Anda di halaman 1dari 11

1

PENDAHULUAN

Pankreatitis akut, adalah gangguan pankreas yang paling sering pada anak-anak,
insidennya meningkat dan setidaknya 30-50 kasus terjadi di pusat pediatrik utama di amerika per
tahun. Pada anak-anak, cedera tumpul abdomen, penyakit multisistem seperti sindrom uremik
hemolitik dan penyakit radang usus, batu empedu atau mikrolitiasis (sludging), dan toksisitas
obat adalah etiologi yang paling sering. Kasus-kasus lain terjadi pada kasus yang menyertai
transplantasi organ atau disebabkan oleh infeksi, gangguan metabolisme, atau mutasi pada gen
yang peka. Kurang dari 5% kasus idiopatik. 1

Kriteria diagnosis pankreatitis pada anak-anak didefinisikan sebagai terdapatnya minimal


2 dari 3 gejala berikut: nyeri perut; serum amilase dan / atau aktivitas lipase setidaknya 3 kali
lebih besar dari batas atas normal; dan pemeriksaan radiologi sesuai dengan akut pankreatitis.
Pemeriksaan laboratorium yang penting pada Pankreatitis akut adalah dengan pengukuran
kadar serum lipase dan amilase. Serum lipase sekarang dianggap sebagai tes pilihan untuk
pankreatitis akut karena lebih spesifik daripada amilase untuk penyakit radang pankreas akut dan
harus ditentukan ketika dicurigai pankreatitis. Lipase serum naik 4-8 jam, puncaknya pada 24-48
jam, dan tetap meningkat 8-14 hari lebih lama dari serum amilase. Serum lipase dapat meningkat
pada penyakit non-pankreas. tingkat serum amilase biasanya meningkat hingga 4 hari. 1

Kelainan laboratorium lain yang mungkin terjadi pada pankreatitis akut termasuk
hemokonsentrasi, koagulopati, leukositosis, hiperglikemia, glukosuria, hipokalsemia,
peningkatan-glutamil transpeptidase, dan hiperbilirubinemia. Rontgen dada dan perut mungkin
menunjukkan temuan tidak spesifik. Sinar-X dada mungkin menunjukkan atelektasis, infiltrat
basilar, peningkatan hemidiafragma, efusi pleura sisi kiri- (jarang kanan), efusi perikardial, dan
edema paru. Rontgen abdomen mungkin menunjukkan loop sentinel, pelebaran kolon
transversum (tanda cutoff), ileus, kalsifikasi pankreas (jika berulang), mengaburkan margin psoas
kiri, pseudokista, kekaburan abdomen difus (asites), dan gelembung gas ekstraluminal
peripancreatic. 1,12
2

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronis ditandai dengan
peradangan multisistem dan adanya autoantibodi yang bersirkulasi yang diarahkan melawan
self-antigen. SLE dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, terutama wanita pada usia
reproduksi. Meskipun hampir setiap organ dapat terkena, paling umum yang terlibat adalah kulit,
persendian, ginjal, sel darah, pembuluh darah, dan sistem saraf pusat. Dibandingkan dengan
orang dewasa, anak-anak dan remaja dengan SLE memiliki penyakit yang lebih parah dan lebih
banyak keterlibatan organ yang terkena. 2

Prevalensi SLE yang dilaporkan pada anak-anak dan remaja (1-6 / 100.000) lebih rendah
dari pada orang dewasa (20-70 / 100.000). Prevalensi SLE tertinggi adalah di antara orang Afrika-
Amerika, Asia, Hispanik, Orang Asli Amerika, dan Kepulauan Pasifik untuk populasi dewasa dan
anak-anak. SLE secara dominan mempengaruhi wanita, dengan rasio 2-5: 1 yang dilaporkan
sebelum pubertas, rasio 9: 1 selama masa reproduksi, dan kembali mendekati rasio prapubertas
pada periode pascamenopause. SLE jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan biasanya didiagnosis
pada masa remaja usia rata-rata saat diagnosis 11-12 tahun. Hingga 20% dari semua individu
dengan SLE didiagnosis sebelum usia 16 tahun. 2

Pankreatitis akut dapat menjadi manifestasi awal SLE. Secara keseluruhan prevalensinya
relatif jarang dengan kejadian tahunan sekitar 1%. Kami ingin melaporkan kasus tentang seorang
pasien anak perempuan dengan keluhan kulit kekuningan dan nyeri abdomen yang di diagnosa
sebagai Pankreatitis akut dengan SLE berdasarkan temuan klinis, dan pemeriksaan laboratorium
. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membagikan pengalaman terkait dengan penyakit
Pankreatitis akut pada SLE yang merupakan kelainan yang jarang di jumpai pada anak anak.
3

