Anda di halaman 1dari 36

TUGAS

PERENCANAAN TAMBANG

DISUSUN OLEH :

ANISA SAFIRA HENAULU


07381811062

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Memasuki era globalisasi yang semakin maju dan perkembangan
teknologi yang semakin modern membuat kebutuhan teknologi manusiapun ikut
bertambah. Alat-alat penunjang kemajuan teknologi tersebut sebagian besar
terbuat dari bahan dasar yang berasal dari hasil mentah kegiatan penambangan
yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan. Umumnya,
sumberdaya hasil kegiatan penambangan merupakan sumberdaya yang tidak
dapat diperbaharui (Non-renewable Resources), oleh karena itu dibutuhkan
suatu perencanaan tambang yang baik agar kegiatan penambangan dapat
dilakukan terus-menerus.
Perencanaan tambang merupakan kegiatan pembuatan rancangan
tambang dimana kegiatan penambagan tersebut dapat mencapai Ultimate Pit
Limit (UPL) dalam jangka waktu tertentu secara aman dan menguntungkan
hingga pembuatan tahapan penambangan itu sendiri. Tahap-tahap dalam
perencanaan tambang adalah pembuatan desain batas akhir cast, penjadwalan
produksi (pushback), menentukan kebutuhan peralatan, menentukan sarana
penyaliran tambang, menentukan pengolahan bijih yang akan dilakukan,
menentukan pengelolaan lingkungan yang akan digunakan, menentukan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang akan diterapkan, pengelolaan
sumber daya manusia, menentukan corporate social responsibility (CSR), dan
analisis keekonomian yang pada akhirnya dalam perencanaan tambang ini akan
menentukan apakah perencanaan tersebut menguntungkan atau tidak untuk
dilakukan.
PT Nikel Jaya Wisma merupakan perusahaan tambang yang telah
memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk endapan nikel
dengan luas 2.958.455,95 m2 . Kegiatan penambangan pada perusahaan ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pabrik smelter dalam negeri. PT Nikel
Jaya Wisma telah melakukan kegiatan eksplorasi sehingga telah memperoleh
informasi mengenai bentuk endapan serta penyebarannya. Sebelum PT Nikel
Jaya Wisma melakukan tahap penambangan, diperlukan suatu perencanaan
tambang yang akan menjadi pedoman perusahaan tersebut pada kelayakan teknis
dan ekonomi. Untuk itu akan disusan laporan perencanaan tambang ini, untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari PT Nikel Wisma melakukan kajian Studi Kelayakan atas
rencana kegiatan penambangan di Kabupaten Kota Tidore Kepulauan, Provinsi
Maluku Utara, tepatnya di Kecamatan Oba Utara tersebut adalah untuk
mengetahui informasi rencana teknis kegiatan penambangan dan gambaran
keekonomian dari rencana proyek tersebut, serta untuk mengetahui potensi dan
karakteristik cadangan bijih nikel saprolit dan limonit, rencana kegiatan
penambangan dan pengolahan, kebutuhan sarana dan prasarana untuk
menunjang kegiatan penambangan, gambaran kebutuhan investasi serta
kelayakan proyek.
Sedangkan tujuan dari penyusunan laporan Perencanaan Tambang I ini
adalah untuk disampaikan kepada Pemerintah dalam rangka mendapat masukan
dan persetujuan terkait Proyek Kegiatan Penambangan di Oba Utara ini, serta
apabila disetujui akan ditindaklanjuti dengan studi detail.
1.3 Ruang Lingkup Studi
Ruang lingkup Studi Kelayakan ini mencakup seluruh aspek yang
direncanakan dan aspek kelayakan dari proyek, mulai dari aspek teknik, aspek
lingkungan, aspek keselamatan, aspek sosial serta aspek ekonomi, meliputi:
1. Keadaan umum.
2. Geologi keadaan endapan bijih, dan geoteknik.
3. Rencana penambangan yang mencakup metode dan tahapan
penambangan, kontrol kadar, jenis dan jumlah peralatan
tambang, jadwal serta urutan penambangan tiap tahun
4. Rencana pengangkutan dan penimbunan bijih nikel dan
overburden.
5. Bentuk organisasi, jumlah tenaga kerja.
6. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan, struktur organisasi
serta program K-3.
7. Rencana pemasaran, prakiraan harga dan rencana pemasaran.
8. Program pemberdayaan masyarakat dan pascatambang.
9. Rincian kebutuhan investasi dan gambaran kelayakan proyek
1.4 Pelaksanaan Studi
Dalam melakukan studi kelayakan untuk perencanaan kegiatan penambangan ini
dilakukan oleh perusahaan PT Nikel Jaya Wisma.
ANISA SAFIRA HENAULU: Ketua Tim Studi Kelayakan
MARLIANTI LUKMAN : Anggota Tim Studi Kelayakan
MUTIA NABILA : Anggota Tim Studi Kelayakan
YUDI S MARAJABESSY : Anggota Tim Studi Kelayakan
BAB II

KEADAAN UMUM

2.1 LOKASI DAN LUAS WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN YANG


DIMOHON

PT Nikel Jaya Wisma (PT NJW) adalah pemegang Izin Usaha Produksi (IUP)
mineral nikel dengan luas wilayah IUP 2.958.455,95 m2 yang telah ditandatangani
oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 8 Juni 2019. IUP ini berlaku
untuk jangka waktu 7 tahun terhitung sejak ditandatanganinya, yakni sejak tanggal 8
Juni 2019 hingga 31 Mei 2026. Wilayah IUP PT Nikel Jaya Wisma terletak di
pesisir bagian Utara Provonsi Maluku Utara, tepatnya di Desa Oba, Kecamatan Oba
Utara, Kabupaten Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.
2.2 KESAMPAIAN DAERAH DAN SARANA PERHUBUNGAN SETEMPAT
2.2.1 Kesampaian Daerah
Kecamatan Oba secara administratif berada di Kabupaten Tidore
Kepulauan, Maluku Utara serta secara geografis terletak antara 3°36'31.7"
hingga 3°54'23.7" LS dan 121°06'20.8" hingga 121°32'21.9" BT. Rute
perjalanan untuk menuju daerah proyek apabila ditempuh dari Ternate adalah
sebagai berikut:
1. Dari Pelabuhan Speed Bot (Ternate) menuju Sofifi Tidore Kepulauan
dengan menggunakan Speed ditempuh dalam waktu 2 jam.
2. Selanjutnya, perjalanan darat dapat ditempuh selama ± 20 menit (50
km) hingga ke Oba Utara.

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Tidore Kepulauan


2.2.2 Sarana Perhubungan Setempat

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tidore


Kepulauan, total panjang jalan pada tahun 2017 adalah 876,817 km.
Berdasarkan jenis permukaan jalan, 208,653 km merupakan jalan
beraspal, 457,242 km merupakan jalan kerikil, 196,862 km merupakan
tanah, dan 14,060 km tidak dirinci. Transportasi yang tersedia adalah
Mobil,Motor dan Bentor dengan rute-rute tertentu. Ada juga ojeg yang
dapat menjangkau daerah terpencil. Ada 4 pelabuhan yang tersedia di
Kabupaten Tidore Kepulauan. Pelabuhan Sofifi berfungsi sebagai
pelabuhan penumpang. PelabuhanSofifi terletak di ibukota Kabupaten
Tidore Kepulauan. Pelabuhan umum digunakan oleh masyarakat sekitar
untuk pelelangan ikan dan bongkar muat barang-barang domestik.

