Highlight tentunya tetap pada kapasitas perencanaan di daerah, ketika penerapan tata
ruang di kabupaten belum lagi merata kapasitasnya, UU no 32 2009 mengenai
pengelolaan lingkungan hidup mengamanatkan penerapan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis / KLHS. Ini menjadi tambahan tugas baru buat daerah yang harus difollow
up dengan beberapa kegiatan.
Yang menjadi payung hukum pelaksaan KLHS adalah UU no 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kemudian secara detail terdapat Permen LH no 9 tahun 2011 mengenai Pedoman
KLHS. Permen ini menjadi pedoman dalam penyusunan KLHS, meskipun secara detail
masih harus diperjelas lagi mengenai aspek-aspek teknis dan metode dalam
penyusunan KLHS.
Therievel et al (1992):
”KLHS adalah proses yang komprehensif, sistematis dan formal untuk mengevaluasi
efek lingkungan dari kebijakan, rencana, atau program berikut alternatifnya, termasuk
penyusunan dokumen yang memuat temuan evaluasi tersebut dan menggunakan
temuan tersebut untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang memiliki
akuntabilitas publik”.
Memelihara keseimbangan
Mengendalikan dan
Titik berat telaahan alam, pembangunan
meminimumkan dampak negatif
berkelanjutan
LH : Lingkungan Hidup
Definisi KLHS?
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (UU No 32 Tahun 2009 tentang PPLH Pasal 1 angka 10).
Landasan/Payung Hukum KLHS?
Undang‐undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.
32/2009 tentang PPLH) pada bagian kedua Pencegahan, Paragraf 1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
pasal 14 sampai 19.
Untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, dan/atau program (UU PPLH Pasal 15 ayat 1).
d. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan
keputusan yang lebih tinggi;
e. Mencegah kesalahan investasi dengan mengingatkan para pengambil keputusan akan adanya
peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak tahap awal proses pengambilan keputusan;
f. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat terbangunnya keterlibatan para pihak
(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi;
g. Melindungi aset‐aset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya
pembangunan berkelanjutan;
h. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumber daya
alam dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan. (OECD 2006; Fischer 1999; UNEP 2002)
a. Self assessment, artinya bahwa pembuat kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri yang
melakukan KLHS. KLHS didesain untuk mendorong pengambil keputusan mengetahui isu tentang
lingkungan hidup di wilayahnya sendiri agar pembangunan berkelanjutan dapat di implementasikan
dengan baik.
b. Planning process improvement, KLHS menjadi salah satu alat yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pada proses perencanaan dengan lebih memperhatikan partisipasi, keterbukaan dan
pertimbangan yang cermat terhadap “alternatif‐alternatif” dalam konteks suatu kebijakan, rencana
dan/atau program.
c. Capacity building, KLHS menjadi sarana bagi peningkatan kapasitas bagi pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program dan pemangku kepentingan lainnya dimana dalam proses melakukan atau
menerapkannya pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan mempelajari dan menyusun
“alternatifalternatif” terbaik untuk dapat disampaikan kepada pengambil keputusan dan kebijakan.
d. Influencing decision, penerapan KLHS ditujukan agar dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
dan kebijakan sehingga dapat diperoleh keputusan dan kebijakan yang paling tepat dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan KLHS (UU PPLH Pasal 15 ayat 1).
Apa saja yang perlu dibuat KLHS? (atau KLHS dilaksanakan pada kegiatan apa saja?)
Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang wajib melaksanakan KLHS sesuai dengan UU PPLH pasal 15
ayat 2 adalah:
a. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) berserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka
panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/
kota; dan
b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup. (UU PPLH Pasal 15 ayat 2).
a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di
suatu wilayah;
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
KLHS dilaksanakan bersamaan pada saat penyusunan suatu K/R/P atau setelah K/R/P ditetapkan
(peninjauan kembali, revisi dan/atau evaluasi terhadap K/R/P yang bersangkutan).
Tidak ada batasan waktu berlakunya KLHS. KLHS bukanlah merupakan suatu produk hukum yang
mengikat rentang waktu tertentu, KLHS adalah suatu kajian strategis yang dianggap tetap berlaku
sepanjang K/R/P tersebut masih belum mengalami perubahan.