KASUS

Seorang anak perempuan umur 14 tahun dibawa kerumah sakit dengan keluhan utama
kulit kekuningan, pasien mengeluh kulit kekuningan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
dan juga nyeri perut yang hilang timbul, menjalar ke punggung dan memberat jika melakukan
aktifitas. Pasien megeluh pucat dan lemah badan sejak 1 minggu sebelum MRS, disertai perasaan
mual, dan muntah 2 kali setiap hari, penurunan nafsu makan, dan urin nampak berwarna gelap.
Buang air besar masih normal. Pasien merupakan rujukan dari RS swasta di Blitar, dengan
diagnosa AIHA , dan diberi obat metilprednisoslon 2 x 6,25 selama 4 hari. Dari riwayat penyakit
dahulu didapatkan bahwa pasien pernah MRS di RS pemerintah di Surabaya tahun lalu , karena
didiagnosa anemia gravis.

Dari pemeriksaan fisik Pemeriksaan saat MRS didapatkan keadaan umum lemah,
kesadaran kompos mentis. Tanda vital didapatkan tensi 110/80 mmHg, nadi 91 X / min,
pernapasan 20 X / min, suhu badan aksiler 36,5°C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
konjungtiva anemi, sklera tampak ikterik. Pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) regio colli dekstra dan sinistra. Pemeriksaan jantung didapatkan
batas jantung kanan pada sternal line, batas jantung kiri pada intercostae V paraclavicular line
sinistra, iktus kordis terletak pada intercostae V paraclavicular line sinistra, bising jantung tidak
ada, suara jantung tunggal. Pemeriksaan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen tidak
ada meteorismus, bising usus dalam batas normal, massa abdomen tidak ada, hepar dan lien
tidak membesar. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan edema.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 september 2018 didapatkan kadar hemoglobin


(Hb) 10,9 g/dL, lekosit 6.430 /cmm, trombosit 221.000/cmm, hematokrit (HCT) 33,7 %, retikulosit
5,53 %, mean corpuscular volume (MCV) 93,1 fl, mean corpuscular hemoglobin (MCH) 30,1 pg,
red distribution width (RDW) 14,6 %, diff count : 2/0/0/80/15/3, evaluasi hapusan darah tepi
didapatkan anemia normokrom anisositosis dengan coomb’s test 4+, SGOT 58 mU/mL, SGPT 75
mU/mL, total protein 5,52 g/dL, Albumin 3,34 g/dL , Globulin 2,18 g/dL, ureum 19,1 mg/dL,
kreatinin 0,42 mg/dL, Total bilirubin 28,06 mg/dL, direk bilirubin 24,57 mg/dL, indirek bilirubin
3,49 mg/dL. Dari pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium143 mmol/L, Kalium 3,34 mmol/L,
4

Chlorida 109 mmol/L, dan Calsium 9,0 mg/dL. Hasil pemeriksaan imunoserologi didapatkan ANA
test 6,60 (reff : < 1 Ratio ), Anti ds-DNA Total 113,9 ( reff : <2 IU/mL), HbsAg : non reaktif, Anti
Hbc : negatif. Hasil pemeriksaan urinalisa : keruh, kecoklatan, bilirubinuria 3+, urobilinogenuria
3+, nitrit +.

Hasil pemeriksaan urinalisa tanggal 17 september 2018 : jernih, kuning gelap, glukosuria
1+, proteinuria 2+, ketonuria1+, bilirubinuria 3+, urobilinogenuria 3+. Pemeriksaan laboratorium
tanggal 18 september 2018 didapatkan kadar ALP 387 U/L, Gamma GT 343 U/L, Amilase 365U/L,
Lipase 671 U/L. Hasil pemeriksaan imunoserologi didapatkan Anti HAV IgM : negatif, Anti HCV :
negatif, Anti CMV IgM : negatif, Anti CMV IgG : positif. Anti rubella IgM : negatif, Anti Rubella
IgG: >500 IU/mL (negatif : < 10 IU/mL), Anti Toxoplasma IgM : negative, Anti Toxoplasma IgG :
negative.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 september 2018 didapatkan kadar hemoglobin


(Hb) 8,1 g/dL, lekosit 13.380 /cmm, trombosit 370.000/cmm, hematokrit (HCT) 25,1 %, mean
corpuscular volume (MCV) 101,2 fl, mean corpuscular hemoglobin (MCH) 32,7 pg, red
distribution width (RDW) 20,9 %, diff count : 1/0/0/85/9/5, SGOT 133 mU/mL, SGPT 182 mU/mL,
Albumin 4,16 g/dL , gula darah acak 81 mg/dL, Total bilirubin 20,18 mg/dL, direk bilirubin 18,5
mg/dL, indirek bilirubin 1,43 mg/dL. Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 september 2018
didapatkan hasil pemeriksaan faal hemotasis PPT pasien : 11,8 s Kontrol : 10,9s INR : 1,14 ; APTT
, pasien : 57,6 s Kontrol : 24,3s. Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 september 2018
didapatkan hasil pemeriksaan faal hemotasis PPT pasien : 11,2 s Kontrol : 11,1s INR : 1,8 ; APTT
, pasien : 50,4 s Kontrol : 24,8s

PEMBAHASAN

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel
mengalami kerusakan yang pada awalnya dimediasi oleh tissue-binding autoantibodies dan
kompleks imun. Pada kebanyakan pasien, autoantibodi muncul selama beberapa tahun sebelum
gejala klinis pertama muncul. Sembilan puluh persen pasien adalah wanita usia subur. Akan
tetapi semua orang , jenis kelamin, usia, dan kelompok etnis juga rentan. 3
5

Diagnosis SLE membutuhkan pemeriksaan klinis dan laboratorium yang komprehensif


untuk mengungkapkan karakteristik penyakit multisistem dan menyingkirkan etiologi lain,
termasuk infeksi dan keganasan. Adanya 4 dari 11 kriteia pada Revisi Kriteria Klasifikasi SLE pada
American College of Rheumatology (ACR) 1997 secara simultan atau kumulatif dari waktu ke
waktu digunakan untuk menetapkan diagnosis SLE. Sebagai catatan, meskipun hasil tes antibodi
antinuklear positif (ANA) tidak diperlukan untuk diagnosis SLE, lupus dengan tes ANA-negatif
sangat jarang. Meskipun ANA sangat sensitif untuk SLE (95-99%), tidak terlalu spesifik (~ 50%). 2,6

Tabel 1. Systemic Lupus International Collaborating Clinic Criteria for Classification of


Systemic Lupus Erythematosus
CLINICAL MANIFESTATIONS IMMUNOLOGIC MANIFESTATIONS
Skin ANA > reference negative value
Acute, subacute cutaneous Anti-dsDNA >reference, if by ELISA 2x
LE (photosensitive, malar, reference
maculopapular, bullous) Anti-Sm
Chronic cutaneous LE (discoid Antiphospholipid (any of lupus
lupus, panniculitis, lichen anticoagulant, false-positive RPR,
planus-like, hypertrophic verrucous, anti-cardiolipin, anti-β glycoprotein I
chillblains) Low serum complement (C3, C4 or
Oral or nasal ulcers CH50)
Nonscarring Alopecia Positive direct Coombs test in
Synovitis involving ≥2 joints absence of hemolytic anemia
Serositis (pleurisy, pericarditis)
Renal
Prot/Cr ≥0.5
RBC casts
Biopsy
Neurologic
Seizures, psychosis, mononeuritis,
myelitis, peripheral or cranial
neuropathies, acute confusional
state
Hemolytic anemia
Leukopenia (<4000/μL) or
Lymphopenia (<1000/μL)
Thrombocytopenia (<100,000/μL)
Source: M Petri et al: Arthritis Rheum 64:2677, 2012.
6

Antibodi terhadap dsDNA dan anti-Smith adalah spesifik untuk SLE (~ 98%) tetapi tidak
sensitif (40-65%). Hipokomplementemia, meskipun umum di SLE, tidak diwakili di antara
klasifikasi kriteria pada ACR; hipokomplementemia telah ditambahkan ke kriteria yang
diperbarui dan divalidasi oleh Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) pada
tahun 2012 ( tabel 1). Perbedaan lainnya dalam kriteria SLICC termasuk penambahan alopesia
nonscarring, manifestasi kulit dan neurologis tambahan dari lupus, dan positif Tes Coombs direk
tanpa adanya anemia hemolitik. 2,6

