Anda di halaman 1dari 35

2006/ Nomor 5

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA


NOMOR 5 TAHUN 2006

TENTANG

USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI KABUPATEN BARITO UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA,

Menimbang : a. bahwa semangat penyelenggaraan otonomi


daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab
di Kabupaten Barito Utara, maka perlu
dilaksanakan pengaturan pengelolaan sumber
daya alam pada sektor pertambangan yang
potensial menjadi sumber mata pencaharian
sebagian masyarakat dan menjadi sumber
penerimaan negara, serta meningkatkan
kelestarian lingkungan, penertiban, pengawasan,
pengendalian dan kesinambungan produksi di
bidang pertambangan umum;
b. bahwa untuk mewujudkan maksud pada huruf a,
perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Barito Utara.

42
2006/ Nomor 5

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959


tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang-
Undang (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1820);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2943);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2944);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun
1981 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3419);

43
2006/ Nomor 5

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang


Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3699);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4438);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969
tentang Pelaksanaan Undang-Undang 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2916);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980
tentang Penggolongan Bahan Galian (Lembaran
Negara Tahun 1986 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3174);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL)
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

44
2006/ Nomor 5

15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000


tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003
tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara bukan
pajak yang berlaku pada Departemen
Pertambangan dan Energi;
17. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Barito Utara Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Barito Utara;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor
08 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten
Barito Utara sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Daerah Tahun 2000 Nomor 03 Seri D);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor
09 Tahun 2004 tentang Pembentukan Dan/Atau
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Barito Utara (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor
03 Seri D).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA
dan
BUPATI BARITO UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA


PERTAMBANGAN UMUM DI KABUPATEN
BARITO UTARA.

45
2006/ Nomor 5

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Propinsi adalah Propinsi Kalimantan Tengah.
2. Daerah adalah Kabupaten Barito Utara.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Barito Utara.
4. Bupati adalah Bupati Barito Utara.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barito Utara.
6. Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas
yang mengurus pertambangan umum di Kabupaten Barito Utara.
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Barito Utara.
8. Usaha Pertambangan Umum adalah segala kegiatan usaha
pertambangan baik bahan galian golongan A, B, dan C yang meliputi :
Penyelidikan Umum, Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan/Pemurnian,
Pengangkutan dan Penjualan.
9. Penyelidikan Umum adalah penyelidikan secara geologi atau geofisika
secara Umum, di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu
dengan maksud untuk membuat peta geologi dan atau geofisika umum
atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada
umumnya.
10. Eksplorasi adalah kegiatan penyelidikan geologi pertambangan untuk
menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian.
11. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk
menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.
12. Pengolahan dan pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu
bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur
yang terdapat dalam bahan galian itu.

46
2006/ Nomor 5

13. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil
pengolahan/pemurnian bahan galian.
14. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan bahan galian pertambangan
umum dari satu lokasi ke lokasi lain.
15. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya.
16. Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam
yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
17. Surat izin adalah dokumen yang menetapkan wewenang, kewajiban dan
hak untuk melakukan semua atau sebagian tahap kegiatan usaha
pertambangan umum.
18. Kontrak Karya disingkat KK adalah dokumen yang berisikan wewenang
serta hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan semua atau
sebagian tahap kegiatan usaha pertambangan umum untuk perusahaan
atau badan usaha dalam rangka modal asing.
19. Kuasa Pertambangan disingkat KP adalah dokumen yang berisikan
wewenang serta hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan semua
atau sebagian usaha pertambangan umum untuk perusahaan atau
badan usaha dalam rangka modal dalam negeri.
20. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara disingkat
PKP2B, adalah dokumen yang berisikan wewenang serta hak dan
kewajiban untuk melakukan semua kegiatan atau sebagaimana tahap
kegiatan usaha pertambangan umum untuk perusahaan atau badan
usaha.
21. Surat Izin Pertambangan Daerah disingkat SIPD adalah dokumen yang
berisikan wewenang serta hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan
semua atau sebagian tahap kegiatan usaha pertambangan umum
khusus bahan Galian Golongan C untuk BUMN, Koperasi/KUD, Badan
Hukum Swasta, Perorangan, dengan modal menengah dan kecil.

47
2006/ Nomor 5

22. Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah disingkat SIPRD adalah


dokumen yang berisikan wewenang serta hak dan kewajiban untuk
melakukan kegiatan semua atau sebagian tahap kegiatan usaha
pertambangan umum khusus emas dan Batubara skala kecil untuk
BUMN, Koperasi/KUD, Badan Hukum Swasta, Perorangan, dengan
modal menengah dan kecil.
23. Pungutan Daerah adalah pungutan yang wajib dibayar kepada daerah
sebagai pembayaran atas hak usaha Pertambangan yang diberikan,
terdiri dari :
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah ;dan
c. Pungutan lainnya.
24. Pajak Daerah selanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang dibayar
orang pribadi kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.
25. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan kegiatan usaha di
bidang pertambangan kepada setiap orang, badan usaha termasuk
koperasi.
26. Pungutan lainnya adalah pungutan yang wajib dibayar kepada
Pemerintah Daerah dalam bentuk Pajak Negara, Iuran Penambangan
dan atau sumbangan yang tidak mengikat.
27. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Barito Utara.
28. Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi
Perseroan Terbatas, Perseroan Komonditer, bentuk usaha tetap serta
bentuk usaha lainnya.
29. Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Kabupaten
Barito Utara adalah instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
dan pengendalian lingkungan hidup di Kabupaten Barito Utara.