2.3 Keadaan Lingkungan Daerah


2.3.1 Demografi
Daerah IUP PT Nikel Jaya Kencana berada di wilayah administratif Kecamatan
Wolo. Luas area Kabupaten Tidore Kepulauan adalah 393,12 km2 dengan
jumlah penduduk 20.759 orang dimana kepadatan penduduknya adalah 53
orang/km2. Adapun rasio jenis kelamin penduduk di Kabupaten Tidor
Kepulauan adalah 104 dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 10.598
orang dan penduduk perempuan sebanyak 10.161 orang.
2.3.2 Ekonomi Masyarakat
Perekonomian masyarakat didorong oleh ketersediaan sarana dan
prasarana ekonomi, seperti pasar, warung, koperasi, bank, transportasi,
dll. Terdapat satu pasar besar, yakni Pasar Baru Galala yang terletak di
Desa Galala. Bank terdekat yang beroperasi ialah Bank BRI,BNI dan
MANDIRI dan terdapat sebuah kantorpos di dekat daerah tambang,
yakni Kantor Pos Sofifi.

Gambar 2.2.Tampak Kegiatan Jual Beli di Pasar Galala Sofifi


Secara umum, penghasilan utama masyarakat di wilayah studi berasal dari
pertanian dan perikanan. Diperoleh juga informasi, bahwa beberapa warga dari etnik
Mekongga melakukan kegiatan meramu dan mengumpulkan hasil hutan. Etnik ini juga
mengambil madu dan damar dari dalam hutan untuk dijual. Jika dilihat dari mata
pencaharian utama masyarakat, Tidore Kepulauan dapat dianggap sebagai kabupaten
agraris, dimana berdasarkan studi EBS (2013), sebanyak 48% bekerja sebagai petani.
Bahkan bisa lebih besar dari angka ini, karena buruh, nelayan dan petambak sering
merangkap juga sebagai petani. Pendapatan keluarga masyarakat diperkirakan
berdasarkan penghasilan rata-rata karena masyarakat tidak memperoleh pendapatan
tetap sepanjang waktu. Masyarakat yang pendapatannya di bawah Rp 1.000.000 per
bulan adalah petani yang mengolah lahan kurang dari satu hektar dan nelayan yang
menggunakan alat tangkap tradisional yang kecil. Masyarakat tersebut dikelompokkan
miskin karena pendapatan mereka hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan minimum
makan sehari-hari. Oleh karena itu, salah satu indikator tampak dari rumah-rumah
mereka tidak dalam kondisi sehat, termasuk fasilitas jamban yang buruk. Penggunaan
lahan harus dipertimbangkan tidak hanya untuk aspek ekonomi, tetapi juga aspek
keseimbangan ekologi.
BAB III

GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

3.1 Geologi Regional


Pulau Tidore termasuk dalam Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku
Utara. Skala 1 : 250.000. Daerah ini merupakan deretan pulau di sebelah
barat P. Halmahera. yang melintang arah Utara ke Selatan antara lain P.Hiri, P.
Ternate, P. Tidore, P. Mare, P. Moti dan P. Makian, yang merupakan
Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter. Semua mandala fisiografi tersebut
berhubungan erat dengan mandala geologinya. Deretan pulau ini sebagian
besar berbertuk kerucut gunungapi yang masih aktif, seperti G. Gamalama
Ternate, G. Kie Matubu Tidore dan G. Kie Besi Makian.

3.2 Geologi Lokal


3.2.1 Topografi dan Geomorfologi
Secara morfologi, daerah IUP dapat dibedakan menjadi dua satuan, yaitu
perbukitan dan daerah pesisir pantai. Morfologi perbukitan berada di bagian
tengah IUP yang memanjang dari utara hingga selatan, sedangkan bagian timur,
selatan, dan barat merupakan daerah pesisir pantai. Ketinggian medan antara 240
hingga 1 m di atas muka laut dengan lereng yang umumnya curam atau sekitar
40° hingga 55°. Tumbukan lempeng tektonik juga menghasilkan morfologi
daerah Sulawesi Tenggara berupa pegunungan, perbukitan dan pedataran.
Berdasarkan interpretasi landsat, kelurusan struktur geologi secara umum
berarah Utara-Selatan. Kelurusan ini mengontrol bentuk permukaan yang
dimungkinkan merupakan zona mineralisasi nikel.
3.2.2 Litologi
Untuk daerah Tidore Kepulauan karena termasuk kawasan pertemuan 2
lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Australia dan lempeng Samudra Pasifik,
maka litologi penyusun geologi Tidore Kepulauan, yakni:
1. Keping Benua
2. Kompleks Ofiolit
Dimana litologi tersebut pada umur geologi kenozoikum akhir dikoyak oleh
sesar mendatar (strike slip fault) (Surono, PSG). Pada geologi daerah IUP
diketahui terdapat 2 jenis batuan ultramafik, yaitu :
 Batuan peridotit halus sampai kasar, yang mengalami tingkat
serpentinisasi dan retakan serta milonitisasi dan breksiasi.
 Peridotite yang mengalami serpentisasi dan milonitasi secara intensif,
terdapat di bagian Selatan dan Utara, berbatasan dengan batuan
sedimen hasil pelapukan dan erosi dan transportasi batuan ultramafik.
3.2.3 Struktur Geologi
Struktur geologi daerah Kota TIdore Kepulauan yang berkembang
adalah sesar. Sesar banyak dijumpai di daerah Pulau Halmahera. Sesar ini
berkembang Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Jenis
sesar agak sulit di identifikasi di lapangan, bidang sesar yang dijumpai di
lapangan berupa zona hancuran, pada zona ini di jumpai filit dan tampak
mineral pengisi rekahan.
Kemiringan lapisan secara umum adalah ke arah barat, akan tetapi
beberapa tempat dijumpai kemiringan ke arah utara (N268 O E/ 30O). Besar
kemiringan batuan berkisar antara 10 O hingga 30 O.
Struktur sesar merupakan daerah yang rawan terjadi gerakan tanah.
Kejadian gerakan tanah ini terutama pada saat hujan turun dan juga jika
terjadi gempa.
3.2.4 Bentuk dan Penyebaran
Terdapat 2 jenis batuan yang diindikasikan sebagai sumber dari deposit
nikel laterit. Yang pertama adalah peridotit berbutir halus-sedang dengan tingkat
serpentinisasi sedangtinggi, dengan banyak retakan didalamnya dengan jarak
retakan jarang-sangat rapat dan menjadi breksi yang termilonisasi. Kedua ialah
peridotit yang terserpentinsasi dijumpai di selatan sebagai sumber dari
terbentuknya endapan nikel laterit berbeda dengan nikel laterit yang terdapat di
daerah utara. Breksiasi dan sruktur yang mengandung garnierite cukup banyak
terdapat pada struktur-struktur yang berarah vertical sedangkan lempeng-
lempeng silica terdapat pada struktur dan retakan dengan kemiringan landai.
Hampir semua boulder mengalami pelapukan yang sangat kuat dan menjadi
lunak. Pelapukan membentuk endapan laterit yang kaya akan nikel. Selama
pelapukan, tidak semua batuan teralterasi, sebagian besar masih berbentuk
fragmen dari batuan dasar, mineral dan tekstur batuan masih jelas terlihat dan
mudah untuk diidentifikasi.
Persebaran endapan nikel laterit di Tidore Kepulauan terletak di pantai
Utara, tepatnya Oba Utara, kurang lebih 15 km Sofifi. Penyebaran mineralisasi
nikel laterit menempati sekitar 70 % dari luas wilayah IUP PT Nikel Jaya
Wisma. Kecuali pada daerah yang sangat tajam, dimana endapan laterit
umumnya telah tererosi, dan pada daerah rawa, pembentukan endapan laterit
terjadi secara merata hampir di seluruh daerah. Secara lokal ketebalan endapan
laterit ini berbeda tergantung kondisi retakan dari batuan dasar dan kondisi
morfologi. Kadar nikel tidak seluruhnya merata.
3.2.5 Sifat dan Kualitas Endapan
Karakteristik endapan bijih nikel di wilayah IUP PT Nikel Jaya Wisma
merupakan endapan nikel laterit, dimana mineralogi, penyebaran, kualitas dan
sifat bijih dikontrol oleh sifat/kondisi batuan dasar, sejarah geologi, morfologi
dan situasi daerah serta iklim. Batuan dasar di Oba umumnya didominasi dengan
batuan harzburgites yang mengalami serpentinisasi sedang sampai kuat, berbeda
dengan bedrock di Sorowako (West Block) yang terdiri dari dunite dan
harzburgites yang tidak mengalami serpentinisasi, sedang di East Block umunya
tertutup oleh lherzolite, harzburgite dan dunite yang terserpentinisasi dan tipe
Petea yang didominasi oleh harzubrgite dan sedikit lherzolite serta dunite.
Pembentukan lateritisasi dan pengkayaan sekunder menghasilkan lapisan profil
laterit sebagai berikut:
 Zona Limonit
Zona Limonit menempati bagian paling atas dari profil laterit,
zona ini merupakan produk akhir pelapukan batuan ultramafik dan
konsentrasi residual dari element “non mobile”. Pelarutan seluruhnya
dari komponen mudah larut meninggalkan material lemah dan akhirnya
menyebabkan runtuh. Zona Limonit ini juga berlapis-lapis. Di bagian
atas dari zona ini terpengaruh oleh oksidasi dan menghasilkan sub zona
hematit. Dibawah sub zona hematit 38 kandungan besi umumnya berupa
goetit dan limonit, keduanya merupakan besi hydroksida. Sedangkan
besi, aluminum, dan chrome sesquioxides hampir tersebar merata dalam
zona limonit. Manganese dan cobalt larut dan diendapkan di bagian
bawah dari zona limonit. MgO dan SiO2 sangat mudah larut dan hampir
seluruhnya tercucikan/larut.
 Zona Saprolit
Zona ini berda diatas batuan dasar, terdiri sebagian atau
seluruhnya dekomposisi dari boulder karena pengaruh pelapukan tropis.
Dalam zona saprolit, pelapukan dari boulder batuan dasar secara
bertahap meningkat kearah atas. Material mudah larut seperti magnesia,
silica dan alkalis larut pada batuan dan residual concentration dari
“sesquioxides” dari besi, alumina, chrome dan manganese akan
meningkat. Nikel di zona saprolit sebagian merupakan endapan residual
dan kebanyakan merupakan hasil pengkayaan sekunder. Air tanah yang
bersifat asam melarutkan nikel yang ada di bagian atas profil laterit dan
mengendapkannya ke zona saprolit bila terjadi perubahan keasaman air
tanah secara mendadak. Walaupun kebanyakan bijih berada pada zona
saprolit, tetapi tidak semua zona saprolit ini dapat diklasifikasikan
sebagai endapan bijih. Di bagian bawah dari zona saprolit, berangsur-
angsur menjadi berkurang pengkayaan sekuendernya. Fe dan MgO
berubah secara nyata dari batuan dasar ke zona saprolit. Fe meningkat
sekitar 19% dan MgO berkurang sekitar 33%. Kearah atas dari zona
saprolit, terjadi perubahan secara mencolok atas kandungan elemen
mayor seperti Fe, MgO dan SiO2 yang menandai secara jelas zona
transisi antara zona saprolit dan limonit. MgO berkurang menjadi lebih
kecil 5% dan Fe meningkat dari sekitar 19% di zona saprolit menjadi
sekitar 45% di zona limonit.
 Bedrock
Zona ini menempati bagian paling bawah dari profil laterit. Zona
bedrock merupakan batuan ultramafik yang belum terpengaruh proses
pelapukan tropis. Komposisi kimia pada zona tersebut biasanya ditandai
dengan kadar tinggi MgO sekitar 35%, SiO2 sekitar 45% dan Fe yang
rendah, sekitar 6%. Perlapisan zona-zona diatas pada beberapa tempat
mungkin berbeda karena pengaruh geologi lokal, kondisi morfologi,
yang menyebabkan perubahan komposisi silica dan cobalt. Kebanyakan
nikel di dalam bijih tidak terlihat dan terjadi dalam bentuk nickeliferous
serpentine dan talc. Tetapi kadang-kadang warna hijau dari mineral
garnierite ditemukan/terlihat.
BAB IV
ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN
4.1 Estimasi Sumberdaya
4.1.1 Metoda
Perhitungan sumberdaya endapan nikel diawali dengan pengolahan data
eksplorasi berdasarkan data pengeboran yang telah diperoleh. Pada tahap awal
pemodelan bijih nikel, dimulai dengan pemberian kode litologi untuk
membedakan lapisan limonit, saprolit, dan bedrock pada data pengeboran.
Pada tahap berikutnya, konstruksi model lapisan dilakukan untuk
menggambarkan sebaran 3 dimensi lapisan-lapisan geologi yang ada, yaitu
Limonit, Saprolit dan Bedrock. Konstruksi model geologi ini menggunakan
software Datamine Studio OP version. Proses estimasi dilakukan dengan
menghitung volume pada masing-masing model blok litologi yang telah dibuat
menggunakan software.
4.1.2 Pemodelan
Data pengeboran dari hasil eksplorasi dibuat menjadi sebuah model blok
geologi menggunakan software Datamine Studio OP version. Pada model blok,
masing-masing lapisan litologi dilambangkan dengan indeks tertentu. Data
kontur topografi dibutuhkan untuk melakukan proses estimasi sumber daya.
Data kontur digunakan untuk membuat bentuk permukaan 3D dari topografi.
Kemudian dilakukan report data dari wireframe topografi dan model blok yang
akan menghasilkan data estimasi sumberdaya yang dapat diklasifikasikan
menjadi sumberdaya terukur, tertunjuk, dan tereka berdasarkan indeks data
kelasnya.
4.1.3 Jumlah dan Klasifikasi Sumberdaya
Klasifikas sumberdaya endapan bijih nikel laterit dibedakan menjadi tiga
kategori, berdasarkan tingkat kepercayaan terhadap perhitungan jumlah
sumberdaya dan kualitasnya, yaitu sumberdaya terukur (measured), sumberdaya
tertunjuk (indicated), dan sumberdaya tereka (inferred). Ketiga klasifikasi
sumberdaya tersebut dibedakan berdasarkan tingkat kerapatan data bor yang
digunakan untuk mendefinisikan badan bijih. Sumberdaya terukur, adalah
klasifikasi sumberdaya yang mampu memberikan informasi yang cukup
mengenai jumlah sumberdaya dan kandungan logam sebuah proyek dengan
tingkat keakuratan +/- 15% dalam produksi kuartalan, yaitu untuk daerah yang
mempunyai tingkat kerapatan data bor 25 m x 25 m dan 50 m x 50 m.
Sumberdaya tertunjuk yaitu klasifikasi sumberdaya yang mampu memberikan
informasi yang cukup mengenai jumlah sumberdaya dan kandungan logam
sebuah proyek dengan tingkat kepercayaan diatas 70% keakuratan +/- 15%
dalam produksi tahunan, yaitu untuk tingkat kerapatan bor 100 m x 100 m dan
200 m x 200 m. Sumberdaya tereka yaitu klasifikasi sumberdaya yang mampu
memberikan informasi yang cukup mengenai jumlah sumberdaya dan
kandungan logam sebuah proyek dengan tingkat keakuratan +/- 15% secara
global, yaitu untuk tingkat kerapatan data bor 400 m x 400 m.
Jumlah sumberdaya nikel dihitung berdasarkan blok bijih dalam blok
model dengan batasan kadar (cut-off grade) 1.20% untuk limonit dan 1.80%
untuk saprolit. Jumlah sumberdaya terukur, tertunjuk, dan tereka bijih nikel
limonit adalah sebesar 2.784.481,19 ton dengan kadar rata-rata 1,25% Ni.
Sedangkan sumberdaya terukur, tertunjuk, dan tereka bijih nikel saprolit adalah
18.027.909,18 ton dengan kadar rata-rata 1.19%. Berikut ialah tabel rekapitulasi
secara rinci berdasarkan klasifikasi sumberdaya.
BAB V
GEOTEKNIK, HIDROLOGI, DAN HIDROGEOLOGI
3.1 Geoteknik
Studi geoteknik perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam perencanaan dan
pelaksanaan operasi penambangan. Dengan melakukan studi geoteknik dapat
diketahui kekuatan material dan struktur geologi di sekitar daerah tambang, untuk
perencanaan geometri lereng tambang, timbunan, dan fasilitas pendukung lainnya
sesuai dengan good mining practice.
Adapun metode yang digunakan untuk analisis geoteknik pada rancangan
jenjang di perusahaan PT NJW ialah metode Bishop. Parameter yang perlu
diperhatikan dalam perancangan kemantapan lereng adalah yaitu rencana
penambangan, kondisi struktur geologi, sifat-sifat fisik dan mekanik material
pembentuk lereng dan tekanan air tanah.
Tabel 5.1 Parameter Geoteknik dalam Analisis Kemantapan Lereng

