Anda di halaman 1dari 13

Patofisiologi

a. PMS
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya
kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi
dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang
edema (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Maulana, 2008).

b. Dismenore
Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran prostaglandin di cairan
menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus dan nyeri. Kadar prostaglandin
endometrium yang meningkat selama fase luteal dan menstruasi menyebabkan
kontraksi uterus. Selama periode menstruasi, kadar prostaglandin meningkat, kemudian
pada permulaan periode, kadar prostaglandin tetap tinggi, dengan berlanjutnya masa
menstruasi, kadar prostaglandin menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri
cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi. Vasopressin
juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan menyebabkan nyeri iskemik
sebagai akibat dari vasokonstriksi (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).

c. Menopause
Hipotalamus dan kelenjar pituitari mengontrol fungsi fisiologi reproduksi pada
manusia. Kelenjar pituitari diregulasi sekresi hormonnya oleh gonadtropin releasing
hormone (GnRH) dari hipotalamus. Folicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH) diproduksi oleh kelenjar pituitari yang dirangsang oleh GnRH. Hormon
gonadotropin juga dipengaruhi oleh negative feedback dari estradiol dan progesteron.
Estradiol dihasilkan oleh folikel yang siap berkembang, progesteron dihasilkan oleh
corpus luteum, dan androgen dihasilkan oleh stroma ovarium. Hormon-hormon
tersebut memiliki fungsi di organ lain tetapi kerja utama hormon tersebut ada pada
sistem reproduksi (Dipiro,2005).
Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahapakan menurunkan
kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormonhormonhipofisis untuk
menghasilkan hormon steroid. Saat dilahirkanwanita mempunyai kurang lebih 750.000
folikel primordial. Denganmeningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin
berkurang. Padausia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai
8300buah, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklusjuga
karenaadanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang matidan terhenti
pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-menerusselama kehidupan seorang
wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahunfungsi ovarium menjadi sangat menurun.
Apabila jumlah folikel mencapaijumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem
pengaturanhormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haidanovulatorik
dan pada akhirnya terjadi oligomenore.
Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagaiakibat proses
penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluhdarah ovarium diperkirakan
sebagai penyebab gangguan vaskularisasiovarium. Terjadinya proses penuaan dan
penurunan fungsi ovariummenyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan
hipofisisuntuk menghasilkan hormon steroid (Burger dkk,2005).
Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalahestradiol yang berasal
dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pulaestron yang berasal dari konversi
androstenedion di jaringan perifer.Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar
estradiol berkisar antara40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara
60-100pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan padafase
luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selamasiklus haid normal
adalah 80 pg/ml sedangkankadar estron berkisarantara 40-400 pg/ml.
Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai berkurang.
Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhentimemproduksi estradiol, kelenjar
hipofise berusaha merangsang ovariumuntuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi
peningkatan produksi FSH.Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan
3 kali lipatpada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelahmenopause.
Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupanadalah bukti dari terjadinya
kegagalan ovarium. Meskipun perubahan inimulai terjadi 3 tahun sebelum menopause,
penurunan produksi estrogenoleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum
menopause. Diagnosismenopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30
mIU/ml.Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait denganpenurunan
kompetensi folikel ovarium dan hilangnya estrogen (Goodman dkk,2011).

MENOPAUSE
Defenisi:
Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai berarti berhentinya siklus menstruasi
untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagi akibat
dari hilangnya aktivitas folikel ovarium.
Gejala:

a. Gejala fisik

Gejala fisik yang pada umumnya terjadi adalah hot fluses (rasa panas) pada wajah,
leher, dan dada yang berlangsung selama beberapa menit, berkeringat dimalam hari,
berdebar-debar (detak jantung meningkat/mengencang), susah tidur, sakit kepala,
keinginan buang air kecil lebih sering.

b. Gejala psikologis

Gejala psikologis ditandai dengan sikap yang mudah tersinggung, depresi, cemas,
suasana hati (mood) yang tidak menentu, sering lupa, dan susah berkonsentrasi.

c. Gejala seksual

Gejala seksual ditandai dengan kekeringan vagina, mengakibatkan rasa tidak nyaman
selama berhubungan seksual dan menurunnya libido (Spencer& Brown, 2006).

Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan hormon FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia dan keluhan
yang muncul, pemeriksaan sudah dapat ditegakkan. Bila pasien tidak mendapat haid
dalam > 6 bulan, maka pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, sedangkan kadar
estradiol sudah rendah. Nalisis hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul
belum tentu akibat kekurangan estrogen. Pada usia pra dan perimenopause, hormon
yang diperiksa adalah FSH, LH dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini
ditemukan FSH, LH dan estradiol tinggi, namun pasien telah ada keluhan. Keluhan
vasomotorik sering ditemukan pada keadaan estrogen tinggi. Meskipun kadar estrogen
tinggi, pengobatan tetap diberikan karena pasien telah memiliki keluhan. Pada keadaan
seperti ini dianjurkan pemeriksaan T3,T4 dan TSH karena baik hipertiroid maupun
hipotiroid dapat menimbulkan keluhan yang menyerupai keluhan klimakterik. Bila
ternyata kadar T3,T4 dan TSH normal, maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi
estradiol dalam darah. Pada pasien seperti itu dapat dicoba pemberian terapi sulih
hormon untuk satu bulan dulu dan kemudian dihentikan. Kemudian tanyakan kepada
pasien, apakah keluhan sudah hilang atau belum. Pada wanita pascamenopause atau
menopause prekoks cukup diperiksa kadar FSH dan Estradiol (E2) darah dan FSH
biasanya > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada <30 pg/ml.
Pemeriksaan FSH, LH dan E2 serum secara random tidak dianjurkan untuk
memprediksi menopause oleh karena tanda atau marker yang jelas untuk mendiagnosis
menopause belum ditemukan. Turunnya fungsi ovarium yang dimulai sejak akhir usia
tiga puluhan berkaitan dengan kenaikan kadar FSH secara bertahap. Pada wanita-
wanita yang masih mengalami menstruasi baik yang teratur maupun yang tidak teratur,
pemeriksaan FSH pada hari kedua dan ketiga pada siklus menstruasi dikatakan naik
bila kadarnya mencapai 10–12 mIU/ml, hal ini menunjukkan telah menurunnya
cadangan ovarium. Diagnosis menopause dapat ditegakkan pada kenaikan yang
substansial dari kadar FSH yang biasanya mencapai >40mIU/ml (Cobin et al, 1999;
Contestabile and Derxko, 2001; Rowe T et al, 2002).
Pada keadaan dimana FSH meningkat, estradiol menurun (<30 pg/ml), tidak mungkin
terjadi kehamilan sehingga HRT bisa dimulai. Pada wanita usia perimenopause dengan
gejala-gejala difisiensi estrogen atau normal atau kadar gonadotropin yang rendah,
prolaktin harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya supresi produksi
gonadoptropin akibat hiperprolaktinemia (Cobin et al, 1999).
Estrogen, progesteron, androgen, dan tirotropin harus diperiksa bila ada indikasinya.
Kadar estradiol serum bervariasi pada wanita-wanita dengan siklus menstruasi normal
dan bahkan juga bervariasi pada wanita-wanita perimenopause. Kadar hormon-hormon
tersebut dapat bervariasi dari sangat rendah sampai tinggi seperti yang didapatkan pada
saat preovulasi pada siklus menstruasi. Pemeriksaan estrogen tunggal kurang
bermanfaat, informasi yang lebih akurat didapatkan dari pemeriksaan kadar FSH dan
LH (Cobin et al, 1999).
Pemeriksaan sitologik usapan dinding lateral vagina hanya berguna untuk menilai
penurunan kadar estrogen derajat berat. Sel-sel epitel vagina sangat sensitif terhadap
estrogen, dan dapat menyebabkan terjadinya keratinisasi total, sementara penurunan
kadar estrogen tersebut efeknya pada sel-sel, jaringan jaringan atau sistem-sistem yang
lain masih bersifat hipoestrogenik. Oleh karena itu, pemeriksaan sitologi tidak
mempunyai makna untuk menentukan dosis HRT (Cobin et al, 1999; The Practice
Committee of the American Society for Reproductive Medicine, 2004).
Pemeriksaan progesteron serum tidak ada gunanya pada wanita yang mengalami
amenorea akibat menopause. Pada wanita yang masih mengalai menstruasi pada masa
perimenopause, pemeriksaan status ovulasi mungkin masih diperlukan (Cobin et al,
1999).
Pemeriksaan androgen serum, terutama testosteron, testosteron bebas, dan
dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) perlu dilakukan pada wanita yang
mengalami gejala-gejala hiperandrogenismus. Pada wanita-wanita perimenopause
yang masih mengalami menstruasi, kadar androgennya harus diperiksa pada minggu
pertama fase folikular. Sedangkan pemeriksaan androgen pada wanita menopause yang
mengalami penurunan libido masih kontroversial (Cobin et al, 1999).
Pemeriksaan thyrotropin serum perlu dilakukan oleh karena hipotiroidismus sering
terjadi dan dapat disembuhkan pada wanita usia perimenopause (Cobin et al, 1999).