48
2006/ Nomor 5

30. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya.
31. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup disingkat AMDAL adalah
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan / atau kegiatan.
32. Kerangka Acuan disingkat KA adalah ruang lingkup kajian Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang merupakan hasil
pelingkupan.
33. Analisis Dampak Lingkungan disingkat ANDAL adalah telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha dan / atau kegiatan.
34. Rencana Pengelolaan Lingkungan disingkat RKL adalah dokumen
Rencana pengelolaan / penanganan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha
dan / atau kegiatan.
35. Rencana Pemantauan Lingkungan disingkat RPL adalah dokumen
Rencana pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena
dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan / atau
kegiatan.
36. Upaya Pengelolaan Lingkungan disingkat UKL, adalah pedoman teknis
penyusunan pengelolaan lingkungan.
37. Upaya Pemantauan Lingkungan disingkat UPL, adalah pedoman teknis
penyusunan upaya pemantauan lingkungan.
38. Kepentingan Negara adalah segala hal yang berkaitan dengan
kepentingan Pemerintah.
39. Kepentingan Umum adalah segala hal yang berkaitan dengan
kepentingan Masyarakat.
40. Pembinaan dan Pengawasan adalah melakukan pengawasan segala
bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Perusahaan pertambangan
pemegang KP.
49
2006/ Nomor 5

41. Penanaman Modal Asing adalah setiap alat pembayaran luar negeri
yang bukan merupakan bagian dari pembayaran devisa Indonesia yang
dipergunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia dengan
persetujuan pemerintah.
42. Membahayakan adalah suatu keadaan yang mempunyai resiko yang
tinggi baik terhadap karyawan perusahaan atau masyarakat di dan
sekitar tambang termasuk lingkungan hidup, yang disebabkan oleh
suatu kegiatan pertambangan.
43. Contoh Ruah adalah suatu kegiatan pengambilan bahan galian batubara
pada suatu wilayah pertambangan dalam jumlah tertentu untuk
keperluan analisa penelitian dan uji coba pasar.
44. Wilayah Pertambangan adalah wilayah usaha pertambangan yang
ditetapkan dalam bentuk KK, PKP2B, KP, SIPD dan SIPRD.
45. Surat Keterangan Izin Peninjauan disingkat SKIP adalah izin yang
diberikan kepada Badan Hukum atau Perorangan untuk melakukan
kegiatan peninjauan di lapangan dengan menggunakan alat yang
terbatas dalam waktu singkat.

BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB URUSAN
DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

Pasal 2

Wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan urusan di bidang usaha


pertambangan umum di daerah dilakukan oleh Bupati.

Pasal 3

(1) Penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang pertambangan umum


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi :
a. Pengaturan;
b. perizinan;
c. pembinaan dan pengawasan;
d. evaluasi dan pelaporan; dan

50
2006/ Nomor 5

e. pungutan, retribusi, dan pajak.


(2) Kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan tugas Pemerintah di bidang usaha pertambangan
umum, terdiri dari :
a. mengatur, mengurus, membina dan mengembangkan kegiatan
usaha pertambangan umum;
b. melakukan kegiatan survey, inventarisasi dan pemetaan terhadap
bahan galian golongan A, B dan C;
c. pengembangan dan penetapan prosedur dan persyaratan
pemberian KK, KP dan PKP2B serta SIPD, SIPRD;
d. pengembangan dan penetapan prosedur pelaksanaan pembinaan,
pengawasan dan pemeriksaan;
e. penyelesaian masalah tumpang tindih wilayah antara usaha
pertambangan umum dengan usaha atau peruntukan lain;
f. perencanaan dan pengembangan wilayah dan kawasan
pertambangan;
g. pencegahan dan penanggulangan pertambangan tanpa izin;
h. penetapan dan pengawasan pengelolaan lingkungan dan kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) dalam rangka usaha pertambangan
umum;
i. perencanaan dan pengawasan serta pembinaan atas pelaksanaan
program pengembangan masyarakat sekitar wilayah usaha
pertambangan umum;
j. pemberian izin usaha pertambangan umum;
k. melaksanakan pungutan daerah dan atau pungutan negara; dan
l. menyampaikan laporan pelaksanaan dan pengembangan /
kemajuan usaha pertambangan umum di daerahnya termasuk hasil
produksinya kepada Gubernur Kalimantan Tengah melalui Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Tengah, Menteri
Dalam Negeri melalui Direktur Jendral PUOD, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral melalui Direktur Jendral Geologi dan Sumber
Daya Mineral masing-masing setiap 6 (enam) bulan sekali.
(3) Dalam rangka merencanakan dan melaksanakan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Bupati menugaskan Kepala Dinas
Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan.

51
2006/ Nomor 5

(4) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan dapat
bekerjasama dengan instansi teknis terkait.

