Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengertian sungai menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor:
63/PRT/1993 adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan. Pengertian dari garis sempadan sungai adalah
garis batas laut pembatas sungai (Taryati et al., 2012).
Sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat, sebagai sarana penunjang utama dalam meningkatkan
pembangunan nasional dan sebagai sarana penunjang utama dalam meningkatkan
pembangunan nasional dan sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan
wilayah satu dengan lainnya (Putri, 2011).
Sungai merupakan aliran air yang bermuara ke laut, melintasi berbagai
batuan dengan topografi yang bervariasi dan memiliki kesuburan yang dibutuhkan
oleh biota (tumbuhan, hewan, dan manusia). Sungai mempunyai banyak potensi
untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata atau sarana rekreasi alam terbuka
(outdoor recreation). Wisata dibidang perairan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Wisata Tirta (tawar) dan Wisata Bahari (laut). Wisata tirta adalah wisata yang
dilakukan di perairan tawar dengan aktivitas yang dilakukan seperti olahraga,
sight seeing, memancing dan lain-lain yang dilakukan disungai, danau, waduk dan
kawasan rawa-rawa serta muara (Romaito et al., 2019).
Di Indonesia, sungai dijumpai di setiap tempat dengan kelasnya masing-
masing. Sungai memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup.
Dengan perannya, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi atau
komponen lainnya. Sungai mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah
karena aktivitas alami maupun antropogenik sehingga dibutuhkan pelestarian agar
sungai dapat berjalan dengan fungsinya (Agustira et al., 2013)
Masalah yang utama yang dihadapi berkaitan dengan sumber daya air
adalah kualitas air yang tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
dan penurunan kualitas perairan. Untuk membantu mengatasi hal tersebut,
dilakukan pemantauan kualitas sungai, agar dapat diketahui apakah kandungan
pada air sungai tersebut aman untuk dikonsumsi. Pemantauan umumnya
dilakukan menggunakan parameter fisika atau kimia. Pencemaran dapat
mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu
komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks
diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada ekosistem alami.
Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang
terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan semakin besar
pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat
dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin et al., 2002).
Daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam
jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu
panjang. Daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan
ditunjang oleh suatu kawasan/areal atau volume perairan yang ditentukan tanpa
mengalami penurunan mutu. Daya dukung sebagai suatu sistem yang dapat
mendukung beban yang dinyatakan sebagai pound ikan per kaki kubik air (lb/ft3).
Selanjutnya dikemukakan bahwa daya dukung dibatasi oleh laju konsumsi
oksigen dan akumulasi metabolit dan laju konsumsi oksigen tersebut sebanding
dengan jumlah pakan yang dimakan per hari. Daya dukung perairan adalah tingkat
produksi ikan maksimum yang dapat dihasilkan di perairan tersebut secara
berkelanjutan (Siagian, 2010).
Sungai yang terdapat di Kabupaten Langkat memiliki objek wisata yang
indah dan menarik, salah satunya adalah Sungai Bingai. Sungai Bingai merupakan
tempat wisata yang dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi arung jeram dan
pemandian alam yang sering di kunjungi oleh para wisatawan lokal. Air Sungai
Bingai berasal dari Gunung Sibayak, mengalir dengan deras karena disekitar air
terdapat batubatu besar dan air sungainya jernih, menyegarkan dan sejuk. Jumlah
pengunjung yang datang ke Sungai Bingai berpengaruh terhadap faktor fisika,
kimia, maupun biologi yang ada pada sungai tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
untuk menjaga kelestarian lingkungan pada kawasan wisata Sungai Bingai maka
dilakukan penelitian tentang kajian kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan
sungai serta persepsi pengunjung (Romaito et al., 2019).
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan
(DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia (Maria, 2018).
Strategi penanganan sampah merupakan upaya untuk mencapai tujuan
pengelolaan sampah. Strategi penanganan sampah disesuaikan dengan wilayah
studi yang merupakan obyek wisata. Berdasarkan kondisi eksisting pengelolaan
sampah di wilayah studi, maka strategi penanganan sampah di Obyek Wisata
adalah sebagai berikut: Pemilahan merupakan upaya memisahkan sampah
berdasarkan jenis sampah. Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung
sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber
sampah. Pengumpulan adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari satu sumber
ke sumber lainnya secara individu atau komunal dan TPS dimana merupakan
tempat pemindahan sampah dari sumber sebelum diangkut menuju TPA
(Wijaya dan Yulinah, 2015).