NO NAMA MATERIAL WARNA KETERANGAN


1 Berock 𝛾 = 17.22 kN/m3 , C = 92.2 kpa, ∅ = 200
2 Saprolite 𝛾 = 18 kN/m3 , C = 80 kpa, ∅ = 100
3 Limonite 𝛾 = 17.5 kN/m3 , C = 47.5 kpa, ∅ = 170
4 Limonit (Stockpile) 𝛾 = 17.5 kN/m3 , C = 47.5 kpa, ∅ = 100
5 Waste 𝛾 = 17 kN/m3 , C = 35 kpa, ∅ = 100

3.2 Hidrologi
3.2.1 Hidrologi
Secara umum daerah IUP PT NJW memiliki pola drainase pada
umumnya adalah dari perbukitan ke pesisir. Berikut adalah tampilan aliran alami
dari topografi wilayah izin usaha produksi.
Dengan menggunakan data curah hujan harian dari Sofifi Maluku Utara
dari tahun 2008-2017 sehingga dapat ditentukan curah hujan bulanan. Kemudian
dari data curah hujan bulanan.
3.2.2 Rencana Penyaliran Tambang
Pada metode tambang terbuka, air permukaan akan mengalir dari tempat
yang tinggi menuju daerah yang lebih rendah, sehingga apabila tidak
dikendalikan dengan baik akan merusak raut muka tambang akibat erosi dan
sedimentasi. Sehingga pengendalian air permukaan dipusatkan pada
pengendalian arah dan kecepatan laju aliran melalui jalur dan fasilitas tangkapan
air, baik yang terbentuk secara alami maupun yang dibuat dan difungsikan
khusus sebagai pusat pengendali baku mutu air tambang.
Tujuan utama dari rancangan penyaliran tambang terbuka adalah:
 Meminimalkan air yang akan masuk ke dalam cast dengan cara
mencegah limpasan dari luar cast masuk ke dalam cast.
 Mengoptimalkan penanganan air yang masuk ke dalam cast.
 Mengelola aliran air tambang (mine water management).
 Mengendalikan dampak lingkungan.
BAB VI

RENCANA PENAMBANGAN

6.1 Metode atau Sistem dan Tata Cara Penambangan


Seperti pada umumnya penambangan di daerah laterit, maka metode
penambangan yang akan diterapkan oleh PT Nikel Jaya Wisma di Oba, Tidore
Kepulauan adalah penambangan dengan sistem tambang terbuka dan dilakukan
secara open cast dimana penambangan akan dimulai dari jenjang paling atas dan
dilanjutkan ke bagian bawah secara berjenjang. Ketinggian jenjang disesuaikan
dengan jenis dan spesifikasi peralatan yang dipergunakan dan kondisi geoteknik
tanah dan batuan. Ketinggian jenjang disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi
peralatan yang digunakan, kondisi geoteknik tanah dan batuan, potensi terjadinya
pengotoran pada saat penggalian bijih dan tingkat produksi.

Gambar 6.1 Ilustrasi Metode Penambangan

Material akan digali dengan excavator dengan cara penggalian ke bawah


(underhand) dimana truk akan dimuat pada level yang sama. Gambar berikut
memberikan ilustrasi sistem/metode penambangan yang dimaksud.

Daerah tambang akan dirancang untuk meminimalkan jarak angkut jika


memungkinkan dikarenakan tingginya biaya muat dan pengangkutan material pelapis
jalan. Untuk keperluan itu dozer akan digunakan untuk mendorong overburden di dekat
jalan. Karena tanah laterit lunak, maka jalan untuk pemuatan dan pengangkutan
overburden dan 53 bijih harus diperkeras dengan batuan dan dibangun drainase yang
baik, agar operasi penambangan bisa bertahan terhadap semua kondisi cuaca. Peledakan
tidak dibutuhkan dalam operasi penambangan overburden dan bijih nikel karena
overburden dan bijih bisa digali secara langsung. Peledakan hanya dibutuhkan untuk
melakukan penambangan quarry/batuan untuk pelapisan jalan dan keperluan material
sipil.

Penambangan dilakukan secara berurutan dimulai dengan pengupasan


overburden dengan dozer setelah pembersihan tanam tumbuh (land clearing) selesai.
Top soil yang kaya akan humus dikupas dan ditumpuk di tempat terpisah untuk
keperluan reklamasi di akhir tahapan penambangan. Penambangan akan dilakukan
dengan kombinasi excavator berkapasitas 0.85 m3 dan truck ukuran 5,89 ton, yang
memungkinkan untuk dapat mengontrol kadar dengan baik pada waktu penambangan.
Bijih kemudian diangkut ke tempat penumpukan bijih sementara (Stockpile). Tahapan
penambangan terdiri dari pembersihan lahan (land clearing), pengupasan tanah pucuk
dan overburden (stripping), penggalian bijih (mining), dan rehabilitasi lahan.