Faktor resiko:
Menurut Baziad, 2008, p.116. Saat masuknya seorang dalam fase menopause sangat
berbeda–beda. Faktor genetik kemungkinan berperan terhadap usia menopause. Faktor-
faktornya yaitu :
a. Menarche (umur haid pertama kali)
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid
pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause. Semakin muda umur
sewaktu mendapat haid pertama kali, semakin tua usia memasuki menopause.
b. Kondisi kejiwaan dan pekerjaan

Ada peneliti yang menemukan pada wanita yang tidak menikah dan bekerja, umur
memasuki menopause lebih muda disbanding dengan wanita sebaya yang tidak
bekerja dan menikah.

c. Jumlah anak

Meskipun kenyataan ini masih kontronersial, ada peneliti yang menemukan,


semakin sering melahirkan.makin tua baru memasuki usia menopause.
Kelihatanya kenyataan ini lebih terjadi pada golongan ekonomi berkecukupan
dibandingkan pada golongan masyarakat ekonomi kurang mampu.

d. Penggunaan Obat-obat Keluarga berencana (KB)

Karena obat-obat KB menekan fungsi hormone dari indung telur, kelihatannya


wanita yang menggunakan pil KB lebih lama baru memasuki umur menopause.

e. Merokok
Wanita perokok kelihatannya akan lebih muda memasuki usia menopause
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.

f. Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut

Dari penelitian yang masih sedikit dilakukan, kelihatannya wanita yang tinggal
diketinggian lebih dari 2000-3000m dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun
memasuki usia menopause dibanding dengan wanita yang tinggal diketinggian

g. Sosial-ekonomi

Seperti juga usia pertama mendapat haid, menopause juga kelihatannya


dipengaruhi oleh faktor status sosial-ekonomi, disamping pendidikan dan
pekerjaan suami