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui potensi dan daya dukung perairan Sungai Bingai Namu
Sira-Sira Langkat Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam mengelola perairan Sungai Bingai
Namu Sira-Sira Langkat Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui model pengelolaan perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira
Langkat Sumatera Utara.

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai sumber informasi mengenai
daya dukung terhadap perairan khususnya perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira
Langkat Sumatera Utara serta sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
praktikum Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira


Sungai Bingai adalah suatu sungai di provinsi Sumatra Utara,
pulau Sumatra, Indonesia, yang berhulu di Sungai Wampu. Sungai ini terletak
sekitar 1400 km sebelah barat laut ibu kota Jakarta. Sungai Bingai melintasi Kota
Binjai, sepanjang 15 km dengan luas daerah aliran sungai 150 km² di wilayah
Binjai Utara. Sungai ini mengalir di bagian timur laut pulau Sumatra yang
beriklim hutan hujan tropis. Suhu rata-rata setahun sekitar 25 °C. Bulan terpanas
adalah Maret, dengan suhu rata-rata 26 °C, and terdingin Januari, sekitar 23 °C.
Curah hujan rata-rata tahunan adalah 3495 mm. Bulan dengan curah hujan
tertinggi adalah Oktober, dengan rata-rata 460 mm, dan yang terendah Maret, rata-
rata 192 mm (Nainggolan, 2018).
Sungai Bingai pernah mengalami banjir bandang sehingga papan
penguman pembuangan sampah dan tempat penampungan sampah disetiap
pondok-pondok rusak sehingga tidak ada papan pengumuman dan tempat
pembuangan sampah disetiap pondok-pondok dan kurangnya partisipasi dari
pengujung. Himbauan agar tidak membuang sampah juga sangat diperlukan untuk
menggugah kesadaran pengunjung. Himbauan-himbauan tersebut seharusnya
tidak hanya berupa himbauan pasif tapi dapat juga berupa himbauan aktif dari
pengelola (Maria, 2018).
Objek wisata yang terdapat di Sungai Bingai yaitu wisata arung jeram dan
wisata pemandian. Berdasarkan nilai Indeks kesesuaian wisata arung jeram dan
pemandian yang dilihat pada parameter fisika kimia dan biologi perairan termasuk
kedalam kategori Sangat Sesuai (S1) dengan nilai indeks kesesuaian masing-
masing objek wisata 82,14% dan 85,16%. Daya duukung kawasan dalam kategori
wisata pemandian sebesar 3.405 orang dan dalam kategori arung jeram sebesar
19.875 orang. Lokasi wisata arung jeram Sungai Bingai Namu Sira-Sira adalah
lokasi wisata yang dibuka pada tahun 2007. Pengelola mempunyai perahu yang
digunakan berarung jeram sebanyak lebih dari 10 perahu. Berdasarkan data yang
diperoleh, pengunjung pada saat hari sekolah berjumlah ≥ 10 orang sedangkan
pada saat liburan berjumlah ± 50 orang (Romaito et al., 2019).
Potensi Perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira
Banyak sungai yang terdapat di Sei Bingai yang dijadikan sebagai objek
wisata, salah satunya adalah sungai Namu Sira-Sira yang terdapat di Kecamatan
Sei Bingai. Di daerah sugai ini terdapat beberapa aktivitas masyarakat yaitu
pertanian, peternakan dan juga wisata. Pada saat libur banyak orang melakukan
wisata di daerah ini karena sungai ini memeliki pemandangan yang indah dengan
air yang segar dan jernih dengan bebatuan besar yang tersusun indah dibadan
sungai. Sehingga keadaan sungai Namu Sira – Sira menjadi menurun hal ini lah
yang melatarbelakangi saya melakukan analisis dampak kegiatan wisata terhaap
kualitas air (Maria, 2018).
Pemanfaatan air jaringan Daerah Irigasi Namu Sira-Sira selain untuk
mengairi areal sawah juga digunakan untuk mengairi kolam ikan yang banyak
terdapat di desa Namu Ukur. Daerah Pengaliran sungai Bingei berada di sekitar
kawasan hutan dan kawasan ekosistem yang dilindungi. Namun beberapa tahun
belakangan ini pada hulu bendung adanya eksploitasi hutan secara liar dan
pembukaan lahan untuk pembangunan rumah-rumah penginapan sebagai sarana
parawisata dan pemukiman warga dibantaran sungai menyebabkan ketesediaan air
berkurang. Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air dan sungai itu sendiri,
serta jumlah perkembangan mobilitas penduduk yang terus bertambah dengan
cepat menyebabkan masyarakat mengeluh sering kekurangan air saat tanaman
padi memerlukan air yang banyak (pengolahan tanah) dan bila Saat tanaman padi
tidak memerlukan air yang banyak (masa panen) ketersediaan air berlebihan
(Tarihoran dan Ginting, 2019).
Sungai yang terdapat di Kabupaten Langkat memiliki objek wisata yang
indah dan menarik, salah satunya adalah Sungai Bingai. Sungai Bingai merupakan
tempat wisata yang dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi arung jeram dan
pemandian alam yang sering di kunjungi oleh para wisatawan lokal. Air Sungai
Bingai berasal dari Gunung Sibayak, mengalir dengan deras karena disekitar air
terdapat batu-batu besar dan air sungainya jernih, menyegarkan dan sejuk
(Romaito et al., 2019).
Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan untuk
menyediakan air. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan air
antara lain cara pemberian air, banyaknya hujan yang turun, waktu hujan yang
turun, waktu penanaman, pengolahan tanah, pengaturan pola tanam, dan cara
pengelolaan serta pemeliharaan saluran dan bangunan yang ada. Pemanfaatan air
jaringan Daerah Irigasi Namu Sira-Sira selain untuk mengairi areal sawah juga
digunakan untuk mengairi kolam ikan yang banyak terdapat di desa Namu Ukur
(Tarihoran dan Ginting, 2019).