Hasil tes ANA positif terjadi pada 95-99% individu dengan SLE. Tes ini memiliki spesifisitas
yang buruk untuk SLE, karena hingga 20% orang sehat juga memiliki hasil tes ANA positif,
membuat ANA tes menjadi skrining yang buruk untuk SLE. Titer ANA tidak mencerminkan
aktivitas penyakit; karena itu, pengulangan titer ANA tidak membantu dalam manajemen
penyakit. Antibodi untuk double-stranded DNA lebih spesifik untuk SLE, dan pada beberapa
individu, level anti-double-stranded DNA berkorelasi dengan aktivitas penyakit, terutama dengan
nefritis yang signifikan. Tingkat serum komplemen hemolitik total (CH50), C3, dan C4 biasanya
menurun pada penyakit aktif dan sering membaik dengan pengobatan. 2,11

Pada kasus ini, berdasarkan kriteria SLICC didapatkan dua kriteria klinis yang memenuhi
yaitu adanya hemolitik anemia dan limfopenia. Hemolitik anemia pada pasien ini didasarkan pada
hasil pemeriksaan darah lengkap, peningkatan retikulosit, Coomb’s tes direk positif, dan
peningkatan serum bilirubin indirek. Limfopenia pada pasien ini berdasarkan perhitungan jumlah
lekosit dengan persentase hitung limfosit , dimana didapatkan hasil hitung limfosit kurang dari
1000/ μL. Selain itu didapatkan juga dua kriteria imunologi yang memenuhi yaitu hasil ANA tes
yang positif dan peningkatan titer Anti dsDNA lebih dari dua kali nilai reference range.
Berdasarkan temuan tersebut dapat ditegakkan diagnosa SLE pada pasien ini.

Kelompok penilitian Lupus Johns Hopkins melaporkan bahwa 72 dari 1842 (3,9%) pasien
SLE memiliki diagnosis akut pankreatitis. Wang dan rekannya melaporkan bahwa prevalensi
pankreatitis pada pasien SLE menjadi 0,92% dalam kohort 5665 pasien. Akut pankreatitis lebih
umum daripada pankreatitis kronis (0,8% dan 0,1%, masing-masing). Campos dan rekannya
menemukan pankreatitis akut pada 11 dari 263 (4,2%) anak penderita lupus selama 26 tahun.
7

Menggunakan standar definisi yang diajukan oleh the International Study Group of Pediatric,
studi kohort multisenter yang melibatkan 10 pusat reumatologi pediatrik dan 852 pasien SLE
masa kanak-kanak terdiagnosis dengan pankreatitis sebanyak 22 dari 852 (2,6%) pasien dengan
SLE masa kanak-kanak: pankreatitis akut sebanyak 20 (91%), pankreatitis akut berulang sebanyak
2 (9%), dan tidak didapatkan kasus pankreatitis kronis. 4,5

Keluhan nyeri perut terjadi pada lebih dari 80% pasien dengan pankreatitis, terkait
dengan SLE dan sering disertai mual, muntah, dan demam, meskipun nyeri sering tidak menjalar
ke punggung. Diagnosis ditegakkan dengan peningkatan kadar amilase dan / atau lipase
(umumnya lebih dari tiga kali batas atas [ULN] normal) serta pencitraan menggunakan
ultrasonografi atau pemindaian CT. Namun pada awalnya pasien SLE dapat muncul dengan
peningkatan "subklinis" enzim pankreas dan gejala klinis minimal atau tidak ada, yang dapat
membuat diagnosis lebih sulit. Hasselbacher dan rekannya mempelajari 25 pasien dengan SLE
tetapi tanpa pankreatitis dan 15 pasien dalam kelompok kontrol non-SLE. Kadar amilase
meningkat pada lima pasien, dan enam pasien memiliki macroamylasemia, dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang tidak ada peningkatan. Tingkat rata-rata amilase pada kelompok SLE
adalah 161,7 mg / dL, dibandingkan dengan 116,4 mg / dL pada kelompok kontrol; perbedaan ini
secara statistik signifikan. Makroamilasemia terjadi akibat dari penurunan pembersihan ginjal
dari kompleks imunoglobulin-amilase. diusulkan adanya kehadiran dari autoantibody patogen
terhadap amilase. Ada korelasi antara SLE aktif dan peningkatan kadar amilase tanpa nyeri perut.
4,5,10

Pada kasus ini, dari hasil anamnesa didapatkan adanya keluhan nyeri perut, mual dan
muntah, warna kekuningan pada kulit, dan air kencing yang berwarna gelap kecoklatan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya conjuctiva tampak anemi dan ikterus pada sklera. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan bilirubin direk lebih tinggi daripada indirek,
peningkatan serum SGOT, SGPT, ALP, GGT, pemanjangan APTT, dan peningkatan serum Amilase
dan Lipase lebih dari 3 kali UL (upper limit). Berdasarkan data tersebut dan kriteria diagnosa
pankreatitis akut maka didapatkan dua dari tiga kriteria diagnosa yang terpenuhi yaitu keluhan
nyeri abdomen dan peningkatan serum amilase dan / atau aktivitas lipase setidaknya 3 kali lebih
8

besar dari batas atas normal. Sehingga pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis pankreatitis
akut.

