rohani diperlukan pendidikan karakter islam
kepada tenaga kesehatan terutama perawat yang berkelanjutan. Pembentukan dan
peningkatan karakter islami pada perawat merupakan hal penting karena karakter
merupakan watak, sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian, atau ahlak. Karakter
berhubungan dengan nilai – nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, perbuatan berdasarkan
norma – norma agama, hukum, dan budaya.
Pembentukan karakter islam merupakan upaya penanaman kecerdasan
kepada seseorang agar dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku sesuai Alquran
dan Hadits yang diwujudkan dalam interaksi dengan Allah SWT, diri sendiri, dan
lingkungannya. Jadi, tujuan dari pembentukan karakter islami yaitu menjadikan
seseorang sebagai hamba dan khalifah Allah yang berkualitas taqwa.
Tujuan lain dari pembetukan karakter islami pada perawat yaitu
Mengingat bahwa seorang perawat merupakan orang yang mendapatkan
kepercayaan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tertentu dalam suatu
pelayanan kesehatan pasien. Selain itu, kenapa karakter islami pada perawat itu
penting ? karena siapapun yang orientasinya dominan akhirat, pasti amanah, bisa
bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai perawat, rela berkorban, ikhlas
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif, sabar, semangat dan tidak
sekedar menyelesaikan tugasnya serta mampu berinovasi mengubah dan menjadi
contoh orang lain menjadi lebih baik. Disini terlihat jika karakter islami pada diri
perawat baik, bisa dipastikan juga akan berpengaruh baik terhadap pemenuhan
kebutuhan rohani pasien AIDS.
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya pembangunan karakter perawat
sangat diperlukkan untuk memberikan asuhan keperawatan paliatif dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup pasien AIDS. Karakter juga menentukan sebuah
tindakan bagaimana seseorang perawat harus bertindak. Seorang perawat harus
memiliki kepandaian. Kepandaian yang dimaksudkan adalah kepandaian otak
yang di imbangi dengan kepandaian hati. Apa jadinya jika karakter islami perawat
rendah dan memberikan asuhan keperawatan paliatif yang spiritual, pasti
kompetesi asuhan keperawatan spiritualnya rendah dan tidak berkembang.
REFERENSI
Hidayati, Ema. 2015. Dasar – Dasar Bimbingan Rohani Islam. Semarang : CV.
Karya Abadi Jaya.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :812/Menkes/SK/VII/2007 tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif. Di Unduh tanggal 05 Januari 2018.
Pusat Data dan Informasi Direktoral Jenderal Pelayanan Medik Direktoral
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI.
“Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia”. Di Unduh tanggal 05 Januari 2018.

Anda mungkin juga menyukai