BAB III
JENIS BAHAN GALIAN

Pasal 4

Jenis bahan galian yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah


sebagai berikut :
a. Golongan Bahan Galian Strategis ( Golongan A ) adalah :
1. Bitumen padat, Aspal; dan
2. Antrasit, Batubara, Batubara muda, Gambut, Nikel, Kobalt, Timah.
b. Golongan Bahan Galian Vital ( Golongan B ) adalah :
1. Besi, Mangan, Molibden, Khrom, Wolfram, Vanadium, Titan;
2. Bauksit, Tembaga, Timbal, Seng, Emas, Platina, Perak, Air Raksa,
Intan;
3. Yttrium, Rhutenium, Cerium dan logam-logam langka lainnya;
4. Berillium, Korundum, Zirkon, Kristal Kwarsa; dan
5. Yodium, Brom, Khlor, Belerang.
c. Golongan Bahan Galian yang tidak termasuk Golongan A dan B
(Golongan C) adalah :
1. Nitrat-nitrat, Pospat-pospat, Garam Batu ( Halite );
2. Asbes, Talk, Mika, Grafit, Magnesit, Yarosit, Leusit, Tawas (Alum),
Oker;
3. Pasir Kwarsa, Kaolin, Feldspar, Gips, Bentonit;
4. Batu Apung, Tras, Absidian, Perlit, Tanah Diatome, Tanah
serap ( fullers earth );
5. Marmer, Batu Tulis, Batu kapur, Dolomit, Kalsit; dan
6. Granit, Andesit, basal, trakhit, tanah liat dan pasir sepanjang tidak
mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun B dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

52
2006/ Nomor 5

BAB IV
PERIZINAN

Bagian Kesatu
Ketentuan Perizinan

Pasal 5

(1) Setiap usaha pertambangan umum yang dilaksanakan di daerah yang


menjadi kewenangan Daerah harus memiliki Surat Izin dari Bupati.
(2) Setiap usaha pertambangan umum yang perizinannya di luar
kewenangan Daerah dapat diberikan setelah mendapat Rekomendasi
dari Bupati.
(3) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :
a. Kuasa Pertambangan;
b. Kontrak Karya;
c. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
d. Surat Izin Pertambangan Daerah dan Surat Izin Pertambangan
Rakyat Daerah;
e. SIPD dan SIPRD Eksploitasi;
f. SIPD dan SIPRD Pengolahan atau Pemurnian;
g. SIPD dan SIPRD Penjualan; dan
h. SIPD dan SIPRD Jasa Angkutan.
(4) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perizinan yang
masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Propinsi.
(5) Persyaratan, prosedur dan format permohonan perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 6

(1) Pengusahaan pertambangan umum dapat diberikan kepada :


a. Badan Usaha Milik Negara ;
b. Badan Usaha Milik Daerah ;
c. Koperasi /Koperasi Unit Desa;
53
2006/ Nomor 5

d. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan Peraturan


Perundang-undangan dan kedudukan di Indonesia, mempunyai
pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia serta bertempat
tinggal di Indonesia dan mempunyai usaha di bidang pertambangan
yang berlokasi di daerah;
e. Orang pribadi yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat
tinggal di Indonesia;
f. Perusahaan yang modalnya berasal dari hasil kerjasama antara
badan usaha dan orang pribadi sebagaimana tercantum pada huruf
a, b, c, d, dan e; dan
g. Penanaman Modal Asing.
(2) Bagi badan usaha atau Koperasi yang melaksanakan Pertambangan
umum di Daerah wajib mempunyai Kantor di Ibukota Kabupaten dan
harus memasang papan nama.

Pasal 7

Surat Izin dinyatakan berakhir apabila :


a. Jangka waktu berlakunya surat Izin telah berakhir dan tidak diperpanjang
lagi;
b. Pemegang Surat Izin mengembalikan kepada Bupati sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Izin yang
bersangkutan;
c. Dicabut karena :
1. kondisi penambangannya membahayakan bagi lingkungan hidup
dan keselamatan rakyat setempat ;
2. pemegang Izin Usaha Pertambangan tidak memenuhi dan atau
menjalankan laporan hasil pemeriksaan pejabat pelaksana inspeksi
tambang;
3. pemegang Izin tidak melakukan kegiatan di lapangan selama 6
(enam) bulan setelah mendapatkan izin sah dari Pemerintah dan
tidak menyampaikan laporan kegiatannya kepada Bupati Cq. Dinas
Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan ; dan
4. Pencabutan sebagaimana dimaksud pada angka 3, dilakukan
setelah pemegang izin diberikan teguran sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dan tidak diindahkan.
54
2006/ Nomor 5

d. Dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum dan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

(1) Pada suatu wilayah usaha pertambangan umum dapat diberikan Surat
Izin untuk jenis bahan galian lain yang terdapat pada satu lokasi, setelah
mendapat persetujuan dari Pemegang Surat Izin terdahulu.
(2) Pemegang Surat Izin terdahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mempunyai hak mendapatkan prioritas pertama untuk mengusahakan
bahan galian lain dalam wilayah kerjanya.

Pasal 9

(1) Bentuk (format) dan Isi kontrak untuk KK dan PKP2B mengacu kepada
standar kontrak yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pemerintah Daerah dalam mengadakan kontrak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus dengan persetujuan DPRD.

