Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UJIAN OSLER STASE SARAF

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Saraf RSUD dr. Soedirman Kebumen

Oleh :

PUTRI WAHYU NINGSIH, S.KED

Dokter Penguji :

dr. Jamiat Haryono, Sp.S

dr. Agus T, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018
1. Tinitus nada rendah dan nada tinggi
Mekanisme terjadinya tinitus karena aktifitas elektrik di sekitar
auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, tetapi impuls yang terjadi
bukan berasal dari bunyi eksternal atau dari luar yang ditransformasikan,
melainkan berasal dari sumber impuls yang abnormal di dalam tubuh penderita
sendiri.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada
rendah, seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus
dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan
dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi.
Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa
bunyi dengan nada rendah. Pada penyakit meniere bisa didapatkan tinitus nada
rendah yang terdengar dengan suara bergemuruh. Namun beberapa pasien juga
dapat terjadi tuli nada tinggi. Gangguan ini disertai dengan vertigo. Jika disertai
dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsasi). Tinitus
dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis, dan lain-lain.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi
(sekitar 4000Hz). Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin,
dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul. Bila tinitus
bernada tinggi biasanya kelainannya pada daerah basal koklea, saraf koklea
perifer dan sentral.

2. Cara pemberian manitol pada pasien stroke


Diuretik osmotik (Manitol 20%) Dosis : 0,5 -1 gr/kg BB diberikan dalam
30 detik. Untuk mencegah rebound diberikan ulangan manitol setelah 6 jam
dengan dosis 0,25-0,5 gr/kg BB dalam waktu 30 detik.
Syarat pemberian manitol yakni sebelum pemberian manitol, cek darah
rutin, fungsi ginjal, gula darah dan elektrolit untuk melihat gambaran osmolalitas
awal. Kadar osmolalitas tidak lebih dari 320 mOsmol/L karena dapat
meningkatkan risiko gagal ginjal. Pada saat pemberian manitol dilalukan
pemasangan foley catheter untuk memantau diuresis guna mengimbangi balans
cairan. Manitol diberikan secara bolus dan penghentian dilakukan secara bertahap
(tappering of) untuk mengurangi efek “fenomena rebound” atau untuk
menghindari terjadinya pergeseran cairan secara cepat yang bisa menyebabkan
edem pulmo dan CHF. Efek samping pada pemberian dosis besar adalah bisa
menyebabkan terjadinya ARF terutama pada pasien dengan gangguan ginjal.
Untuk hari pertama mannitol 20% diberikan 4x125 ml, hari kedua 3 x 125 ml,
hari ketiga 2x 125 ml, hari ke empat 1 x125 mL.

3. Interpretasi pemeriksaan koordinasi Dix Hallpike dan Romberg


Keseimbangan melibatkan 3 hal yakni : (1) Propioseptik, (2) sistem
vestibular, (3) mata. Apabila ada gangguan salah satu maka menyebabkan
gangguan keseimbangan. Bila memiliki gangguan propioseptif maka
masih dapat pertahankan keseimbangan karena masih ada sistem
vestibular dan penglihatan.
a. Pemeriksaan Dix Hallpike
Ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung, kanalis
semisirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula
bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan
keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya
pusing dan nistagmus.
Pemeriksaan Dix Hallpike dilakukan dengan Dari posisi duduk di atas
tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
 Vertigo perifer (benign positional vertigo): vertigo dan
nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
 Vertigo sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap
seperti semula (non-fatigue).

b. Test Romberg
Tes romberg adalah uji koordinasi dan keseimbangan untuk
mempresentasi tanda hilang kontrol postural akibat tidak ada input visual
dari defisit proprioseptif.
Hanya diperlukan dua fungsi dari tiga sistem untuk menjaga
keseimbangan. Saat input visual di hapuskan dan terjadi gangguan
keseimbangan maka kemungkinan terjadi gangguan pada sensorik yang
lain. Tes romberg, untuk menilai fungsi propioseptif yang menggambarkan
fungsi kolumna dorsalis medula spinalis sehingga pasien diminta menutup
mata (input visual dihilangkan). Jika ada lesi propioseptik/ vestibular yang
berat/ lesi serebelar tengah yang menyebabkan tidak stabil postural, pasien
tidak bisa mempertahankan psosisi berdiri bahkan dengan mata terbuka.
Subjek berdiri tegak dengan kedua kaki dirapatkan dan kedua tangan
dilipat didepan dada. Pertama-tama subjek diminta membuka mata
kemudian diminta menutup mata. Dipertahankan selama 30 menit.
Pemeriksa berada di belakang subjek menjaga bila subjek terjatuh.
Romberg (+) didapatkan ketika pasien tidak mampu mempertahankan
posisi seimbang saat mata tertutup didapatkan goyangan, gerakan tangan
berpindah, gerakan kaki berpindah, subjek membuka matanya.

- Lesi serebelar : tes romberg (+) saat membuka dan menutup mata.
Subjek sulit berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kaki terbuka
lebar
- Gangguan propioseptik : tes romberg (+) saat menutup mata. Sulit
mempertahankan diri dan jatuh
- Vertigo sentral : Subjek seringkali jatuh ke sisi lesi
- Vertigo perifer : Subjek seringkali jatuh ke arah yg berlawanan dengan
nistagmus.

Anda mungkin juga menyukai