Treatment:
a. Terapi Hormonal
Estrogen seperti estradiol, estriol, estrone dan ethyl estradiol
merupakan hormon utama yang digunakan dalam terapi sulih hormon. Estrogen
dan progesteron sistemik bertujuan untuk mengganti hormon-hormon estrogen
dan progesteron yang berkurang secara alami, sehingga dapat mencegah
progestivitas gejala-gejala menopause (IDI, 2013). Tidak semua keluhan pada
saat menopause harus diatasi dengan preparat hormonal. Beberapa wanita
mengalami gangguan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini terapi pengganti estrogen dapat mengatasi
keluhan antara lain pada menopausal flushing, atropi vaginal atau mencegah
osteoporosis bila terapi dimulai pada waktu dini. Dosis estrogen diberikan
sekecil mungkin. Untuk sediaan yang mengandung estrogen terkonjugasi dosis
adalah 0,3–1,25 mg atau 0,01–0,02 mg perhari untuk etinil estradiol. Terapi
hendaknya dilakukan secara siklik selama 21–25 hari setiap bulan di bawah
pengawasan. Penambahan progestin antara lain medroksi progesteron asetat 10
mg/hari pada hari ke 10–14 dapat mengurangi resiko karsinoma endometrium.
Estradiol tablet diberikan 1–2 mg/ hari (Sawitri, dkk., 2009).
Efek samping estrogen yang sering timbul adalah mual dan muntah.
Frekuensi timbulnya mual diduga sejajar dengan potensi estrogeniknya,
sehingga beberapa sediaan lebih jarang menimbulkan mual dibandingkan
lainnya. Dapat timbul rasa penuh pada payudara, sedangkan oedem yang
disebabkan oleh retensi air dan natrium lebih sering terjadi pada penggunaan
dosis besar. Terapi dengan estrogen oral tidak boleh diberikan pada penderita
dengan tromboemboli, tromboflebitis, hipertensi berat, gangguan fungsi hati,
anemia hemolitik kronik hiperlipidemia, kanker payudara atau genital, varises,
migren dan payah jantung (Sawitri, dkk., 2009).
Beberapa wanita mungkin perlu mengonsumsi tablet progesterone
selama 14 hari di setiap siklusnya. Hormon progesterone seperti progesterone,
dydrogesteron, levonorgestrel, medroxy-progesterone, norethisterone, dan
norgestrel, seringkali digunakan dalam kombinasi dengan estrogen. Komponen
progestogenik ditambahkan dalam preparat kombinasi untuk mengurangi risiko
terjadinya pendarahan tidak teratur dan kanker endometrium yang mungkin
terjadi pada pemberian estrogen jangka lama (IDI, 2013).
Estrogen diberikan bersama dengan progesteron secara sekuensial atau
kontinyu. Secara sekuensial yaitu estrogen saja diberikan pada hari pertama
sampai hari ke-28, sedangkan progesteron diberikan dari hari ke-16 sampai hari
ke-28 (Sawitri, dkk., 2009).
Estrogen topikal telah banyak digunakan pada berbagai kelainan kulit
antara lain, keratoderma klimakterium, hidradenitis supuratif, kebotakan pada
wanita dan pria, urogenital atropi dan juga pada keluhan vasomotor peri/paska
menopause. Beberapa estrogen topikal yang tersedia antara lain:
 Estradiol gel (Oestrogel)
Dioleskan di daerah abdomen dan paha atas dan n dibiarkan beberapa
menit sampai mengering sebelum menggunakan pakaian. Sediaan ini
dilaporkan efektif dalam mengobati gejala vasomotor dan atropi vagina yang
timbul pada wanita menopause.
 Estrogen dalam bentuk krim (Estrace, Ogen)
Pemakaiannya dioleskan pada vagina. Telah terbukti efikasinya pada
pengobatan atropi vagina. Absorpsinya bervariasi tergantung dari tipe, dosis
estrogen dan vehikulum yang digunakan.15
 Tablet vaginal estradiol (Vagifem,Premarin, Ovestin, Orthogynest)
Dimasukkan ke dalam vagina dan telah dibuktikan efektif dalam
mengobati atropi vagina. Dosis dua kali perminggu dilaporkan efektif dan
tidak menimbulkan efek sistemik dan efek pada endometrium.
 Estradiol implan
Ditanam secara subkutan pada daerah abdomen atau bokong. Implan
menimbulkan kadar estradiol yang beredar relatif stabil selama 4–12 bulan.
 Transdermal estrogen patch (TTS)
TTS terdiri dari reservoir patch (Estraderm TTS 50) dan matrix patch
(Climara) dengan dosis harian 50–100 mg 17b-estradiol. Matrix patch
ditempelkan pada dada atau perut sekali seminggu sedangkan Estraderm
patch ditempelkan 2 kali seminggu. Keuntungan penggunaan patch ini adalah
tidak melewati first pass metabolisme di hati dan kadar estradiol yang beredar
juga dipertahankan lebih konstan dibandingkan dengan pemberian oral di
mana terjadi fluktuasi kadar estradiol dan rasio estradiol/estron setiap
harinya. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah efek samping sistemik
seperti yang ditimbulkan oleh oral estrogen yaitu nyeri pada payudara, sakit
kepala, retensi cairan, peningkatan berat badan, mual. Efek samping yang
paling sering timbul adalah iritasi kulit, kemerahan,gatal, dan perubahan
warna kulit ditempat patch ditempelkan. Disarankan juga pemberian
progestin oral selama penggunaan TTS untuk mencegah hiperplasia
endometrium dan perdarahan yang tidak teratur pada wanita dengan uterus
yang intak (Sawitri, dkk., 2009).

Hormon-hormon ini harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan :


riwayat kanker payudara atau kanker Rahim, kanker ovarium, bekuan darah
pada tungkai, panggul, atau paru-paru, hipertensi, diabetes, penyakit kandung
empedu, atau fibroma uteri yang berukuran besar (IDI, 2013).