Pasal 10

Izin usaha Pertambangan dalam bentuk KP, sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (3) huruf a, dapat diberikan dalam bentuk :
a. Keputusan Penugasan Pertambangan Umum;
b. Keputusan Izin Pertambangan Rakyat; dan
c. Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan Umum;

Bagian Kedua
Penugasan Pertambangan Umum

Pasal 11

Keputusan Penugasan Pertambangan Umum merupakan penugasan


kepada suatu unit instansi Pemerintah untuk melaksanakan usaha
pertambangan dalam rangka penelitian / penyelidikan yang memuat
ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari penugasan tersebut.
55
2006/ Nomor 5

Bagian Ketiga
Pertambangan Rakyat

Pasal 12

(1) Permohonan Izin Pertambangan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (3) huruf d, diajukan kepada Bupati.
(2) Bupati dapat memberikan izin usaha pertambangan rakyat hanya pada
wilayah yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) atau sesuai dengan lokasi pemohon izin yang jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dilakukan Registrasi.
(3) Penetapan WPR atau lokasi izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Untuk Kepentingan Negara Bupati dapat membatalkan suatu penetapan
WPR atau lokasi izin yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perizinan Pertambangan Rakyat hanya diberikan kepada penduduk
setempat dan pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB V
WILAYAH PERTAMBANGAN

Pasal 13

(1) Bupati menetapkan wilayah yang dapat dilakukan usaha pertambangan


umum.
(2) Bupati menetapkan lokasi yang tertutup untuk kegiatan usaha
pertambangan umum ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 14

(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu Bupati dapat menutup sebagian dan


atau seluruh wilayah usaha pertambangan umum.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk
kepentingan umum, kepentingan keamanan dan keselamatan umum.

56
2006/ Nomor 5

Pasal 15

(1) Penetapan suatu wilayah pertambangan umum yang peruntukannya


untuk usaha Pertambangan Rakyat baik di darat, di danau dan di sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf d, dilakukan atas
usulan Camat dengan dilengkapi sebagai berikut :
a. keterangan wilayah usaha pertambangan umum rakyat yang
bersangkutan dengan peta lokasi yang menunjukan batas-batasnya
secara jelas, baik di darat, sungai atau danau;
b. penjelasan tentang riwayat usaha pertambangan umum rakyat yang
bersangkutan;
c. penjelasan tentang tata guna tanah dan surat keterangan tidak
keberatan dari pemilik tanah;
d. penjelasan dari penduduk setempat sebagai peserta dalam usaha
pertambangan umum rakyat dan kelompok pertambangan umum
rakyat;
e. jenis bahan galian yang akan ditambang; dan
f. alat-alat yang dipergunakan untuk menambang.
(2) Ketentuan penetapan wilayah pertambangan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB VI
TATA CARA MEMPEROLEH IZIN

Pasal 16

(1) Permohonan Izin Usaha Pertambangan diajukan kepada Bupati melalui


Kepala Dinas menurut bentuk atau format dan persyaratan yang diatur
dengan Peraturan Bupati.
(2) Permohonan Izin Usaha Pertambangan pada tahap penyelidikan umum
dan eksplorasi harus melampirkan peta wilayah pertambangan yang
dimohon.
(3) Permohonan izin usaha pertambangan pada tahap eksploitasi harus
melampirkan :
a. peta wilayah pertambangan yang dimohon;
b. status tanah atas wilayah yang bersangkutan;
57
2006/ Nomor 5

c. proposal pembinaan masyarakat disekitar lokasi tambang; dan


d. dokumen AMDAL dan atau UKL UPL sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3),
yang wilayahnya berada di kawasan hutan harus ada izin pinjam pakai
dari Menteri Kehutanan.

BAB VII
ISI DAN SIFAT IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 17

(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan mempunyai wewenang untuk


melaksanakan satu atau beberapa tahap usaha pertambangan umum
yang ditentukan dalam Izin Usaha Pertambangan.
(2) Izin Usaha Pertambangan dapat berupa izin untuk melaksanakan
kegiatan :
a. Penyelidikan Umum;
b. Eksplorasi;
c. Eksploitasi;
d. Pengolahan dan Pemurnian; dan
e. Penjualan dan Pengangkutan.

Pasal 18

(1) Izin Usaha Pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan


penyelidikan umum atau SKIP (Surat Keterangan Izin Peninjauan)
diberikan oleh Bupati untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
atas permintaan yang bersangkutan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
hanya 1 (satu ) kali untuk jangka 1 (satu) bulan, atas permintaan yang
bersangkutan dan harus diajukan paling lambat 6 (enam) hari sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

58
2006/ Nomor 5

Pasal 19
(1) Izin Usaha Pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan
usaha pertambangan eksplorasi diberikan oleh Bupati untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun, atas permintaan yang bersangkutan
dan setiap tahun dilakukan Registrasi.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali, dengan jangka waktu perpanjangan
selama 1 (satu) tahun, atas permintaan yang bersangkutan dan harus
diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu
yang telah ditetapkan.
(3) Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk kegiatan
eksplorasi telah menyatakan bahwa usahanya akan dilanjutkan dengan
usaha pertambangan eksploitasi, maka Bupati dapat memberikan lagi
perpanjangan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun yakni untuk
keperluan pembangunan fasilitas-fasilitas eksploitasi penambangan,
atas permintaan yang bersangkutan.