6.2 Rencana Produksi


6.2.1 Jadwal Rencana Produksi
Berikut adalah penjelasan mengenai tahapan penambangan :
1. Pembersihan Lahan (Vegetation Clearing)
Sebelum stripping dilakukan, semua vegetasi terutama pohon-pohon
yang besar akan ditebang dan dipotong-potong kecil dengan menggunakan
mesin pemotong kayu (chainsaw) untuk kemudian bisa dimanfaatkan untuk
kegiatan reklamasi. Idealnya clearing dilakukan 1-3 bulan sebelum
penambangan dimulai untuk mencegah/ mengurangi erosi.
2. Pengupasan Tanah Pucuk dan Tanah Penutup (Overburden)
Tanah pucuk merupakan tanah yang mempunyai unsur hara yang tinggi
dan sangat diperlukan pada tahapan reklamasi lahan untuk mengembalikan
kesuburan tanah. Tebal lapisan tanah pucuk yang dikupas antara 10-20 cm.
Tanah ini dikumpulkan di suatu tempat.
3. Penggalian Bijih
Ada dua tipe bijih yang akan ditambang yaitu bijih limonit dan bijih
saprolit. Bijih limonit didefinisikan dengan menggunakan cut off grade 1.2%
nikel dan bijih saprolit dengan menggunakan cut off grade 1.8% nikel.
Kedua tipe bijih akan ditambang secara terpisah dengan menggunakan
excavator yang dibantu oleh dozer sebagai pengupas dan pengumpan. Bijih
limonit yang sudah bersih dari pengotor (overburden/waste) dan sesuai
dengan spesifikasi bijih yang dibutuhkan pabrik akan ditambang dan
diangkut langsung ke Stockpile. Sementara itu untuk bijih saprolitnya akan
diangkut ke Grizzly sebelum ke Stockpile, untuk selanjutnya diangkut
melalui laut ke pabrik smelter.
4. Revegetasi Tambang
Setelah penambangan selesai, area yang telah selesai ditambang (mined
out) akan ditutup kembali dengan lapisan penutup/tanah pucuk sesuai
perlapisan alaminya dan ditanami kembali dengan vegetasi yang baru. Top
soil ditebarkan kembali ke area bekas tambang yang sudah siap untuk
direhabilitasi kembali.

Berikut adalah rekapitulasi kemajuan penambangan per tahunnya dimana tertera cast
saja yang ditambang pada tahun tersebut.

Tabel 6.1 Jadwal Produksi Selama Umur Tambang

Tahun CAST
1 P-1 P-3
2 P-2 P-3 P-5
3 P-2 P-4 P-5
4 P-3 P-5
5 P-3
6 P-3

6.2.2 Rencana Pengangkutan Material


Pengangkutan material dari front tambang ke stockpile maupun wastedump
menggunakan dumptruck rigid. Lintasan yang dilalui adalah sebagai berikut.
Tabel 6.2 Hauling Road

No Lokasi Jarak (m)


1 Pit 1 ke Wastedump 682.96
2 Pit 2 ke Wastedump 85.58
3 Pit 3 ke Wastedump 358.85
4 Pit 4 ke Wastedump 698.78
5 Pit 1 ke Stockpile Saprolit 1132.04
6 Pit 2 ke Stockpile Saprolit 1248.46
7 Pit 3 ke Stockpile Saprolit 975.66
8 Pit 4 ke Stockpile Saprolit 1313.58
9 Pit 1 ke Stockpile Limonit 1467.11
10 Pit 2 ke Stockpile Limonit 1583.88
11 Pit 3 ke Stockpile Limonit 1310.72
12 Pit 4 ke Stockpile Limonit 1468.65
13 Stockpile Saprolit ke Pelabuhan 250
14 Stockpile Saprolit ke Pelabuhan 250

Berikut adalah dimensi dari jalan tambang yang dilalui oleh peralatan tambang
yang digunakan yang meliputi jalan utama, tanggul pengaman dan saluran terbuka
(paritan) di pinggir jalan.

Gambar 6.2 Geometri Jalan dan Tanggul Pengaman


6.3 Asumsi Perhitungan Jam Kerja
6.3.1 Jumlah Hari Kerja Efektif
Jumlah hari kerja setelah dikurangi dengan hari libur dan hari kehilangan kerja
diperoleh hari kerja efektif per tahunnya adalah 306 hari/tahun.

Tabel 6.3 Perhitungan Hari Kerja Efektif

Jam Kerja Efektif/Tahun


Jumlah Hari/tahun 365 Hari/tahun
Hari libur dan hilang/tahun 5 Hari/tahun
Kehilangan hari kerja lain- 54 Hari/tahun
lain/tahun
Hari kerja/tahun 365 - 5 - 54 = 306 Hari/tahun
Lebaran idul fitri,natal,waisak,nyepi,kemerdekaan,tahun baru,

1 minggu 6 hari 52 minggu + 2 hari sholat jumat = 54 hari/tahun

306 hari/tanun

6.3.2 Jumlah Gilir Kerja


Perusahaan PT. Nikel Jaya Wisma beroperasi selama 12 jam perhari dan
hanya memiliki satu shit dalam sehari. Alasan kenapa hanya menggunakan satu
shift dalam sehari karena produksi untuk memenuhi target tidak terlalu besar,
sehingga satu shift dianggap sudah dapat memenuhi target per hari maupun
pertahun. Jadwal untuk shift tersebut yaitu dimulai dari pukul 06.00 WIB dan
berakhir pukul 18.00 WIB.
6.3.3 Stanbay/Delay dan Idle Alat
Standby/Delay hours merupakan jumlah jam suatu alat yang tidak dapat
dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap
beroperasi. Idle hours yaitu waktu yang direncanakan atau yang sebenarnya
sebuah operasi tidak terlibat dalam waktu berjalan, atau produksi aktif dari alat.
Waktu idle biasanya dijadwalkan, untuk kegiatan pemasangan, pemeliharaan
atau lainnya, atau terjadwal karena kurangnya sumber daya yang diperlukan.
Standby/Delay hours diasumsikan 140 jam per bulan yang digunakan untuk
perbaikan dan pemeliharaan peralatan, kegiatan survey, dan kegiatan lain yang
sekiranya dibutuhkan. Sedangkan Idle hours diasumsikan sama dengan waktu
slippery ketikan hujan yaitu 153 jam dalam satu tahun, dengan 6 bulan hujan
dan 1 jam hujan dalam satu hari.
6.3.4 Jam Kerja Efektif alat
Diasumsikan bahwa dalam 1 tahun terdapat 365 hari dengan hari libur 6
hari (Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak,
Hari Kemerdekaan Indonesia dan Tahun Baru). Selain itu adapun kehilangan
jam kerja selama 1.5 jam setiap harinya diakibatkan oleh istirahat makan,
hujan/banjir, dan lain sebagainya. Dalam satu hari terdapat 1 shift kerja, dengan
1 shift selama 12 jam. Efisiensi waktu yang digunakan adalah 83%.
6.3.5 Jumlah Alat Penunjang
Dalam melakukan perhitungan jumlah kebutuhan unit peralatan utama
dan peralatan pendukung untuk operasi penambangan Ore Nikel , operasi
pengupasan tanah penutup, dan 64 berakhir ke pengangkutan Bijih Nikel ke
pelabuhan, harus diperhatikan beberapa batasan – batasan yang berkaitan dengan
karakteristik Bijih Nikel, karakteristik overburden, maupun karakteristik
masing-masing peralatan yang digunakan serta asumsi-asumsi yang perlu
diterapkan berkaitan dengan gambaran operasional penambangan yang
direncanakan.
Berdasarkan besarnya volume target penggalian Bijih Nikel, volume
pekerjaan pemindahan ke stockpile diteruskan ke pelabuhan serta volume
pekerjaan pemindahan tanah penutup ke dumping area, maka dapat ditentukan
jumlah kebutuhan peralatan utama dan peralatan pendukung untuk operasi
penambangan Bijih Nikel, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 6.4 Jumlah Peralatan Utama

