Anda di halaman 1dari 3

Cara Mengatasi Kendala Pengelolaan di Sungai Bingai Namu Sira-Sira

Pengelolaan daerah aliran sungai yang dilakukan dengan melakukan


reboisasi di lahan yang telah rusak, mencengah penebangan hutan untuk
mengurangi kerusakan sungai dan pelarangan penambangan pasir secatra liar yang
menyebabkan kemerosotan atas sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Upaya
tersebut akan dapat meningkatkan daya dukung sumberdaya dan mencegah
kerusakan daerah aliran sungai. Selanjutnya untuk mengurangi kerusakan upaya
yang harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat kerusakan dan kekritisan dari
setiap DAS tersebut selain itu adanya pencegahan dan pengendalian yang serius
dari dalam pemerintah, perusahaan dan masyarakat (Mawardi, 2010).
Salah satu solusi yang dapat diambil dalam pengelolaanya yaitu
pengembangan teknologi, meningkatkan konservasi, pelestarian sumberdaya air
dan pengelolaan perairan sungai yaitu dengan adanya Lubuk Larangan. Lubuk
Larangan merupakan suatu kawasan yang berada di sungai yang ditetapkan
masyarakat berdasarkan kesepakatan adat sebagai batasan untuk tidak boleh
mengambil atau merusak habitat ikan. Dengan adanya Lubuk Larangan tersebut
merupakan sebuah cerminan sikap kearifan masyarakat untuk menjaga dan
memelihara pelestarian lingkungan perairan. Konsep seperti ini sangat cocok,
efektif, dan efisien untuk menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab dan peduli
dalam menjaga atas sumberdaya yang ada disekitarnya (Norsidi, 2016).
Penentuan kawasan ini telah disepakati, kemudian dibuat batas-batas areal
mana yang terlarang dan mana yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain
itu juga ditentukan kapan peresmian dan waktu panen ikan dalam kawasan Lubuk
larangan. Penangkapan ikan hanya boleh dilakukan dengan jala, pancing,
menembak, dan dilarang menggunakan racun serta strum sehingga dapat menjaga
anak-anak ikan agar habitatnya tidak mudah punah dan mejaga pelestarian
sumberdaya air dan pengelolaan perairan sungai (Mawardi, 2010).
Untuk mengatasi permasalah ekologis dengan mengintegrasikan sistim
lubuk larangan ke dalam pengelolaan taman nasional. Pertama, hutan alam pada
zona inti dan zona rimba taman nasional akan lebih terlindungi, karena peran serta
warga lokal dalam menjaga hutan alam pada zona-zona tersebut. Kedua, modal
sosial yang terkandung dalam sistim lubuk larangan terkait dengan pengembangan
daerah penyangga taman nasional, karena secara nyata akan meningkatkan
penghidupan warga lokal yang sekaligus akan lebih menjaga keutuhan ekologik
taman nasional dan identitas budaya serta penghidupan ekonomi masyarakat
lokal. Ketiga, terciptanya peningkatan efektifitas usaha konservasi taman nasional
melalui kolaborasi pengelolaan antara warga lokal dengan pemerintah, kontrol
warga lokal dan pemerintah dalam pengurusan sumberdaya alam akan
berlangsung secara seimbang setara, sehingga kerusakan hutan alam dapat
dikurangi sekecil mungkin (Perbatakusuma et al., 2005).

Model Pengolaan
Pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga
terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kurang bijaksana, belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di
darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik,
polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara
lestari) (Gultom, 2016).
Model pengelolaan adalah menciptakan suatu kerangka kerja institusional
dan legal melalui perundang-undangan atau peraturan peraturan dimana tingkat
upaya penangkapan ikan yang dikehendaki dapat dilaksanakan. Teknik
pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : 1)
Pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan, 2) Pengaturan batas ukuran ikan
yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan, 3) Kontrol terhadap musim
penangkapan ikan (opened or closed seasons), 4) Kontrol terhadap daerah
penangkapan (opened or closed areas), 5) Pengaturan terhadap alat tangkap serta
perlengkapannya diluar pengaturan ukuran mata jaring (mesh size), 6) Perbaikan
dan peningkatan stok ikan (stock enhancement), 7) Pengaturan hasil tangkapan
total per jenis ikan dan kelompok jenis ikan, 8) Pengaturan setiap tindakan
langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan sumberdaya
hayati lainnya dalam wilayah perairan. Penangkapan berlebih atau over fishing
sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia. Menurunnya
stok perikanan menyebabkan masalah keberlanjutan sumberdaya perikanan yang
penting untuk dibahas. Hal ini juga sesuai dengan penerbitan ”Code of Conduct
for Responsible Fisheries” (CCRF) pada tahun 1995 oleh Food and Agricultural
Organization (FAO) dimana terjadinya pergeseran paradigma tentang pendekatan
pengelolaan perikanan yang mengarah pada pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan (Sinaga, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Sinaga, Irawati. 2012. Pemanfaatan Dan Strategi Pengembangan Perikanan


Demersal Di Sibolga Provinsi Sumatera Utara . Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Gultom, M. H. O. 2016. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)


Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit Xxv Tapanuli
Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016–2025. Kepala
Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I, Medan.

Mawardi, I 2010. Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan Daya Dukung
Sumberdaya Air di Pulau Jawa Serta Upaya Penanganannya. ISSN : 1907-
1043.

Perbatakusuma, E. A., Supriatna, J. W., Didi, S. U., Prie, I., Budi, W. S., Luhut,
W. N.. Iwan, W., Erwin. S. M., Barita, O. S., Safaruddin, D. Abdulhamid,
L., Abu, H. 2005. Bersama Membangun Kolaborasi Pengelolaan
Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama Departemen
Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten
Mandailing–Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta.

Norsidi. 2016. Pelestarian Daerah Aliran Sungai Berbasis Kearifan Lokal Lubuk
Larangan Desa Lubuk Beringin Kecamatan Bathin III Ulu. Program Studi
Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial.
IKIP-PGRI, Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai