PENDAHULUAN
1
IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a
wajib memuat ketentuan sekurang- kurangnya:
1) Nama perusahaan;
2) Lokasi dan luas wilayah;
3) Rencana umum tata ruang;
4) Jaminan kesungguhan;
5) Modal investasi;
6) Perpanjangan waktu tahap kegiatan
7) Hak dan kewajiban pemegang IUP;
8) Jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
9) Jenis usaha yang diberikan;
10) Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar
wilayah pertambangan;
11) Perpajakan;
12) Penyelesaian perselisihan;
13) Iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
14) Amdal.
1.1.2 Status dan Kegunaan Lahan
Lahan yang dipakai untuk kegiatan eksplorasi sampai penambangan adalah
lahan perkebunan. Dimana, status lahan yang digunakan ini merupakan Hak Guna
Pakai Tanah. Sesuai dengan persetujuan pada perjanjian hak pakai tanah yang
telah disepakati, yang memiliki tanah (pihak pertama) akan mendapatkan sebesar
28% dari total pendapatan bersih. Surat keterangan tanah dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional.
1.2 Maksud dan Tujuan
2
1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan
1.3.1 Administratif dan Geografis
Secara administrasi terletak di Desa Langap Malinau Selatan,
Kecamatan Malinau, Daerah Kalimantan Utara, seluas 42.620,70 km2.
Batas wilayah izin usaha pertambangan sebagai berikut:
Batas – batas wilayah pada daerah ini yaitu :
1. Utara : Kabupaten Nunukan
2. Timur : kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau dan
Kabupaten Kutai Timur
3. Selatan : Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kuta
Kartanegara
4. Barat : Kabupaten Nunukan dan Malaysia Timur
Lokasi Kabupaten malinau di Provinsi Kalimantan Utara terdapat pada
kordinat 114o 35’ 22” – 116o 50’ 55” BT dan 1o 21’ 36” – 4o 10’ 55 LU
1. Provinsi : Kalimantan Utara
2. Dasar Hukum : UU No.47 Tahun 1999
3. Ibu Kota : Malinau Kota
3
9. Bandar Udara : Bandara Udara R.A. Bessing,
Bandara Udara Long Ampung
10. Kecamatan : 15
11. Kelurahan : 106
Tabel 1.2
Kesampaian Lokasi Menuju Konsesi PT. Sumber Masa Depan
JARAK
NO JALUR KETERANGAN
TEMPUH
Jl. Arif Rahman Hakim - Jalan Kota, Beraspal 30-
1 15 km / 27 menit
Bandara Juanda 40 km/jam
Bandara juanda - Bandara 2.384 km / 2 jam Menggunakan
2
RA Besing 20 menit transportasi Udara
Jalan kabupaten,
Bandara RA Besing – lokasi 80km/ 2 jam 28
3 beraspal, kecepatan 40
penambangan ( Langap) menit
km/jam
4
1.4 Keadaan Umum LIingkungan
1.4.1 Sosial, Ekonomi dan Budaya
Perekonomian Kabupaten Malinau masih didominasi oleh sektor-sektor
yang mengandalkan potensi sumberdaya alam. Selain memiliki kawasan hutan
yang luas, kabupaten Malinau juga memiliki potensi sumberdaya mineral, yaitu
batubara. Struktur perekonomian Kabupaten Malinau dapat dilihat dari kontribusi
sektor-sektor dalam pembentukan PDRB.
Pada tahun 2010 menunjukkan bahwa struktur perekonomian Kabupaten
Malinau didominasi oleh sektor Pertambangan dengan Kontribusi terbesar sebesar
35.83 % Disamping sektor Pertambangan sektor pertanian memberikan kontribusi
sebesar 18.02 % , sektor-sektor yang memberikan kontribusi relatif kecil (kurang
dari 10 %) dalam struktur perekonomian Kabupaten Malinau adalah sektor
Industri Pengolahan 0.06 %, sektor listrik ,Gas dan Air Minum 0.17 %, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar (2.51% ) dan sektor Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan sebesar ( 0.37 % ). Sektor jasa-jasa (19.45 %) dan sektor
bangunan (11.15 %), sektor Perdagangan ,Restoran dan Hotel (12.86 % ) dan.
Lima sektor terbesar tersebut secara keseluruhan memberikan kontribusi sebesar
97.31 % dalam pembentukan PDRB Kabupaten Malinau pada tahun 2011
Tabel 1.4.1
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
5
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Tahun 2007 – 2011
Tabel 1.4.2
6
yang Sah
Pendapatan Transfer 999,039,615,000.00 1,068,180,382,000.00
Lain - Lain Pendapatan yang Sah 79,815,150,000.00 85,045,689,095.00
Jumlah Total 2011 1,225,655,125,000.00 1,356,742,874,168.42
2010 1,174,871,296,158.25 1,315,819,150,260.85
Jumlah 2009 1,184,453,409,986.58 1,072,816,733,673.03
Total 2008 1,034,218,482,095.00 1,223,356,972,466.59
2007 897,756,163,650.00 956,332,137,675.36
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Malinau
Tingkat pendapatan daerah Kabupaten Malinau pada tahun 2011 yaitu sebesar
Rp.1.356.742.874.168.42 lebih besar dari pada tahun 2010 yakni sebesar Rp.
1.174.871.296.158.25 dan belanja daerah tahun 2011 sebesar
Rp. 1.606.606.984.867.42
Tabel 1.4.3
Perkembangan public saving untuk Kabupaten Malinau pada tahun 2011 sangat
fluktuatif dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun anggaran 2011 untuk
pendapatan asli daerah tercatat sebesar Rp. 96.758.780.970 lebih besar dari
pada tahun 2010 yaitu 35.05.
Pada tahun anggaran 2011 peningkatan dari tahun 2010 Rp. 37.054.489.411
sebesar 9.13 % mengalami penambahan dana sebesar Rp. 3.725.510.589 .-
7
Tabel 1.4.4
Komponen
No. Public 2008 (Rp.) 2009 (Rp.) 2010 (Rp.) 2011 (Rp.)
Saving
Pendapatan
39.454.090.68 54.378.883.75 62.841.665.96 96.758.780.9
1. Asli
9,59 1,03 3,26 70,00
Daerah
Dana Bagi
64.814.858.77 51.175.329.98 457.699.007.9 578.862.938.
2. Hasil
1,00 2,00 27,00 986.00
Daerah
3. Dana Bagi
Hasil
Pajak/Bagi 558.575.532.1 403.601.523.8
- -
Hasil 06,00 40,00
Bukan
Pajak
4. 403.558.269.0 400.951.344.0 312.144.289.0 519.080.393.
DAU
00,00 0,00 00,00 000,00
5. 44.932.000.00 40.709.000.00 40.780.000.00 40.780.000.0
DAK
0,00 0,00 0,00 00,00
6. Dana Bagi
Hasil
Pajak/Bagi
10.584.192.00 15.004.412.90 91.695.669.60 32.714.028.6
Hasil
0,00 0,00 9,00 12,42
Bukan
Pajak dari
Provinsi
7. Pendapatan 101.438.029.9 106.996.239.2 88.546.732.60 88.546.732.6
Lainnya 0,00 00,00 0,00 00,00
Grand Total Public 1.223.356.972 1.072.816.733 1.053.707.365. 1.356.742.87
8
Saving .466,59 .673,03 009,26 4.168,42
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Malinau
9
(empat) zone, yaitu :
Zone 1 : Zone dengan curah hujan antara 2500 – 3000 mm / tahun
membujur mulai sebelah selatan Kecamatan ke arah
Kecamatan Malinau Kota.