Pasal 20
(1) Izin Usaha Pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan
usaha pertambangan eksploitasi diberikan oleh Bupati untuk jangka
waktu paling lama 20 ( dua puluh ) tahun dan setiap tahun dilakukan
Registrasi.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang
sebanyak 2 (dua) kali, dengan jangka waktu masing-masing
perpanjangan paling lama 10 ( sepuluh ) tahun.
(3) Permintaan perpanjangan harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pasal 21

(1) Izin Usaha Pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan


usaha pertambangan rakyat daerah (SIPRD) diberikan oleh Bupati
untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan SIPD diberikan
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan setiap tahun dilakukan
registrasi.
59
2006/ Nomor 5

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang
sebanyak 2 (dua) kali, dengan jangka waktu masing-masing
perpanjangan selama 1 (satu) tahun.
(3) Permintaan perpanjangan harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
(4) Tahap kegiatan pertambangan umum meliputi SKIP (Penyelidikan
Umum), Eksplorasi, Studi Kelayakan, AMDAL, Contoh Ruah, Eksploitasi,
Pengolahan dan Pemurnian, Penjualan dan Pengangkutan.

BAB VIII
CONTOH RUAH

PASAL 22

(1) Contoh Ruah batubara diberikan kepada Pemegang izin KP yang


jumlahnya ditentukan berdasarkan luas areal.
(2) Contoh ruah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan minimal
20.000 ton dan maksimal 50.000 ton.
(3) Pemberian Contoh Ruah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci
sebagai berikut :
a. Untuk luas areal 5 hektar sampai 500 hektar diberikan 20.000 ton.
b. Untuk luas areal 500 hektar sampai 1.000 hektar diberikan 30.000
ton.
c. Untuk luas areal melebihi 1.000 hektar diberikan 50.000 ton.
(4) Contoh ruah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang dibebaskan
dari kewajiban membayar royalti hanya sebesar 10.000 ton.

BAB IX
LUAS WILAYAH IZIN

Pasal 23

Suatu wilayah Izin Usaha Pertambangan diberikan dalam proyeksi tegak


lurus dari bidang tanah yang luasnya ditentukan pada pemberian Izin Usaha
Pertambangan.

60
2006/ Nomor 5

Pasal 24

(1) Luas wilayah Izin Usaha Pertambangan dalam bentuk KP :


a. pada tahap Penyelidikan umum dan eksplorasi tidak boleh melebihi
25.000 hektar; dan
b. eksploitasi tidak boleh melebihi 5.000 hektar.
(2) Luas wilayah Izin Usaha Pertambangan dalam bentuk KK dan PKP2B :
a. pada tahap penyelidikan umum tidak boleh melebihi 100.000 hektar
dan secara bertahap akan dikurangi luasnya sesuai ketentuan
dalam kontrak/perjanjian; dan
b. pada tahap eksploitasi tidak boleh melebihi 25.000 hektar;
(3) Luas wilayah Izin yang melebihi ketentuan sebagaiman dimaksud pada
ayat (1) dan (2), wajib dilakukan penciutan.
(4) Luas wilayah SIPRD tidak boleh melebihi 5 (lima) hektar dan untuk SIPD
maksimal 10 hektar.

BAB X
KEWAJIBAN DAN HAK PEMEGANG SURAT IZIN

Pasal 25

(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan mempunyai kewajiban


sebagai berikut :
a. memenuhi kewajiban keuangan sesuai ketentuan
menurut Peraturan Daerah ini dan ketentuan lain yang berlaku,
kecuali waste/material buangan dan lapisan tanah penutup dalam
kegiatan operasional penambangan selama tidak dimanfaatkan
secara komersial.
b. melaksanakan kegiatan penambangan dengan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan petunjuk-petunjuk Pejabat Pelaksana Inspeksi Tambang
Daerah (PITDA).
c. memberikan laporan secara tertulis atas
pelaksanaan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati Cq.Dinas
Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan, dengan tembusan
kepada.
61
2006/ Nomor 5

1. Menteri Dalam Negeri Cq. Direktorat Jenderal Pertambangan


Umum dan Otonomi Daerah di Jakarta
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Cq. Direktorat
Geologi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta.
3. Gubernur Cq. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi;
4. Camat setempat.
d. membuat laporan hasil pelaksanaan RKL dan RPL bagi usaha dan /
atau kegiatan yang wajib AMDAL atau laporan pelaksanaan UKL
dan UPL bagi usaha dan / atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL
tetapi wajib UKL / UPL setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati melalui :
1. Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan;
2. Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup dan Tata Ruang
Kabupaten.
(2) Guna kepentingan pengendalian dampak lingkungan, pada bekas
penambangan kepada Pemegang Surat Izin Usaha Pertambangan
diwajibkan menyetor uang jaminan reklamasi yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap Pemegang izin KP, KK, PKP2B wajib melakukan reklamasi bekas
tambang.
(4) Diwajibkan menyetor uang jaminan reklamasi pada Bank Pemerintah
melalui Bank Pembangunan Kalteng Cabang Muara Teweh.
(5) Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi hak
Pemerintah Daerah apabila tidak dilakukan reklamasi dan tanggung
jawab reklamasi beralih kepada Pemerintah Daerah.
(6) Pemegang Izin Usaha Pertambangan pada tahap eksploitasi dalam
kawasan hutan wajib meminta izin pinjam pakai kepada Menteri
Kehutanan melalui instansi yang mempunyai tugas di bidang
kehutanan.
(7) Setiap Pemegang Izin KP, KK, PKP2B yang belum memenuhi
kewajibannya tidak diperkenankan melakukan proses Izin selanjutnya.
(8) Setiap pemegang izin KP, KK, PKP2B wajib membuat jalan sendiri atau
bekerjasama dengan perusahaan lain.