Terapi Non-Farmakologi
1. Latihan menahan beban atau weight-bearing exercises (misalnya jalan cepat,
jogging, atau angkat beban) selama 30 menit, sekurang-kurangnya 3 kali dalam
seminggu dapat membantu dapat membantu mempertahankan kekuatan otot dan
tulang, sehingga mengurangi risiko jatuh dan patah tulang. Latihan ini juga
membantu mengurangi stress dan mencegah penyakit kardiovaskular dan
diabetes.
2. Konsumsi minuman dan makanan yang kaya akan kalsium dan vitamin D
seperti keju dan mentega, sebelum dan sesudah menopause, juga dapat
membantu mengurangi risiko osteoporosis.
3. Konsumsi makanan dengan nutrisi seimbang dan rendah lemak untuk
membantu mencegah penyakit jantung. Disarankan untuk memakan berbagai
jenis buah, sayuran, atau biji-bijian tiap hari dan membatasi konsumsi lemak,
minyak, serta gula.
4. Pada saat rasa panas dan kemerahan pada kulit wajah mulai muncul, dianjurkan
untuk mengelap wajah dengan handuk lembab, minum ari dingin, mengenakan
pakaian yang tidak tebal, dan menggunakan kipas angin.
5. Gejala berkeringat pada malam hari dapat dikurangi dengan mengenakan
pakaian dari katun pada saat tidur.
6. Minumlah sekurang-kurangnya 8 gelas per hari secara rutin. Hindari minuman
yang mengandung kafein guna mengurangi stress dan timbulnya gangguan
tidur.
7. Cukup tidur. Jika pasien tidak dapat tidur nyenyak pada malam hari karena
banyak berkeringat dan merasa panas dan kemerahan pada kulit wajah,
dianjurkan untuk membiasakan tidur siang sejenak (IDI, 2013)
Monitoring

Menopause biasanya diikuti oleh penyakit osteoporosis, kanker serviks, atau


kanker payudara. Osteoporosis ditandai dengan berkurangnya kadar kalsium
pada tulang sehingga menyebabkan tulang keropos sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa kadar kalsium pada pasien
menopause. Jika kadar kalsium pasien mulai menurun atau tidak sesuai dengan
normal maka perlu dilakukan pencegahan atau penanganan agar tidak terjadi
osteoporosis. Pemeriksaan pap smear dan mammary juga perlu dilakukan untuk
melihat apakah ada tanda-tanda kanker serviks dan kanker payudara.
Pemeriksaan pap smear berfungsi untuk melihat keadaan serviks dengan cara
membuka vagina menggunakan suatu alat dan men-swab serviks lalu diuji
laboratorium. Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan tiap 3 tahun.
Pemeriksaan mammary dilakukan untuk memeriksa keadaan payudara apakah
terdapat tanda-tanda kanker payudara atau tidak. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan setiap 1 bulan. Selain pemeriksaan kadar kalsium, pap smear, dan
mammary, perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium lain untuk mencegah
terjadinya penyakit yang bisa disebabkan oleh menopause.

Pemberian Informasi Obat

ESTRADIOL
Indikasi:
terapi sulih hormon untuk mengatasi gejala defisiensi estrogen pada wanita
pascamenopause.
Kontraindikasi:
kanker payudara, riwayat kanker payudara, dugaan kanker payudara, menderita
atau diduga menderita tumor ganas akibat estrogen (seperti knaker
endometrial), hiperplasia endometrial yang tidak tertangani, kejadian
tromboembolik vena idiopatik (deep vein thrombosis, embolisme paru),
tromboembolik arteri (angina pektoris, infark miokard), gangguan hati akut atau
gangguan hati lainnya hingga uji fungsi hati normal, hipersensitivitas, porfiria,
kehamilan, menyusui.

Efek Samping:
umum: dismenorea, menoragia, perdarahan (spotting), keluhan menstruasi,
nyeri abdomen, kram abdomen, pembengkakan abdomen, mual, muntah, sakit
kepala, kram otot, nyeri berat pada anggota badan, gugup, sindrom depresi,
ansietas, metroragia, gangguan endometrial, vaginitis, pap smear suspicious,
hemoragik vaginal, palpitasi, sinusitis, rinitis, jarang: tumor jinak payudara,
polip uterus, peningkatan volume fibromioma uterus, endometriosis, matodinia,
perburukan tumor akibat estrogen, migrain, pusing, mengantuk,
artralgia, superficial atau deep vein thrombosis, tromboflebitis, edema perifer,
retensi natrium, feeling of bloatedness, perubahan berat badan, ruam kulit,
pruritus, kloasma, uji fungsi hati abnormal, adenoma hepatik, kolelitiasis.