Zone 2 : Zone dengan curah hujan antara 3000 - 3500 mm/tahun
membujur mulai dari sebelah utara Mentarang ke arah
Timur Kecamatan Pujungan sampai barat daya
kecamatan Malinau.
Zone 3 : Zone dengan curah hujan antara 3500 - 4000 mm / tahun
membujur mulai dari Kecamatan Malinau Kota ke arah
Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan. Dan
membujur mulai dari Kecamatan Pujungan ke arah timur
Kecamatan Kayan Hilir.
Zone 4 : Zone dengan curah hujan > 4000 mm/tahun membujur
mulai dari Kecamatan Kayan Hilir ke arah Kecamatan
Kayan Hulu.
1.4.3 Topografi dan Morfologi
Wilayah Kabupaten Malinau didominasi topografi bergelombang, dari
kemiringan landai sampai curam, dengan ketinggian antara 0-2000 meter di
atas permukaan laut. Daerah dataran rendah yang subur pada umumnya
dijumpai di kawasan sepanjang sungai, khususnya di Kecamatan Malinau,
Kecamatan Malinau Utara, Kecamatan Malinau Barat, Kecamatan Malinau
Selatan, sepanjang kiri kanan Sungai Malinau, kiri kanan Sungai Semendurut,
Sungai Sembuak dan Salap serta sebagian di sekitar Ibukota Kecamatan
Mentarang, Kecamatan Mentarang Hulu, Kecamatan Pujungan, Kecamatan
Kayan Hilir, Kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan Selatan dan
Kecamatan Sungai Boh, meliputi dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan
dengan ketinggian kurang lebih 500 - 1000 meter di atas permukaan air laut.
Kemiringan tanah di Malinau cukup bervariasi dari 0 – 2 % sampai
lebih dari 40%. Dataran rendah hanya sebagian kecil di daerah Malinau Kota,
tepi aliran sungai Malinau. Sedangkan sebagian besar merupakan dataran
tinggi seperti yang terdapat di Kecamatan Pujungan, Bahau
10
Hulu, Kayan Hulu, Kayan Hilir, Kayan Selatan, Sungai Boh dan
sebagian Kecamatan Mentarang Hulu, mulai dari Paking , Semamu, Long
Berang sampai dengan Long Pala.
Pada daerah dengan kemiringan lahan di bawah 2 persen sangat
berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan, terutama padi dan palawija.
Kendala yang ada pada daerah dengan kemiringan lahan dibawah 2 persen
relatif kecil, kemungkinan erosi yang terjadi sangat rendah sekali. Namun
pada daerah rawa yang tergenang permanen perlu adanya masukan teknologi
relatif tinggi, yaitu pembuatan kanal atau saluran-saluran drainase. Pada
daerah dengan kemiringan lahan 3 – 15 % adalah kawasan yang potensial
untuk pengembangan pertanian pangan dan perkebunan dengan masukan
teknologi rendah sampai sedang seperti pembuatan teras gulud atau teras
bangku. Sedangkan daerah dengan kemiringan lahan 15 – 40 %
peruntukkannya terbatas hanya untuk perkebunan dengan masukan teknologi
untuk konservasi lahan.
Ditinjau dari aspek geologi, Kabupaten Malinau mencakup daerah
yang sangat luas dan umumnya tersusun oleh batuan-batuan sedimen yang
kompak dan batuan-batuan gunung api tua. Morfologi perbukitan
bergelombang kasar dan morfologi terjal umumnya meliputi daerah- daerah
perbukitan terjal serta tersusun oleh batuan sedimen berumur tua yang
mengalami pengangkatan, pelipatan dan pesesaran.