Pasal 26

62
2006/ Nomor 5

(1) Khusus untuk Pemohon KP, KK, dan PKP2B diwajibkan memberikan
pembuktian kesanggupan dan kemampuan kepada Pemerintah Daerah
dalam bentuk uang jaminan kesungguhan.
(2) Uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan sesuai dengan tahap kegiatan usaha pertambangan yang
dilakukan terdiri dari :
a. tahap eksplorasi sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah)
per hektar; dan
b. tahap eksploitasi sebesar Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah)
per hektar.
(3) Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dititipkan pada
Bank Pemerintah.

Pasal 27

Pemegang Izin Usaha Pertambangan berhak :


a. melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai ketentuan dalam Izin
Usaha Pertambangan;
b. mengajukan keberatan atau keringanan atas penetapan pungutan atau
kewajiban lainnya disertai alasan-alasan keadaan memaksa (force
majeure) dan telah benar-benar melakukan semua langkah-langkah
pengamanan dan mengambil langkah alternatif yang wajar;
c. menerima pembinaan dan perlindungan hukum dari Pemerintah Daerah;
dan
d. menerima penghargaan atas ketaatan kepada peraturan perundang-
undangan.

BAB XI
PEMINDAHAN IZIN

Pasal 28

(1) Izin Usaha Pertambangan dapat dipindahkan kepada Badan/orang lain


setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

63
2006/ Nomor 5

(2) Izin Bupati hanya dapat diberikan jika pihak yang akan menerima Izin
Usaha Pertambangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Apabila Pemegang Izin Usaha Pertambangan meninggal dunia,
sedangkan para ahli warisnya tidak dapat memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Bupati dapat memindahkan
Izin Usaha Pertambangan tersebut kepada Badan atau orang lain yang
telah memenuhi syarat.
BAB XII
OBYEK , SUBYEK DAN BESARNYA PUNGUTAN DAERAH

Pasal 29

Pendataan, pencatatan, penetapan dan pemungutan Pajak Daerah,


Retribusi Daerah dan atau pungutan lainnya dari kegiatan usaha
pertambangan umum dilakukan oleh Dinas Pertambangan, Perindustrian dan
Perdagangan.
Pasal 30

Obyek Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pungutan lainnya dikenakan


terhadap:
a. Pencadangan wilayah per blok untuk luasan 50 (lima puluh) hektar atau
lebih dikenakan pungutan sebesar Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta
Rupiah) untuk bahan galian golongan strategis dan vital;
b. Pencadangan wilayah per blok untuk luasan kurang dari 50 (lima puluh)
hektar dikenakan pungutan sebesar Rp. 200.000,- (Dua Ratus Ribu
Rupiah) per hektar untuk golongan c dan untuk golongan b dikenakan
pungutan Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) per hektar.

Pasal 31

Subyek Pajak Daerah, Retribusi Daerah atau pungutan lainnya adalah setiap
BUMN, BUMD, Koperasi /KUD, Badan Hukum, orang pribadi atau
perusahaan kerjasama yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang
pertambangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

64
2006/ Nomor 5

Pasal 32

(1) Besarnya Iuran tetap per hektar per tahun, iuran hasil produksi yang
diperoleh dari kegiatan eksplorasi (uji coba produksi) dan eksploitasi
bahan galian, ditetapkan dengan Peraturan Bupati ;
(2) Biaya administrasi, biaya pengukuran dan biaya pemetaan ditetapkan
dengan Peraturan Bupati;
(3) Khusus biaya pengukuran dan pemetaan dipergunakan untuk keperluan
pengukuran dan pemetaan oleh Dinas Pertambangan, Perindustrian,
dan Perdagangan.

BAB XIII
PERHITUNGAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN PUNGUTAN

Pasal 33

(1) Besarnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan pungutan lainnya dari
kegiatan usaha pertambangan umum ditetapkan dengan sistem/cara
sebagai berikut :
a. Sistem laporan dari Pemegang Surat Izin dengan pengawasan
Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan;
b. Melalui Kontraktor atau pemakai lainnya selaku Wajib Pungut
(WAPU);
c. Sistem Tol/Pos dengan surat berharga; dan
d. Unit Pelayanan Teknis Dinas ( UPTD ).
(2) Tata cara pungutan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan pungutan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bupati.
(3) Semua hasil penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan pungutan
lainnya disetor ke Kas Daerah.

Pasal 34

Untuk kegiatan usaha pertambangan umum dalam bentuk KK dan PKP2B


perhitungan pungutannya berdasarkan ketentuan Kontrak atau Surat Izin.

65
2006/ Nomor 5

Pasal 35

(1) Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pungutan lainnya atas usaha
pertambangan umum harus dilunasi sekaligus setelah subyek pajak
yang bersangkutan menerima Surat Ketetapan Pungutan (SKP).
(2) Pembayaran Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan pungutan lainnya yang
terlambat dibayar 1 (satu) bulan setelah ditetapkan SKP dikenakan
denda sebesar 5 % ( Lima Perseratus ) dari pokok pungutan setiap
bulan dan selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(3) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tidak dipenuhi, maka subyek pungutan diberikan peringatan sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut dan apabila tidak juga dipenuhi maka Surat
Izinnya dicabut.