Peralatan Utama
Alat Jumlah
Dozer (Komatsu D155A-5 3
Excavator (Komatsu PC160LC-8) 2

Excavator (Komatsu PC130F-7) 2

Rock Breaker (Komatsu PC200-6) 1

Grizzly Hongj 2
Hino Dutro 110 HD 4

6.3.6 Produktivitas Alat


1. Produktivitas Alat Gali Muat
Alat gali muat yang akan digunakan adalah Komatsu PC160LC-8, karena
kapasitasnya mencukupi dan alat ini dijual di Indonesia. Perhitungan
produktivitas dari alat gali muat digunakan beberapa asumsi diantaranya:
 Bucket Fill Factor = 1
 Standar swing angle = 45º – 90º
 Kemampuan alat = 1 (Normal) (60%)
 Efisiensi kerja = 83%

Tabel 6.5 Cycle Time Excavator

Cycle Time (s)


Dig 9
Swing Isi 5
Load 4
Swing Kosong 5
Tital 23
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja
dengan waktu kerja yang tersedia. Dalam keadaan di lapangan tentu saja efisiensi kerja
tidak bisa mencapai 100% karena berbagai hambatan-hambatan baik itu langsung dari
operator maupun dari alat.

Selain itu, waktu edar atau cycle time adalah salah satu hal yang paling penting.
Semakin besar nilai waktu edar berarti semakin kecil nilai produktivitasnya. Waktu edar suatu
alat gali muat adalah penjumlahan dari waktu gali, waktu swing penuh, waktu tuang, waktu
swing kosong, dan delay. Waktu edar dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:

1. Tahanan gali material yang dimuat.


2. Bobot isi material yang digali.
3. Fragmentasi material.
4. Kedalaman galian.
5. Ketinggian jenjang penggalian.
6. Sudut ayunan.
2. Produktivitas Alat Angkut
Alat angkut yang akan digunakan ialah Hino Dutro 110 HD, digunakan alat
angkut jenis ini karena dinilai kapasitasnya akan mencukupi dan ground pressure alat
terhadap tanah tidak terlalu besar, hingga tidak akan amblas.
Produktivitas alat angkut juga dipengaruhi oleh waktu edar alat angkut itu
sendiri. Waktu edar suatu alat angkut ialah penjumlahan dari waktu spotting sebelum
isi, waktu isi, waktu jalan penuh waktu spotting sebelum tuang, waktu tuang, waktu
jalan kosong dan waktu antrean. Waktu edar alat angkut dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya:
 Kondisi loading point yaitu lokasi dimana pemuatan material dilakukan.
 Kondisi jalan pengangkutan, termasuk kemiringan jalan, lebar jalan, belokan,
persimpangan serta keadaan fisik dari jalan.
 Pola pemuatan material.
6.3.7 RENCANA PENANGANAN/PERLAKUAN BIJIH YANG BELUM
TERPASARKAN
Penanganan / perlakuan terhadap bijih nikel yang belum terpasarkan meliputi
beberapa tahapan kegiatan, sebagai berikut:
a. Penumpukan bijih nikel berdasarkan kadar Ni (%); Saprolit dimasukkan ke
Grizzly untuk dipisahkan berdasarkan ukurannya karena masih ada granit
yang belum terlapukkan di dalamnya, sedangkan Limonit langsung ditumpuk
di Stockpile.
b. Pengontrolan terhadap kadar air atau moisture content (MC).
c. Penutupan tumpukan bijih nikel dengan terpal, terutama pada saat turun hujan
dan malam hari.
BAB VII
INFRASTRUKTUR PERTAMBANGAN