11
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Malinau terutam didominasi oleh
Ultisol, Inceptisol, Entisol dan Spodosol. Ultisol adalah tanah yang sudah tua
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah serta memiliki batuan mudah lapuk
yang miskin hara. Inceptisol adalah tanah sedang berkembang, biasanya berwarna
coklat kemerahan dan relatif agak subur, Entisol adalah tanah yang belum
berkembang dan merupakan hasil pengendapan dan doposisi longsoran tanah
lainnya. Spodosol adalah tanah yang memiliki horison spodik yang bersifat
masam dengan kesuburan tanah yang rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 2.1
Tabel. 1.4.6
Luas dan Jenis Tanah di Kabupaten Malinau
Gambar 1.4.2
Kondisi Jenis Tanah di Kabupaten Malinau
12
Berdasarkan interpertasi pada peta geologi lembar Malinau skala
1:250.000 (1995) geomorfologi daerah Malinau dan sekitarnya dapat
dibagi atas dua satuan morfologi sebagai berikut:
1. Satuan Morfologi Dataran
Satuan morfologi dataran merupakan daerah dataran aluvium yang
mendominasi daerah Malinau pada ketinggian berkisar atara 15 – 25
m diatas muka laut. Sungai utama adalah Sungai Sesayap yang
mengalir dari arah timur ke barat dengan anak-anak sungai yang
bermuara daerah pegunungan di daerah timur. Sungai Sesayap
berbentuk meander yang lebih ke arah timur menuju laut di selat
Makasar. Proses meandering sungai Sesayap ini akibat dari kondisi
batuan pada satuan aluvium yang berupa lumpur, lanau, pasir,
kerikil, sampai kerakal, dan bersifat lepas. Bentuk sungai Sesayap ini
berbentuk “U” yang menandakan stadia sungai ini stadia dewasa
sampai stadia tua.
14
konglomerat, komponen sekitar 80% dan 90% berupa batu
pasir lempungan dan kwarsa susu, matriks batu pasir kasar,
menampakkan struktur silang-siur, mengandung beberapa
lapisan tebal batu bara. Berumur Miosen Akhir.
Batuan gunungapi jelai (Tomj): Terdiri dari breksi vulkanik,
tuf, breksi lava. Leleran lava bersusun basalt-andisitan.
Formasi Sebakung (Tes): terdiri dari konglomerat alas, batu
lempung, batu lanau, dan batu gamping terumbu, kaya akan
ganggang, foraminifera, koral, moluska dan gastropoda.
Umur Eosen Tengah-Eosa Akhir. Diendapkan dalam laut
dangkal, tebal satuan batuan ini paling sedikit 300 m.
Formasi Malinau (Tema): terdiri dari batu pasir, felsparan,
lempungan dan mikaan, warna kelabu kehijauan berbutir
sedang sampai kasar, terpilah buruk, tebal lapisan 20
– 50 cm, setempat beberapa meter, berselingan dengan batu lanau
lempungan atau argilit, warna kelabu tua – hitam,
mikaan dan gampingan. Umur Eosen Tengah. Diendapkan dalam
lingkungan laut dangkal.
Formasi Mentarang Kelompok Embaluh (KTme): Terdiri dari
batu pasir, warna kelabu.
15
mengandung sedikit fragmen batuan, setempat breksi dan
konglomerat, endapan flish, umur Kapur Akhir-Paleosen,
mungkin diendapkan dalam lereng benua pada tepi cekungan
samudera.
Formasi Lurah Kelompok Embaluh (KTlu): Terdiri dari batu
pasir (sub-grewake); kehijauan, felsparan dan mikaan, berbutir
halus – sedang, tebal lapisan beberapa desimeter sampai meter,
pada bagian atasnya ditempati batu gamping, batu lanau, dan
argilit, umur diduga Kapur Akhir sampai Paleosen. Lingkungan
pengendapannya mungkin pada tepi benua “marginal flysch”.
Formasi Long Bawan, Kelompok Embalu (KTlb): Terdiri dari
argilit, warna jingga, hijau atau kelabu muda, berlapis felsparan,
dan arkose kelabu, kaya akan bahan organik, mikaan, tebal
lapisan dari beberapa desimeter sampai beberapa meter,
mengandung evaporit air garam dan lapisan batubara dengan
tebal sekitar 0,5 – 1,5m. Umur diduga Paleosen. Lingkungan
pengendapannya fluviatil sampai lagon.