Pasal 36

(1) Bupati hanya dapat mengabulkan permohonan keringanan terhadap


subyek pungutan jika yang bersangkutan benar-benar dapat
memberikan bukti dan alasan-alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan, dan yang bersangkutan telah benar-benar melakukan semua
langkah-langkah pengamanan dan mengambil langkah alternatif yang
wajar serta dengan terlebih dahulu meminta pendapat instansi teknis.
(2) Alasan-alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah keadaan
memaksa (force majeure) yang meliputi peperangan, pemberontakan,
keresahan sipil, pendudukan areal tambang, blokade, sabotase,
embargo, pemogokan dan perselisihan perburuhan, epidemi bencana
alam yang berpengaruh pada kegiatan perusahaan.

BAB XIV
TUMPANG TINDIH LAHAN

Pasal 37

(1) Dalam hal terjadi tumpang tindih lahan antara usaha pertambangan
dengan kegiatan selain usaha pertambangan, maka prioritas peruntukan
lahan ditentukan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.
66
2006/ Nomor 5

(2) Jika lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kawasan hutan,
maka status lahan yang dikuasai oleh Pemegang Izin Usaha
Pertambangan adalah pinjam pakai;
(3) Dalam hal perizinan lintas sektoral Propinsi dan Pemerintah Pusat harus
ada rekomendasi dari Bupati, sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 ayat (2).

BAB XV
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 38

(1) Pemerintah daerah mengupayakan pelaksanaan penegakan hukum


lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemerintah Daerah membina dan mengawasi dalam pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilaksanakan oleh
Pemegang Surat Izin sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi juga pemberian persetujuan dan pengawasan pelaksanaan
AMDAL (KA, ANDAL, RKL dan RPL ), serta pemberian rekomendasi
dan pengawasan UKL-UPL yang disusun oleh masing-masing
Pemegang Surat Izin selaku Pemrakarsa.

Pasal 39

Pemegang Izin Usaha Pertambangan bertanggung jawab atas pelaksanaan


pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai RKL, RPL dan UKL, UPL
yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.

BAB XVI
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT SERTA KEMITRAUSAHAAN

Pasal 40
(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan pada tahap Eksploitasi wajib
melaksanakan program pengembangan masyarakat dan pengembangan
67
2006/ Nomor 5

wilayah pada masyarakat dan daerah setempat yang meliputi


pengembangan sumber daya manusia, kesehatan dan
pertumbuhan ekonomi.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama antara Pemegang Izin Usaha
Pertambangan , Pemerintahan Daerah dan masyarakat setempat.
(3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati dan masyarakat setempat.
(4) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (3), wajib dilaporkan kepada Pemerintah Daerah Cq. Dinas
Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan dengan tembusan
disampaikan ke DPRD.

Pasal 41

Bupati mengupayakan terciptanya kemitrausahaan antara Pemegang Izin


Usaha Pertambangan dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip
saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

BAB XVII
HUBUNGAN PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM
DENGAN PEMILIK HAK ATAS TANAH

Pasal 42

(1) Sebelum melakukan kegiatan usaha pertambangan Pemegang Izin


Usaha Pertambangan wajib memperlihatkan surat izin atau salinannya
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang kepada pemilik hak
atas tanah.
(2) Pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib memberikan kompensasi
sesuai ketentuan dan kesepakatan kepada yang berhak atas tanah atas
kerusakan sesuatu yang berada di atas tanah di dalam atau di luar
wilayah usaha pertambangan akibat dari usahanya baik perbuatan itu
dilakukan dengan sengaja atau tidak.

68
2006/ Nomor 5

BAB XVIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 43

Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan


serta pengendalian usaha pertambangan umum di daerah.

Pasal 44

(1) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 44, terhadap Pemegang Izin dilakukan oleh Bupati sesuai
kewenangannya.
(2) Bupati dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, kepada Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan
dan instansi terkait dengan Keputusan Bupati.
(3) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi aspek :
a. Penyelidikan Umum;
b. Eksplorasi;
c. Eksploitasi;
d. Produksi dan Pemasaran;
e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 );
f. Lingkungan Hidup;
g. Konservasi;
h. Tenaga Kerja;
i. Barang Modal;
j. Jasa pertambangan;
k. Pelaksanaan penggunaan produksi dalam negari dan luar negeri;
l. Investasi, devestasi dan keuangan;
m. Upah minimum propinsi sektoral; dan
n. Jamsostek.

69
2006/ Nomor 5

(4) Pelaksanaan pengawasan langsung di lapangan terhadap aspek


produksi dan pemasaran, konservasi, K3 serta lingkungan di lakukan
sekurang-kurangnya 1 ( satu ) tahun sekali.

Pasal 45

(1) Pembinaan dan pengawasan K3 dan lingkungan dilaksanakan oleh


Pelaksana Inspeksi Tambang Daerah.
(2) Persyaratan, tugas pokok dan fungsi Pelaksana Inspeksi Tambang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan K3 berpedoman pada
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lingkungan berpedoman
pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 46

Pelaksanaan pengawasan tenaga kerja, barang modal, jasa pertambangan,


pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri, penerapan standar
pertambangan, investasi, devestasi dan keuangan berdasarkan evaluasi
atas pelaporan tentang rencana dan realisasi yang disampaikan dan uji petik
di lapangan.