Daya Dukung Perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira


Di Kecamatan Sei Bingai Air Terjun Teroh-teroh merupakan air terjun
paling paling banyak dikunjungi sehingga masyarakat yang berjualan disekitar
objek wisata mendapatkan keuntungan dari para pengunjung. Objek wisata air
terjun sangat jarang ditemukan di Kecamatan Sei Bingai, sehingga air terjun
menjadi daya tarik bagi pengunjung. Objek wisata berupa mata air, dikelola
masyarakat dengan membendung mata air dan menjadikannya sebuah kolam,
namun untuk memasuki objek wisata ini, prasana seperti jalan masih kurang baik,
sehingga pengunjung memilih objek wisata yang mudah untuk dilalui, dan
masyarakat sekitar objek wisata lebih memilih membuka usaha di tempat yang
paling banyak dikunjungi (Nainggolan, 2018).
Jenis objek wisata di Kecamatan Sei Bingai terdiri dari 4 jenis, yaitu
sungai, air terjun, mata air, dan pemandangan alam. Pengelolaan tempat wisata
dikelola oleh masyarakat sekitar dan kelompok-kelompok pecinta alam. Prasarana
berupa jalan menuju objek wisata cukup baik karena jalan yang dilalui berupa
aspal, namun untuk mencapai objek wisata, ada beberapa objek wisata yang tidak
bisa dilalui oleh kendaraan, seperti air terjun teroh-teroh dan kolam abadi yang
harus berjalan kaki. Sarana yang disediakan di masing-masing objek wisata
berbeda-beda (Nainggolan, 2018).
Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan untuk
menyediakan air. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan air
antara lain cara pemberian air, banyaknya hujan yang turun, waktu hujan yang
turun, waktu penanaman, pengolahan tanah, pengaturan pola tanam, dan cara
pengelolaan serta pemeliharaan saluran dan bangunan yang ada. Data yang
digunakan untuk menghitung debit andalan adalah data debit sungai Bingei yang
diukur di bendung Namu Sira-Sira oleh PSDA dari Tahun 2006 sampai dengan
tahun 2015. Debit andalan dimaksud adalah debit rata-rata sungai Bingei dengan
probalitas 80% dipenuhi (Tarihoran dan Ginting, 2019).
Kendala Dalam Mengelola Perairan Sungai Bingai Namu Sira-Sira
Dampak negatif dari kegiatan wisata terjadi apabila tingkat penggunaan
lebih besar daripada kemampuan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut.
Aktivitas yang dilakukan oleh pelaku wisata, produk perencanaan dan sistem
pengelolaan wisata serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi
terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda (Maria, 2018).
Beberapa tahun belakangan ini pada hulu bendung adanya eksploitasi
hutan secara liar dan pembukaan lahan untuk pembangunan rumah-rumah
penginapan sebagai sarana parawisata dan pemukiman warga dibantaran sungai
menyebabkan ketesediaan air berkurang. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
debit air dan sungai itu sendiri, serta jumlah perkembangan mobilitas penduduk