Dosis:
transdermal: ditempelkan setiap 3-4 hari. Digunakan secara melanjut atau
mendaur; Gel: 1,25 g gel per hari (0,75mg estradiol) selama 21-28 hari setiap
bulannya. Dosis dapat diatur sesuai kondisi klinis, dosis rata-rata setiap hari 2,5
g. Penggunaan gel pada dosis serendah mungkin dan lama penggunaan
sesingkat mungkin.

(PIONAS, 2015).
Konseling

- Pola Hidup Sehat


Upaya menciptakan pola hidup sehat terutama di lakukan dengan
mengatur menu makanan dan pola makan seimbang. Banyak menu makan
sayuran hijau, buah biji – bijian , vitamin dan serat makanan itu akan membantu
pencernaan dan metabolisme tubuh. Selain itu juga, makanan yang dianjurkan
adalah makanan yang rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, kadar gula dan
garam yang tidak berlebihan, cukup kalsium dan zat besi, serta cukup vitamin
dan serat.

- Olahraga
Merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mempertahankan
kebugaran. Olahraga yang teratus akan menyehatkan jantung dan tulang,
mengatur berat badan, menyegarkan tubuh, dan memperbaiki suasana hati.

- Menerima dengan lapang dada bahwa proses penuaan tidak dapat dihindari
dan masa menopause adalah sesuatu hal yang sangat alamiah yang dialami
oleh setiap wanita.
- Hadapi masalah yang ada satu persatu,jangan sekaligus, berdasarkan
prioritasnya.
Untuk sementara masalah Menopause yang menimbulkan perasaan
khawatir itu dihilangkan dan memusatkan pikiran pada sesuatu hal yang
sangat berbeda dan menyenangkan.

- Menulis memo untuk diri sendiri untuk mengeluarkan semua unek-unek


mengenai situasi perubahan fisik dan psikologik yang menimbulkan
kekhawatiran, sikap-sikap orang dilingkungan.

- Menyesuaikan sikap. Tanyalah pada diri sendiri, hikmah positif apa yang
dapat dipelajari saat masa menopause harus dihadapi . Letakkan stressor
tersebut dalam perspektif yang benar, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif
menguasai diri dan hindari sikap pesimis.

- Merubah lingkungan agar tidak lagi berada dalam keadaan yang monoton

- Mencoba untuk memperbaiki penampilan agar lebih segar dan tampil cantik.
- Mempergunakan setiap waktu luang yang ada dengan melakukan banyak
kegiatan yang positif dan kreatif. Dengan mengembangkan minat baru dan
mempelajari keahlian yang baru akan memberikan perasaan senang bahwa
ia bisa berprestasi (Rahman, 1995)

Daftar Pustaka:

Baziad, A. 2008. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Burger H, Dudley E, Robertson D, Dennerstein L. 2005. Hormonal Changes in Menopause


Transition. The Endocrine Society.

Cobin et al. 1999. AACE Medical Guidelines for Clinical Practice for Management of
Menopause. Endocrine Practice. 5(6): 355-66
Decherney, AH, Goodwin TM, Nathan L, Laufer N. 2003. Lange Current Diagnosis and
Treatment Obstetric and Gynecology. Mc Graw Hill.

Dipiro, Joseph T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition . USA


: The McGraw- Hill Companies

Goodman N, Cobin R, Ginzburg S, Katz I, Woode D. 2011.American Assiciation of Clinical


Endocrinologist Medical Guidelines for Clinical Practice for The Diagnosis and
Treatment of Menopause. Endocrine Practice. Vol.17

IDI. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
PIONAS. 2015. Estradiol. Available at http://pionas.pom.go.id/monografi/estradiol [akses 14
September 2019].
Rahman I.A. 1995. Perubahan tubuh menjelang menopause & gejala serta tanda-tanda yang
menyertainya. Dalam simposium sehari masalah seputar menopause serta
penanggulangan bagi wanita yang aktif. Jakarta: Levin, 5 Fak. Kedokteran. Universitas
Indonesia.

Sawitri, Elis Indra., Nurul Fauzi dan Ratna Widyani. 2009. Kulit dan Menopause
Manifestasi dan Penatalaksanaan. Telaah Kepustakaan. Vol. 2. No.1.
Spencer, F.R., & Brown, P. 2006. Menopause. Jakarta : Erlangga

The Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine (ASRM). 2004.
Estrogen and progestogen therapy in postmenopausal women. Fertil Steril. 82: 72-80

Anda mungkin juga menyukai