7.1 Jenis dan Spesifikasi Infrastruktur


Rencana kegiatan PT Nikel Jaya Kencana yang berlokasi di Kecamatan Wolo,
telah sesuai dengan RT/RW Kabupaten Kolaka. Infrastruktur yang dibutuhkan
untuk mendukung pembangunan dan operasi pertambangan meliputi:
 Pelabuhan (port)
 Mess
 Gedung Perkantoran (office building)
 Akses jalan
1. Pelabuhan
Pelabuhan dimanfaatkan untuk menjual ore mentah ke pabrik smelter
dalam negeri. Pelabuhan dibangun menghadap ke Teluk Oba. Fasilitas
pelabuhan meliputi: jalur kapal, dermaga (jetty), jembatan (approach bridge),
akses menuju dermaga (causeway) dan lay-down area.
2. Mess
Mess disediakan untuk menampung pegawai pada masa konstruksi dan
masa operasi pasca konstruksi. Fasilitas yang termasuk dalam mess meliputi:
kamar tidur, fasilitas air minum dan air bersih untuk MCK.
3. Gedung dan Fasilitas Pelayanan Operasi
Bangunan-bangunan penunjang kelancaran kegiatan penambangan dan
operasi pelabuhan dibangun di dekat area masing-masing. Bangunan yang
berada dekat dengan tempat operasi ini akan menjamin efektivitas dan efisiensi
operasi, perawatan dan manajemen. Bangunan tersebut meliputi:
1. Plant maintenance workshop dan warehouse
2. Security check point
3. Mine Site Office
4. Klinik (First Aid Station)
5. Tempat Beribadah
6. Tempat Penampungan Limbah
7. Kantin
7.2 Lingkungan Dan Keselamatan Pertambangan
7.2.1 Perlindungan Lingkungan
1. Dampak Kegiatan
Selain menghasilkan produk utama berupa material pertambangan,
kegiatan pertambangan juga menghasilkan produk berupa limbah yang
dapat berpotensi menurunkan daya dukung lingkungan sekitar area
pertambangan. Dampak yang dapat dilihat sebagai akibat dari aktivitas
pertambangan seperti meningkatnya kekeruhan perairan pesisir dan
semakin masifnya sedimentasi di wilayah pesisir. Karenanya diperlukan
suatu kegiatan pengendalian kualitas air baik untuk limbah cair maupun
limbah lainnya. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah
pembuatan kolam-kolam pengendapan untuk menampung limbah cair hasil
kegiatan pertambangan. Hal ini sangat diperlukan agar limbah tersebut
tidak mencemari lingkungan.
Tujuan dari kegiatan pengelolaan kualitas air adalah untuk menjamin
agar kualitas air yang diinginkan tetap sesuai dengan peruntukannya dan
menjamin kualitas air dapat memenuhi baku mutu air. Dengan adanya
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 yang
digunakan sebagai standar mutu limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan
penambangan sehingga tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Selain
Kepmen LH No. 9 Tahun 2006 ada juga Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 51Tahun 2004 yang digunakan sebagai kontrol
pencernaan air laut.
2. Pengelolaan Lingkungan
Rencana pengelolaan lingkungan dibagi menjadi beberapa sektor, yaitu:
A. Bentang Alam
i. Sumber dampak
Penambangan, penataan lahan dan fasilitas pendukung
ii. Rencana Pengelolaan
1. Membuat rencana penataan lahan berdasarkan prinsip
konservasi mineral dan lingkungan
2. Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang
diperlukan untuk kegiatan penambangan dan melakukan
penataan kembali lahan sesegera mungkin
3. Menerapkan metode penambangan sistem kompartemen
untuk mempercepat proses rehabilitasi lahan.
B. Erosi Sedimentasi
i. Sumber Dampak
Pembukaan lahan, kegiatan penambangan dan penimbunan
ii. Rencana Pengelolaan
1. Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang
diperlukan untuk kegiatan penambangan dan melakukan
penataan kembali lahan sesegera mungkin
2. Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah tidak dimanfaatkan
sesegera mungkin
3. Membuat perimeter drainage sebagai struktur pengendali erosi
4. Membangun fasilitas penangkap sedimen hasil erosi berbentuk
kolam pengendapan
C. Limpasan Air Permukaan
i. Sumber dampak
Pembukaan lahan, kegiatan penambangan dan penimbunan
ii. Rencana Pengelolaan
1. Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang
diperlukan untuk kegiatan penambangan dan melakukan
penataan kembali lahan sesegera mungkin
2. Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah tidak dimanfaatkan
sesegera mungkin
3. Membuat perimeter drainage sebagai struktur pengendali erosi
4. Membangun fasilitas penyaliran
7.2.2 Pengelolaan Limbah
Ada beberapa bentuk limbah yang dihasilkan dari proses produksi
maupun kegiatan domestik lainnya. Untuk limbah yang berbentuk cair,
dilakukan beberapa tindakan seperti tindakan penampungan serta pengolahan.
Penampungan limbah cair dilakukan pada kolam khusus lalu kemudian
dilakukan pengolahan limbah dan secara berkala tempat penampungan ini
dipantau untuk dapat memastikan kualitas limbah cair tersebut sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
7.2.3 Rencana Reklamasi
Kegiatan reklamasi yang akan dilakukan adalah kegiatan revegetasi lahan
menjadi kawasan hutan dan perkebunan.
7.2.4 Pengelolaan lubang Bekas Tambang (Void)
Pada kegiatan penambangan secara terbuka dengan metode backfill,
dapat meninggalkan lahan bekas pertambangan berupa lubang bekas tambang
(void), hal ini dikarenakan penimbunan batuan penutup tidak seluruhnya dapat
dilakukan secara backfilling. Lubang bekas tambang yang ditinggalkan pada
akhir kegiatan penambangan tanpa adanya perencanaan pemanfaatan dapat
berpotensi menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Untuk itu diperlukan
pengelolaan lubang bekas tambang (void) agar tidak membahayakan masyarakat
sekitar.
Lubang bekas tambang (void) yang ada kemudian dapat ditutup atau jika
dirasa perlu dapat dimanfaatkan menjadi beberapa hal seperti kolam
penampungan sumber air bersih atau dapat juga dijadikan kolam budidaya ikan.
7.2.5 Kegiatan Pascatambang
Kegiatan Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan
berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di
seluruh wilayah penambangan.
7.2.6 Pemanfaatan Lahan Pascatambang
Lahan pasca tambang yang telah selesai dieksploitasi kemudian akan
dilakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan menjadi kawasan hutan
dan/atau perkebunan
7.3 Keselamatan Pertambangan
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan
kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah
institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan
dan keselamatan lingkungan kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga
pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi
lingkungan kerja. Di Indonesia, terdapat beberapa undangundang yang mengatur
masalah K3 dan Ketenagakerjaan, di antaranya:
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur tentang kewajiban KTT selaku
pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan
kerja.
b. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-
Undang ini menyatakan bahwa perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja
baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para
pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD)
dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
c. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak
maternal, cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
7.4 Manajemen Resiko Keselamatan Pertambangan
Pengendalian risiko penting dilakukan untuk dapat meningkatkan keamanan dan
keselamatan pekerja dari risiko bahaya yang mungkin terjadi di lokasi kerja.
Manajemen risiko dilakukan dengan tiga tahap pengelolaan risiko, yaitu :
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah upaya mengenai bahaya dan potensi bahaya
yang mungkin dapat timbul dari kegiatan pertambangan
2. Penilaian Risiko
Analisis risiko adalah upaya menganalisis besarnya risiko yang mungkin
timbul dari potensi bahaya yang tidak diinginkan. Kemudian risiko
dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti risiko yang bisa dihindari,
dan risiko yang bisa dipindahkan ke pihak lain, dan menyiapkan konsekuensi
ketika risiko tersebut terjadi.
3. Pengendalian Resiko
Pengendalian risiko adalah upaya menentukan langkah yang tepat untuk
mengurangi dan mengendalikan risiko, kemudian melakukan manajemen
kontrol agar proses pengendalian risiko dapat terawasi dengan baik.
7.5 Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan
Program Keselamatan dan Kesehatan kerja dilakukan oleh perusahaan dalam
menjalankan semua kegiatan operasinya. Adapun Program K3 dari PT Nikel Jaya
Kencana dirancang dengan tujuan untuk :
1. Menciptakan sumber daya manusia yang berkompeten serta sadar dan peduli
akan keselamatan kerja
2. Melakukan perencanaan dan evaluasi terhadap setiap sistem dan teknis
pekerjaan untuk mengurangi potensi terjadinya bahaya dan risiko
keselamatan kerja
3. Melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap setiap hal yang
berpotensi menyebabkan terjadinya bahaya dan/atau kecelakaan kerja
4. Melakukan kegiatan pengawasan terhadap keberjalanan kegiatan dengan
penuh integritas.
7.5.1 Pengelolaan Keselamatan Kerja
Program Keselamatan Kerja Pertambangan meliputi:
1. Melakukan kegiatan inspeksi secara rutin di lingkungan kerja
2. Melaksanakan pertemuan rutin bulanan dengan seluruh karyawan
3. Melaksanakan Kampanye K3 secara intensif
4. Melaksanakan evaluasi program dan performa K3 secara rutin
5. Melaksanakan tindak lanjut hasil evaluasi K3
6. Menyelenggarakan Basic Safety Training
7. Menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja
8. Melakukan perbaikan rambu lalu lintas dan aspek-aspek keamanan lainnya
9. Melakukan identifikasi dan sosialisasi bahaya pada tiap-tiap lokasi kerja
10. Membuat dan menerapkan Peraturan sanksi pelanggaran alat pelindung diri
termasuk jenis-jenis pelanggaran dan sanksi yang akan diterima
7.5.2 Pengelolaan Kesehatan Kerja
Program Kesehatan Kerja Pertambangan meliputi:
1. Melaksanakan Medical check up tahunan dan pre-employment medical check
up
2. Memantau kesehatan kerja
3. Menerapkan sistem rekomendasi fit to work dari rumah sakit atau klinik
4. Melaksanakan program rehabilitasi bagi karyawan yang tidak dapat
melaksanakan pekerjaan dikarenakan menderita suatu penyakit
5. Melakukan identifikasi bahaya ergonomis dan kontrol yang dapat dilakukan
6. Menyediakan fasilitas rumah sakit, klinik dan obat-obatan
7. Mengadakan sosialisasi pola hidup sehat kepada karyawan 85
8. Mengadakan sosialisasi HIV-AIDS kepada karyawan
7.5.3 Pengelolaan Lingkungan kerja
Program Lingkungan Kerja Pertambangan meliputi:
1. Melaksanakan program pemantauan rutin paparan bahaya kesehatan kerja
2. Melaksanakan program pemetaan paparan lingkungan kerja
3. Melaksanakan program sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan
kesehatan kerja
4. Membeli dan melakukan kalibrasi peralatan pemantauan kesehatan lingkungan
7.5.4 Sistem Manajemen Keselamatan kerja
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan merupakan Sistem manajemen
yang menjadi bagian dari sistem manajemen perusahaan dalam rangka
mengendalikan risiko keselamatan pertambangan yang terdiri dari K3
pertambangan dan keselamatan operasi pertambangan (KO Pertambangan).
7.5.5 Pengelolaan Keselamatan Operasi Pertambangan
Keselamatan Operasi Pertambangan (KO Pertambangan) adalah segala aktivitas
yang dilakukan untuk melindungi dan menjamin kegiatan operasional tambang
yang aman, efektif dan produktif, melalui usaha seperti pengelolaan sistem dan
proses pemeliharaan fasilitas, prasarana, instalasi, dan perlengkapan pertambangan,
pengamanan instalasi, kelayakan fasilitas, prasarana instalasi, dan perlengkapan
pertambangan, kompetensi tenaga teknik, dan pelajari kajian teknis pertambangan.
1. Sistem dan Pelaksanaan Pemeliharaan/Perawatan Sarana, Prasarana,
Instalasi, dan Peralatan Pertambangan
Perusahaan harus memiliki prosedur perihal proses pemeliharaan
fasilitas, prasarana, instalasi, dan perlengkapan pertambangan. Kemudian
harus juga disusun jadwal untuk pemeliharaan dan perawatannya.
2. Pengaman Instalasi
Perusahaan perlu untuk membuat suatu prosedur berkaitan dengan
pengamanan dari instalasi-instalasi vital seperti instalasi kelistrikan, 86
instalasi air, instalasi komunikasi, instalasi hidrolik, instalasi bahan bakar
cair, dan instalasi proteksi kebakaran.
3. Kelayakan Sarana,Prasarana, Instalasi, dan Peralatan Pertambangan
Perusahaan harus memiliki Prosedur Pengujian kelayakan Fasilitas,
Prasarana, Instalasi, Alat pelindung diri dan Perlengkapan pertambangan.
Lalu selain itu harus dilakukan pengujian secara berkala dan
mendokumentasikan hasil pengujian kelayakan yang sudah dilakukan.
4. Kompetensi Tenaga Teknik
Perusahaan perlu untuk menunjuk tenaga teknis untuk dapat membuat
dan mengambil keputusan sesuai prosedur, selain itu untuk membuat
program dan jadwal, serta melakukan proses pemeliharaan/perawatan
fasilitas, prasarana, instalasi, dan perlengkapan pertambangan, dan
melakukan mengevaluasi dan mendokumentasikan hasilnya.
5. Evaluasi Laporan Hasil Kajian Teknis Pertambangan
Perusahaan harus melakukan suatu kajian teknis untuk setiap aktivitas
awal atau baru sebelum memulai aktivitas pertambangan. Perusahaan harus
juga harus melakukan kajian teknis untuk setiap perubahan atau modifikasi
pada sistem, fasilitas, prasarana, instalasi, serta peralatan dan perlengkapan
pertambangan.