yang terus bertambah dengan cepat menyebabkan masyarakat mengeluh sering
kekurangan air saat tanaman padi memerlukan air yang banyak (pengolahan
tanah) dan bila Saat tanaman padi tidak memerlukan air yang banyak (masa
panen) ketersediaan air berlebihan. Untuk mengenai hal tersebut diperlukan
usaha-usaha pengendalian air seperti perhitungan kebutuhan air irigasi serta
pengaturan pola tanam yang sesuai dengan kondisi air yang tersedia pada bending
(Tarihoran dan Ginting, 2019).
Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan kerusakan besar pada
ekosistem. Kerusakan dan masalah ekosistem yang ditimbulkan dapat berupa
sedimentasi, bangunan yang dibuat kadang-kadang menghalangi arus sungai dan
drainase serta pencemaran langsung yang disebabkan oleh limbah hotel dan
restoran. Masalah lingkungan terbesar bagi bangunan dan fasilitas pariwisata
adalah penggunaan energi dan pembuangan limbah. Sampah padat yang
dihasilkan dari pembangunan dan konstruksi sarana akomodasi menjadi limbah
beracun yang mencemari air, udara dan tanah (Maria, 2018).
Berdasarkan data yang diperoleh 100% pengelolah wisata arung jeram
menyatakan arung jeram di Sungai Bingai tidak dapat diarungi untuk semua
kalangan, tidak pernah terjadi kecelakan pada pengunjung karena memiliki
perlengkapan berarung jeram yang sangat aman. Berdasarkan data yang diperoleh
3,12% pengelola menyatakan adanya larangan membuang sampah dan sebanyak
96,88% menyatakan tidak ada larangan membuang sampah. Sebanyak 6,25%
pengelola menyatakan bahwa pengunjung membuang sampah pada tempatnya dan
sebanyak 93,75% pengelola menyatakan pengunjung tidak membuang sampah
pada tempatnya di obyek wisata Sungai Bingai (Romaito et al., 2019).
Sungai Bingai pernah mengalami banjir bandang sehingga papan
penguman pembuangan sampah dan tempat penampungan sampah disetiap
pondok-pondok rusak sehingga tidak ada papan pengumuman dan tempat
pembuangan sampah disetiap pondok-pondok dan kurangnya partisipasi dari
pengujung. Himbauan agar tidak membuang sampah juga sangat diperlukan untuk
menggugah kesadaran pengunjung. Himbauan - himbauan tersebut seharusnya
tidak hanya berupa himbauan pasif tapi dapat juga berupa himbauan aktif dari
pengelola (Maria, 2018).
Dalam menghitung debit andalan yang lebih akurat, maka harus didukung
dengan data-data hidrologi yang akurat dan stasiun curah hujan terbaru. Sehingga
jika ada perencanaan perluasan areal irigasi yang baru, dapat lebih optimal dengan
data yang akurat. Bagi para P3A juga diharapkan bisa saling bekerja sama dengan
semua pihak, khusunya para petani untuk memantau penggunaan air di lapangan.
Karena masalah yang dihadapi di daerah Irigasi Namu Sira-Sira terletak di
Sumber Daya Manusia yang belum bisa mengatur penggunaan air secara baik dan
merata (Tarihoran dan Ginting, 2019).

