A. Anamnesis
A.1. Identitas
Nama : Ny. H. Y.
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Nyeri dada
Riwayat darah tinggi (+), kolesterol (+), asam urat (-), DM (+) sejak 3
tahun yang lalu, Stroke (+) 2 tahun yang lalu
Riwayat konsumsi atau pemakaian obat tertentu disangkal
Pasien jarang kontrol berobat ke RS, dan kontrol jika hanya ada keluhan
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 03 Maret 2018
Status generalis :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
THT : Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-),
penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : Vokal fremitus sama sinistra = dekstra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas dasar vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing
(-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1S2 iregular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Permukaan abdomen tampak datar
Palpasi : Hepar, lien tidak teraba, suepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (++/++), CRT < 2’’, edema (-)
Motorik 5/5/5 5/5/5
5/5/5 5/5/5
pulsus defisit (+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
E. Resume
Perempuan, 59 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak
kurang lebih 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertimpa benda berat yang
dirasakan menembus hingga ke punggung. Pasien mengatakan nyeri juga dirasakan
seperti rasa panas di dada yang tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri kepala (+) dan pandangan terasa gelap, mual (-), muntah
(-) dan nafas terasa sesak juga disangkal. Keluhan tersebut baru pertama kali
dirasakan oleh pasien.
Pemeriksaan tanda vital pasien didapatkan kesan pemeriksaan nadi ireguler dan
pulsus defisit (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan adanya hiperglikemia. Hasil
EKG didapatkan gambaran adanya NSTEMI Anterior dan Atrial Fibrilasi.
F. Diagnosis
G. Terapi
- O2 3-5 lpm nasal kanul
- Monitor
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Arixtra 1 x 2,5 mg SC
PO:
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5 mg
- Atorvastatin 1 x 20 mg
- Valsartan 1 x 40 mg
- Lansoprazole 2 x 30 mg
- Pro ICU
H. Prognosis
Ad functionam : Dubia Ad Malam
Ad vitam : dubia Ad Bonam
Ad sanactionam : Dubia Ad Malam
Follow Up
Tanggal S O A P
D. ATRIAL FIBRILASI
1. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu aritmia yang ditandai oleh disorganisasi
dari depolarisasi atrium sehingga berakibat pada gangguan fungsi mekanik
atrium.24 Atrial fibrilasi mempunyai karakteristik sebagai berikut:25
1. Interval RR tidak teratur, yaitu tidak ada pola repetitif pada
elektrokardiografi (EKG)
2. Tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG
3. Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial
sangat bervariasi >300 kali per menit
2. Patofisiologi
Ada dua mekanisme yang memicu dan mempertahankan kejadian AF
yaitu adanya otomatisasi satu atau lebih focus depolarisasi dan adanya re-
entry yang menjadi suatu sirkuit agar AF dapat terus berlangsung. Hal ini
menyebabkan remodeling atrium yang ditandai dengan fibrosis yakni suatu
penumpukan kolagen yang abnormal dan berlebihan, infiltrasi lemak pada
nodus sinoatrial, perubahan molecular pada kanal ino dan perubahan pola
depolarisasi dan penggunaan energy sel serta apoptosis.27
Gambar Prinsip mekanisme elektrofisiologi fibrilasi atrium.
Keterangan gambar:
A. Aktivasi fokal (focal activation). Fokus pencetus (ditandai bintang)
seringkali terletak diantara muara vena pulmonalis. Wavelets yang
dihasilkan merupakan konduksi fibrilasi seperti pada multiple-wavelet re-
entry.
B. Multiple-wavelet re-entry. Wavelets (tanda panah) secara acak masuk
kembali ke jaringan yang sebelumnya diaktivasinya atau diaktivasi oleh
wavelets lain. Perjalanan wavelets bervariasi. LA - left atrium; PV-
pulmonary vein; ICV – inferior vena cava; SCV - superior vena cava; RA
- right atrium.
Dapat disimpulkan bahwa AF dimulai dengan adanya aktivitas listrik
secara cepat yang berasal dari lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia
ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit re-entry yang
multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan
memfasilitasi terjadinya re-entry. Setelah AF timbul secara terus-menerus
akan terjadi remodeling listrik (electrical remodeling) yang selanjutnya akan
membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan
menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung
lama.