Penyebab pankreatitis adalah bervariasi dan seringkali tidak disebabkan SLE. Pankreatitis
akut berhubungan dengan SLE aktif dan jumlah keterlibatan organ yang lebih besar. Hernandez-
Cruz dan rekan melakukan review database pasien dengan SLE dan menemukan 18 pasien
dengan 26 episode pankreatitis, dan penyebab paling umum dianggap penggunaan obat. Pascual
Ramos melakukan review database pasien dengan SLE dan menemukan 49 episode pankreatitis
akut yang terpisah pada 35 pasien. Dari 49 episode 14 (28,5%) menderita penyakit bilier. Alkohol,
peningkatan trigliserida, atau uremia dianggap penyebabnya pada 10 (20,4%) pasien. 17 sisanya
(34,7%) pasien dianggap idiopatik atau SLE dianggap sebagai penyebabnya. Steroid dan
azatioprin tidak menyebabkan kekambuhan gejala ketika pasien diberikan dengan obat-obatan
ini. 4,6,7

Peran kortikosteroid dan azatioprin dalam pankreatitis pada SLE kontroversial. Dari 77
kasus SLE dengan pankreatitis ditinjau oleh Breuer dan rekan 51 (66%) menggunakan steroid dan
10 (13%) juga menggunakan azathioprine pada awal pankreatitis. Dalam beberapa kasus masing-
masing penulis mencurigai obat yang menyebabkan episode pankreatitis akut, meskipun ini tidak
pernah terbukti. Pada pasien dengan penggunaan steroid dan azathioprine, obat-obatan ini
tetap dilanjutkan selama episode pankreatitis pada masing-masing 82% dan 50% dari pasien. Di
antara 26 pasien yang tidak menggunakan terapi steroid atau azatioprin pada onset pankreatitis,
steroid dan azathioprine mulai diberikan dengan masing-masing pada 22 dan 3 pasien. 4,5,13

Pascual-Ramos dan kolega membandingkan frekuensi terapi steroid pada awal


pankreatitis antara kelompok SLE dan kelompok dengan etiologi mekanis atau toksik-metabolik.
Disana tidak ada perbedaan dalam frekuensi atau dosis pemberian steroid. Selain itu, empat
pasien SLE dengan pankreatitis akut “dicoba lagi” dengan obat-obatan tersebut, tanpa diikuti
kekambuhan pankreatitis. Derk dan DeHoratius melakukan review semua pasien dengan lupus
yang masuk rumah sakit di Rumah Sakit Universitas Thomas Jefferson antara tahun 1982 dan
2002. Dari 25 pasien dengan pankreatitis akut, 18 mengalami peningkatan dosis kortikosteroid
mereka dengan perbaikan parameter klinis dan laboratorium mereka. Data ini menunjukkan
9

bahwa dalam kebanyakan kasus steroid dan azathioprine mungkin tidak memicu pankreatitis
akut. Di antara pasien SLE masa kanak-kanak dengan pankreatitis dalam ulasan 852 kasus, 65
tidak memiliki batu empedu, pankreatitis traumatis, atau dilaporkan penggunaan alkohol /
tembakau. Pasien SLE pada anak-anak dengan pankreatitis memiliki durasi penyakit yang lebih
pendek (1 [0-10] dibandingkan 4 [0-23] tahun; p <0,0001) dan median SLEDAI-2K yang lebih tinggi
(21 [0-41] dibandingkan 2 [0–45]; p <0,0001). Demam, penurunan berat badan, serositis, nefritis,
hipertensi, gagal ginjal akut, sindrom aktivasi makrofag, dan kematian juga lebih umum pada
anak-anak dengan SLE dan pankreatitis dibandingkan dengan mereka yang tidak pankreatitis. 4