Cara Mengatasi Kendala Pengelolaan di Sungai Bingai Namu Sira-Sira


Pengelolaan daerah aliran sungai yang dilakukan dengan melakukan
reboisasi di lahan yang telah rusak, mencengah penebangan hutan untuk
mengurangi kerusakan sungai dan pelarangan penambangan pasir secatra liar yang
menyebabkan kemerosotan atas sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Upaya
tersebut akan dapat meningkatkan daya dukung sumberdaya dan mencegah
kerusakan daerah aliran sungai. Selanjutnya untuk mengurangi kerusakan upaya
yang harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat kerusakan dan kekritisan dari
setiap DAS tersebut selain itu adanya pencegahan dan pengendalian yang serius
Penentuan kawasan ini telah disepakati, kemudian dibuat batas-batas areal
mana yang terlarang dan mana yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain
itu juga ditentukan kapan peresmian dan waktu panen ikan dalam kawasan Lubuk
larangan. Penangkapan ikan hanya boleh dilakukan dengan jala, pancing,
menembak, dan dilarang menggunakan racun serta strum sehingga dapat menjaga
anak-anak ikan agar habitatnya tidak mudah punah dan mejaga pelestarian
sumberdaya air dan pengelolaan perairan sungai (Mawardi, 2010).
Untuk mengatasi permasalah ekologis dengan mengintegrasikan sistim
lubuk larangan ke dalam pengelolaan taman nasional. Pertama, hutan alam pada
zona inti dan zona rimba taman nasional akan lebih terlindungi, karena peran serta
warga lokal dalam menjaga hutan alam pada zona-zona tersebut. Kedua, modal
sosial yang terkandung dalam sistim lubuk larangan terkait dengan pengembangan
daerah penyangga taman nasional, karena secara nyata akan meningkatkan
penghidupan warga lokal yang sekaligus akan lebih menjaga keutuhan ekologik
taman nasional dan identitas budaya serta penghidupan ekonomi masyarakat
lokal. Ketiga, terciptanya peningkatan efektifitas usaha konservasi taman nasional
melalui kolaborasi pengelolaan antara warga lokal dengan pemerintah, kontrol
warga lokal dan pemerintah dalam pengurusan sumberdaya alam akan
berlangsung secara seimbang setara, sehingga kerusakan hutan alam dapat
dikurangi sekecil mungkin (Perbatakusuma et al., 2005).
Di area sekitar sungai terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti
pemukiman penduduk, termasuk adanya tempat pembungan akhir (TPA) yang
berpotensi menimbulkan dampak pencemaran ke perairan sungai. Adanya
berbagai kegiatan pemanfaatan di perairan sungai Namu Sira-Sira dan sekitarnya
akan memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem sungai. Hal ini akan
berdampak pada keberlanjutan ekosistem sungai, khususnya kegiatan perikanan
dan wisata yang berkaitan langsung dengan kegiatan perekonomian masyarakat
sekitar (Muhtadi, 2018).

Model Pengolaan
Pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga
terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kurang bijaksana, belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di
darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik,
polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara
lestari) (Gultom, 2016).
Program Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
(PBLPM) adalah salah satu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian
pemerintah daerah dan menumbuhkan penyadaran masyarakat dalam
menanggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi. Program ini dapat
berperan sebagai pondasi bagi pengembangan ekonomi kawasan pesisir. Melalui
pelibatan pemerintah daerah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya,
program ini diharapkan dapat memberikan dampak lanjutan terutama dalam
pengembangan ekonomi di wilayah pesisir melalui sistem pembelajaran sederhana
dalam membuat perencanaan dan menata sendiri permukiman dan lingkungannya.
Proses pembelajaran ini dimulai dari proses perencanaan ruang kawasan
permukiman oleh masyarakat dengan didampingi oleh pemerintah daerah dan
tenaga pendamping. Masyarakat juga didorong untuk memilih dan menentukan
prioritas kebutuhan yang selanjutnya direalisasikan melalui pembangunan fasilitas
fisik dasar (Fitriansyah, 2012).
Usaha mengembangkan dunia pariwisata ini didukung dengan UU Nomor
19 Tahun 1990 dan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan yang
menyebutkan keberadaan objek wisata pada suatu daerah akan sangat
menguntungkan, antara lain meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memperluas kesempatan kerja
mengingat banyaknya pengangguran saat ini, meningkatkan meningkatkan rasa
cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya setempat
(Ramadhan et al., 2012).