Formasi Paking (Mpa): Terdiri dari sekis serisit dan sekis klorit,
warna kelabu kehijauan, fasies sekis hijau, menunjukkan
perdaunan (foliasi). Umur diduga Kapur Awal atau lebih tua.
Ultramafik (Mub): Terdiri dari serpentinit, gabro terbreksikan,
berdasarkan posisi stratigrafi dan kolerasi dengan lembar lainnya,
diduga berumur Yura Akhir.
2) Stratigrafi
Hubungan secara stratigrafi dari satuan batuan di daerah Malinau dan
sekitarnya, batuan yang dianggap sebagai batuan yang paling tua
adalah batuan-batuan pada Formasi Paking, yang diduga umurnya
Kapur Awal atau lebih tua. Sedangkan batuan-batuan pada kelompok
batuan ultramafik (ultra basa) hanya didasarkan pada posisi
stratigrafi dan kolerasi dengan lembar lainnya dan diduga berumur
16
Jura Akhir. Hubungan stratigrafi antara kelompok batuan ultramafik
terletak selaras dibawah satuan batuan pada formasi Paking.
17
lembar Malinau, didasarkan pada interpretasi Kolerasi Satuan Peta.
18
yang sangat lama hingga sampai jutaan tahun. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan tanah adalah :
Ada tiga golongan pokok tanah yang kini umum dikenal ialah pasir,
geluh, dan lempung (dalam Ilmu Tanah, oleh Harry Buckman,
terjemahan Soegiman, 1982) sebagai berikut :
- Pasir
Golongan pasir mencakup semua tanah yang pasirnya meliputi
70% atau lebih dari berat tanah itu. Sifat tanah semacam ini
karena mencerminkan sifat pasirnya.
- Lempung
Tanah dibentuk sebagai tanah lempung jika paling sedikit
mengandung 35% lempung, setidak-tidaknya 40%. Selama
kandungan lempung 40% atau lebih; nama kelas tanah ialah
lempung pasiran, lempung debuan atau biasanya disebut lempung
19
saja.
- Geluh
Umumnya geluh itu memiliki kualitas-kualitas pasir dan
lempung, tidak terlalu lepas, tanah pertanian ialah geluh. Geluh
yang mengandung pasir digolongkan geluh pasiran. Geluh yang
mengandung lempeng digolongkan geluh lempungan.
20
serasah tersebut terus-menerus menumpuk mengisi
cekungan. Oleh karena selalu dalam keadaan basah, maka
tidak mudah melapuk atau membusuk.
21
Mentarang
Hutan Lindung 672,572 16.97
Kawasan Budidaya Kehutanan 1,969,640 49.69
2 Kawasan
Budidaya Kawasan Budidaya Non 335,522 8.46
Kehutanan
Jumlah 3,964,119.00 100.00
Sumber : RTRW Kabupaten Malinau 2012-2032
22
menghabiskan waktunya di bagian atas tajuk pohon tertinggi dengan memakan
buah-buahhan,serangga,reptil kecil,hewan pengerat dan burung-burung kecil.
2) Owa Kelawat
Adalah satwa arboreal sejati. Seluruh aktifitas hidupnya dilakukan di atas
pohon. Kakinya yang pendek bahkan hampir tidak pernah digunakan untuk
berjalan. Untuk berpindah tempat, lengannya yang lebih panjang dominan
digunakan, yaitu dengan cara bergelayut dan berayun dari cabang ke cabang lain
atau ke pohon yang lainnya.