Kebijakan, Rencana dan/atau Program, yang selanjutnya disingkat K/R/P adalah arah, proses dan
tindakan yang berisi satu atau lebih pernyataan pemerintah atau pemerintah daerah yang merupakan
komitmen agar dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan.
Apa saja yang termasuk dalam K/R/P yang wajib untuk dikaji melalui KLHS ?
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJPM) dan
Kebijakan serta rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup (UU PPLH Pasal 15 ayat 2).
Apakah jika suatu K/R/P sudah mengintegrasikan kepentingan lingkungan, masih perlu KLHS?
Tidak perlu, namun harus dapat dibuktikan bahwa K/R/P tersebut telah mengintegrasikan kepentingan
lingkungan sebagaimana tercantum dalam UU NO 32/2009 tentang PPLH pasal 16 dan pasal 18.
KLHS dibutuhkan setiap kali akan merumuskan atau menetapkan suatu K/R/P yang memiliki dampak
dan/atau risiko lingkungan. KLHS merupakan suatu instrument yang digunakan untuk mengintegrasi
kepentingan lingkungan ke dalam suatu K/R/P, dengan instrumen ini pula diharapkan K/R/P yang
dihasilkan akan lebih baik dan sejalan dengan prinsip‐prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dapatkah KLHS digunakan untuk evaluasi alih fungsi lahan atau kawasan hutan?
Dapat, sebab KLHS merupakan serangkaian kegiatan analisis tentang aspek lingkungan hidup yang
mempergunakan berbagai macam kajian. Menurut penjelasan pasal 15 UU 32 tahun 2009 tentang PPLH,
peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan merupakan dampak dan/atau risiko lingkungan
yang K/R/P nya harus dilaksanakan KLHS.
Di samping itu, di dalam PP No.10 tahun 2010 Pasal 31 ayat 5 disebutkan bahwa dalam hal hasil
penelitian oleh Tim Terpadu, usulan perubahan peruntukan kawasan hutan berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan, wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis
UU PPLH Pasal 15 Ayat 2 menyebutkan bahwa K/R/P yang harus menyusun KLHS adalah KRP yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Selanjutnya dalam penjelasan UU
PPLH disebutkan KRP yang menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup meliputi:
a. Perubahan iklim;
c. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau
kebakaran hutan dan lahan;
Bagaimana dengan K/R/P yang sudah ditetapkan sebelum peraturan ini ditetapkan?
KLHS dapat dilaksanakan bersamaan pada saat penyusunan K/R/P atau setelah K/R/P itu ditetapkan. Jika
KLHS disusun setelah K/R/P ditetapkan maka fungsi KLHS digunakan sebagai masukan ketika peninjauan
kembali atau evaluasi K/R/P dilaksanakan.
Apakah Pemerintah Daerah perlu menyusun Peraturan Daerah (Perda) dalam penerapan KLHS di
daerahnya?
Dengan ditetapkannya UU PPLH, maka secara otomatis telah mengamanatkan kepada pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menyusun KLHS dalam K/R/P. Dengan demikian maka tidak diperlukan
Peraturan Daerah untuk pelaksanaan KLHS di suatu daerah.
KRP yang telah memuat rekomendasi KLHS dapat dilihat antara lain dari:
a. Kondisi/gambaran daya dukung dan daya tampung suatu wilayah dijadikan sebagai dasar
penetapan suatu K/R/P;
b. Keterpaduan K/R/P lintas wilayah administratif, dalam artian RTRW suatu wilayah administrasi
disusun dengan pertimbangan satu kesatuan ekosistem dengan RTRW wilayah administrasi
tetangganya;
c. Tertib administrasi (tersedianya dokumentasi rekomendasi KLHS yang dapat diakses masyarakat).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa KLHS berada pada tataran hulu yang fokus pada upaya
untuk mempertahankan atau memelihara tingkat kualitas lingkungan yang telah ditetapkan, sedangkan
AMDAL merupakan dokumen teknis, skala proyek yang fokus pada upaya mitigasi.
Apa persamaan KLHS dan AMDAL?
Baik KLHS maupun AMDAL sama‐sama merupakan tools/alat untuk penyusunan K/R/P menuju
pembangunan berkelanjutan dan sama‐sama menggunakan pendekatan partisipatif.
a. Aspek lingkungan hidup perlu dipertimbangkan sejak pengambil keputusan untuk K/R/P;
b. Pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kumulatif
secara sistematis dan menyeluruh terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
c. KLHS suatu K/R/P selain dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik, juga dapat
memperkuat dan mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan.
AMDAL tetap harus dibuat walaupun sudah dilaksanakan KLHS. Justru hasil KLHS menjadi arahan dalam
melaksanakan AMDAL.
Tidak ada metode baku yang distandarkan untuk digunakan dalam KLHS, namun dalam UU PPLH secara
eksplisit menyebutkan bahwa setidaknya dalam suatu KLHS ada kajian daya dukung dan daya tampung
yang dilakukan, serta perkiraan dampak dan/atau risiko lingkungan. Selebihnya metode lain yang
digunakan tergantung pada isu yang dikaji dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan metode yang berkembang saat ini.
Apakah metode pelaksanaan KLHS yang digunakan untuk setiap kasus sama?
Tidak, hal ini sangat berkaitan dengan isu yang dikaji dalam KLHS. Oleh karena itu antara satu KLHS
dengan KLHS lainnya belum tentu menggunakan metode yang sama.
Kapan kita harus melakukan KLHS yang sederhana dan cepat dan kapan yang harus komprehensif?
Tergantung pada kondisi dan keperluannya, untuk K/R/P yang sifatnya mendesak untuk segera
ditetapkan dan waktu/periode implementasi K/R/P yang tidak terlalu lama, maka kita dapat
menerapkan KLHS yang sederhana dan cepat. Sementara untuk K/R/P yang sifatnya tidak mendesak dan
diimplementasikan dalam rentang waktu yang cukup lama dapat dilakukan KLHS secara komprehensif.
Berbeda dengan AMDAL, dokumentasi proses KLHS tidak diatur dalam bentuk format baku penulisan
yang menjadi substansi inti yang harus ada dalam dokumentasi proses KLHS adalah :
a. Pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi lingkungan hidup di
suatu wilayah;
KLHS pada prinsipnya adalah dokumentasi dari tahapan proses pengintegrasian kepentingan lingkungan
ke dalam suatu K/R/P. Hasil dari proses pengintegrasian tersebut dapat berupa dokumen KLHS berdiri
sendiri ataupun dokumen K/R/P yang telah mengintegrasikan kepentingan lingkungan hidup.
Dokumen KLHS tidak perlu dilegalisasi karena pada prinsipnya dokumen KLHS adalah dokumentasi dari
tahapan proses pengintegrasian kepentingan lingkungan hidup ke dalam suatu K/R/P.
Apakah dalam melaksanakan KLHS cukup dengan menggunakan data sekunder atau perlu survey
lapangan?
KLHS dilakukan pada tataran hulu, sehingga belum perlu dilakukan survei lapangan dan data‐data yang
digunakan cukup dengan menggunakan data sekunder saja.
Tidak ada batasan waktu dalam penyusunan KLHS semua tergantung pada kebutuhannya masing‐
masing.
Kajian dan rekomendasi KLHS bukan untuk dilaporkan tetapi diinformasikan kepada pihak‐pihak yang
berkepentingan sebagai bentuk akuntabilitas publik dan transparansi.
Dalam UU PPLH tidak diatur mengenai kewajiban melakukan publikasi, norma yang diatur adalah KLHS
dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. Namun demikian, dokumen
penyelenggaraan KLHS merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh setiap orang dengan
memperhatikan peraturan perundang‐undangan di bidang keterbukaan informasi publik.
Dalam KLHS apakah ada laporan tiap triwulan seperti dalam RKL atau RPL?
KLHS tidak dinilai/review oleh suatu lembaga atau institusi, namun institusi yang melaksanakan KLHS
baik di pusat mupun daerah bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas K/R/P yang dihasilkannya.
KLHS tidak memerlukan Komisi Penilai KLHS karena pada prinsipnya dokumen KLHS adalah dokumentasi
dari tahapan proses mengintegrasikan kepentingan lingkungan ke dalam suatu K/R/P. Hasil dari proses
pengintegrasian tersebut dapat berupa dokumen KLHS berdiri sendiri ataupun dokumen K/R/P yang
telah mengintegrasikan kepentingan lingkungan.
Apakah KLHS dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu kasus?