STUDI KASUS
Sungai yang terdapat di Kabupaten Langkat memiliki objek wisata yang
indah dan menarik, salah satunya adalah Sungai Bingai. Sungai Bingai merupakan
tempat wisata yang dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi arung jeram dan
pemandian alam yang sering di kunjungi oleh para wisatawan lokal. Air Sungai
Bingai berasal dari Gunung Sibayak, mengalir dengan deras karena disekitar air
terdapat batubatu besar dan air sungainya jernih, menyegarkan dan sejuk.

Gambar 1. Peta Kesesuaian Wisata Sungai Bingai


Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan
(DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia.
Daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang
oleh suatu kawasan/areal atau volume perairan yang ditentukan tanpa mengalami
penurunan mutu. Kawasan akan tetap terjaga dengan baik jika tidak terjadi
kerusakan didalamnya dan daya dukungnya selalu diperhatikan. Daya dukung
Kawasan Sungai Bingai Namu Sira-Sira dalam ketegori pemandian dan arung
jeram.
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan
(DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK)
dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut:
DDK = ( )x( )

Keterangan:
DDK : Daya Dukung Kawasan
K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit area untuk kategori tertentu
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Aktivitas wisata di Sungai Bingai dibagi dalam 2 kategori yaitu: arung
jeram dan pemandian. Berdasarkan parameter dalam matriks kesesuaian wisata
yang telah diukur dilapangan dan data sekunder yang diperoleh maka Sungai
Bingai dalam kategori wisata arung jeram termasuk kategori S1 (sangat sesuai)
yang termasuk dalam tingkat kesulitan kelas III yang dilihat dari gradient sungai
dan dalam kategori wisata pemandian Sungai Bingai masuk dalam kategori S1
(sangat sesuai) maka Sungai Bingai sesuai untuk wisata pemandian.
Tabel 1. Daya Dukung Kawasan Sungai

No Kegiatan K Unit Luas Waktu yang Total waktu DKK


(∑wisat Area Area dibutuhkan 1 hari Wt –
awan) (Lt) (Lp) Wp – (jam) (jam)

1 Berenang 1 50 14.18 2 jam 4 jam 3.405


m2 9 m2 org
2 Arung 6 50 82.81 2 jam 4 jam 19.875
Jeram m2 3 m2 org

Aktivitas berenang dapat dilakukan di sepanjang Sungai Bingai dengan


luas area 14.189 m2. Agar dapat berenang dengan nyaman diperkirakan
membutuhkan panjang area 50 m2. Waktu yang disediakan oleh pihak pengelola
adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk
berenang tersebut adalah 2 jam. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai daya
dukung untuk kegiatan berenang adalah sebanyak 3.405 orang dalam luasan
14.189 m2. Untuk kategori arung jeram luas area yang dimanfaatkan sebesar
82.813 m2 waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari
dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk berenang tersebut
adalah 2 jam. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai daya dukung untuk
kegiatan arung jeram adalah sebanyak 19.875 orang dalam luasan 82.813 m2.
Berdasarkan nilai daya dukung tersebut diperkirakan wisatawan nyaman
berwisata. Daya dukung merupakan jumlah wisatawan yang secara fisik dapat
diterima di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa
menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan
arung jeram adalah sebanyak 19.875 orang dalam luasan 82.813 m2 . Berdasarkan
nilai daya dukung tersebut diperkirakan wisatawan nyaman berwisata. Menurut
Yulianda (2007) menyatakan daya dukung merupakan jumlah wisatawan yang
secara fisik dapat diterima di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.
Objek wisata yang terdapat di Sungai Bingai yaitu wisata arung jeram dan
wisata pemandian. Berdasarkan nilai Indeks kesesuaian wisata arung jeram dan
pemandian yang dilihat pada parameter fisika kimia dan biologi perairan termasuk
kedalam kategori Sangat Sesuai (S1) dengan nilai indeks kesesuaian masing-
masing objek wisata 82,14% dan 85,16%. Daya duukung kawasan dalam kategori
wisata pemandian sebesar 3.405 orang dan dalam kategori arung jeram sebesar
19.875 orang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Daya dukung perairan Sungai Bingai Namu Sira-sira Langkat Sumatera Utara
di bagi dalam dua kegiatan yaitu berenang dan arung jeram. Dari hasil
perhitungan daya dukung perairan Sungai Bingai Namu Sira-sira Langkat
Sumatera Utara termasuk kedalam status nyaman berwisata atau termasuk
kedalam status rata-rata.
2. Kendala dalam mengelola perairan sungai Bingai Namu Sira-sira Langkat
Sumatera Utara ialah pernah terjadinya banjir bandang sehingga papan
penguman pembuangan sampah dan tempat penampungan sampah disetiap
pondok-pondok rusak dan kurangnya partisipasi dari pengujung.
3. Model pengelolaan perairan Sungai Bingai Namu Sira-sira Langkat Sumatera
Utara ialah membuat penanganan akan sampah dengan startegi seperti
pemilahan sampah, pewadahan sampah, pengumpulan sampai pembuatan TPS.