3) Bunga Bangkai
Adalah bunga berumah satu,atau bunga yang memiliki satu jenis alat
kelamin(putik atau benang sari).bunga ini mempunyai ciri khas yang sangat
dikenali orang,yaitu aromanya yang sangat menyengat atu berbau busuk,dari latar
belakang tersebut bunga ini disebut dengan bunga bangkai.aroma tersebut berguna
untuk menarik perhatian serangga.bunga ini mempunyai warna merah kegelapan
pada mahkotanya,bunga ini juga mempunyai kemiripan dengan bunga kembang
sepatu namun perbedaannya terdapat pada ukurannya,serta warna bunga
tersebut.walaupun bunga ini mempunyai kemiripan dengan bunga kembang
sepatu,masih banyak orang keliru bahwa bunga bangkai adalah bunga rafllesia.
4) Buah Maritem.
Tidak banyak orang yang mengetahui buah ini. Maritem masih dalam
lingkup family buah rambutan. Buah ini diketahui menjadi buah endemik
Kalimantan. Bagi sebagian masyarakat, buah maritem sudah dianggap langka.
Sekilas memang mirip durian.
Namun jika diperhatikan lebih dekat, panjang bulu maritem lebih pendek
dibandingkan dengan bulu pada kulit rambutan. Terksturnya daging buanya lebih
kenyal dibandingkan rambutan. Perbedaan yang kontras ada di warna kulit. Buah
maritem memiliki warna yang cukup gelap dibandingkan dengan buah rambutan.
Perpaduan rasa asam dan manis yang seimbang pada buah ini memberi sensasi
segar saat dicicipi.
5) Buah Kelemuku.
23
Masih dalam family buah rambutan, buah kelemuku ditemukan di
pedalaman Kabupaten Malinau. Kepala Dinas Kepala Dinas Ketahanan Pangan
(DKP) Kabupaten Malinau Giram Barshobedie menyatakan, buah ini sudah cukup
langka.
Rasa kelemuku sedikit lebih asam dibanding rambutan. Namun cita rasa
manisnya tetap ada. Kulit buah ini lebih tebal dan berwarna merah navy.
6) Buah Fasan.
Sekilas bentuknya mirip anggur. Tapi jangan membayangkan cita rasa buah
ini sama seperti anggur. Ketika menyentuh permukaan buah ini, teksturnya keras
seperti kayu. Permukaan kulit buah berwarna gelap. Untuk memakannya
diperlukan trik khusus. Terlebih dahulu, buah ini diseduh dengan air hangat
hingga sekira 5 menit. Selama masa seduhan itu, cukup untuk membuat daging
buah ini matang dan kulitnya yang tadinya keras, dengan mudah dapat dipisahkan
dari daging buah.
Ukuran biji buah ini tergolong keras, dan disarankan untuk tidak ikut
dikonsumsi. Adapun rasa daging buahnya sekilas mirip rasa umbi-umbian.
Tekstrur pun menyerupai ubi jalar atau singkong rebus. Kuning muda adalah
warna daging buah ini.
7) Buah Kritungen.
Sekilas mirip durian. Namun ukurannya jauh lebih kecil. Kulit berwarna
hijau dilengkapi dengan duri-duri panjang yang tidak setajam yang ada di buah
durian. Buah ini tumbuh subur di hutan di Kabupaten Malinau. Dagingnya cukup
menggoda dengan warna merah yang memesona dan bercita rasa manis. Biji buah
ini berwarna gelap.
8) Buah Tengkuidang.
Jangan menyangka ini adalah buah nangka. Secara bentuk memang cukup
mirip, dengan timbulan-timbulan piramida yang mengelilingi permukaan kulitnya.
Ketika matang, warna kulit buah ini menjadi kuning.
Buahnya berukuran kecil berwarna kuning yang menggelantung di seutas tangkai
dalam buah. Daging buahnya sekilas sangat mirip nangka, namun dalam bentuk
yang lebih kecil. Cita rasanya manis bercampir asam.