Agar kegiatan penanganan K3 Perusahaan dapat maksimal maka perusahaan


membentuk komite keselamatan dan kesehatan kerja (Komite K3). Komite K3 memiliki
tugas pokok yaitu:
1. Membina kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja di kalangan pekerja
2. Menjamin ditaatinya semua peraturan K3 oleh seluruh pekerja.
3. Melakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap setiap kecelakaan kerja yang
terjadi dan membuat saran-saran perbaikan
4. Menjadi panutan dalam pelaksanaan K3 bagi pekerja.

Tugas Pengawas Operasional:

1. Bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang terhadap keselamatan


semua pekerja tambang yang menjadi bawahannya
2. Bertanggung jawab atas keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dari setiap
pekerja yang ditugaskan kepadanya.
3. Melaksanakan inspeksi, pemeriksaan dan pengujian
4. Membuat dan menandatangan laporan-laporan inspeksi, pemeriksaan dan
pengujian.

Tugas Pengawas Teknis :

1. Bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang untuk keselamatan


pemasangan peralatan pekerjaan serta pemeliharaan dari semua peralatan yang
menjadi tugasnya.
2. Mengawasi dan memeriksa semua permesinan dan kelistrikan peralatan yang
menjadi tugasnya
3. Menjamin terlaksanakannya penyelidikan, pemeriksaan dan pengujian dari
permesinan dan kelistrikan peralatan
4. Merencanakan penyelidikan dan pengujian sema permesinan dan kelistrikan
peralatan sebelum digunakan, selesai digunakan atau diperbaiki
5. Merencanakan dan menekankan dilaksanakannya pemeliharaan semua peralatan
sesuai jadwal yang telah direncanakan
6. Membuat dan menandatangani laporan penyelidikan, pemeriksaan dan
pengujian.
BAB VIII
PEMASARAN

8.1 Kebijakan Pemerintah


Beberapa kebijakan dari Pemerintah yang mengatur tentang pemasaran dari hasil
penambangan Bijih Nikel diantaranya,
1. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2014
tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif Mineral dan Batubara Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri
4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara
5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara
8.2 Prospek Pemasaran
1. Dalam Negeri
Dalam Permen ESDM no.5/2017 tertulis nikel kadar rendah di bawah
1.7% wajib diserap oleh fasilitas pemurnian minimum 30% dari kapasitas
input smelter. Apabila kebutuhan dalam negeri nikel kadar rendah dan
bauksit kadar rendah telah terpenuhi, maka sisanya di jual ke luar negeri.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan para anggotanya
dipastikan merugi apabila menjual bijih nikel kadar rendah di dalam negeri
dengan harga yang ditawar oleh pengusaha smelter. Pada perusahaan ini
berencana untuk menjual ore nikel nya ke pabrik Smelter dalam negeri yaitu
PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dengan ketentuan kadar %Ni
Saprolit 1.8 dan kadar %Ni Limonit 1.2.
2. Jenis dan Jumlah Produk, serta Asumsi Harga
Jenis Ni yang dijual ke perusahaan smelter PT Indonesia Morowali
Industrial Park (IMIP) yaitu Bijih Nikel Saprolit dengan %Ni 1.8 dan Bijih
Nikel Limonit dengan %Ni 1.2. Jumlah Bijih Nikel yang di jual ke
perusahaan tersebut rata-rata sekitar 175.000 ton bijih per tahun, dengan
harga Bijih Saprolit sekitar $24.7/Ton, dan Bijih Limonit sekitar $11/Ton.

Anda mungkin juga menyukai