Pankreatitis pada SLE masa kanak-kanak tampaknya bertepatan dengan munculnya


sindrom aktivasi makrofag pada 10 dari 11 anak pasien dengan lupus. Namun, diagnosis
dikonfirmasi dengan aspirasi sumsum tulang hanya terjadi pada 3 dari 10 pasien ini. Prevalensi
sindrom aktivasi makrofag dan kematian oleh komplikasi sindrom aktivasi makrofag secara
signifikan lebih tinggi pada 362 anak-anak dengan SLE dibandingkan dengan 1.830 pasien SLE
dewasa (85% berbanding 30% [p = 0,003] dan 31% berbanding 0% [p = 0,017], masing-masing) .
Yeh dan kolega melaporkan bahwa pankreatitis dapat terjadi karena trombus pada arteri
pankreas dengan keberadaan antibodi antifosfolipid. 4

Pada kasus ini, berdasarkan uraian penyebab pankreatitis akut pada SLE maka penyebab
yang mungkin pada pasien ini adalah penggunaan terapi kortikosteroid berupa
methylprednisolon meskipun data riwayat, dosis dan jangka waktu penggunaanya kurang begitu
lengkap pada pasien ini. Penyebab yang kedua adalah sindrom aktivasi makrofag, tetapi pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan untuk konfirmasi dengan aspirasi sumsum tulang.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Pancreatitis akut pada anak dengan SLE . Pemeriksaan
laboratorium yang penting pada Pankreatitis akut adalah dengan pengukuran kadar serum
lipase dan amilase. Serum lipase sekarang dianggap sebagai tes pilihan untuk pankreatitis akut
karena lebih spesifik daripada amilase untuk penyakit radang pankreas akut dan harus ditentukan
ketika dicurigai pankreatitis. Diagnosa Pancreatitis akut pada SLE pada kasus ini didasarkan atas
temuan klinis dan pemeriksaan laboratorium.
10

KEPUSTKAAN

1. Werlin SL, Wilschanski M. Pancreatitis. In : Nelson Textbook Of Pediatrics, Twentieth


Edition, Philadelphia : Elsevier, Inc, 2016 : 1913-1915.e1
2. Sadun RE, Ardoin SP, Scanberg LE. Systemic Lupus Erythematosus. In : Nelson Textbook
Of Pediatrics, Twentieth Edition, Philadelphia : Elsevier, Inc, 2016 : 1176-1181e1
3. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. In Harrison's Principles of Internal Medicine
20th ed. New york McGraw-Hill Education, 2018 : 2515-2525
4. Weinberg S, Sequeira W, Jolly M. Pancreatitis In : Dubois’ Lupus Erythematosus and
Related Syndromes Ninth Edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 2019: 460-461
5. Rose W, Puliyel MM., Moses PD, et.al. Acute Pancreatitis as the Initial Presentation in
Systemic Lupus Erythematosus, Indian Journal of Pediatrics, Volume 76—August, 2009:
846-847
6. Karuniawaty TP, Sumadiono, Satria C. Perbandingan Diagnosis Systemic Lupus
Erythematosus Menggunakan Kriteria American College of Rheumatologi dan Systemic
Lupus International Collaborating Clinics. Sari Pediatri 2016;18(4):299-303
7. Jia Y, Ortiz A, Mccallum R, et.al. Case Report : Acute Pancreatitis as the Initial Presentation
of Systematic Lupus Erythematosus. Hindawi Publishing Corporation Volume 2014.
8. Haija MA, Kumar S, Szabo F, et.al Classification of Acute Pancreatitis in the Pediatric
Population: Clinical Report From the NASPGHAN JPGN Volume 64, Number 6, June 2017;
984-990
9. Filho EM, Carvalho WB, Felipe J. Acute pancreatitis in pediatrics:a systematic review of
the literature Pediatr (Rio J). 2012;88(2):101-14
10. Karami H, Dabirian M. A Review on Acute Pediatric Pancreatitis. J Pediatr Rev. 2016 July;
4(2):e5425.
11. Suzuki M, Sai JK, Shimizu T. Acute pancreatitis in children and adolescents World J
Gastrointest Pathophysiol 2014 November 15; 5(4): 416-426
11

12. Qadiry R, Bourrahouat A, Aitsab I, et .al. Case Report Systemic Lupus Erythematosus-
Related Pancreatitis in Children: Severe and Lethal Form. Hindawi Case Reports in
Pediatrics Volume 2018.
13. Bandyopadhyay D, Ganesa n, Bhar D. Acute pancreatitis- As a Presenting Manifestation
of Systemic Lupus Erythematosus. American Journal of Medical Case Reports, 2015, Vol.
3, No. 6, 155-157

Anda mungkin juga menyukai