24
1.5 Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan di mulai dari disetujuinya IUP Eksplorasi yaitu :
Hari/Tanggal : Senin
Lokasi Penelitian : Langap, Malinau Selatan.
Kec. Malinau Kalimatan Utara, 77554
1.6 Metode Dan Peralatan
1.6.1 Metode
1. Survey Tinjau
Tahap penyelidikan umum untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang
berpotensi bagi keterdapatan bahan galian pada skala regional, terutama
berdasarkan hasil studi regional, diantaranya pemetaan geologi, pemotretan udara
dan metoda tidak langsung llainnya, dan peninjauan lapangan pendahuluan yang
penarikan kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi dari data yang ada
2. Prospeksi
Tahap penyelidikan umum untuk membatasi daerah potensi endapan
bahan galian dengan
kategori sumber daya tereka, yang menjadi tahap eksplorasi umum.
3. Eksplorasi Pendahuluan
Eksplorasi pendahuluan yang dilakukan yaitu berupa pengumpulan data-
data atau informasi-informasi mengenai daerah prospek ataupun yang lainnya
guna untuk melanjutkan ke tahapan eksplorasi lebih lanjut yang mengacu pada
SNI 13-6606-2001 Tentang Tata Cara Umum Penyusunan Laporan Eksplorasi
25
Bahan Galian. Pada tahap eksplorasi pendahuluan mempunyai nilai keyakinan
sebesar 30%. Kegiatan yang dilakukan yaitu berupa pengumpulan data-data atau
informasi-informasi mengenai daerah prospek ataupun yang lainnya guna untuk
melanjutkan ke tahapan eksplorasi yang lebih lanjut. Adapun metode eksplorasi
pendahuluan yang dilakukan berupa pemetaan topografi, pemetaan morfologi,
sampling, dan profil batuan.:
1. Pemetaan Topografi
Geologist melakukan kegiatan explorasi awal terdiri dari pemetaan
Topografi yang bertujuan untuk mengetahui bentuk permukaan bumi
maupun sumber daya alam yang ada didalamnya. Team eksplorasi
melakukan kegiatan pemetaan topografi guna untuk kepentingan eksplorasi
yang dilakukan. Pemetaan topografi yang dilakukan menggunakan alat ukur
Theodolit dan melakukan pengukuran pada daerah IUP. Selain melakukan
pengukuran, untuk memperoleh peta topografi daerah IUP didapat dari
hasil-hasil peta terdahulu. Alat yang digunakan untuk kegiatan pemetaan
topografi berupa GPS, kompas, set lengkap Theodolit, peralatan safety dan
lainya.
2. Pemetaan Morfologi
Untuk kegiatan pemetaan morfologi, team memperoleh peta morfologi
daerah IUP, didapat dari penyeledikan terdahulu yang telah dilakukan
sebelumnya.
3. Sampling
Dalam kegiatan sampling, team eksplorasi melakukan sampling
menggunakan metode Chip Sampling untuk mengambil sampel dari suatu
singkapan, yaitu sampel yang diambil pada permukaan yang segar dan
bersih. Dengan mengikuti arah aliran sungai ataupun arah singkapan. Alat-
alat yang dipakai adalah berupa palu dan pahat untuk mengambil sampel
dan GPS untuk ploting posisi untuk peta lintasan.