AF kronik dapat menyebabkan regangan dan dilatasi atrium dikarenakan
gangguan kontraktilitas dari atrium, sehingga proses fibrosis pada atrium
tersebut justru merupakan konsekuensi dari AF . Fibrosis interstisial, dilatasi
atrium dan payah jantung akan memfasilitasi AF menjadi persisten, sehingga
hal tersebut bagaikan suatu lingkaran setan dalam perjalanan klinis aritmia
ini.24
3. Klasifikasi
Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat dibedakan berdasarkan
presentasi dan durasi aritmia.
1. First diagnosed AF: setiap pasien yang baru pertama kali terdiagnosis dengan
AF tanpa melihat durasi atau beratnya gejala yang ditimbulkan oleh AF
tersebut.
2. Paroxysmal AF: AF yang biasanya hilang dengan sendirinya dalam 48 jam
sampai 7 hari. Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama sinus maka hanya
kemungkinan kecil untuk dapat berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu
dipertimbangkan pemberian antikoagulan.
3. Persistent AF: episode AF yang bertahan sampai lebih dari 7 hari dan
membutuhkan kardioversi untuk terminasi dengan obat atau dengan elektrik.
4. Long standing persistent AF: episode AF yang berlangsung lebih dari 1 tahun
dan strategi yang diterapkan masih kontrol irama jantung (rhythm control).
5. Permanent AF: jika AF menetap dan secara klinis dapat diterima oleh pasien
dan dokter sehingga strategi managemen adalah tata laksana kontrol laju
jantung (rate control).
Gambar Klasifikasi atrial fibrilasi23
4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
AF memiliki gejala klinis yang luas. Beberapa kasus bisa jadi asimptomatik.
Keluhan yang sering dialami pasien adalah palpitasi, dispneu, fatigue, mata
berkunang-kunang dan nyeri dada. Karena gejala AF tidak spesifik maka tidak
bisa digunakan untuk menegakkan dan menentukan onset AF.5 AF dapat pula
diawali dengan manifestasi stroke atau TIA (transient ischemic attack) sehingga
beralasan bila penyakit ini disebut asimptomatik dan sering pula AF kembali
secara spontan (self terminating)
b.Pemeriksaan Penunjang
Adanya denyut irregular seharusnya selalu memunculkan kecurigaan ke arah
AF, dan untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan dengan EKG1. Bila
EKG tidak menunjukkan adanya AF namun dugaan AF sangat kuat maka
sebaiknya lakukan pengawasan dengan Holter 24 jam untuk mendokumentasikan
ada tidaknya aritmia. Jika pasien tidak stabil karena hipotensi, ongoing ischemia,
gagal jantung berat, kardioversi elektrik darurat harus segera dilakukan. Namun,
bila klinis pasien stabil, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
seharusnya dilakukan dan difokuskan pada pencarian penyabab dasar yang
memicu dan kondisi komorbid yang menyertai. Pemeriksaan standar yang
biasanya dilakukan untuk evaluasi fungsi jantung dan identifikasi kondisi
komorbid termasuk EKG, darah lengkap, profil metabolik lengkap, pengukuran
hormon tiroid, foto thoraks dan ekokardiografi27.
5. Tata Laksana
1. Antitrombotik
Pemilihan antitrombotik harus didasarkan ada tidaknya faktor risiko stroke
dan tromboemboli, pengelompokan menggunak skor CHADS2. CHADS2 yang
merupakan singkatan dari Cardiac failure, Hypertension, Age (>75 tahun),
Diabetes Mellitus dan riwayat Stroke atau TIA masing-masing diberi skor 1 kecuali
riwayat stroke mendapat skor 2. Makin tinggi skor CHADS2, maka makin tinggi
risiko stroke, dalam hal ini skor 0 dikelompokka sebagai risiko rendah, skor 1-2
risiko sedang dan skor >2 adalah risiko tinggi.29
4. Ablasi
Indikasi ablasi AF adalah AF simtomatik yang refrakter atau intoleren
terhadap terapi paling tidak satu antiaritmia kelas 1 atau 3. Ablasi juga dapat
dilakukan pada pasien gagal jantung simtomatik. Ada juga pasien yang memilih
ablasi sebagai upaya terbebas dari keharusan minum antikoagulan jangka panjang.
Adanya thrombus di atrium kiri merupakan kontraindikasi ablasi.29
DAFTAR PUSTAKA
Skema Manajeman farmakologi
pasien dengan AF persisten atau
1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome
permanenwithout
berulangST
28