BAB XIX
PELAPORAN DAN EVALUASI
Pasal 47

Pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib menyampaikan laporan kepada


Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan
atas kegiatan usahanya setiap triwulan, tahunan dan laporan akhir setiap
tahap kegiatan usaha pertambangan umum serta laporan-laporan khusus
lainnya.
Pasal 48

70
2006/ Nomor 5

(1) Semua Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati setiap
tahun harus dilakukan evaluasi terhadap kemajuan kegiatan usaha
pertambangan.
(2) Evaluasi atas laporan kegiatan Pemegang Izin Usaha Pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 dilakukan oleh Bupati melalui
Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan.

BAB XX
PASCA TAMBANG

Pasal 49

(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib menyampaikan laporan


rencana penutupan tambang selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sebelum berakhirnya Izin Usaha Pertambangan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat selain dari
aspek teknis penutupan tambang juga harus memuat kewajiban-
kewajiban yang masih menjadi tanggung jawab Pemegang Izin Usaha
Pertambangan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Izin Usaha
Pertambangan.

BAB XXI
LAR AN G AN

Pasal 50

(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan dalam melaksanakan pekerjaan


usaha pertambangan dilarang melakukan kegiatan di wilayah yang
tertutup untuk kepentingan umum, pada lapangan, sekitar lapangan dan
bangunan-bangunan pertahanan.
(2) Wilayah pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan Izin Usaha
Pertambangan tidak meliputi :
a. Wilayah Suaka Alam, Taman Nasional dan Hutan Wisata, Hutan
Lindung/kawasan Penyangga;
b. Tempat-tempat pemakaman, tempat yang suci, kepentingan umum;
c. Tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan umum lainnya;
71
2006/ Nomor 5

d. Bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik beserta


tanah-tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin yang
berkepentingan; dan
e. Kawasan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal Pemegang Izin menganggap perlu untuk kepentingan
pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan Izin Usaha Pertambangan,
maka pemindahan bangunan fasilitas umum dapat dilakukan dengan izin
Bupati, dengan biaya sepenuhnya ditanggung Pemegang Izin.

BAB XXII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 51

(1) Jika Pemegang Izin tidak memenuhi kewajiban dan larangan-larangan


menurut Peraturan Daerah ini dan/atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka izinnya dapat dicabut dan dibatalkan.
(2) Segala tindakan di Bidang Pertambangan yang tidak memenuhi
peraturan yang berlaku dikenakan sanksi administratif.

BAB XXIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 52

(1) Barangsiapa yang melakukan kegiatan usaha pertambangan umum di


daerah tanpa izin diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta
Rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga
dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Perbuatan melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

72
2006/ Nomor 5

(4) Perbuatan melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan


sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah pelanggaran dan atau
kejahatan.

BAB XXIV
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 53

(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh


Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Kabupaten.
(2) Selama Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum ada, maka penyidikan dilakukan oleh Penyidik
Umum sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana ;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan ;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penyitaan benda atau surat ;
e. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ; dan
f. mendatangkan orang ahlli dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara ;
g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk
dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui
penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya ; dan
h. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

73
2006/ Nomor 5

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dalam
melakukan tindakan penyidikan wajib membuat berita acara yang
menyangkut :
a. pemeriksaan tersangka ;
b. pemasukan rumah ;
c. penyitaan barang ;
d. pemeriksaan saksi ; dan
e. pemeriksaan tempat kejadian.

BAB XXV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 54

(1) Izin Usaha Pertambangan yang telah diterbitkan atau disetujui sebelum
ditetapkan Peraturan Daerah ini, tetap berlaku dan dihormati wewenang
dan hak serta kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan sampai batas waktu berlakunya izin.
(2) Keputusan Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat yang dikeluarkan
sebelum Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku.

Pasal 55

(1) Permohonan perpanjangan dan peningkatan tahapan KP, KK dan


PKP2B serta SIPD dan SIPRD yang diterima setelah tanggal 1 Januari
2001 dan telah memenuhi syarat menurut ketentuan yang berlaku akan
diproses oleh Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan
sesuai dengan Peraturan Daerah ini.
(2) Khusus pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap KK dan
PKP2B dalam rangka Penanaman Modal Asing yang sudah ada
sebelum tanggal 1 Januari 2001 dalam rangka transisi dilakukan
bersama antara Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah.

BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP

74
2006/ Nomor 5

Pasal 56

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 57
Dengan diundangkannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Barito Utara Nomor 09 Tahun 2003 tentang Usaha Pertambangan
Umum Di Kabupaten Barito Utara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 58
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal pengundangannya.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan, pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Barito Utara.

Ditetapkan di Muara Teweh


pada tanggal 27 Mei 2006

BUPATI BARITO UTARA,


Cap/ttd
H. ACHMAD
YULIANSYAH.

Diundangkan di Muara Teweh


pada tanggal 27 Mei 2006

Plt. SEKRETARIS DAERAH


KABUPATEN BARITO UTARA,
Cap/ttd
HARILLATA A. BASEL.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA TAHUN 2006 NOMOR 5

Salinan sesuai dengan aslinya

75
2006/ Nomor 5

Kepala Bagian Hukum


dan Perundang-undangan,

S U B A N D I, SH

76

Anda mungkin juga menyukai