26
Sumber:pamerkarsa
Gambar 1.6.1
Hasil Sampling Biji Mangan
Gambar 1.6.2
Alat-alat Eksplorasi Pendahuluan
27
4. Eksplorasi Awal
Eksplorasi awal tahap eksplorasi yang merupakan deliniasi awal dari suatu
endapan yang teridentifikasi. Eksplorasi awal juga dapat dikatakan sebagai suatu
tahapan eksplorasi lanjutan dari eksplorasi pendahuluan. Eksplorasi awal yang
dilakukan yaitu berupa pengumpulan data-data atau informasi-informasi mengenai
daerah prospek ataupun yang lainnya guna untuk melanjutkan ke tahapan
eksplorasi lebih lanjut yang mengacu pada SNI 13-6606-2001 Tentang Tata Cara
Umum Penyusunan Laporan Eksplorasi Bahan Galian. Pada tahap eksplorasi
pendahuluan mempunyai nilai keyakinan sebesar 60%. Metoda yang digunakan
termasuk pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak yang lebar, membuat
paritan dan sampling untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari
suatu endapan. Interpolasi bisa dilakukan secara terbatas berdasarkan metoda
penyeledikan tak langsung. Tujuannya adalah untuk menentukan gambaran
geologi suatu endapan mineral berdasarkan indikasi sebaran, perkiraan awal
mengenai ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya. Tingkat ketelitian
sebaiknya dapat digunakan untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang
dan eksplorasi rinci diperlukan untuk melakukan kegiatan eksplorasi awal karena
pada hasil tahap eksplorasi pendahuluan ditemukan hasil prospek yang baik dan
perlu dilanjutkan untuk melakukan pada tahap eksplorasi selanjutnya untuk
mendapatkan informasi yang lebih mengenai keadaan endapan. Metode yang
digunakan pada tahap eksplorasi awal adalah sebagai berikut :
a. Tes Pit (Sumur Uji)
Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian
di bawah tanah dan mengambil contoh batuan (rock samples)-nya biasanya
digali sumur uji (test pit) dengan mempergunakan peralatan sederhana seperti
cangkul, linggis, sekop, pengki, dsb.
Bentuk penampang sumur uji bisa empat persegi panjang, bujur sangkar,
bulat atau bulat telur (ellip) yang kurang sempurna (lihat Gambar 2). Tetapi
bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat persegi panjang;
ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200 m. Sedangkan
kedalamannya tergantung dari kedalaman endapan bahan galiannya atau batuan
28
dasar (bedrock)nya dan kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa
penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar antara 4 - 5 m.
Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai bentuk dan
letak endapan bahan secara garis besar, maka digali beberapa sumur uji dengan
pola yang teratur seperti empat persegi panjang atau bujur sangkar (pada sudut-
sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur pula (100 -
500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya tidak memungkinkan.
Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas tersebut, maka
volume tanah yang digali juga terbatas dan luas wilayah yang rusak juga
sempit.
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan
atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji
ini dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya
suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan
dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal. Sumur uji ini umum
dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan
kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai,
ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan
kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari,
misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),
pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan
(zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona,
variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat
dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m
dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada
29
endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur ujidapat mencapai 30 m atau
sampai menembus batuan dasar.
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.
5. Eksplorasi Rinci
30
Gambar 1.6.3
Alat Pemboran
Proses pemboran dilakukan dengan 2 unit mesin bor jenis portable yang
sangat populer yakni “Tone” dan “Bell”. Dua cara pemboran yang dilakukan
selama pelaksanaan program ini adalah pemboran putar (Rotary Drilling)
lubang terbuka (Open Hole Drilling) dan pemboran inti pemboran dengan bor
besar di lokasi penyelidikan akan dilakukan pemboran dengan sistim Touch
Coring (TC) dengan total kedalam 800 meter dengan rincian 612,16 meter
dilakukan dengan pemboran Open Hole dan 187,84 meter dengan pemboran
Coring.
1) Palu Geologi
2) Kompas
3) Loupe
4) Theodolit
5) GPS
6) Alat Pemboran
7) Kamera
8) Buku Lapangan
31
9) Plastik Sempel
10) Meteran
1.7 Pelaksana
Daftar Tenaga Ahli dalam kegiatan Eksplorasi :
Nama Keahlian
Amdun S.T, M.T Koordinator Alat Bor
Cahya S.T, M.T Ahli Pengoprasian Alat Bor
Anang S.T, M.T Geologis
Adit S.T, M.T Penanggung Jawab
32