Saran
Saran dari penulis makalah ini adalah agar kedepannya pengelolaan daya
dukung perairan dikelola dengan sebaik-baiknya. Dan kendala yang dihadapi
dapat diberikan solusi dengan baik dan benar agar perairan tersebut tetap dalam
keadaan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agustira, R., K. S. Lubis., Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika
Air dan Debit Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat Pembuangan
Limbah Tapioka. Jurnal Online Argoekoteknologi. 1 (3). ISSN: 2337 –
6597.

Astirin, O. P., A. D. Setyawan, dan M. Harini. 2002. Keragaman Plankton sebagai


Indikator Kualitas Sungai di Kota Surakarta. Biodiversitas. 3(2). ISSN :
1412 – 033X.

Maria, S. 2018. Dampak Kegiatan Wisata Terhadap Kualitas Air Sungai Namu
Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
[Skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Maria, S. 2018. Dampak Kegiatan Wisata Terhadap Kualitas Air Sungai Namu
Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
[Skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Nainggolan, D. D. 2018. Eksplorasi Objek Wisata di Kecamatan Sei Bingai


Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

Nainggolan, D. D. 2018. Eksplorasi Objek Wisata di Kecamatan Sei Bingai


Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

Romaito, R., Patana, P., dan Harahap, Z. A. 2019. Kajian Kesesuaian Wisata dan
Daya Dukung Kawasan Wisata Sungai Bingai Namu Sira-Sira Langkat
Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

Siagian, M. 2010. Daya Dukung Waduk PLTA Koto Panjang Kampar Provinsi
Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 15,1 (2010) : 25-38.

Tarihoran, F., dan Ginting, M. 2019. Evaluasi Penggunaan Air Irigasi di Daerah
Irigasi Namu Sira- Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara.

Wijaya, I. M. W dan Y. Trihadiningrum. 2015. Strategi Penanganan Sampah di


Obyek Wisata Eks Pelabuhan Buleleng, Bali.

Ramadhan,S., Pindi Patana, Z.A. Harahap. 2012. Analisis Kesesuaian dan Daya
Dukung Kawasan Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gultom, M. H. O. 2016. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)


Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit Xxv Tapanuli
Tengah–Sibolga Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016–2025. Kepala
Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I, Medan.
Mawardi, I 2010. Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan Daya Dukung
Sumberdaya Air di Pulau Jawa Serta Upaya Penanganannya. ISSN :
1907-1043.
Perbatakusuma, E. A., Supriatna, J. W., Didi, S. U., Prie, I., Budi, W. S., Luhut,
W. N.. Iwan, W., Erwin. S. M., Barita, O. S., Safaruddin, D. Abdulhamid,
L., Abu, H. 2005. Bersama Membangun Kolaborasi Pengelolaan
Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama
Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,
Pemerintah Kabupaten Mandailing–Natal dan Conservation International
Indonesia. Jakarta.

Fitriansyah, H. 2012. Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan Pesisir Melalui


Pemberdayaan Masyarakat di Desa Kwala Lama Kabupaten Serdang
Bedagai. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Vol 8(4):360-370.

Muhtadi, A., Yunasfi, R. Leidonald, S. D. Sandy, A. Junaidy dan A. T. Daulay.


2016. Status Limnologis Danau Siombak, Medan, Sumatra Utara. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 1 (1) : 39-55. ISSN : 2477-
328X.

Anda mungkin juga menyukai