Bisa saja, dalam artian mengevaluasi suatu K/R/P untuk menghasilkan suatu kebijakan bukan untuk
menyelesaikan suatu kasus. Sebab KLHS merupakan serangkaian kegiatan analisis tentang aspek
lingkungan hidup yang mempergunakan berbagai macam metode kajian. Metode‐metode tersebut
dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi aspek lingkungan hidup terhadap suatu
kasus pembangunan.
Prosedur KLHS dirancang untuk dilakukan secara paralel/bersamaan atau terpadu dengan proses
penyusunan K/R/P dan tidak memerlukan persetujuan dari instansi pemerintah, dengan demikian hal
tersebut diharapkan tidak memperpanjang jalur birokrasi yang ada.
KLHS bukanlah instrumen yang digunakan untuk melegalkan suatu bentuk pelanggaran, KLHS suatu
instrumen yang digunakan untuk mengintergrasikan kepentingan lingkungan ke dalam suatu K/R/P
sehingga K/R/P yang dihasilkan dan ditetapkan menjadi lebih baik.
Lingkup KLHS ditentukan berdasarkan hasil pelingkupan, tujuan yang diharapkan dari KLHS dan
kesepakatan politis pihak‐pihak yang terkait.
Tidak ada kualifikasi khusus mengenai SDM yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan KLHS, karena
KLHS sebaiknya dilaksanakan oleh pembuat kebijakan.
Sampai dengan saat ini belum direncanakan untuk melakukan sertifikasi terhadap SDM dalam
penyelenggaraan KLHS.
Perguruan tinggi dapat difungsikan sebagai pusat informasi, pendidikan dan pelatihan serta memberikan
bantuan teknis KLHS kepada pemerintah dan pemerintah daerah serta membantu melakukan kajian‐
kajian sesuai dengan pasal 15 ayat 2 dan pasal 16 UU PPLH.
Bisa, masyarakat bisa melaksanakan KLHS untuk mendorong pemerintah merumuskan atau
memperbaiki K/R/P tertentu. Namun demikian untuk memastikan pemerintah mempertimbangkan
rekomendasi yang disampaikan, dibutuhkan mekanisme:
b. Untuk menyalurkan usulan‐usulan dari hasil KLHS kepada instansi/lembaga yang tepat
c. Untuk mengintegrasikan hasil‐hasil KLHS ke dalam K/R/P formal (misalnya RTRW baru)
KLHS merupakan satu kesatuan/satu paket dengan kegiatan perumusan dan/atau peninjauan
kembali/evaluasi suatu K/R/P, sehingga konsekuensi pembiayaannya masuk pada instansi yang
merumuskan K/R/P tersebut. Bukan tidak mungkin instansi lain mengalokasikan anggaran pembiayaan
untuk melaksanakan KLHS yang rekomendasi hasilnya dapat disampaikan sebagai masukan kepada
instansi lain yang sedang menyusun suatu K/R/P.
Ini Perbedaan Amdal dan KLHS dalam MP3EI
Disfiyant Glinmourinse
A+ A-
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (LH) mengatakan, ada perbedaan antara Analisis mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam proyek MP3EI.
Asisten Deputi Perencanaan Pemanfaatan SDA Lingkungan Hidup (LH) dan Kajian Lebijakan LH
Kementerian LH Laksmi Wijayanti mengatakan, proyek yang berkaitan dengan MP3EI menggunakan
prinsip Amdal.
"Kalau perbedaannya, proyek Amdal melekat pada si perusahaan yang akan membangun suatu proyek.
Nah, kalau KLHS itu merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin keramahan lingkungan
hidup," ujarnya di kantor Bappenas Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Namun, meski ada perbedaan dari segi subjek dan pelaku kebijakan, keduanya sama-sama saling
bersinergi dan melekat bersama-sama dalam suatu pembangunan.
"Meski beda dalam beberapa hal, tapi mereka saling bersinergi satu sama lain," ujarnya.
Laksmi juga memberikan alasan, diterapkannya KLHS dalam setiap proyek bukan berarti proyek tersebut
mengalami masalah soal keramahan lingkungan. Namun, karena komitmen climate change.
"Sebenernya planning-nya sistem perencanaan kita sudah punya komitmen climate change,
pembangunan ekosistem yang baik terutama untuk hal tata ruang. Jadi, bukan berarti proyek yang
dibangun belum ramah lingkungan," pungkasnya.